Ruang Lingkup Alat Bukti dalam Hukum Pidana Indonesia

yakin terdakwa melakukannya, dan dalam hal itu hakim yakin terdakwa bersalah. Mengenai syarat yang pertama, hal sekurang- kurangnya 2 dua alat bukti, bukanlah berarti jenisnya yang harus dua, seperti 1 orang saksi keterangan saksi dan lainnya keterangan terdakwa atau surat, tetapi yang dimaksud sekurang- kurangnya 2 alat bukti yang sah, adalah bisa saja terdiri dari 2 alat bukti yang sama jenisnya, misalnya saksi A dan saksi B yang menerangkan hal yang sama. Mengenai syarat kedua: keyakinan hakim. Keyakinan hakim haruslah dibentuk atas dasar fakta-fakta hukum yang diperoleh dari minimal dua alat bukti yang sah. Keyakinan hakim yang harus dibentuk atas dasar mempergunakan minimal dua alat bukti yang sah tadi. 63

B. Ruang Lingkup Alat Bukti dalam Hukum Pidana Indonesia

Mengenai macam alat bukti yang sah dan boleh dipergunakan untuk membuktikan yang telah ditentukan dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP, ialah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa; Jika dibandingkan dengan alat-alat bukti dalam Pasal 295 HIR, maka alat-alat bukti dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP ada perbedaan. Perbedaan itu ialah: 63 Ibid. Universitas Sumatera Utara 1. Alat bukti pengakuan menurut HIR, yang dalam KUHAP diperluas menjadi keterangan terdakwa. Pengertian keterangan terdakwa lebih luas dari sekedar pengakuan. 2. Dalam KUHAP ditambahkan, alat bukti baru yang dulu dalam HIR bukan merupakan alat bukti, yakni keterangan ahli.

a. Alat Bukti Keterangan Saksi

KUHAP telah memberikan batasan pengertian saksi, ialah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu Pasal 1 angka 26. Sedangkan keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya Pasal 1 angka 27. 64 1. Bahwa tujuan saksi memberikan keterangan ialah untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan. Ketentuan ini juga mengandung pengertian bahwa saksi diperlukan dan memberikan keterangannya dalam 2 tingkat yakni ditingkat penyidikan dan ditingkat penuntutan di sidang pengadilan. Dari batasan UU tentang saksi dan keterangan saksi tersebut, dapatlah ditarik 3 kesimpulan, yakni: 64 Ibid., hal. 37. Universitas Sumatera Utara 2. Bahwa isi apa yang diterangkan, adalah segala sesuatu yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. Keterangan mengenai segala sesuatu yang sumbernya di luar 3 sumber tadi, tidaklah mempunyai nilai atau kekuatan pembuktian. Ketentuan ini menjadi suatu prinsip pembuktian dengan menggunakan alat bukti keterangan saksi. 3. Bahwa keterangan saksi haruslah disertai alasan dari sebab apa ia mengetahui tentang sesuatu yang ia terangkan. Artinya, isinya keterangan baru berharga dan bernilai pembuktian apabila setelah memberikan keterangan ia kemudian menerangkan tentang sebab-sebab dari pengetahuannya tersebut. Hal ini pun merupakan prinsip umum alat bukti keterangan saksi dalam hal pembuktian. 65 Di dalam batasan pengertian saksi dan keterangan saksi Pasal 1 angka 26 dan 27, terdapat mengenai syarat, yakni: apa yang diterangkan adalah mengenai hal yang dilihat, didengar dan dialami saksi sendiri. Apabila syarat itu tidak dipenuhi maka keterangan saksi tersebut tidak bernilai pembuktian, karena bukan sebagai alat bukti yang sah. Oleh karena itu, tidak dapat dipertimbangkan sebagai alat bukti perkara pidana. Tentu saja tidak dapat digunakan untuk membentuk keyakinan hakim. 66 Syarat keterangan saksi agar keterangannya itu menjadi sah dan berharga, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu dasar pertimbangan hakim dalam hal membentuk keyakinannya, dapat terletak pada beberapa hal, ialah: 65 Ibid., hal. 38. 66 Ibid., hal. 39. Universitas Sumatera Utara i. Hal kualitas pribadi saksi Kualitas pribadi yang dimaksud adalah kualitas saksi dalam hubungan dengan terdakwa. Prinsip umum mengenai kualitas pribadi saksi dalam hukum pembuktian adalah tidak ada hubungan keluarga. Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kekecualian menjadi saksi tercantum dalam Pasal 186 KUHAP berikut: 1 Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau ke bawah sampai derajat ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa; 2 Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa, saudara ibu atau saudara bapak, juga mereka yang mempunyai hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai derajat ketiga; 3 Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama- sama sebagai terdakwa. Ratio dari pembatasan ini adalah untuk mencapai objektivitas isi keterangan saksi. Namun, bila ada hubungan keluarga, maka ada batas-batas hubungan tertentu yang tidak boleh menjadi saksi. Sedangkan hubungan keluarga diluar batas-batas yang ditetapkan, tidak berhalangan untuk memberikan keterangan saksi, tetapi masih juga ada perkecualian sebagaimana ditentukan dalam Pasal 170. Menurut ayat 1 pasal ini dikecualikan untuk menjadi saksi adalah mereka yang karena jabatan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, dapat diminta dibebaskan dari kewajiban untuk Universitas Sumatera Utara memberikan keterangan sebagai saksi, yakni tentang hal yang dipercayakan kepada mereka. Ada perkecualian dari orang yang tidak boleh didengar keterangannya dalam sidang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 168 tersebut, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 169. Menurut Pasal 169, orang –orang yang berkualitas dalam hubungan kekeluargaan sebagaimana disebutkan Pasal 168 dapat memberikan keterangannya apabila: 1 Mereka yang berkedudukan dalam hubungan keluarga itu menghendaki untuk memberikan keterangan; 2 Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa secara tegas menyetujuinya. Biasanya, dalam praktik saksi yang demikian diajukan oleh penasihat hukum. Kemudian hakim akan menanyakan relevansinya dengan pokok perkara yang sedang diperiksa. Apabila menurut pertimbangan hakim cukup alasannya untuk dapat didengar keterangannya, maka hakim meminta kepastian kepada jaksa penuntut umum dan terdakwa apakah mereka menyetujuinya. Keterangan saksi keluarga ini harus tidak diatas sumpah. Karena tidak diatas disumpah, maka keterangan demikian nilai pembuktiannya sepenuhnya bergantung kepada pertimbangan hakim. Artinya, hakim boleh menggunakannya dan boleh juga tidak. Jika digunakan, maka tidak dapat disamakan nilainya dengan nilai keterangan saksi yang disumpah, melainkan sekedar dipergunakan sebagai tambahan atas keterangan saksi yang disumpah Pasal 185 ayat 7, atau sekedar memperkuat alat bukti yang sudah ada saja. Dapat menambah nilai pembuktian dari alat bukti yang sudah ada dengan syarat isi keterangan saksi yang tidak Universitas Sumatera Utara disumpah tadi harus bersesuaian dengan keterangan saksi yang disumpah; dan keterangan saksi yang disumpah ini telah memenuhi syarat minimal pembuktian. Artinya, isinya bersesuaian dengan isi dari alat bukti yang lain. 67 ii. Hal apa yang diterangkan saksi Ada 2 syarat yang menyangkut keterangan saksi di muka sidang pengadilan yang tidak bisa dipisahkan, agar keterangan itu bernilai dan berharga pembuktian, yang dapat dipertimbangkan untuk membentuk keyakinan hakim, yaitu: 1. Sumber pengetahuan saksi Artinya, bahwa apa yang diterangkan oleh saksi haruslah bersumber dari pribadinya sendiri, bukan keterangan yang didapat dari orang lain. Keterangan yang didapat dari cerita orang lain, tidaklah mempunyai nilai pembuktian. 2. Substansi isi keterangan Isi keterangan saksi haruslah keterangan mengenai fakta, yaitu apa yang dia lihat, dia dengar dan dia alami sendiri. Oleh karena itu, pendapat bukanlah termasuk fakta sehingga tidak termasuk keterangan saksi yang dimaksud Pasal 1 angka 27. Mengenai hal itu ditegaskan oleh Pasal 185 ayat 5, yang menyatakan bahwa: “baik pendapat maupun rekaan yang diperoleh dari hasil pemikiran, bukan merupakan keterangan saksi”. 68 67 Ibid., hal. 42. 68 Ibid., hal. 45. Universitas Sumatera Utara iii. Alasan apa saksi mengetahui tentang apa yang diterangkan Apa yang dimaksud dengan alasan adalah segala sesuatu yang menjadi sebab mengapa seorang saksi melihat, dan mendengar atau mengalami tentang peristiwa yang diterangkan saksi. Keterangan saksi di muka sidang pengadilan, tetapi dari rangkaian keterangannya tidak didapat keterangan mengenai sebab pengetahuan mengenai apa yang saksi terangkan, maka keterangan tanpa sebab pengetahuannya itu tidak bernilai pembuktian. 69 iv. Syarat mengucap sumpah atau janji Pasal 160 ayat 3 KUHAP mewajibkan pada saksi sebelum memberikan keterangan untuk terlebih dahulu mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya, yang isinya sumpah atau janji bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya. Cara penyumpahan ini disebut dengan promissoris, artinya sanggup berkata yang benar. Kepercayaan atas kebenaran isi keterangan yang diletakkan diatas sumpah atau dikuatkan dengan sumpah, didasarkan pada dua alasan yang bersifat menekan secara psikologis orang, yaitu: Pertama, pada kepercayaan terhadap sanski dosa dan kutukan dari Tuhan kepada orang yang dengan sengaja melanggar sumpah, sesuai dengan agama yang dianut. Dengan alasan ini maka sumpah yang diucapkan saksi haruslah berdasarkan dan menurut cara agama masing-masing. Kedua, pada sanksi hukum pidana. Hukum pidana telah menentukan sanksi pidana maksimum 7 tahun sampai 9 tahun penjara bagi orang yang memberikan keterangan palsu diatas sumpah Pasal 242 KUHP. 69 Ibid., hal. 48. Universitas Sumatera Utara v. Syarat adanya hubungan keterangan saksi dengan keterangan saksi lainnya atau alat bukti lain. Pasal 185 ayat 2 menentukan bahwa: “keterangan seorang saksi sadja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”. Mengikuti ketentuan ini, maka suatu fakta yang didapat dari keterangan saksi yang satu agar menjadi berharga haruslah didukung dengan keterangan saksi yang lain, atau didukung oleh alat bukti lain. Maksudnya didukung adalah keterangan satu saksi harus sama, yang dalam praktik disebut bersesuaian dengan keterangan saksi yang lain atau alat bukti yang lain. Fakta yang diperoleh dari keterangan satu saksi yang saling bersesuaian dengan keterangan saksi lain atau alat bukti lain saja yang dapat dipertimbangkan hakim untuk membentuk keyakinannya bahwa tindak pidana telah terjadi dan terdakwa bersalah melakukannya. Hanya diatas keyakinan yang dibentuk berdasarkan minimal dua alat yang sah itu saja pidana boleh dijatuhkan. 70 1. Persesuaian antara keterangan saksi satu dengan saksi yang lainnya; Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menilai kekuatan keterangan saksi dalam persidangan. Dalam menilai keterangan saksi, disamping harus memperhatikan tentang syarat sah dan berharganya keterangan saksi, juga harus memperhatikan standar penilaian keterangan saksi. Hal yang harus diperhatikan sebagaimana yang telah ditentukan Pasal 185 ayat 6, ialah: 2. Persesuaian keterangan saksi dengan alat bukti lain; 70 Ibid., hal. 53. Universitas Sumatera Utara 3. Alasan saksi memberikan keterangan tertentu; 4. Cara hidup dan kesusilaan saksi. Di samping itu, ada hal lain yang juga perlu diperhatikan dalam menilai keterangan saksi, ialah: 1. Tanggapan terdakwa terhadap keterangan saksi Pasal 164 ayat 1 KUHAP, dan 2. Persesuaian keterangan saksi di persidangan dengan keterangannya di tingkat penyidikan Pasal 163 KUHAP.

b. Alat Bukti Keterangan Ahli

Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua setelah keterangan saksi oleh Pasal 184 KUHAP. Dalam praktik alat bukti ini disebut alat bukti saksi ahli. Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk menyatakan terang suatu perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan Pasal 1 angka 28. Dalam Pasal 186 KUHAP menyatakan bahwa: “keterangan seorang ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang pengadilan”. Isi keterangan yang disampaikan ahli adalah terkait hal-hal mengenai bidang keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana pada keterangan saksi. KUHAP membedakan keterangan ahli di persidangan sebagai alat bukti “keterangan ahli” Pasal 186 KUHAP dan keterangan seorang ahli secara tertulis di luar sidang pengadilan Universitas Sumatera Utara sebagai alat bukti “surat” Pasal 187 butir c KUHAP. Contohnya ialah visum et repertum yang dibuat oleh seorang dokter.

c. Alat Bukti Surat

Menurut Sudikno Mertokusumo, surat adalah: “segala sesuatu yang memuat tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Dengan demikian, segala sesuatu yang tidak memuat tanda-tanda bacaan, atau meskipun memuat tanda- tanda bacaan, akan tetapi tidak mengandung buah pikiran, tidaklah termasuk dalam pengertian alat bukti tertulis atau surat.” 71 a Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; Pasal 187 KUHAP menguraikan tentang alat bukti surat yang terdiri dari 4, yaitu: b Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya; d Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. Dari macam-macam surat resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 187 huruf a, b, dan c KUHAP, maka dapat digolongkan menjadi 72 a Acte ambtelijk, yaitu akta yang dibuat oleh pejabat umum. Pembuatan akta otentik tersebut sepenuhnya merupakan kehendak dari pejabat umum tersebut. Jadi isinya adalah keterangan dari pejabat umum tentang yang ia : 71 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Bandung: Mandar Maju, 2003, hal. 62. 72 Ibid., hal. 66. Universitas Sumatera Utara lihat dan ia lakukan. Misalnya, berita acara tentang keterangan saksi yang dibuat oleh penyidik. b Acte partij, yaitu akta otentik yang dibuat para pihak di hadapan pejabat umum. Pembuat akta otentik tersebut, sepenuhnya berdasarkan kehendak dari para pihak dengan bantuan pejabat umum. Isi akta otentik tersebut merupakan keterangan-keterangan yang berisi kehendak para pihak.Misalnya, akta jual beli yang dibuat di hadapan notaris. Menurut Martiman Prodjohamodjojo seperti dikutip oleh Andi Hamzah, Pasal 187 butir d adalah surat yang tidak sengaja dibuat untuk menjadi alat bukti, tetapi karena isinya surat ada hubungannnya dengan alat bukti yang lain, maka dapat dijadikan sebagai alat bukti tambahan yang memperkuat alat bukti yang lain. Secara formal, alat bukti surat sebagaimana disebut dalam Pasal 187 huruf a, b, dan c adalah alat bukti sempurna, sebab dibuat secara resmi menurut formalitas yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, sedangkan surat yang disebut dalam butir d bukan merupakan alat bukti yang sempurna. Dari segi materil, semua bentuk alat bukti surat yang disebut dalam Pasal 187 bukanlah alat bukti yang mempunyai kekuatan mengikat. Sama seperti keterangan saksi atau keterangan ahli, surat juga mempunyai kekuatan pembuktian yang bersifat bebas vrij bewijskracht. Meskipun tidak ada pengaturan khusus tentang cara memeriksa alat bukti surat seperti yang diatur dalam Pasal 304 HIR, maka harus diingat bahwa sesuai dengan sistem negatif yang dianut oleh KUHAP, yakni harus ada keyakinan dari hakim terhadap alat bukti yang diajukan di persidangan. Nilai alat bukti oleh Universitas Sumatera Utara karena itu bersifat bebas. Dalam hukum acara pidana, yang dicari adalah kebenaran materil atau kebenaran sejati, sehingga konsekuensinyahakim bebas untuk menggunakan atau mengesampigkan sebuah surat. Disamping itu haruslah diingat tentang adanya minimum pembuktian, walaupun ditinjau dari segi formal alat bukti surat resmi otentik yang berbentuk surat yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan undang-undang adalah alat bukti yang sah dan bernilai sempurna, namun nilai kesempurnaannya, pada alat bukti surat yang bersangkutan tidak berdiri sendiri, melainkan sekurang-kurangnya harus dibantu dengan satu alat bukti yang sah lainnya.

d. Alat Bukti Petunjuk

Pasal 188 ayat 1 memberikan pengertian petunjuk, yaitu: “perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Penjelasan pasal ini menyebutkan bahwa pemberian nilai atas petunjuk itu diserahkan kepada kebijaksanaan hakim. Karena alat bukti petunjuk ini adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan dipergunakan dalam sidang, maka sifat subyektivitas hakim lebih dominan. Oleh karena itu, Pasal 188 ayat 3 mengingatkan hakim agar dalam menilai kekuatan alat bukti petunjuk dalam setiap keadaan tertentu harus dilakukan dengan arif dan bijaksana, setelah hakim memeriksa dengan cermat dan seksama yang didasarkan hati nuraninya. Menurut Pasal 188 ayat 2 KUHAP dalam hal cara memperoleh alat bukti petunjuk, hanya dapat diperoleh dari: Universitas Sumatera Utara 1 Keterangan saksi; 2 Surat; 3 Keterangan terdakwa. Nilai kekuatan pembuktian bewijskracht dari alat bukti petunjuk sama dengan alat bukti lainnya yaitu bebas. Hakim tidak terikat atas kebenaran persesuaian yang diwujudkan oleh petunjuk. Dalam menggunakan alat bukti petujuk, tugas hakim akan lebih sulit, ia harus mencari hubungan antara perbuatan, kejadian atau keadaan, menarik kesimpulan yang perlu serta mengkombinasikan akibat-akibatnya dan akhirnya sampai pada suatu keputusan tentang terbukti atau tidaknya sesuatu yang telah didakwakan.

e. Keterangan Terdakwa

Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa dan diadili di sidang pengadilan Pasal 1 butir 15 KUHAP. Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri Pasal 189 ayat 1 KUHAP. Keterangan terdakwa yang diberikan dalam persidangan barulah merupakan alat bukti. Keterangan tersebut berisi pernyataan terdakwa tentang apa yang ia perbuat, apa yang ia lakukan, dan apa yang ia alami. Keterangan terdakwa di luar sidang keterangan tersangka tidak bisa dipergunakan untuk menemukan bukti dalam sidang, jika tidak didukung alat bukti yang sah. Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian keterangan terdakwa tersebut tidak bisa untuk memberatkan sesama terdakwa. 73 73 Hari Sasangka dan Lily Rosita, Op. Cit., hal. 96. Universitas Sumatera Utara

C. Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Pidana

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

5 152 106

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 12 114

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 6 18

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 6 20

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 8 66

KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME

4 63 229

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 6 105

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 1 22

BAB II PENGATURAN MENGENAI BUKTI ELEKTRONIKSEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 200

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 22