Upacara Siraman Pusaka di Keraton Yogyakarta

(1)

(2)

(3)

(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, atas berkat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang berjudul, “Upacara Siraman Pusaka di Keraton Yogyakarta”.

Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan di dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, karena pengetahuan penulis yang terbatas. Namun berkat bimbingan, pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan penulisan kertas karya ini.

Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian kertas karya ini, terutama kepada :

1. Bapak Prof. Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum., selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Rani Arfianty S.S., selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, sehingga selesainya kertas karya ini.

4. , selaku Dosen Pembaca 5. Bapak Drs. Eman Kusdiyana M.Hum., selaku Dosen Wali.


(5)

v

6. Seluruh Staff Pengajar Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan pendidikan dan bimbingan kepada penulis selama menjadi mahasiswa.

7. Kedua Orang Tua saya Tercinta, dan seluruh keluarga yang telah memberikan motivasi, dorongan, bantuan baik moril maupun materiil pada penulis.

8. Seluruh Mahasiswa Bahasa Jepang Stambuk 2006.

9. Untuk teman – teman dekatku, Alya, Agnez, Syafna, Sarifah, Lili, Maria, Bang Agus.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih untuk semua bantuan dan dukungannya selama ini. Mudah-mudahan kertas karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua.

Medan, 2010 Penulis,

Juliniar


(6)

vi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……….. i

DAFTAR ISI………. iii

BAB I PENDAHULUAN………. 1

1.1. Alasan Pemilihan Judul………... 1

1.2. Batasan Masalah………. 3

1.3. Tujuan Penulisan………. 3

1.4. Metode Penulisan ……… 3

BAB II GAMBARAN UMUM……….. 4

2.1. Letak Geografis………... 4

2.2. Penduduk………. 4

2.3. Kepercayaan……… 5

2.4. Mata Pencaharian………. 6

BAB III TATA CARA UPACARA SIRAMAN PUSAKA………... 7

3.1. Tahap Persiapan………... 7

3.1.1. Tahap Persiapan……… 7

3.1.2. Tahap Sugengan Ageng………. 8

3.1.3. Tahap Tirakatan……….… 9

3.1.4. Sugengan Untuk Masing–Masing Pusaka Yang Akan Disirami………... 9

3.2. Tahap Pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka………. 10

3.3. Tahap Upacara Sugengan Syukuran………... 14

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN……….... 15

4.1. Kesimpulan………... 15

4.2. Saran……… 16


(7)

vii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Alasan Pemilihan Judul

Bangsa Indonesia terdiri dari suku bangsa dan sub-etnis, yang masing-masing memiliki kebudayaannya sendiri. Dimana kebudayaan sebagai suatu sistem nilai yang menuntun sikap, identitas, perilaku dan gaya hidup serta menjadi kebanggaan dari suku bangsa yang bersangkutan. Menurut Prof. Dr. Koentjaraningrat, kebudayaan adalah seluruh hasil cipta manusia dengan tujuan untuk menjawab tantangan kehidupan itu sendiri. Salah satu kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri yakni, adat istiadat dan tradisi. Setiap daerah memiliki adat istiadat dan tradisi yang berbeda pula. Misalnya di Sumatera Utara, pada suku Batak yang terkenal adalah Mangulosi. Mangulosi biasanya dilakukan pada saat ada acara seperti pernikahan, kelahiran, kematian bahkan sebagai cendramata yang dari dulu hingga saat ini.

Sedangkan di Keraton Yogyakarta yang merupakan pusat kebudayaan Jawa - Yogya masih adat dan tradisi yang terpelihara dengan baik dan tetap terjaga kesinambungannya dari waktu ke waktu, salah satunya berupa Upacara Ritual. Upacara Ritual adalah hal melakukan sesuatu perbuatan yang tentu menurut adat kebiasaan atau menurut agama. Upacara Ritual yang ada di Keraton Yogyakarta ada yang bersifat umum atau terbuka sehingga masyarakat dapat menyaksikan dan mengikuti jalannya upacara tersebut seperti Upacara Sekaten, Garebeg Sekaten, Garebeg Syawal, Garebeg Besar, Upacara Labuhan, dan Upacara Jumenengan.


(8)

viii

Namun di samping upacara yang bersifat umum dan terbuka juga ada upacara yang sifatnya pribadi dan tidak perlu dipertontonkan untuk umum seperti Upacara Siraman Pusaka pada setiap bulan Sura, pada hari Selasa Kliwon. Upacara ini berkaitan dengan daur hidup dan sejenisnya. Kata “siraman” adalah istilah dalam bahasa Jawa berasal dari kata “Siram” yang berarti “mandi”. Dan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata “Siram” artinya membersihkan dengan air yang dicurahkan. Sedangkan kata “Pusaka” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan harta benda peninggalan orang yang telah meninggal, warisan, atau barang yang diturunkan dari nenek moyang. Tapi pusaka yang dimaksud disini adalah benda-benda keramat yang dianggap mempunyai tuah atau bertuah yang diwariskan secara turun-temurun dari seseorang kepada orang lain.

Upacara Siraman Pusaka Keraton Yogyakarta adalah Upacara dalam rangka memandikan pusaka milik Ngarsa Dalem atau milik Kesultanan Yogyakarta. Benda keramat Pusaka dianggap sangat bernilai dan berharga bagi pemiliknya. Bagi pemiliknya, benda-benda keramat yang sakti dan dianggap mampu menambah kharisma dan melindungi pemiliknya sehingga terhindar dari segala bahaya yang mengancam dirinya, bahkan bisa menambah wibawa dan menaikkan status sosial. Berdasarkan uraian diatas, penulis merasa tertarik untuk membahas Upacara Siraman Pusaka sebagai judul kertas karya yang diajukan.


(9)

ix 1.2Batasan Masalah

Dalam kertas karya ini penulis membahas gambaran umum, tata cara Upacara Siraman Pusaka, tahap persiapan, tahap Sugengan Ageng, tahap Tirakatan, Sugengan untuk masing – masing pusaka yang akan disirami, dan tahap pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka. Serta hal – hal yang menyangkut jalannya Upacara Siraman Pusaka.

1.3Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan di Program Diploma III Jurusan Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk memberikan pengetahuan umum tentang Upacara Siraman Pusaka kepada para pembaca.

3. Untuk menumbuhkan sikap cinta tanah air generasi muda terhadap kebudayaan Indonesia salah satunya Upacara Siraman Pusaka.

4. Untuk menambah pengetahuan penulis tentang dan tata cara Upacara Siraman Pusaka.

1.4Metode Penulisan

Dalam penulisan kertas karya ini, penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu metode untuk mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku atau referensi yang berkaitan dengan Upacara Siraman Pusaka. Setelah semua data terkumpul, data-data tersebut diidentifikasi, dirangkum dan diuraikan pada setiap bab.


(10)

x BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1. Letak Geografis

Keraton Yogyakarta terletak di pusat kota Yogyakarta. Letaknya sangat strategis, diantara dua lapangan besar yang sering disebut Alun-Alun Utara (LOR) dan Alun-Alun Selatan (Kidul). Secara geografis Yogyakarta terletak di pulau Jawa bagian Tengah. Keraton Yogyakarta yang beralamat di Jalan Ratawijayan I Yogyakarta sangat dekat dengan Malioboro, dari arah Malioboro lurus ke selatan kita sudah sampai di lokasi wisata tersebut. Dengan luas 3.185,80 km², Keraton dibagi menjadi 7 bagian. Keraton merupakan obyek wisata utama di Yogyakarta, dengan segala adat istiadat dan kebudayaannya menjadi kehidupan masyarakat Yogyakarta.

Ketika Keraton harus berdiri sendiri dan lepas dari Keraton Pakubuwono di Surakarta karena perjanjian Giyanti, 13 Februari 1755. Keraton Yogyakarta yang juga merupakan istana resmi Kesultanan Yogyakarta sampai tahun 1950 ketika pemerintah Negara Bagian Republik Indonesia menjadikan Kesultanan Yogyakarta sebagai sebuah daerah berotonomi khusus setingkat provinsi hingga saat ini dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.

2.2. Penduduk

Dalam strata sosial, penduduk dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu bangsawan (Bandara), pegawai (Abdi Dalem) dan rakyat jelata (Kawula Dalem).


(11)

xi

Anggota lapisan bangsawan memiliki hubungan kekerabatan dengan Sultan yang pernah atau sedang memerintah. Namun hanya bangsawan keturunan 1-4 (anak, cucu, anak dari cucu, dan cucu dari cucu) dari Sultan yang termasuk Keluarga Kerajaan dalam artian mereka memiliki kedudukan dan peran dalam upacara kerajaan. Lapisan pegawai mendasarkan kedudukan mereka dari surat keputusan yang dikeluarkan oleh

Sultan. Lapisan ini dibedakan menjadi tiga yaitu pegawai Keraton, pegawai

Kepatihan, Kabupaten, dan Kapanewon, serta pegawai yang diperbantukan pada pemerintah penjajahan.

Pada waktu Perjanjian Palihan Nagari penduduk diperkirakan berjumlah 522.300 jiwa. Pada tahun 1930 jumlah penduduk meningkat menjadi 1.447.022 jiwa. Jumlah penduduk di keraton Yogyakarta saat ini kira-kira +/- 4.3640.000. Dan suku yang terdapat di Keraton Yogyakarta mayoritas suku Jawa (97%), Sunda (1%).

2.3. Kepercayaan

Agama yang dianut bagi masyarakat Jawa di Keraton Yogyakarta mayoritas agama Islam (92.1%). Sebagai sebuah Kesultanan, Islam merupakan kepercayaan resmi kerajaan. Sultan memegang kekuasaan tertinggi dalam bidang kepercayaan dengan gelar Sayidin Panatagama Khalifatullah. Walaupun demikian kepercayaan-kepercayaan lokal masih tetap dianut rakyat disamping mereka menyatakan diri sebagai orang Islam. Berbagai ritus kepercayaan lokal masih dijalankan namun doa-doa yang dipanjatkan diganti dengan menggunakan bahasa Arab. Selain Islam agama lain yakni, Katolik (4.9%), Protestan (2.7%), Lain-lain (0.2%).


(12)

xii 2.4. Mata Pencaharian

Sebagian besar perekonomian di Yogyakarta disokong oleh hasil cocok tanam, berdagang, kerajinan (kerajinan perak, kerajinan wayang kulit, dan kerajinan anyaman), dan wisata. Sumber ekonomi utama yang tersedia bagi Kesultanan Yogyakarta adalah tanah, hutan kayu keras, perkebunan, pajak, dan uang sewa. Oleh karena itu sistem ekonomi tidak bisa lepas dari system agraria. Sultan menguasai seluruh tanah di Kesultanan Yogyakarta. Dalam birokrasi kerajaan, pertanahan diurus oleh Kementerian Pertanahan, Kanayakan Siti Sewu.


(13)

xiii BAB III

TATA CARA UPACARA SIRAMAN PUSAKA

3.1. Tahap Persiapan 3.1.1. Tahap Persiapan

Persiapan untuk penyelenggaraan Upacara Siraman Pusaka meliputi 2 hal, yaitu persiapan fisik dan persiapan non fisik. Yang dimaksud dengan persiapan fisik adalah persiapan yang berwujud benda – benda dan perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan upacara. Sedang persiapan non fisik berwujud tradisi yang selama ini dilaksanakan, yaitu berupa sikap dan perbuatan yang harus dilakukan pada waktu sebelum dan saat berlangsungnya upacara. Sebelum penyelenggaraan Upacara Siraman Pusaka, orang-orang yang akan bertugas sudah mempersiapkan diri dengan berpuasa atau siram jamas (mandi keramas). Sebelum selesai menjalankan tugas para petugas tidak boleh mengotori diri, misalnya berdusta, berkata kotor, bersanggama, dan lain sebagainya.

Sedangkan untuk persiapan fisik, sebelum pelaksanaan upacara tempat-tempat yang akan dipergunakan untuk menyelenggarakan upacara terlebih dahulu dibersihkan. Begitu pula alat-alat yang akan dipergunakan juga disiapkan, seperti alat-alat atau perlengkapan yang akan dipergunakan dalam proses siraman pusaka, maupun alat-alat atau perlengkapan yang akan dipergunakan untuk acara sugengan. Adapun alat-alat atau perlengkapan yang akan dipergunakan untuk acara sugengan.


(14)

xiv 3.1.2. Tahap Sugengan Ageng

Sugengan Ageng diselenggarakan dalam rangka mengawali seluruh rangkaian kegiatan dalam penyelenggaraan Upacara Siraman Pusaka di Keraton Yogyakarta. Agar kegiatan Upacara siraman pusaka yang akan dilaksanakan bisa berjalan dengan baik, lancar, dan tidak ada halangan atau gangguan suatu apapun, baik bagi penyelenggara keluarga besar Keraton Yogyakarta maupun bagi para petugas yang terlibat dalam penyelenggaraan tersebut.

Dalam sugengan tersebut ujubnya antara lain memohon keselamatan kepada Tuhan agar dalam penyelenggaraan Upacara Siraman Pusaka semua mendapatkan keselamatan, baik yang mendapat tugas untuk nyirami pusaka maupun yang bertugas menyiapakan segala perlengkapannya. Jika ada kesalahan agar diampuni sehingga tidak mendatangkan bencana. Di samping itu, juga untuk memohonkan keselamatan bagi Sri Sultan beserta seluruh keluarganya, agar Sri Sultan diberi umur panjang, juga untuk kesejahteraan seluruh rakyat khususnya yang berada di wilayah DIY dan sekitarnya.

Sugengan Ageng diselenggarakan sehari sebelum pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka. Acara ini dilaksanakan pada waktu sore hari lebih kurang pukul 19.30 WIB, bertempat di Bangsal Prabayeksa. Selanjutnya lebih kurang pukul 19.00 WIB para Abdi Dalem Kanca Kaji dan Kanca Pengulon memasuki Bangsal Prabayeksa untuk melaksanakan upacara tersebut.


(15)

xv 3.1.3. Tahap Tirakatan

Kegiatan Tirakatan dalam rangka Upacara Siraman Pusaka dilaksanakan pada malam hari menjelang pelaksanaan upacara, setelah selesai acara Sugengan Ageng. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tirakatan berarti mengasingkan diri ke tempat yang sunyi. Jika Upacara Siraman Pusaka dilaksanakan pada hari Selasa Kliwon, kegiatan tirakatannya dilakukan pada hari Senin Wage malam atau malam hari Selasa Kliwon. Sedangkan jika Upacara Siraman Pusaka dilaksanakan pada hari Jumat Kliwon, kegiatan tirakatannya dilakukannya pada hari Kamis Wage malam atau malam hari Jumat Kliwon. Kegiatan tersebut dilakukan oleh para Abdi Dalem tertentu, bertempat di Masjid Penepen.

3.1.4. Sugengan Untuk Masing – Masing Pusaka Yang Akan Disirami Sugengan untuk masing-masing pusaka yang akan disirami meliputi :

a. Sugengan untuk menjemput keluar dan masuknya kembali pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered.

Sugengan untuk menyongsong keluar dan masuknya kembali Kanjeng Kyai Ageng Plered dilaksanakan pada hari pertama Hari Selasa Kliwon atau Hari Jumat Kliwon. Upacara ini dimulai pukul 07.00 bertempat di Bangsal Manis dan di Pagongan.


(16)

xvi b. Sugengan untuk Kyai Tandhulawak.

Sugengan untuk Kyai Tandhulawak diselengarakan pada hari pertama Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon, diselenggarakan di Sri Manganti pada pukul 07.00 WIB.

c. Sugengan untuk Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.

Sugengan untuk Kanjeng Kyai Tunggul Wulung diselenggarakan pada hari kedua hari Rabu Legi atau hari Sabtu Legi bertempat di Keputren, dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB.

d. Sugengan untuk Kanjeng Kyai Jatimulyo.

Sugengan untuk Kanjeng Kyai Jatimulyo diselenggarakan pada hari kedua hari Rabu Legi atau hari Sabtu Legi bertempat di Bangsal Manis, dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB.

e. Sugengan untuk Kanjeng Kyai Pengarab-arab.

Sugengan untuk Kanjeng Kyai Pengarab-arab diselenggarakan pada hari kedua hari Rabu Legi atau hari Sabtu Legi bertempat di Tratag Timur Bangsal Kencana, pada pukul 07.00 WIB.

3.2. Tahap Pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka

Benda-benda pusaka Keraton Yogyakarta yang harus disirami jumlahnya cukup banyak. Di antara benda-benda pusaka tersebut wujud dan tingkat kekeramatannya tidak sama. Oleh karena itu penanganan, tempat penyiraman, tata cara dalam menyirami, maupun perlengkapan untuk sesajinya pun masing-masing


(17)

xvii

berbeda. Di samping itu, benda-benda pusaka di Keraton Yogyakarta yang harus disirami jumlahnya cukup banyak, maka pelaksanaannya dibagi dua, yaitu dilaksanakan pada hari pertama dan hari kedua.

Benda-benda pusaka Keraton Yogyakarta yang disirami pada hari pertama adalah:

1. Kanjeng Kyai Ageng Plered. 2. Kanjeng Kyai Ageng Kopek. 3. Kanjeng Kyai Tandhulawak.

4. Pusaka yang berwujud pohon beringin.

Sedangkan benda-benda pusaka yang akan disirami pada hari kedua adalah: 1. Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.

2. Kanjeng Kyai Jatimulyo. 3. Kanjeng Kyai Pengarab-arab

4. Tombak Kanjeng Kyai Dhudha tiang bendera pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung.

5. Pusaka yang berwujud buku.

Mengenai prosesi jalannya Upacara Siraman Pusaka, benda-benda pusaka Keraton Yogyakarta yang harus disirami jumlahnya cukup banyak yaitu:

A. Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered dan Kanjeng Kyai Ageng Kopek

Upacara Siraman untuk Pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered dan Kanjeng Kyai Ageng Kopek dilaksanakan pada hari pertama Selasa Kliwon atau Jumat


(18)

xviii

Kliwon bertempat di Pagongan. Upacara ini dimulai pada pukul 10.00 pagi. Di Keraton Yogyakarta, pusaka yang dianggap paling keramat adalah tombak Kanjeng Kyai Ageng Plered dan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek.

Mengenai proses penyiramannya, mula-mula pusaka tersebut diolesi dengan jeruk nipis agar minyak cendana yang menempel pada saat penyiraman tahun yang lalu bisa larut. Setelah selesai lalu dilanjutkan menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek. Tata cara menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek sama dengan tata cara menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered. Setelah penyiraman pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek dan Kanjeng Kyai Ageng Plered selesai, kedua pusaka tersebut lalu ditempatkan kembali di tempat semula.

B. Siraman Pusaka Kanjeng Nyai Jimat

Siraman pusaka Kanjeng Nyai Jimat dilaksanakan pada hari pertama hari Selasa Kliwon atau hari Jumat Kliwon, diselenggarakan di gedung Ratawijayan. Mengenai tata cara pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Nyai Jimat, mula-mula bagian yang pertama kali disirami adalah bagian depan yang berupa sebuah patung seorang wanita. Selanjutnya bagian atap kereta, terus ke bagian belakang, dan yang terakhir bagian roda. Sisa air siraman ditampung dalam beberapa ember plastik untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Bagi yang percaya, air bekas siraman kereta pusaka Kanjeng Nyai Jimat mengandung kekuatan gaib. Air tersebut jika diminum berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jika dipergunakan untuk mencuci muka


(19)

xix

dapat membuat awet muda. Kecuali itu, air tersebut juga dapat digunakan sebagai penolak bala.

C. Upacara Pemangkasan Pohon Beringin Kurung Kyai Dewadaru dan Kyai Wijayadaru Upacara Paras Ringin Kurung

Upacara ini dilaksanakan pada hari pertama hari Selasa Kliwon atau hari Jumat Kliwon, bertempat di Alun-alun Utara. Setelah dilakukan pemangkasan pohon beringin Kyai Dewadaru selesai. Lalu dilanjutkan pemangkasan pohon beringin Kyai Wijayadaru. Setelah pemangkasan kedua pohon beringin kurung Kyai Dewadaru dan Kyai Wijayadaru selesai, dilanjutkan pemangkasan terhadap pohon-pohon beringin lainnya yang berada di sekitar alun-alun utara.

D. Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung

Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wululng dilaksanakan pada hari kedua hari Rabu Legi atau Sabtu Legi, bertempat di Pagongan. Upacara ini dimulai lebih kurang pukul 09.00 WIB. Tata cara penyiraman pusaka ini sama dengan tata cara penyiraman pusaka-pusaka yang lain. Adapun cara menyirami pusaka yang berwujud buku tidak dengan menggunakan air, melainkan hanya dibersihkan dengan menggunakn sikat halus pada tiap-tiap halaman. Setelah upacara terhadap benda-benda pusaka tersebut selesai, pusaka-pusaka tersebut lalu dibawa masuk dan dikembalikan ke tempat semula.

a. Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab

Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab berlangsung pada hari kedua hari Rabu Legi atau hari Sabtu Legi, bertempat di sebelah utara Gedung


(20)

xx

Sedhahan. Mengenai tata cara penyiramannya tidak berbeda dengan tata cara penyiraman benda-benda pusaka lainnya. Bedanya, pada saat akan diselenggarakan Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab yang berwujud pedang tersebut, bersama dengan itu pula disembelihlah bekakak yang dipergunakan sebagai kelengkapan dalam Upacara Siraman Pusaka tersebut.

3.3. Tahap Upacara Sugengan Syukuran

Sugengan Syukuran dilaksanakan pada hari kedua setelah seluruh rangkaian kegiatan Upacara Siraman Pusaka selesai dilaksanakan, dan semua pusaka sudah disimpan kembali di tempat penyimpanan semula. Acara ini dilaksanakan sebagai tanda syukur dan ungkapan terima kasih karena kegiatan Upacara Siraman Pusaka sudah dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Serta yang menjalankan tugas tidak mendapat halangan atau gangguan apapun. Sugengan Syukuran dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa dengan dihadiri oleh anak cucu dan para kerabat keraton. Dengan selesainya acara Sugengan Syukuran maka berakhirlah seluruh rangkaian kegiatan Upacara Siraman Pusaka di Keraton Yogyakarta.


(21)

xxi BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Di dalam bab ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada struktur Masyarakat Yogya, Sultan memegang kekuasaan tertinggi Pemerintahan Daerah dan masyarakat pun sangat menjunjung tinggi keberadaan Sultan.

2. Masyarakat Jawa – Yogya sangat antusias melakukan Upacara Siraman Pusaka ini walaupun begitu banyak benda – benda pusaka dari berbagai wujud yang harus disirami.

3. Upacara Siraman Pusaka ini memerlukan waktu dan biaya yang sangat banyak.

4. Masyarakat Jawa – Yogya sangat menghargai dan menghormati benda – benda pusaka peninggalan nenek moyang mereka dengan cara menjaga, merawat serta membersihkan dengan hati – hati dan melakukan upacara yang sakral terlebih dahulu.

5. Masyarakat Yogya percaya bahwa, pusaka – pusaka yang disirami dianggap sebagai pembawa rezeki, kesehatan, kesuksesan dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat Yogya.


(22)

xxii 4.2. Saran

1. Diperlukannya pemahaman dan pengetahuan tentang kebudayaan bangsanya sendiri terutama kebudayaan daerahnya masing – masing bagi masyarakat Indonesia.

2. Sangat perlu untuk terus menjaga dan melestarikan kebiasaan dan tata cara penyiraman dari pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka di daerah Yogyakarta ini agar keasliannya tetap terjaga.

3. Penulis berharap, pemerintah dapat terus mendukung usaha – usaha masyarakat Yogyakarta dalam mempertahankan budaya daerah sebagai warisan leluhur bangsa.


(23)

xxiii

DAFTAR PUSTAKA

Suyami. Upacara Ritual di Keraton Yogyakarta. Yogyakarta : Kepel Press. Soekmono, R.1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta : Kanisius Tim Dosen Kewarganegaraan.2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Medan. www.google.com


(1)

xviii

Kliwon bertempat di Pagongan. Upacara ini dimulai pada pukul 10.00 pagi. Di Keraton Yogyakarta, pusaka yang dianggap paling keramat adalah tombak Kanjeng Kyai Ageng Plered dan keris Kanjeng Kyai Ageng Kopek.

Mengenai proses penyiramannya, mula-mula pusaka tersebut diolesi dengan jeruk nipis agar minyak cendana yang menempel pada saat penyiraman tahun yang lalu bisa larut. Setelah selesai lalu dilanjutkan menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek. Tata cara menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek sama dengan tata cara menyirami pusaka Kanjeng Kyai Ageng Plered. Setelah penyiraman pusaka Kanjeng Kyai Ageng Kopek dan Kanjeng Kyai Ageng Plered selesai, kedua pusaka tersebut lalu ditempatkan kembali di tempat semula.

B. Siraman Pusaka Kanjeng Nyai Jimat

Siraman pusaka Kanjeng Nyai Jimat dilaksanakan pada hari pertama hari Selasa Kliwon atau hari Jumat Kliwon, diselenggarakan di gedung Ratawijayan. Mengenai tata cara pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Nyai Jimat, mula-mula bagian yang pertama kali disirami adalah bagian depan yang berupa sebuah patung seorang wanita. Selanjutnya bagian atap kereta, terus ke bagian belakang, dan yang terakhir bagian roda. Sisa air siraman ditampung dalam beberapa ember plastik untuk dibagikan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Bagi yang percaya, air bekas siraman kereta pusaka Kanjeng Nyai Jimat mengandung kekuatan gaib. Air tersebut jika diminum berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Jika dipergunakan untuk mencuci muka


(2)

dapat membuat awet muda. Kecuali itu, air tersebut juga dapat digunakan sebagai penolak bala.

C. Upacara Pemangkasan Pohon Beringin Kurung Kyai Dewadaru dan Kyai Wijayadaru Upacara Paras Ringin Kurung

Upacara ini dilaksanakan pada hari pertama hari Selasa Kliwon atau hari Jumat Kliwon, bertempat di Alun-alun Utara. Setelah dilakukan pemangkasan pohon beringin Kyai Dewadaru selesai. Lalu dilanjutkan pemangkasan pohon beringin Kyai Wijayadaru. Setelah pemangkasan kedua pohon beringin kurung Kyai Dewadaru dan Kyai Wijayadaru selesai, dilanjutkan pemangkasan terhadap pohon-pohon beringin lainnya yang berada di sekitar alun-alun utara.

D. Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wulung

Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Tunggul Wululng dilaksanakan pada hari kedua hari Rabu Legi atau Sabtu Legi, bertempat di Pagongan. Upacara ini dimulai lebih kurang pukul 09.00 WIB. Tata cara penyiraman pusaka ini sama dengan tata cara penyiraman pusaka-pusaka yang lain. Adapun cara menyirami pusaka yang berwujud buku tidak dengan menggunakan air, melainkan hanya dibersihkan dengan menggunakn sikat halus pada tiap-tiap halaman. Setelah upacara terhadap benda-benda pusaka tersebut selesai, pusaka-pusaka tersebut lalu dibawa masuk dan dikembalikan ke tempat semula.

a. Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab

Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab berlangsung pada hari kedua hari Rabu Legi atau hari Sabtu Legi, bertempat di sebelah utara Gedung


(3)

xx

Sedhahan. Mengenai tata cara penyiramannya tidak berbeda dengan tata cara penyiraman benda-benda pusaka lainnya. Bedanya, pada saat akan diselenggarakan Upacara Siraman Pusaka Kanjeng Kyai Pengarab-arab yang berwujud pedang tersebut, bersama dengan itu pula disembelihlah bekakak yang dipergunakan sebagai kelengkapan dalam Upacara Siraman Pusaka tersebut.

3.3. Tahap Upacara Sugengan Syukuran

Sugengan Syukuran dilaksanakan pada hari kedua setelah seluruh rangkaian kegiatan Upacara Siraman Pusaka selesai dilaksanakan, dan semua pusaka sudah disimpan kembali di tempat penyimpanan semula. Acara ini dilaksanakan sebagai tanda syukur dan ungkapan terima kasih karena kegiatan Upacara Siraman Pusaka sudah dapat berjalan dengan lancar dan selamat. Serta yang menjalankan tugas tidak mendapat halangan atau gangguan apapun. Sugengan Syukuran dilaksanakan di Bangsal Prabayeksa dengan dihadiri oleh anak cucu dan para kerabat keraton. Dengan selesainya acara Sugengan Syukuran maka berakhirlah seluruh rangkaian kegiatan Upacara Siraman Pusaka di Keraton Yogyakarta.


(4)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Di dalam bab ini, penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada struktur Masyarakat Yogya, Sultan memegang kekuasaan tertinggi Pemerintahan Daerah dan masyarakat pun sangat menjunjung tinggi keberadaan Sultan.

2. Masyarakat Jawa – Yogya sangat antusias melakukan Upacara Siraman Pusaka ini walaupun begitu banyak benda – benda pusaka dari berbagai wujud yang harus disirami.

3. Upacara Siraman Pusaka ini memerlukan waktu dan biaya yang sangat banyak.

4. Masyarakat Jawa – Yogya sangat menghargai dan menghormati benda – benda pusaka peninggalan nenek moyang mereka dengan cara menjaga, merawat serta membersihkan dengan hati – hati dan melakukan upacara yang sakral terlebih dahulu.

5. Masyarakat Yogya percaya bahwa, pusaka – pusaka yang disirami dianggap sebagai pembawa rezeki, kesehatan, kesuksesan dan kebahagiaan bagi seluruh masyarakat Yogya.


(5)

xxii 4.2. Saran

1. Diperlukannya pemahaman dan pengetahuan tentang kebudayaan bangsanya sendiri terutama kebudayaan daerahnya masing – masing bagi masyarakat Indonesia.

2. Sangat perlu untuk terus menjaga dan melestarikan kebiasaan dan tata cara penyiraman dari pelaksanaan Upacara Siraman Pusaka di daerah Yogyakarta ini agar keasliannya tetap terjaga.

3. Penulis berharap, pemerintah dapat terus mendukung usaha – usaha masyarakat Yogyakarta dalam mempertahankan budaya daerah sebagai warisan leluhur bangsa.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Suyami. Upacara Ritual di Keraton Yogyakarta. Yogyakarta : Kepel Press. Soekmono, R.1973. Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta : Kanisius Tim Dosen Kewarganegaraan.2004. Pendidikan Kewarganegaraan. Medan. www.google.com