Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh PASAL 21) Atas Pegawai Tetap (Studi Penelitian : PT.Rajawali Nusindo Medan)

(1)

TUGAS AKHIR

PROSEDUR PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PAJAK PENGHASILAN (PPh PASAL 21) ATAS PEGAWAI TETAP

(Studi Penelitian : PT.RAJAWALI NUSINDO MEDAN)

DIAJUKAN O L E H

WIRA PRANANTA GINTING 082600073

Untuk memenuhi salah satu syarat

Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan waktu yang telah direncanakan.

Penyusunan tugas akhir ini adalah merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Diploma pada Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Dalam penulisan tugas akhir ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tiada hingganya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Badarudin.M.Si,selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Drs Alwi Hashim Batubara.M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara 3. Bapak H.Harmaini Hasan SH.MM, selaku dosen pembimbing yang telah

membantu serta membimbing penulis dalam menyusun tugas akhir ini dari awal hingga selesai tugas akhir ini

4. Kedua orang tua ku tercinta, Maju Ginting dan ibu ku Intan Purba yang telah memberikan banyak hal dalam hidup ini dan juga kedua adik ku, Ruth Ginting dan Rachel Ginting.

5. Seluruh Dosen, Staff dan Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

6. Ibu Chairani Harahap.SE selaku kepala cabang PT.Rajawali Nusindo cabang Medan.

7. Bapak Supervisor Johanis tarigan, Bapak Herman, terima kasih atas bantuannya. 8. Teman-teman seperjuangan Administrasi Perpajakan stambuk 2008


(3)

Akhirnya penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara tidak langsung membantu penulis dalam penyusunan tugas akhir ini

Medan, Juni 2011 Hormat Saya


(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR BAGAN DAN TABEL DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang PKLM 1

B. Tujuan Dan Manfaat PKLM 3

C. Uraian Teoritis 5

D. Ruang Lingkup PKLM 7

E. Metode PKLM 8

F. Metode Pengumpulan Data 9

G. Sistematika Penulisan PKLM 10

BAB II GAMBARAN UMUM PT.RAJAWALI NUSINDO CABANG MEDAN A. Sejarah Singkat Perusahaan 12

B. Visi Dan Misi Perusahaan 15

C. Nilai-Nilai Perusahaan 15

D. Struktur Organisasi Perusahaan 16

E. Struktur Organisasi Dalam Penggajian 18

F. Makna Logo Perusahaan 19

G. Penggolongan karyawan 20

BAB III GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 A. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pengertian Pajak 21

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 22

B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan 24

C. Pemotong Pajak Penghasilan 25

D. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 27

E. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 32

2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 33 F. Pengurangan yang diperbolehkan Dalam Menghitung Pajak Penghasilan 37


(5)

G. Tarif Pajak Penghasilan 39 H. Cara Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 40

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur Pemotongan Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21

Atas Pegawai Tetap Pada PT.rajawali Nusindo Cabang Medan 46 B. Objek dan Subjek Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT.

Rajawali Nusindo Cabang Medaan

C. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Pegawai

Tetap Pada PT.Rajawali Nusindo Medan. 50 D. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Tetap Pada

PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan 53

B. Saran 55


(6)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mamdiri.

Penerimaan suatu negara salah satunya berasal dari pendapatan pajak, dan pajak itu sendirilah yang menjadi masalah pokok suatu negara. Setiap orang disuatu negara pasti dan selalu berhubungan dengan pajak, sehingga masalah pajak juga menjadi masalah seluruh rakyat. Dengan demikian, setiap orang sebagai anggota masyarakat suatu negara harus mengetahui segala permasalahan yang berhubungan dengan pajak. Dilain pihak diharapkan terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sehingga pendapatan negara dari sektor penerimaan pajak akan meningkat.

Di Indonesia, sistem pemungutan pajak adalah self assessment yaitu wajib pajak yang mendaftarkan dirinya sendiri kemudian menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri Pajak Penghasilan terutang. Sedangkan salah satu fungsi Direktorat Jenderal Pajak menurut ketentuan Undang-Undang Perpajakan adalah melakukan pengawasan terhadap seluruh masyarakat atas pelaksanaan sistem self assessment itu sendiri, sehingga Direktorat Jenderal Pajak diberikan wewenang dibidang perjakan antara lain : pengukuhan masyarakat sebagai wajib pajak, penetapan besarnya pajak terutang apabila masyarakat tersebut tidak membayar pajak tepat pada waktunya sesuai dengan ketentuan Undang - Undang Perpajakan.

Dewasa ini, masyarakat diharapkan sudah dapat memahami sistem Pemungutan Pajak Penghasilan dimana sandaran hukum pajak penghasilan (PPh pasal 21) adalah Pasal 21 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 (selanjutnya disebut UU


(7)

PPh). Sebagai operasionalisasi Pasal 21 UU PPh ini adalah Keputusan Dirjen Pajak Nomor 545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-15/PJ./2006,PER-31/PJ/2009, dan PER-57/PJ/2009 (selanjutnya disebut juklak PPh Pasal 21). Dengan berlakunya Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, seluruh pegawai tetap, baik di instansi pemerintah maupun swasta diwajibkan untuk membayar pajak atas penghasilannya setiap bulan.

Namun faktanya, sampai saat ini masih banyak ditemukan berbagai permasalahan didalam pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap. Masalah ini timbul dikarenakan informasi yang diperoleh para pegawai tetap tersebut tidak selamanya dimengerti, dimana perusahan atau badan usaha lainnya disebut sebagai Pemotong PPh Pasal 21 masih salah didalam melakukan penghitungan sehingga para pegawai merasa dirugikan secara material.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul : “Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap”. (Studi Penelitian : PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan)


(8)

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

Praktik Kerja Lapangan Mandiri merupakan salah satu syarat yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Administrasi Perpajakan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Adapun yang menjadi tujuan dan manfaat penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:

1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :

a) Untuk mengetahui Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

b) Untuk mengetahui tata cara penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

c) Untuk mengetahui kendala-kendala dalam Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Cabang Nusindo Medan, serta upaya untuk mengatasi kendala tersebut. 2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) :

Bagi mahasiswa :

a) Mendorong mahasiswa untuk belajar, mengetahui bagaimana menjadi tenaga ahli yang siap pakai.

b) Untuk menciptakan rasa tanggung jawab, profesionalitas serta kedisiplinan yang nantinya sangat dibutuhkan ketika memasuki dunia kerja.


(9)

c) Menambah motivasi belajar untuk mengetahui bagaimana situasi dunia kerja yang sebenarnya.

d) Merangsang mahasiswa untuk beraktivitas dalam melakukan pekerjaaan secara efisien dan efektif melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

e) Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mahasiswa, sehingga dapat meningkatkan potensi yang ada didalam dirinya untuk menjadi pegawai perusahaan yang berkualitas tinggi.

f) Memahami prosedur pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 21. Bagi Perusahaan PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan :

a) Dengan dilaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mahasiswa dituntut sumbangsihnya terhadap perusahan, baik berupa kritikan yang membangun dan menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja di lingkungan perusahaan tersebut. b) Sebagai sarana untuk mempererat hubungan yang positif antara

perusahaan dengan Universitas Sumatera Utara.

c) Untuk mengantisipasi kebutuhan dunia kerja sebagai pengguna utama lulusan Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

Bagi Universitas Sumatera Utara :

a) Guna mempromosikan sumber daya manusia yang ahli sesuai dengan bidang keahliannya.

b) Guna meningkatkan profesionalisme, memperluas wawasan serta menetapkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam menerapkan ilmu, khususnya dibidang perpajakan.


(10)

c) Membangun image yang baik terhadap sumber daya manusia yang dihasilkan dari lembaga pendidikan nasional, khususnya Universitas Sumatera Utara.

d) Membuka interaksi antara Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fisip USU dengan instansi yang bersangkutan dalam memberikan uji nyata mengenai ilmu pengetahuan yang diterima mahasiswa melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

C. Uraian Teoritis.

1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21.

Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

2. Pemotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 adalah : a) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b) Bendahara Pemerintah baik Pusat maupun Daerah

c) Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

d) Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain kepada jasa tenaga ahli, orang pribadi subjek pajak luar negeri, dan peserta pendidikan, pelatihan dan magang.

e) Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. f) Penyelenggara kegiatan.


(11)

3. Penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 : a) Pegawai tetap.

b) Tenaga lepas (seniman, olahragawan, penceramah, pemberi jasa, pengelola proyek, peserta perlombaan, petugas dinas luar asuransi), distributor MLM/direct selling dan kegiatan sejenis.

c) Penerima pensiun, mantan pegawai, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. d) Penerima honorarium.

e) Penerima upah.

f) Tenaga ahli (Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai).

g) Peserta Kegiatan.

4. Penerapan penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap :

Penghasilan Kena Pajak dihitung dari penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan, iuran pensiun termasuk iuran Tabungan Hari Tua/Tunjangan Hari Tua (THT) (kecuali iuran Tabungan Hari Tua/THT pegawai negeri sipil/anggota ABRI/pejabat negara), dan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

5. Pengertian biaya jabatan dan besar tarif biaya jabatan :

Biaya jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang besarnya 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp 6000.000,00 setahun atau Rp 500.000,00 sebulan, mulai (1Januari – 2009).


(12)

6. Besarnya PTKP untuk pegawai tetap mulai (1Januari - 2009): a) Untuk diri pegawai :

setahun = Rp 15.840.000,00 sebulan = Rp 1.320.000,00

b) Tambahan untuk pegawai yang kawin : setahun = Rp 1.320.000,00

sebulan = Rp 110.000,00

c) Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang setiap keluarga Rp 1.320.000,00 7. Tarif yang digunakan mulai (1Januari - 2009) :

a) Sampai dengan Rp 50.000.000,00 = 5 %

b) Di atas Rp 50.000.000,00 sampai dengan Rp 250.000.000,00 = 15 % c) Di atas Rp 250.000.000,00 sampai dengan Rp 500.000.000,00 = 25 % d) Di atas Rp 500.000.000,00 = 30 %

D. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

Melalui Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), Penulis ingin mengetahui beberapa masalah berikut :

a) Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

b) Untuk mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku bagi setiap Pegawai Tetap pada PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

c) Untuk mengetahui kendala-kendala yang mungkin terjadi pada perusahaan saat Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.


(13)

E. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta memperoleh informasi yang sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut :

a) Tahap Persiapan :

Pada tahap ini penulis melakukan berbagai persiapan mulai dari pengajuan judul dan lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), pembuatan proposal, pemberian dosen pembimbing, permohonan surat jalan/permohonan dari fakultas, dan sebagainya

b) Studi literatur :

Dalam hal ini berkaitan dengan pengumpulan buku - buku yang berkaitan dengan kegiatan yang akan dilakukan penulis dalam melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

c) Observasi lapangan :

Penulis melakukan pengamatan secara langsung pada objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri untuk mengetahui bagaimana Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

d) Pengumpulan data :

Mengumpulkan data mengenai “Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan”

1) Data Primer :

Bersumber dari pihak yang memahami tentang Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.


(14)

2) Data Sekunder :

Bersumber dari buku - buku tentang Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap. e) Analis dan evaluasi :

Penulis menganalisa dan mengevaluasi data mengenai Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap PT. Rajawali Nusindo Cabang Medan.

F. Metode Pengumpulan Data.

Untuk mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan dalam Praktik Lapangan Mandiri (PKLM) ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :

a) Wawancara (Interview) :

Yaitu dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan pihak yang terkait mengenai hal - hal yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti.

b) Daftar Observasi (Observation Guide ):

Melakukan kegiatan pengamatan langsung tentang objek PKLM yang tujuannya adalah untuk mendapatkan gambaran dari sumber data yang perlu.

c) Dokumentasi :

Pengumpulan data dengan melakukan studi dokumentasi misalnya dengan mengumpulkan daftar dokumentasi yang diperlukan seperti peraturan pemerintah yang berlaku, Undang-Undang Perpajakan, data mengenai kepegawaian dan dokumen-dokumen resmi lainnya mengenai Prosedur


(15)

Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap.

G. Sistematika Penulisan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

Adapun yang menjadi sistematika dalam penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah :

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai latar belakang yang menjadi dasar pemilihan dalam penyusunan laporan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup, metode praktik, metode pengumpulan data serta sistematika penulisan laporan.

BAB II : GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat perusahaan yang akan diteliti, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi gambaran pegawai.

BAB III : GAMBARAN DATA DAN HASIL PKLM

Pada bab ini penulis menguraikan ketentuan-ketentuan yang mengenai PPh pasal 21, objek dan subjek pajak PPh pasal 21, perubahan-perubahan pada perundang-undangan, cara pemotongan, cara pelaporan dan lainnya.


(16)

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan membahas dan menganalisa kemudian mengadakan evaluasi serta interprestasi untuk menjawab perumusan masalah yang diajukan.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis mengemukakan tentang kesimpulan dan saran mengenai objek Praktik Kerja Lapangan Mandiri dan permasalahan yang penulis hadapi selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri di lapangan.


(17)

BAB II

GAMBARAN UMUM

PT. RAJA WALI NUSINDO MEDAN

A. Sejarah Singkat Perusahaan

Ada banyak jenis perusahaan di Indonesia, baik perusahaan yang bergerak dibidang jasa, penjualan barang-barang, pertanian, industri ataupun konstruksi bangunan. PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Rajawali Nusindo) merupakan salah satu perusahaan tertua di Indonesia dengan ukiran sejarah yang cemerlang. Pada awalnya Perusahaan bernama Kian Gwan Company Limited NV didirikan dengan akta No.85 dari Tan A Sioe Notaris di Semarang tanggal 22 Juli 1955 yang bernaung di dalam grup Oei Tiong Ham Concern. Anggaran dasar telah mengalami perubahan dengan akta No. 91 tanggal 30 Agustus 1955 dari Notaris yang sama dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.J.A.1/103/13 tanggal 5 November 1955. Pada tahun 1961 perusahaan tersebut dinasionalisasikan oleh Pemerintah RI berdasarkan Keputusan Pengadilan Ekonomi No.32/1961 EKS tanggal 10 Juli 1961 yang kemudian dikukuhkan dengan Keputusan Mahkamah Agung RI No.5/Kr/K/1963 tanggal 27 April 1963 dimana kegiatan perusahaan berada dibawah penguasaan Menteri / Jaksa Agung untuk selanjutnya pada tanggal 20 Juli 1963 penguasaan diserahterimakan dari Jaksa Agung kepada Menteri Urusan Pendapatan Pembiayaan dan Pengawasan (P3) yang sekarang menjadi Departemen Keuangan Republik Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kompartemen Keuangan tanggal 19 Agustus 1964 No.0642/M.K.3/64 dari seluruh harta Oei Tiong Ham Concern oleh Pemerintah dipergunakan sebagai Penyertaan Modal Pemerintah dalam pendirian PT. Perusahaan Perkembangan Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali


(18)

Nusantara Indonesia termasuk di dalamnya seluruh saham Kian Gwan Company Indonesia Limited NV.

Dalam perkembangannya sesuai dengan akte No.5 dari Joeni Moelyani Notaris di Semarang tanggal 1 Pebruari 1971 telah diadakan perubahan Anggaran Dasar Perseroan Kian Gwan Company Indonesia Limited NV dengan merubah nama perusahaan tersebut menjadi PT. Rajawali Impor Ekspor dan pada tanggal 18 Juni 1971 terjadi lagi perubahan Anggaran Dasar Perseroan dengan akta No.37 dari Notaris yang sama dengan merubah kembali nama perusahaan menjadi PT. Perusahaan Impor Ekspor Rajawali Nusindo dan perubahan tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.J.A.5/138/3 tanggal 23 September 1971. Pada tanggal 27 Juni 1975 Anggaran Dasar mengalami perubahan kembali dengan menyatakan seluruh saham PT. PIE Rajawali Nusindo dimiliki oleh PT. PPEN Rajawali Nusantara Indonesia. Perubahan Anggaran Dasar Perseroan terjadi kembali pada tanggal 6 Agustus 1981 dengan meningkatkan modal perseroan dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.C2-5684.HT.01.04.TH.83. Pada tanggal 29 Mei 1995 dengan akta No. 107 dari Imas Fatimah SH. Notaris di Jakarta terjadi lagi perubahan Anggaran Dasar Perseroan dengan peningkatan modal dan menyingkat nama PT. Perusahaan Impor Ekspor Rajawali Nusindo menjadi PT. Rajawali Nusindo dan perubahan anggaran dasar telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.C2-7539.HT.01.04.TH.96 tanggal 6 Maret 1996. Kemudian Anggaran Dasar mengalami perubahan kembali dengan akta No.88 dari Notaris Sutjipto SH tanggal 17 Juli 1996 tentang peningkatan modal dan perubahan tersebut telah pula mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.C2-HT.01.04.A.805 tanggal 25 Januari 1997. Pada tanggal 8 Juli 1998 Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan kembali dengan akta No.21 tanggal 8 Juli 1998


(19)

tentang maksud dan tujuan serta perubahan struktur permodalan. Perubahan tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman RI No.C2-18.868.HT.01.04.TH.98 tanggal 2 Oktober 1998. Terakhir Anggaran Dasar Perseroan mengalami perubahan kembali dengan akta No.32 dari Notaris Sutjipto SH tanggal 12 Juni 2001 tentang penggabungan PT Rajawali Nusindo ke dalam PT Rajawali Nusantara Indonesia. Perubahan Anggaran tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI No.C-05796.HT.01.04.TH.2001 tanggal 14 Agustus 2001. Pada tanggal 31 Oktober 2004 dengan akta nomor 4 dari Nanda Fauz Iwan, SH, M.Kn, notaris yang berkedudukan di Jakarta, terjadi lagi perubahan tentang pemisahan unit distribusi dan perdagangan PT. Rajawali Nusantara Indonesia menjadi anak perusahaan sendiri dengan nama PT. Rajawali Nusindo. Pendirian perseroan tersebut telah disetujui oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara nomor S-244/MBU/2004 tanggal 4 Mei 2004 serta telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia nomor C-16617 HT.01.01.TH.2004 tanggal 2 Juli 2004.

Perubahan Anggaran Dasar ditetapkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, yang dihadiri oleh Pemegang Saham yang mewakili paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah seluruh saham yang mempunyai hak suara yang sah dan disetujui oleh paling sedikit 2/3 (dua per tiga) bagian dari jumlah suara tersebut. Perubahan tersebut harus dibuat dengan akta Notaris dan dalam Bahasa Indonesia serta dilaporkan kepada Menteri Kehakiman Replubik Indonesia dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.


(20)

B. Visi Dan Misi Perusahaan Visi Perusahaan (Vision) :

1. Menjadi perusahaan Distribusi & Trading Terbaik dan Terpercaya

Misi Perusahaan (Mission) :

1. Memberdayakan seluruh karyawan sebagai asset yang berharga untuk memberikan pelayanan terbaik bagi pelanggan

2. Senantiasa mengembangkan kemitraan dengan prinsipal yang menghasilkan produk berkualitas

3. Tak henti meningkatkan teknologi informasi untuk mempercepat pelayanan 4. Selalu menjaga efektivitas dan efisiensi

5. Secara berkesinambungan mendorong semangat perubahan ke arah perbaikan kinerja yang terus menerus.

C. NILAI - NILAI PERUSAHAAN

Pencanangan Spirit of Change memunculkan komitmen bersama (Thinking and doing Together) yang merupakan tonggak fundamental yang kuat dalam membangun budaya dan nilai-nilai luhur yang merupakan kunci utama PT. Rajawali Nusindo meraih sukses.

Budaya dan Nilai - nilai luhur PT. Rajawali Nusindo tercermin pada setiap individu dalam bentuk:

1. Kepedulian dan sikap tanggap untuk selalu selangkah lebih maju.

2. Komitmen memupuk rasa tanggung jawab, dan kebersamaan untuk menjadi mitra terpercaya dan disegani.

3. Kemauan untuk senantiasa berubah menjadi lebih baik.


(21)

5. Kemampuan untuk menjalankan fungsinya secara profesional dan menciptakan serta membangun nilai-nilai positif dalam wadah PT. Rajawali Nusindo.

D. Struktur Organisasi Perusahaan

Setiap orang tentu mempunyai tujuan dan berusaha untuk mencapainya. Tujuan itu akan berbeda bagi setiap orang antara lain karena pengaruh pengetahuan dan pengalamannya berbeda. Namun demikian setiap orang akan sama dalam satu hal yaitu ingin mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidupnya, antara lain kebutuhan akan sandang pangan, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk bergaul, kebutuhan untuk dihargai dan kebutuhan diakui keberhasilannya. Oleh karena manusia secara kodrat terbatas kemampuannya maka dia tidak dapat memenuhi kebutuhannya secara sendiri. Dia harus bekerja sama dengan orang lain untuk mencapai tujuannya, atau berorganisasi.

Jika memiliki organisasi maka memiliki struktur organisasi, struktur organisasi adalah kerangka antara hubungan satuan-satuan organisasi yang ada didalamnya terdapat pejabat, tugas serta wewenang yang masing-masing mempunyai peranan tertentu dalam kesatuan yang utuh.

Semakin besar suatu perusahaan semakin kompleks masalah yang dihadapi, maka semakin dibutuhkannya pedelegasian tugas sehingga setiap pegawai akan mengetahui kepada siapa pegawai tersebut akan mempertanggungjawabkan pekerjaan yang dilimpahkan kepadanya serta apa wewenangnya dalam suatu perusahaan. Demikian halnya dengan PT. Raja Wali Nusindo, dimana perusahaan ini juga membentuk struktur organisasi. Adapun struktur organisasi pada perusahaan ini digambarkan dalam bagan sebagai berikut :


(22)

(23)

E. Struktur Organisasi yang terkait dalam sistem penggajian :

Dalam pemberian kompensasi, perusahaan melibatkan beberapa unit organisasi yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya.

1) Bagian Akuntansi dan Keuangan.

Bagian ini bertanggung jawab untuk membuat daftar gaji seluruh karyawan. Pembuatan daftar gaji berdasarkan golongan karyawan, factor yang berlaku pada waktu pelaksanaan pemberiaan gaji, dan masa kerja. Bagian ini menentukan jumlah gaji bersih yang akan diterima oleh seorang karyawan setelah ditambah dengan tunjangan-tunjangan dan dikurangi dengan pajak penghasilan (PPh pasal 21).

2) Bagian Kasir.

Bagian ini berfungsi membuat bukti keluar bank berdasarkan daftar gaji yang diterima dari bagian akutansi dan keuangan dan melakukan konfirmasi kepada pihak bank agar mengkreditkan saldo rekening masing-masing karyawan sesuai dengan jumlah gaji yang diterima. Selain itu, bagain kasir juga menerbitkan amplop gaji atau slip gaji yang ditandatangani oleh bagian akutansi dan kepala cabang.

3) Bank.

Bank berfungsi untuk mengkreditkan saldo rekening masing-masing karyawan sesuai dengan jumlah gaji yang diterima.


(24)

F.MAKNA LOGO PT. RAJAWALI NUSINDO.

Bentuk Logo dari PT.Rajawali Nusindo Indonesia secara umum adalah tipografi “R” yang menggambarkan kedinamisan dan didalamnya mengandung beberapa makna yaitu :


(25)

G. PENGGOLONGAN KARYAWAN.

Penggolongan karyawan pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan, terdiri dari : 1. Karyawan tetap : karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan

perusahaan untuk jangka waktu tidak tertentu.

2. Karyawan tidak tetap : Karyawan yang mempunyai hubungan kerja dengan perusahan untuk jangka waktu tertentu.


(26)

BAB III

GAMBARAN DATA PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

A. Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Pengertian Pajak

Sebelum penulis menguraikan mengenai Pajak Penghasilan Pasai 21, maka sebaiknya kita harus mengenal terlebih dahulu apa itu pajak. Secara umum pengertian pajak dapat dikatakan suatu kewajiban kenegaraan berupa pengabdian serta peran aktif warga negara dan masyarakat untuk membiayai keperluan negara yang berupa pembangunan nasional yang merupakan kegiatan yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang dan peraturan-paraturan untuk kesejahteraan bangsa dan negara.

Adapun pengertian pajak menurut beberapa ahli diantaranya adalah :

a) Pengertian pajak menurut Nigthtingale (2000:5) menyatakan : “A Compulsory contribution, imposed by Government, and while tax payers many receive nothing identifiable in return for their contribution, they nevertheless have the benefit of living in a relative by educated, healthy and save society". (Wirawan, 2007 :1)

Dari defenisi diatas, pajak sebagai iuran wajib yang ditetapkan pemerintah dan wajib pajak tidak memperoleh kontraprestasi langsung, akan tetapi memperoleh manfaat kehidupan yang relative aman, sejahtera dan berpendidikan.

b) Pegertian pajak menurut Prof. Rochmat Soemitro, SH yaitu iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat dipaksakan)


(27)

dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

c) Pengertian pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia No.28 Tahun 2007 pada pasal 1 angka 1 yaitu konstribusi wajib pajak kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak adalah, pajak dipungut berdasarkan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan, dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah, pajak dipungut oleh Negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Serta pajak dapat pula mempunyai fungsi sebagai:

1) Fungsi Budgetair :

Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

2) Fungsi Mengatur (Regulerend) :

Yaitu pajak sebagai alat untuk mengatur/melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. (Mardiasmo,2006 :1)


(28)

2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.252/PMK.03/2008, Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Yang selanjutnya disebut Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008.

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Undang-undang ini mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek Pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan, dalam undang-undang ini disebut wajib pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajibah pajak subjektifhya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Yang dimaksud dengan tahun pajak dalam undang-undang ini adalah tahun kalender tetapi wajib pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 bulan.


(29)

B. Dasar Hukum Pajak Penghasilan

a) Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana yang diubah dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2000 terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007. b) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang

Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.03/2001 tanggal 06 Maret 2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan, Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua. d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 326/KMK. 03/2003 tentang Perubahan

Atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 541/KMK. 04/2000 tentang Penenfuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, tempat pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

e) Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : 15/PJ/2006 tentang Perubahan Keputusan Direktorat Jenderal Pajak No.KEP-545/PJ/2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. (Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara,2008 :8)

f) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 .Desember 2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiun Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap dan Pensiunan


(30)

g) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotong Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

h) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

i) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

C. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 :

Berikut ini termasuk pemotong pajak penghasilan pasal 21 adalah :

a) Pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan induk maupun cabang, perwakilan atau unit, bentuk usaha tetap, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Pemberi kerja yang dimaksud termasuk juga badan dan organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai pemotong pajak berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

b) Bendaharawan Pemerintah yang membayarkan gaji, upah , honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan. Termasuk bendaharawan pemerintah adalah bendaharawan pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga


(31)

Negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.

c) Dana pensiun, PT. Taspen, PT. Jamsostek, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja lainnya, serta badan-badan lain yang membayar uang pensiun, Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua.

d) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib Pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan atas nama persekutuannya.

e) Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Wajib Pajak Luar Negeri.

f) Yayasan (termasuk yayasan yang bergerak di bidang kesejahteraan, rumah sakit, pendidikan, kesenian, olah raga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan, asosiasi, perkumpulan, organisasi masa, organisasi sosial politik, dan organisasi dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi.

g) Perusahaan, badan, dan dalam bentuk usaha tetap, yang membayarkan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan.

h) Penyelenggara kegiatan (termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan) yang membayar honorarium, hadiah atau


(32)

penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

D. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21

Hak-hak Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah :

a) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT tahunan pasal 21. Pengajuan permohonan dilakukan secara tertulis disertai Surat Pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam satu Tahun Pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang. Pengajuan permohonan dilakukan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. b) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh pasal

21 dalam satu bulan takwim dengan PPh pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.

c) Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

d) Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhimya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemerikasaan

e) Pemotong pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih


(33)

Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil.

f) Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas, dan dilakukan dalam jangka waktu tiga bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut.

Kewajiban Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah:

a) Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

b) Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pengukuhan Pajak setempat.

c) Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetor PPh pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran Pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank BUMN atau Bank BUMD atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya. d) Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh pasal 21 sekalipun nihil

dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya;

e) Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang


(34)

pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima jaminan hari tua, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun. f) Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh pasal 21 tahunan

kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

g) Pemotong Pajak wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan dalam SPT Masa dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja tersebut selama sepuluh tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.

h) Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, Pemotong Pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif.

i) Pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. SPT Tahunan PPh pasal 21 tersebut harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin berikutnya. Apabila Pemotong Pajak adalah badan, maka SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangan oleh pengurus atau direksi. Apabila SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang selain Pemotong Pajak terdaftar, maka SPT tersebut harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.


(35)

j) Pemotong Pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh pasal 21 untuk tahun pajak bersangkutan.

k) Pemotong Pajak wajib menyetor kekurangan PPh pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar dari pada PPh pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. (Mardiasmo, 2006:158).

Adapun Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak serta Penerima Penghasilan yang Dipotong Pajak Menurut Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 pada pasal 22 yaitu :

a) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 dan penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 wajib mendaftar diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

b) Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong Pajak pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.

c) Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat 1 huruf a angka 4 wajib membuat surat pemyataan baru dan menyerahkannya kepada pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.


(36)

d) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

e) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 untuk masing-masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku

f) Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada ayat 4 tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.

g) Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh padal 21 dan/atau PPh pasal 26 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26.

h) Pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak.

i) Bentuk formulir pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 sebagimana dimaksud pada ayat 7 ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.


(37)

E. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

1. Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah: A. Pejabat Negara, adalah :

1. Presiden dan Wakil Presiden

2. Ketua, Wakil Ketua, dan anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

3. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan.

4. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung. 5. Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung.

6. Menteri dan Menteri Negara. 7. Jaksa Agung.

8. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi. 9. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten. 10.Walikota dan Wakil Walikota Kepala Daerah Kota.

B. Pegawai Negeri Sipil (PNS), adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1974.

C. Pegawai, adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau BUMN atau BUMD.

D. Pegawai Tetap, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.


(38)

bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium dan/atau imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.

F. Tenaga Lepas, adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja.

G. Penerima Pensiun, adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua.

H. Penerima Honorarium, adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasajabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.

I. Penerima Upah, adalah orang pribadi yang menerima upah harian, jasa, mingguan, upah borongan, atau upah satuan. (Mardiasmo, 2006:152)

2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Setelah mengetahui Subjek Pajak atau pihak yang dituju untuk membayar PPh, langkah berikutnya adalah menentukan jenis dan besarnya penghasilan yang menjadi objek PPh.

Penentuan Objek PPh sangat penting karena :

A. apabila penghasilan yang diterima/diperoleh Subjek Pajak merupakan objek PPh, maka Subjek Pajak tersebut mempunyai kewajiban membayar PPh. B. apabila penghasilan yamg diterima/diperoleh Subjek Pajak bukan merupakan

objek PPh, maka Subjek Pajak tersebut tidak mempunyai kewajiban untuk membayar PPh (Wirawan BJlyas dan Rudy Suhartono, 2007 : 21).


(39)

Berdasarkan Pasal 4 ayat 1 Undang-undang PPh disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai atau penerima pensiun secara tertentu berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur, uang sokongan, uang tunggu, uang ganti rugi, tunjangan istri, tunjangan anak, tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan anak, beasiswa, premi asuransi yang dibayar oleh pemberi kerja, dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun. 2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai, penerima pensiun atau

mantan pegawai secara tidak teratur berupa jasa prodaksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya, tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali dalam setahun.

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan yang diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan, pelatihan atau pemagangan yang merupakan calon pegawai.

4. Uang tebusan pensiun, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, uang pesangon, dan pembayaran lain sejenis sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja.

5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan Wajib Pajak


(40)

dalam negeri, terdiri dari:

a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew tilm, foto model, peragawan /peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

c. Olahragawan

d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator. e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial. g. Agen iklan.

h. Pengawas, pengelola proyek, anggota, dan pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan, dan peserta sidang atau rapat.

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan. j. Peserta lombaan.

k. Petugas penjaja barang dagangan. l. Petugas dinas luar asuransi.

m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan bukan pegawai atau bukan sebagai calon pegawai.

n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.


(41)

honorarium atau imbalan lain yang bersifat tidak tetap yang diterima oleh Pejabat Negara dan PNS.

7. Uang pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau anak-anaknya.

8. Penerima dalam bentuk aturan dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak selain pemerintah, atau Wajib Pajak yang dikenakan PPh yang bersifat final dan yang dikenakan PPh berdasarkan norma penghitungan khusus {deemed profit). (Mardiasmo, 2006 :154)

Dan pada pasal 4 ayat 3 Undang-undang PPh mengatur tentang objek-objek yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan. Objek-objek itu adalah :

1. Sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat dan penerima zakat yang berhak dengan syarat tertentu.

2. Hibah dengan syarat tertentu. 3. Warisan.

4. Setoran modal yang diterima oleh badan.

5. Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan. 6. Pembayaran asuransi tertentu.

7. Dividen antar perusahaan di Indonesia dengan syarat tertentu. 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun.

9. Penghasilan tertentu dana pensiun.

10.Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota perseroan komanditer, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.

11.Bunga obligasi yang diperoleh perusahaan reksadana selama lima tahun pertama.


(42)

12.Penghasilan tertentu perusahaan modal ventura. (Soemarsono, 2007 :179)

F. Pengurangan Yang Diperbolehkan Dalam Menghitung PPh Pasal 21 Bagi Pegawai Tetap

1. Untuk menentukan penghasilan neto bagi pegawai tetap, Penghasilan bruto dikurangi :

a. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto setinggi-tingginya Rp.1.296.000,00 setahun atau Rp. 108.000,00 sebulan dan sebagaimana telah diubah oleh Menteri Keuangan, biaya jabatan menjadi Rp. 6.000.000,00- setahun atau Rp. 500.000,00 sebulan, (Mulai 1Januari - 2009).

b. Iuran Pensiun.

2. setinggi-tingginya Rp. 432.000,00 setahun atau Rp. 36,00,00 dan sebagaimana telah di.ubah oleh Menteri Keuangan, uang pensiun setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan, (Mulai 1Januari - 2009).

3. Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak Penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), (Buku Panduan Bag, KPPN dan Bendaharawan Pemerintah sebagai Pemotong/Pemungut Pajak-Pajak Negara,2008 :9)

Pengurang untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak telah mengalami beberapa kali perubahan dari PTKP 2005. PTKP 2006 dan 2007 masih sama dan terakhir PTKP 2008. Beribrt perubahan pada PTKP dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:


(43)

Tabel 1

Perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak

PTKP 2005 2006/2008 2009

Untuk diri pegawai Rp. 12.000.000 Rp.13.200.000 Rp.15.840.000 Tambahan untuk pegawai

yang kawin

Rp. 1.200.000 Rp. 1.2000.000 Rp.1.320.000

Tambahan untuk Setiap anggota keluarga sedarah dan semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga

Rp. 1.200.000 Rp. 1.200.000 Rp.1.320.000


(44)

PTKP Karyawati:

- Untuk karyawati status kawin : Pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak hanya untuk dirinya sendiri Rp, 15,840.000,00.

- Untuk karyawati status tidak kawin : Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungannya paling banyak 3 orang.

- Untuk karyawati status kawin tetapi suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan : Pengurangan PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP sebesar Rp. 1.320.000,00 setahun dan ditambah PTKP tanggungan keluarga paling banyak 3 orang, dengan syarat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempatnya serendah-rendahnya kecamatan, bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan.

G. Tarif Pajak Penghasilan

Dalam pemungutan Pajak, tarif merupakan titik tolak untuk menetapkan beban pajak, selain pembagian Penghasilan Kena Pajak (PKP) dalam lapisan Penghasilan Kena Pajak.

Undang-undang Pajak Penghasilan menganut pendekatan tarif berbeda antara tarif pajak penghasilan terhadap Orang Pribadi maupun Badan dikarenakan Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan Pajak yang dikenakan terhadap Wajib Pajak orang pribadi, maka berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri tarif atau lapidannya dapat dilihat dalam Tabel 2 berikut :


(45)

Tabel 2

Tarif Wajib Pajak Orang Pribadi (Mulai 1Januari - 2009). Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif pajak Sampai dengan Rp.50.000.000,00 (lima puluh

juta)

5% (lima persen) Diatas Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta)

sampai dengan Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta)

15% (limabelas persen)

Diatas Rp.250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta) sampai dengan Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta)

25%

(dua puluh lima persen)

Diatas Rp.500.000.000,00

30% (tiga puluh persen) Sumber :

H. Cara Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21

Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap:

1. a Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dicari seluruh penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya.

b. Untuk perusahaan yang masuk program Jamsostek, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), premi Jaminan Kematian (JK), dan Jaminan Pemeliharaan Kecelakaan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja


(46)

merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan kerja, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai.

b. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto sebulan dengan biaya jabatan, iuran pensiun, iuran Jaminan Hari Tua, iuran Tunjangan Hari Tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada Dana Pensiunan pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara Program Jamsostek.

2. a. Selanjutnya dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto sebulan dikalikan 12.

b. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai Wajib Pajak dalam negeri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari, maka penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai dengan bulan Desember dan menambahkan hasilnya dengan penghasilan neto yang diperoleh dalam masa-masa sebelumnya dalam tahun yang sama yang diperoleh dari pemberi kerja sebelumnya sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21 (Form 1721 AT), jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain.


(47)

c. Selanjutnya dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf a atau b diatas, dikurangi dengan PTKP,

d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 UU PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf c, selanjutnya dihitung PPh pasat 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau disetor ke kas Negara, yaitu sebesar :

- Jumlah PPh pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a dibagi dengan 12; atau

- Jumlah PPh pasal 21 setahun setelah dikurangi dengan PPh yang terutang dan telah diperhitungkan pada pemberi kerja sebelumnya sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh pasal 21, jika pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain, dibagi dengan banyaknya bulan pegawai yang bersangkutan bekerja, atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam huruf b. 3. a. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas masa

gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:

- gaji untuk masa seminggu dikalikan 4 - gaji untuk masa sehari dikalikan 26

b. Selanjutnya dilakukan penghitungan PPh pasal 21 sebulan dengan cara seperti dalam angka 2 diatas.

c. PPh pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 4, sedangkan PPh pasal 21 diatas


(48)

penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh pasal 21 sebulan dalam huruf b dibagi 26,

4. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 bulan, maka penghitungan PPh pasal 21 atas rapel tersebut adalah sebagai berikut.

a. Rapel dibagi dengan banyaknya bulan perolehan rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan).

b. Hasil pembagian rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh pasal 21.

c. PPh pasal 21 atas gaji untuk bulan-bulan setelah kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan.

d. PPh pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung berdasarkan huruf c dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b,

5. Apabila kepada pegawai disamping dibayar gaji yang didasarkan masa gaji kurang dari satu bulan juga dibayar gaji lain mengenai masa yang lebih lama dari satu bulan (rapel) seperti tersebut dalam angka 4, maka cara penghitungan PPh pasal 21-nya adalah sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam angka 4 dengan memperhatikan ketentuan dalam angka 3 (Mardiasmo, 2006 ; 163)


(49)

Contoh Penghitungan Pemotongan PPh Pasal 21 Terhadap Penghasilan Pegawai Tetap Tahun 2009:

- Rudy Hidayat bekena pada perusahaan PT. S dengan mempeioleh gaji sebulan Rp.2.500.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp.75.000,00. Rudy menikah tetapi belum mempunyai anak. Penghitungan PPh Pasal 21-nya adalah sebagai berikut :

Gaji sebulan Rp.2.500.000,00 Pengurangan:

1. Biaya jabatan

5 x Rp.2.500.00,00 = Rp. 125.000,00

2. Iuran pensiun = Rp. 75.000',OQ Rp 200.000.00 Penghasilan neto sebulan Rp.2.300.000,00 Penghasilan neto setahun adalah :

12 x Rp.2.300.000,00 Rp.27.600.000,00 PTKP setahun:

- untuk WP sendiri Rp.i5.840.000

- tambahan WP kawin Rp. 1.320:000 Rp;17.160.000.00

Penghasilan Kena Pajak Rp.10,440.000,00

PPh Pasal 21 terutang:

5 x Rp, 10.440.000,00 = Rp.522.000,00 PPh Pasal 21 sebulan:


(50)

Contoh Penghitungan potongan PPh Pasa] 21 terhadap penghasilan karyawan kawin tahun 2009:

- Zahara adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT.Pink dengan gaji sebulan sebesar Rp. 3.000.000,00. Zahara membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp.50.000.00 sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat zahara berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahuilah bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan Penghitungan Pph Pasal 21 :

Gaji sebulan Rp. 3.000.000,00 Pengurangan;

- Biaya jabatan

5 x Rp.3.000.000,00 = Rp. 150.000,00

- Iuran pensiun Rp 50.000,00 Rp 200.000.00

Penghasilan neto sebulan Rp.2.800.000,00

Penghasilan neto setahun adalah :

12 x Rp.2.800.000.00 Rp.33.600.000,00 PTKP:

- untuk WP sendiri Rp. 15.840.000,00

- tambahan WP karena menikah Rp. 1.320.000.00 Rp.l7.160.000.00 Penghasilan Kena Pajak Rp. 16.440.000,00 PPh Pasal 2 3 setahun:

5 x Rp. 16.440.000,00 = Rp. 822.000,00 PPh Pasal 21 sebulan:


(51)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur Penghitungan Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas Pegawai Tetap pada PT.Rajawali Nusindo Medan

PT.Rajawali Nusindo Medan adalah perusahaan dagang yang menurut Undang-undang perpajakan diwajibkan memenuhi kewajiban perpajakannya dan dalam memenuhi kewajiban tersebut PT.Rajawali Nusindo Medan melaksanakan administrasi perpajakannya dengan menghitung, menyetor, dan melaporkan Pajak Penghasilannya.

Dalam hal ini PT.Rajawali Nusindo Medan selaku pemotong pajak melakukan pemotongan terhadap gaji ataupun penghasilan yang diterima oleh pegawai tetapnya setiap bulan. Dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji pegawai tetapnya, PT.Rajawali Nusindo Medan menggunakan sistem komputerisasi untuk kelengkapan administrasinya.

Selama PKLM ini penulis juga melakukan beberapa wawancara dengan salah satu pegawai PT.Rajawali Nusindo Medan untuk memperoleh prosedur yang dilakukan dalam pemotongan gaji pegawai tetapnya. Dari wawancara tersebut, penulis menyimpulkan "karyawan yang dipotong PPh Pasat 21 adalah pegawai tetap yang menerima gaji, tunjangan hari raya, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, dan pemberian bonus berupa barang dan atau jasa untuk meningkatkan kesejahteraan pegawainya"'.

Kemudian gaji pokok ditambah dengan tunjangan hari raya, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, dan pemberian bonus maka dapat diperoleh penghasilan bruto sebulan pegawai tetap PT.Rajawali Nusindo Medan. Untuk kemudian dicari


(52)

berupa penghasilan netonya sehingga dapat dicari berapa besar pajak penghasilannya. Yaitu jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya jabatan 5 dari penghasilan bruto sebulan dan iuran pensiun serta iuran tabungan hari tua (THT) jika ada yang dibayar sendiri oleh pegawai tetap yang bersangkutan maka didapatkan penghasilan neto sebulan.

Untuk mengetahui berapa jumlah penghasilan neto pegawai tetap setahun, penghasilan neto sebulan dikalikan dengan 12 bulan. Kemudian penghasilan neto pegawai tetap setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang sesuai dengan status dan tanggungan pribadi pegawai tetap tersebut maka diketahuilah Penghasilan Kena Pajak (PKP) yang merupakan dasar penghitungan PPh Pasal 21 pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Medan dan seterusnya dikalikan dengan tarif pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 sehingga diketahuilah seberapa besar jumlah PPh Pasal 21 setahun ataupun perbulannya dengan membagi 12 bulan.

Dari pengamatan yang penulis lakukan selama menjalani PKLM di PT.Rajawali Nusindo Medan penulis dapat menyimpulkan bahwa pemotongan dan pelaporan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-udangan perpajakan dimana PT.Rajawali Nusindo Medan sebagai pemotong pajak melakukan pemotongan setiap bulannya terhadap gaji pegawai tetapnya. Tidak ada permasalahan yang harus dibahas secara detail, seperti kebanyakan studi kasus pemotongan PPh Pasal 21 belakangan ini, yaitu pada karyawati yang bekerja pada suatu perusahaan, terlihat bahwa karyawati tersebut menikah, tetapi suaminya tidak bekerja atau tidak berpenghasilan, disamping anak yang harus menjadi beban lainnya. Maka penghasilan tidak kena pajaknya tidak hanya dikenakan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk status kawinnya, apabila karyawati tersebut telah memberi keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat yang menyatakan bahwa suaminya tidak mempunyai


(53)

penghasilan. Dalam penelitian yang penulis lakukan pada PT.Rajawali Nusindo Medan, hal ini tidak terjadi.

Berikut penulis dapat menggambarkan contoh dalam prosedur penghitungan pemotongan yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Medan (Karyawan dan Karyawayti Tahun Pajak 2009:

Nama : Ady PTKP : K/2

Jabatan : Supervisor

Gaji sebulan Rp. 2.725.000,00

Penghasilan bruto Rp.2.725.000,00

Pengurangan : Biaya jabatan

5% x Rp.2.725.000,00 Rp.136.250,00

Penghasilan neto sebulan Rp.2.588.750,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp.2.588.750,00 Rp.31.065.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :

• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

• Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000

• Tambahan 2 anak Rp. 2.640.000

Rp. 19.800.000,00

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 11.265.000,00

PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp.11.265.000,00 = Rp.563.250,00 PPh Pada 21 sebulan


(54)

Nama : Rossa PTKP : K/-

Jabatan : Karyawati

Gaji sebulan Rp. 2.500.000,00

Penghasilan bruto Rp.2.500.000,00

Pengurangan : Biaya jabatan

5% x Rp.2.500.000,00 Rp.125.000,00

Penghasilan neto sebulan Rp.2.375.000,00

Penghasilan neto setahun 12 x Rp.2.375.000,00 Rp.28.500.000,00 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) :

• Untuk WP sendiri Rp. 15.840.000

• Tambahan WP Kawin Rp. 1.320.000

Rp. 17.160.000,00

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp. 11.340.000,00

PPh Pasal 21 terutang

5% x Rp.11.340.000,00 = Rp.567.000,00 PPh Pada 21 sebulan


(55)

B. Objek dan Subjek PPh Pasai 21 pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan

1) Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh baik'penghasilan yang diterima secara teratur maupun penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur, misalnya Tunjangan Hari Raya.

2) Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT.Rajawali Nusindo Medan adalah seluruh pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan yang melakukan pekerjaan dan menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala dari PT.Rajawali Nusindo Medan.

C. Tata Cara Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Gaji Pegawai Tetap Pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan.

Adapun tata cara yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dalam menyetorkan PPh pasal 21 atas penghasilan karyawan tetapnya sebagai berikut: 1) Setelah seluruh PPh Pasal 21 dihitung oleh PT.Rajawali Cabang Nusindo

Medan selanjutnya menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut ke Bank Negara Indonesia yang telah ditunjuk sebagai tempat pembayaran dan penyetoran pajak.

2) Batas waktu pembayaran dan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan adalah

a. Untuk pembayaran Masa PPh Pasal 21 paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

b. Pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Pasal 25 dibayar lunas selambat-lambatnya tanggal 25


(56)

bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.

3) Sarana yang digunakan dalam pembayaran dalam penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang adalah dengan menggunakan SSP (Surat Setoran Pajak). Dimana SSP harus diisi dengan jumlah seluruh PPh Pasal 21 yang terutang atau yang akan disetor.

4) SSP yang digunakan terdiri dari 5 rangkap yang antara lain: a. Lembar 1 untuk PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan b. Lembar 2 untuk Kantor Pelayanan Pajak Madya

c. Lembar 3 untuk dilaporkan PT.Rajawali Cabang Nusindo Medan ke Kantor Pelayanan Pajak Madya

d. Lembar 4 untuk Bank Mestika sebagi tempat penyetoran PPh Pasal 21. e. Lembar 5 untuk arsip Wajib Pajak atau pihak lain.

D. Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 21 atas Gaji Pegawai Tetap Pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan

Setelah PPh Pasal 21 dihitung dan disetor oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan maka Selanjutnya PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan melaporkan perhitungan dan pembayaran PPh Pasat 21 yang terutang tersebut menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

Adapun tata cara yang harus dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan melaporkan perhitungan dan pembayaran PPh pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dalam melakukan pelaporan pajaknya adalah dengan menggunakan SPT ( Surat Pemberitahuan), yang harus diambil sendiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama setempat dimana PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya.


(57)

2. PT.Rajawali Nusindo Medan menggunakan 2 jenis SPT dalam melaporkan PPh Pasal 21 yakni:

a. SPT Masa PPh Pasal 21, adalah surat yang oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak.

b. SPT Tahunan PPh Pasal 21, adalah surat yang oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak yakni Formulir 1721.

3. SPT diisi sesuai dengan perhitungan dan pembayaran yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dalam suatu masa pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.

4. SPT diserahkan atau dilaporkan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan selambat-lambatnya untuk SPT Masa PPh Pasal 21 tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Madya.

5. Bukti-bukti yang harus dilampirkan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan pada SPT PPh Pasal 21 adalah:

a. Daftar gaji pegawai tetap PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan b. Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 3.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


(58)

1. Tata cara perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dilakukan dengan cara mengumpulkan semua penghasilan selain gaji pokok yaitu tunjangan hari raya, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, dan pemberian bonus kemudian jumlah dari seluruh penghasilan tersebut dikurangkan dengan pengurang yang diperkenankan menurut Undang-undang No.36 Tahun 2008 seperti biaya jabatan dan iuran pensiun maka diketahuilah penghasilan neto sebulan. Setelah penghasilan neto sebulan diketahui maka selanjutntya penghasilan disetahunkan untuk dikurangkan dengan PTKP yang selanjutnya diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun. Untuk mengitung berapa PPh Pasal 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak penghasilan pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 orang pribadi dengan Pengahasilan Kena Pajak (PKP), untuk mengetahui PPh Pasal 21 perbulan, besarnya perbulan, besarnya PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 bulan atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.

2. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan setelah melakukan perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 maka selanjutnya menyetorkan PPh Pasal 21 tersebut ke Bank Mestika, baik itu penyetoran untuk pajak tertentu ataupun penyetoran untuk perhitungan kembai dalam satu tahun pajak, dan biasanya PT.Rajawali Nusindo menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa PPh Pasat 21 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan untuk pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dibayar lunas selambat-iambatnya langgal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.


(59)

3. Tata cara pelaporan PPh Pasal 21 oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan adalah setelah seluruh PPh Pasal 21 atas pegawai tetap dihitung, dipotang dan disetor maka setanjutnya PT.Rajawali Nusindo melaporkan PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dibayar ke Kantor Pelayanan Pajak Madya dimana PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan terdaftar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT), dimana untuk perhitungan dan masa pajak tertentu dilaporkan dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. dan untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 (Formulir 1721) selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.

4. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan telah melakukan kewajibannya dalam menghitung, memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasat 21 dan dalam melakukan perhitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

5. Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh perusahaan lain, telah dapat diatasi atau diantisipasi oleh pihak perusahaan, contohnya kesalahan yang sering terjadi yaitu karyawati yang berstatus kawin, maka PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan benar-benar memperhatikan karyawatinya dan benar-benar mengetahui peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan dari seorang karyawati yang berstatus kawin sehingga perusahaan tidak akan melakukan kesalahan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(60)

6. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan telah melakukan tata cara perpajakannya dengan baik sehingga mampu terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum, dalam hal ini adalah perundang-undangan perpajakan.

B.Saran

1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga dimasa yang akan datang perusahaan akan tetap dapat menghitung pajak penghasilan khususnya PPh Pasal 21 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesatahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Diharapkan pihak perusahaan agar tetap dapat melakukan perhitungan,

pemotongan, penyetoran serta pelaporan PPh Pasal 21 dengan benar dan teleti, serta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nantinya tidak menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti dikenakan sanksi administrasi ataupun denda dan sebagainya.

3. Sebaiknya perusahan harus memperhatikan kondisi dan keadaan pegawainya dalam menetapkan PTKP, apakah pegawai tersebut berstatus kawin atau tidak atau mempunyai tanggungan atau tidak dan berapa orang tanggungannya sehingga pegawai tidak dirugikan dalam pengenaan pajaknya.

Dalam era. sekarang ini banyak perusahaan yang berusaha untuk memperkecil jumlah pajaknya ataupun menggelapkan pajak, maka diharapkan kepada perusahaaa untuk dapat terus mengikuti peraturan perpajakan yang ada dan dapat terhindar dari


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2006, Perpajakan edisi revisi 2006, Yogyakarta : Penerbit : Andi.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan : teori dan kasus, 2008, Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Soemarsono, 2007, Perpajakan, Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemotong/Pemungut pajak-Pajak Negara, 2008

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahaan ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan :

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/PMK 03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghsilan Bruto Pegawai Tetap dan Pensiunan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak

Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.


(62)

Sumber Lainnya :

(Diunduh Tanggal : 18 April - 2011)

(Diunduh Tanggal : 18 April - 2011)


(1)

2. PT.Rajawali Nusindo Medan menggunakan 2 jenis SPT dalam melaporkan PPh Pasal 21 yakni:

a. SPT Masa PPh Pasal 21, adalah surat yang oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak.

b. SPT Tahunan PPh Pasal 21, adalah surat yang oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak yakni Formulir 1721.

3. SPT diisi sesuai dengan perhitungan dan pembayaran yang dilakukan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dalam suatu masa pajak atau tahun pajak yang bersangkutan.

4. SPT diserahkan atau dilaporkan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan selambat-lambatnya untuk SPT Masa PPh Pasal 21 tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-lambatnya 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak ke Kantor Pelayanan Pajak Madya.

5. Bukti-bukti yang harus dilampirkan oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan pada SPT PPh Pasal 21 adalah:

a. Daftar gaji pegawai tetap PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan b. Surat Setoran Pajak (SSP) lembar 3.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


(2)

1. Tata cara perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap pada PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan dilakukan dengan cara mengumpulkan semua penghasilan selain gaji pokok yaitu tunjangan hari raya, penggantian atau imbalan dalam bentuk natura, dan pemberian bonus kemudian jumlah dari seluruh penghasilan tersebut dikurangkan dengan pengurang yang diperkenankan menurut Undang-undang No.36 Tahun 2008 seperti biaya jabatan dan iuran pensiun maka diketahuilah penghasilan neto sebulan. Setelah penghasilan neto sebulan diketahui maka selanjutntya penghasilan disetahunkan untuk dikurangkan dengan PTKP yang selanjutnya diperoleh Penghasilan Kena Pajak (PKP) setahun. Untuk mengitung berapa PPh Pasal 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak penghasilan pasal 17 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 orang pribadi dengan Pengahasilan Kena Pajak (PKP), untuk mengetahui PPh Pasal 21 perbulan, besarnya perbulan, besarnya PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12 bulan atau banyaknya bulan dalam tahun pajak.

2. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan setelah melakukan perhitungan dan pemotongan PPh Pasal 21 maka selanjutnya menyetorkan PPh Pasal 21 tersebut ke Bank Mestika, baik itu penyetoran untuk pajak tertentu ataupun penyetoran untuk perhitungan kembai dalam satu tahun pajak, dan biasanya PT.Rajawali Nusindo menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa PPh Pasat 21 selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, dan untuk pembayaran kekurangan pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh Pasal 21 dibayar lunas selambat-iambatnya langgal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak berakhir, sebelum SPT itu disampaikan.


(3)

3. Tata cara pelaporan PPh Pasal 21 oleh PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan adalah setelah seluruh PPh Pasal 21 atas pegawai tetap dihitung, dipotang dan disetor maka setanjutnya PT.Rajawali Nusindo melaporkan PPh Pasal 21 yang telah dihitung dan dibayar ke Kantor Pelayanan Pajak Madya dimana PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan terdaftar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT), dimana untuk perhitungan dan masa pajak tertentu dilaporkan dengan menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 dan dilaporkan selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. dan untuk SPT Tahunan PPh Pasal 21 (Formulir 1721) selambat-lambatnya 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.

4. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan telah melakukan kewajibannya dalam menghitung, memungut, menyetor, dan melaporkan PPh Pasat 21 dan dalam melakukan perhitungan, pemungutan, penyetoran, dan pelaporan tidak melakukan kesalahan-kesalahan yang melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.

5. Kesalahan yang mungkin dilakukan oleh perusahaan lain, telah dapat diatasi atau diantisipasi oleh pihak perusahaan, contohnya kesalahan yang sering terjadi yaitu karyawati yang berstatus kawin, maka PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan benar-benar memperhatikan karyawatinya dan benar-benar mengetahui peraturan perundang-undangan mengenai ketentuan dari seorang karyawati yang berstatus kawin sehingga perusahaan tidak akan melakukan kesalahan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


(4)

6. PT.Rajawali Nusindo Cabang Medan telah melakukan tata cara perpajakannya dengan baik sehingga mampu terhindar dari upaya-upaya pelanggaran hukum, dalam hal ini adalah perundang-undangan perpajakan.

B.Saran

1. Mengingat peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, diharapkan kepada pihak perusahaan untuk terus mengikuti perkembangan tersebut sehingga dimasa yang akan datang perusahaan akan tetap dapat menghitung pajak penghasilan khususnya PPh Pasal 21 dengan benar tanpa ada kesalahan-kesatahan perhitungan hanya dikarenakan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Diharapkan pihak perusahaan agar tetap dapat melakukan perhitungan,

pemotongan, penyetoran serta pelaporan PPh Pasal 21 dengan benar dan teleti, serta berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku sehingga nantinya tidak menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti dikenakan sanksi administrasi ataupun denda dan sebagainya.

3. Sebaiknya perusahan harus memperhatikan kondisi dan keadaan pegawainya dalam menetapkan PTKP, apakah pegawai tersebut berstatus kawin atau tidak atau mempunyai tanggungan atau tidak dan berapa orang tanggungannya sehingga pegawai tidak dirugikan dalam pengenaan pajaknya.

Dalam era. sekarang ini banyak perusahaan yang berusaha untuk memperkecil jumlah pajaknya ataupun menggelapkan pajak, maka diharapkan kepada perusahaaa untuk dapat terus mengikuti peraturan perpajakan yang ada dan dapat terhindar dari


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo, 2006, Perpajakan edisi revisi 2006, Yogyakarta : Penerbit : Andi.

Resmi Siti, 2008, Perpajakan : teori dan kasus, 2008, Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Soemarsono, 2007, Perpajakan, Jakarta : Penerbit Salemba Empat

Buku Panduan Bagi KPPN dan Bendaharawan Pemerintah Sebagai Pemotong/Pemungut pajak-Pajak Negara, 2008

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahaan ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

Peraturan Menteri Keuangan :

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 250/PMK 03/2008 Tentang Besarnya Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghsilan Bruto Pegawai Tetap dan Pensiunan

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 57/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak

Penghasilan Pasal 21 dan/ Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.


(6)

Sumber Lainnya :

(Diunduh Tanggal : 18 April - 2011)

(Diunduh Tanggal : 18 April - 2011)