Pengkajian Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Masalah Kebutuhan Dasar

E. Skala Pengukuran Nyeri Itensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran seberapa parah nyeri yang dirasakan oleh indvidu. Pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual, nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda Tamsuri, 2006 a. Skala Numerik Numerical Rating Scale, NRS Digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsian. Pasien menilai nyeri dengan skala 0 sampai 10, angka 0 diartikan tidak merasa nyeri, angka 10 diartikan nyeri yang paling berat yang pernah dirasakan Prasetyo, 2010. b. Skala Analog Visual Visual Analog Scale, VAS Merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menurus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi kebebasan pada pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahan nyeri yang ia rasakan. Skala analog visual merupakan pengukur keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rankaian, dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka Prasetyo, 2010. Tidak ada nyeri Nyeri paling hebat

2.1.1 Pengkajian

Pengkajan nyeri yang faktualterkini, lengkap, dan akurat akan memudahkan perawat dalam menetapkan data dasar, menegakkan diagnosa, merencanakan terapi pengobatan, dan memudahkan dalam mengevaluasi. Terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan seoang perawat dalam memulai pengkajian respon nyeri Prasetyo, 2010. Dorvan Girton 1984 dalam Prasetyo 2010 mengidentifikasi komponen tersebut diantaranya penentuan ada tidaknya nyeri, dalam melakukan pengkajian nyeri, perawat harus mempercayai ketika pasien melaporkan adanya nyeri, walaupun pada saat observasi perawat tidak menemukan luka atau cidera. Setiap nyeri yang dilaporkan pasien adalah nyata, tetapi ada sebagian pasien menyembunyikan nyerinya untuk menghindari pengobatan. Menurut Prasetyo 2010, karakteristik nyeri dibagi dalam beberapa metode P, Q, R, S, T, yaitu: • Faktor Pencetus P: provocate, perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulasi nyeri pada pasien. Perawat melakukan observasi dibagian tubuh yang mengalami cidera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka perawat dapat mengeksplorasikan perasaan pasien dengan menanyakan perasaan apa yang dapat mencetus nyeri. • Kualitas Q: quality, kualitas nyeri adalah hal yang subjektif yang diungkapkan pasien, pasien sering mendeskripsikan nyeri dengan kalimat: berdenyut, tajam, tumpul, bepindah-pindah, perih, seperti tertindih, tertusuk. Tiap-tiap pasien berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. • Lokasi R: region, mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta pada pasien untuk menunjukkan semua bagiandaerah yang dirasakan nyeri oleh pasien. Untuk melokalisi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta pasien untuk melacak daerah nyeri dari titik yang paling nyeri, apabila nyeri bersifat difus menyebar maka kemungkinan akan sulit untuk dilacak. • Keparahan S: severe, tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang paling subjektif. Pada pengkajian ini pasien disuruh menggambarkan nyeri yang dirasakannya sebagai nyeri ringan, sedang, berat. Kesulitannya adalah makna dari setiap istilah berbeda bagi perawat dan pasien, tidak ada batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan, sedang, berat. Ini juga disebabkan karena pengalaman nyeri setiap orang berbeda-beda. • Durasi T: time, perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan durasi, awitan, dan rangkaian nyeri, misalnya menanyakan “kapan nyeri mulai dirasakan?”, “sudah berapa lama nyeri dirasakan?”, “apakah nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?”, “seberapa sering nyeri kambuh?”. • Faktor yang memperberatmeringankan nyeri. Perawat perlu mengkaji faktor yang memperberat keadaan pasien, misalnya peningkatan aktifitas, perubahan suhu, stres dan lainnya. Menurut Tamsuri 2006, pengkajian fisiologis dan perilaku terhadap nyeri terkadang sulit dilakukan. Indikasi fisiologis dan perilaku tentang nyeri minimal bahkan tidak ada. Perubahan fisiologis involunter dianggap lebih akurat sebagai indikator nyeri dibandingkan laporan verbal pasien. Tabel perbedaan respon fisiologis akut dan kronis Tamsuri, 2006. Nyeri Akut Nyeri Kronis  Intensitas ringan sampai berat  Respon saraf simpatis: • Peningkatan nadi • Peningkatan denyut jantung • Peningkatan tekanan darah • Diaforesis • Dilatasi pupil  Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan atau proses penyembuhan  Pasien tampak cemas dan lemas  Menyatakan nyeri  Muncul perilaku nyeri seperti: menangis, memegangi daerah yang sakit, mengusap daerah yang sakit  Intensitas ringan sampai berat  Respon saraf parasimpatis: • Tanda vital normal • Kulit kering dan hangat • Pupil normal atau berdilatasi  Nyeri timbul terus menerus hingga sembuh  Pasien tampak depresi dan menarik diri  Tidak menyatakan nyeri kecuali ditananya  Perilaku nyeri tidak ada

2.1.2 Analisa Data