RÛMÎ DAN TAREKAT MAWLAWIYAH

BAB III RÛMÎ DAN TAREKAT MAWLAWIYAH

A. Biografi Rûmî Setiap orang yang akrab dengan mistisisme Barat, khususnya tasawuf, pasti pernah mendengar nama Jalâl al-Dîn Rûmî, karena dia merupakan salah seorang guru sufi terkemuka di segala zaman dan karyanya banyak yang diterjemahkan. Di samping itu, orang-orang yang mempelajari puisi, khususnya yang tertarik dengan hasil karya dari Persia, melihat bahwa karya Rûmî sebagai model terbaik dalam bahasa Persia. Bahkan, kaum terpelajar seperti Reynold A. Nicholson dan A.J. Arberry, menggambarkan Rûmi sebagai penyair mistis terbesar di segala zaman. Begitu juga dengan William Chittick dan Annemarie Schimmel, telah menyelesaikan dan menginterpretasi ajaran-ajaran Rûmî. 1 Nama asli Rûmî adalah Jalâl al-Dîn Muhammad, tetapi kemudian dia lebih dikenal sebagai Mawlânâ Jalâl al-Dîn Rûmî, atau Rûmî saja. 2 Ia dilahirkan di Balkh pada 6 Rabi‘ul awwal 604 Hijriyah atau bertepatan 30 September 1207. dari pihak ayahnya, ia merupakan keturunan dari khalifah Abû Bakr al-Siddîq, sedangkan dari pihak ibu, dari ‘Ali ibn Abî Tâlib, khalifah keempat. 3 Ayahnya bernama Muhammad, bergelar Baha ۥ al-Dîn Walad, adalah ulama dan guru besar di negerinya, yang juga bergelar Sultân al-‘Ulama. 4 Ia adalah seorang ulama Sunni yang memegang teguh opini-opini ortodoks dan kecenderungan-kecenderungan anti rasionalis. Ia tidak saja menentang para filosof 1 Mojdeh Bayat dan Mohammad ‘Ali Jamnia, Para Sufi Agung: Kisah dan Legenda, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003, h. 147. 2 Mulyadhi Kartanegara, Tarekat Maulawiyah: Tarekat Kelahiran Turki, dalam Sri Mulyati, ed., Mengenal dan MemahamiTarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2006, h. 321. 3 Ibid., h. 322. 4 Abû al-Hasan al-Nadwi, Jalaluddin Rumi: Sufi Penyair Terbesar, Terj. M. Adib Bisri., Jakarta: Pustaka Firdaus, 1997, h. 2. dan rasionalis pada masanya, namun juga berulang kali mengritik kebijaka- kebijakan politik Sultan. Aflakî, pengikut tarekat Mawlawiyah dan murid dari Salabi Amir ‘Arîf cucu dari Rûmî, pengarang Manâqib al-‘Arifîn, seperti yang dikutip oleh Mulyadhi, menyatakan bahwa Baha ۥ al-Dîn Walad berdakwah menentang “pembangunan” yang dilakukan penguasa Muhammad Qutb al-Dîn Khawârizimsyah dan mendorong masyarakat untuk mempelajari dan menjalankan pandangan-pandangan Islam. Oposisi ini melahirkan rasa antipati Sultan kepadanya. 5 Sekitar 6161219, pada usia kira-kira 12 tahun, Rûmî bersama seluruh anggota keluarganya, diam-diam meninggalkan kampung halamannya, untuk beribadah haji, namun tidak untuk kembali, karena ayahnya telah mendengar tentang invasi Mongol ke arah kota kelahiran Rûmî, Balkh. 6 Dalam perjalanannya mereka singgah di Nisyapur, kota kediaman Farîd al- Dîn al-‘Attâr pengarang kitab Mantiq al-Tair Musyawarah Burung, Rûmî dan keluarganya disambut hangat oleh ‘Attâr. Baha ۥ al-Dîn Walad dan ‘Attâr duduk bersama sambil minum teh, dan memperbincangkan al-Qur’an. Kemudian, keluarga itu bersiap-siap untuk meneruskan perjalanan. Ketika Rûmî muda berjalan tepat di belakang ayahnya, ‘Attâr menoleh kepada salah seorang muridnya dan berkata, “Lihalah situasi khusus ini, di sana berjalan lautan yang diikuti samudera.” 7 Tampaknya, pandangan mata ‘Attâr telah kasyaf dan melihat potensi besar Rûmî walaupun ia masih muda, dan belakangan pernyataan ‘Attâr ini terbukti. 5 Mulyadhi Kartanegara, Jalâl al-Dîn Rûmî: Guru Sufi dan Penyair Agung, Jakarta: Teraju, 2004, h. 2. 6 Mulyadhi, Tarekat Mawlawiyah, dalam Sri Mulyati, ed.,Mengenal dan Memahami, h. 322. 7 Mojdeh Bayat, dan ‘Ali Jamnia, Para Sufi Agung, h. 150. Pada kunjungan tersebut, ‘Attâr menghadiahi Rûmî dengan kitab Asrâr Nameh Kitab Misteri-Misteri. Ia memberitahu Baha’ al-Dîn bahwa puteranya, Rûmî akan menyalakan api dunia pencinta ilahi. Ia juga bertemu guru agung, Syaikh Sihab al-Dîn ‘Umar Surahwardî, seorang sufi terkenal lainnya di sana. 8 Dari Nisyapur, keluarga Rûmî pergi ke Baghdad menuju Mekkah, untuk menunaikan ibadah haji. Dari Mekkah perjalanan diteruskan ke Damaskus, Syria, kemudian ke Malatiya Melitene. Dari Malatiya ia menuju ke Arzijan Armenia, dan kemudian Zaranda, sekitar empat puluh mil dari barat daya Konya, yang menjadi tempat tinggalnya bersama keluarganya selama empat tahun. Di kota Zaranda inilah Rumi menikahi seorang gadis muda bernama Jauhar Khatun, putri Lala Syaraf al-Dîn dari Samarqand pada tahun 6221225, jadi Rûmî menikah kira- kira umur 18 tahun. 9 Kota Zaranda pada saat itu dikuasai oleh dinasti Seljuk, dan penguasanya yang bernama ‘Alâ al-Dîn Kaiqabad, mengundang Keluarga Rûmî ke Konya, ibu kota kekaisaran Seljuk Barat. Diriwayatkan bahwa ayah Rûmî sangat dihormati oleh Sultan dan menjadi pembimbing spiritualnya. Bahkan sang penguasa memberinya gelar kehormatan sebagai “Sultân al-‘Ulama,” rajanya para ulama. Baha’ al-Dîn Walad, sang guru terkemuka memperoleh ketenaran dan posisi terhormat hingga wafat pada tahun 1230 M. 10 Setelah ayahnya wafat, Rûmî meneruskan posisi ayahnya sebagai penasehat para ulama Konya dan murid-murid ayahnya. Terkesan oleh kedalaman pengetahuan dan keluasan pengalamannya, guru sultan, Badr al-Dîn Gohartâs, 8 Mulyadhi, Jalâl al-Dîn Rûmî, h. 2. 9 Ibid., h. 3 10 Mulyadhi, Tarekat Maulawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., h. 323. mendirikan sebuah perguruan tinggi yang dikenal sebagai Madrasa-i Khudavandgar, di sini Rûmî mengajar dan berdakwah kepada orang-orang. Rûmî diperkirakan akrab dengan ajaran-ajaran tasawuf karena bimbingan ayahnya. Setelah ayahnya meninggal, salah seorang murid ayah Rûmî Burhan al- Dîn Muhaqqiq dari Tirmidz memberikan pendidikan lanjutan untuknya. Atas anjuran Burhan al-Dîn, Rûmî meneruskan pendidikannya di Aleppo. Kemudian, ia melanjutkan perjalanannya ke Damaskus. Di sini ia bertemu dan bercakap-cakap dengan tokoh-tokoh besar yang paling berpengaruh pada zamannya, seperti Muhy al-Dîn ibn ‘Arabî, Sa‘ad al-Dîn al-Hamawî, ‘Utsman al-Rûmî, Awahad al-Dîn al- Kirmanî, dan Sadr al-Dîn al-Qunyawî. 11 Rûmî tetap menduduki jabatannya di Universitas Konya, meskipun ia sudah diakui sebagai guru sufi. Ia memperoleh kehormatan dan ketenaran yang tesebar luas, banyak orang dari seluruh penjuru wilayah datang untuk menemuinya untuk belajar padanya. Mungkin ia akan tetap seperti itu andai ia tidak bertemu dengan seseorang yang paling menentukan kehidupan spiritualnya, yaitu Syams al-Dîn Tabriz. Syams al-Dîn Tabriz yang misterius pertama kali bertemu dengan Rûmî pada tahun 6421244, usia Rûmî pada saat itu sekitar 37 tahun. Peristiwa ini mendorong Rûmî meninggalkan ketenaran dan mengubahnya dari seorang teolog terkemuka menjadi seorang penyair mistik. Begitu kuatnya pesona kepribadian Syams-al-Dîn Tabriz ini, membuat Rûmî lebih memilih untuk menghentikan aktivitasnya sebagai guru. Ia banyak menghabiskan waktu dengan Syams al-Dîn, akibatnya, murid-muridnya merasa iri 11 Ibid., h. 323. dan cemburu karena hubungannya dengan sang guru terputus begitu saja karena kehadiran orang asing seperti Syams al-Dîn. Akhirnya, mengetahui keadaan seperti ini Syams al-Dîn meninggalkan Rûmî, setelah tinggal di Konya selama 16 bulan, lalu ia pergi ke Damaskus. Rûmî yang tidak kuat berpisah dengan gurunya itu, mengirimkan putranya Sultân Walad untuk mencari Syams al-Dîn agar kembali ke Konya. Syams al-Dîn akhirnya kembali ke Konya, namun tak lama setelah kedatangannya, dia menghilang lagi secara misterius. Perpisahan ini membuat Rûmî sedih dan tertekan kondisi mentalnya. Menurut Idris Syah, seperti yang dikutip oleh Mojdeh dan ‘Alî mengatakan bahwa sebagaian sufi termasuk anak Rûmî yaitu Sultân Walad, menyamakan Syams al-Dîn dengan nabi Khidr yang misterius, penuntun, dan guru para sufi. 12 Untuk mengobati kesedihannya, dan mengungkapkan berbagai perasaan dan pandangannya, Rûmî mengangkat Syaikh Salah al-Dîn Faridun Zarkub, seorang darwis dan tukang emas, untuk menjadi khalifah yang menggantikan Syams al-Dîn. Setelah Salah al-Dîn wafat, Rûmî menunjuk Chelebi Sayyid Husam al-Dîn ibn Muhammad ibn Hasan Akhis menggantikannya. Dengan sahabat baru inilah Rûmî menemukan sumber inspirasi yang segar dan ak kunjung kering untuk magnum opusnya Matsnâwî. Itulah alasan mengapa karya ini disebut juga sebagai kitab-i Husam bukunya Husam. 13 Setelah menyelesaikan penulisan Matsnâwî, kesehatan Rûmî terus menurun dan tak lama kemudian jatuh sakit. Diriwayatkan, selama masa sakit ini 12 Mojdeh Bayat, dan ‘Ali Jamnia, Para Sufi Agung, h. 152. 13 Mulyadhi, Jalâl al-Dîn Rûmî, h. 8. Sadr al-Dîn al-Qunyawî, murid Ibn ‘Arabî menjenguk Rûmî dan sempat mendoakan keselamatan sang Maulânâ, tetapi yang didoakan justru telah tak sabar untuk berjumpa dengan Sang Kekasih. Akhirnya pada hari Minggu, tanggal 16 Desember 1273 Mawlânâ Rûmî menghembuskan nafasnya yang terakhir di kota Konya. 14 Ketika jenazahnya hendak diberangkatkan, penduduk setempat berdesak- desak ingin menyaksikan. Para pemeluk agama lain pun ikut menangisi kepergiannya. Orang Yahudi dan Nasrani, misalnya, membacakan Taurat dan Injil. Hadir juga para penguasa negeri. Kepada para pastur dan rahib, penguasa setempat bertanya: “Peduli apa kalian dengan suasana berkabung saat ini? Bukankah yang meninggal ini jenazahnya seorang muslim yang alim.” Para pastur dan rahib itu menjawab: “Berkat dialah kami mengetahui kebenaran para nabi terdahulu, dan pada dirinya kami memahami prilaku para wali yang sempurna.” 15 Sebagian orang mengatakan kalau Rûmî adalah orang Turki, karena Rûmî menjalani sebagian hidupnya di Konya, sebuah kota di wilayahTurki. Sementara itu, sebagian lagi mengatakan Rûmî adalah orang Afghanistan, karena ia dilahirkan di Balkh, kota yang berada di wilayah Afghanistan sekarang. Tetapi sebagian yang lain menyepakati bahwa Rûmî adalah orang Persia. Alasannya adalah, karena Balkh, kota kelahiran Rûmî, pada saat ia dilahirkan merupakan termasuk wilayah kekuasaan Persia, dan karya-karya Rûmî banyak yang ditulis dalam bahasa Persia. Bagaimanapun juga, Rûmî memang telah memilih Konya sebagai tempat tinggalnya hingga ajal menjemputnya. Tentunya, tempat lahir dan 14 Mulyadhi, Tarekat Maulawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., Mengenal dan Memahami, h.325. 15 al-Nadwi, Jalâl al-Din Rûmî, h. 9. kebangsaan bukan hal yang sangat penting bagi Rûmî, karena jiwa mistik sejati bersifat universal. B. Karya-Karya Rûmî Setelah wafat, Rûmi meninggalkan karya-karya yang indah lagi kaya, bukan saja bagi kaum Muslim tapi seluruh umat manusia. Ajaran-ajaran Rûmî melalui murid-murid dan karya-karyanya dihargai dan dimanfaatkan oleh guru- guru sufi sesudahnya, tidak hanya kaum sufi bahkan mereka penikmat puisi, dimabukkan oleh kata-kata Rûmî yang magis. Dalam contoh berikut ini, yang diterjemahkan oleh Nicholson, yang dikutip oleh Mojdeh dan ‘Alî, puisi Rûmî yang mengisahkan tentang seruling menyimbolkan jiwa manusia yang meratapi perpisahannya dengan asalnya Tuhan, yang diwakili oleh bambu. 16 Dengarkan seruling sebagaimana ia berkisah, karena perpisahannya ia adukan derita. Katanya, “Sejak aku terpisah dari rumpun bambuku, laki-perempuan telah merintih dalam jeritku.” Kuingin dada yang terkoyak-koyak perceraian biar kuungkapkan semua derita kerinduan. Siapa saja yang terlempar dari asalnya mencari saat kembali ia bergabung dengannya. Pada setiap kelompok, jeritan kugubah lagu dan dendang, aku bergabung dengan yang malang dan senang. Setiap orang menduga dia sudah menjadi kawanku. Tapi tak seorang pun ingin tahu rahasia apa yang sedang ku kandung. Rahasiaku tak jauh dari jeritanku, namun mata dan telinga tak cukup punya cahaya untuk menyerapku. Raga bukan selubung ruh, ruh pun bukan selubung raga, tapi tak seorang pun diizinkan memandang ruh Karya-karya Rûmî sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan popularitas Tarekat Mawlawiyah, baik yang ditulis oleh Rûmî sendiri, maupun para pengikutnya, baik pada masa lalu maupun pada masa kini. Popularitas 16 Mojdeh dan ‘Ali, Para Sufi Agung, h. 148. Tarekat Mawlawiyah tentu sangat terikat dengan karya utama Rûmî, yang berjudul Matsnâwî al-Ma‘nâwî, atau Matsnâwî Jalâl al-Dîn Rûmî. Ini adalah maha karya yang sangat agung, yang telah mendapat pujian dari ‘Abd al-Rahmân Jâmî sebagai al-Qur’an dalam bahasa Persia. 17 Matsnâwî merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi dalam enam kitab. Karya ini ditulis selama lima belas tahun terakhir hidup Rûmî dan dimulai untuk memenuhi permintaan Husyâm al-Dîn. Karya ini menyajikan ajaran-ajaran mistik Rumi dengan indah dan kreatif melalui anekdot, hadis-hadis nabi, dongeng, tema-tema foklor, dan kutipan-kutipan dari al-Qur’an. Bagi para pengikut Rûmî, Matsnâwî adalah penyibakan makna batin al-Qur’an, sedangkan bagi Rûmî sendiri, Matsnâwî adalah akar dari akarnya akar agama Islam dalam hal penyingkapannya terhadap misteri-misteri dalam memperoleh kebenaran dan keyakinan. 18 Selain Matsnâwî, Rûmî juga menulis ghazal puisi cinta yang ditujukan untuk gurunya, yang menghilang secara misterius. Ghazal-ghazal ini sekarang dikenal dengan Divan-i Syams-i Tabriz Ode Mistik Syamsi Tabriz. Karya memukau ini dipersembahkan Rûmî kepada gurunya tercinta, Syams al-Dîn Tabriz, dan ditulis untuk mengenangnya in memoriam. Disini Rûmî mengekspresikan penghormatannya kepada Syams, yang namanya sering dikutip diakhir setiap bait. Karya ini berisikan koleksi yang sangat banyak, sekitar 2.500 ode mistik. Nama Syams al-Dîn Tabriz Matahari Agama itu sendiri sangat simbolik dan Rûmî sering kali menggunakan simbolisme nama ini pada syair- 17 Mulyadhi, Tarekat Mawlawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., h. 334. 18 Ibid., h. 334. syair yang tampaknya merujuk pada guru dan Tuhan sekaligus. 19 Mojdeh dan ‘Ali mengatakan, dibandingkan dengan Matsnâwî, yang merupakan karya yang lebih tenang, Divan-i Syams-i Tabriz lebih jelas mewakili rasa mabuknya keadaan mistik 20 Karya besar lainnya yang patut disinggung disini adalah sebuah karya posa yang berjudul Fîhi Mâ Fîhi, yang arti harfiahnya, “Di dalamnya ada di sana”, dan telah diterjemahkan menjadi Discourse of Rûmî atau “Percakapan Rûmî”. Karya prosa ini mencakup ucapan-ucapan Rûmî yang ditulis oleh putra sulungnya Sultân Walad. Eve de Vitray-Meyerovitch yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Prancis, menggambarkannya sebagai “benar-benar menarik, bukan saja untuk memahami pemikiran Rumi dan tasawuf pada umumnya, tapi juga karena kedalaman dan keunggulan analisis isinya, yang menjadikannya inisiasi tentang dirinya sendiri”. 21 Sebenarnya masih ada karya-karya Rûmî yang lain, seperti Ruba’iyat syair empat baris dari Rûmî, berisikan sekitar 1.600 kuatren orisinal, yang mencakup ide-ide Rûmî tentang tema-tema yang beragam dalam tasawuf, seperti tawakal, ikhlas, cinta, iman, akal, dan penyatuan. al-Maktûbât, karya Rûmî yang lain berisikan 145 surat yang rata-rata sepanjang dua halaman, yang ditujukan kepada para keluarga raja dan bangsawan Konya, tetapi karya ini tidak begitu dikenal dan berpengaruh. 22 Maqalat-i Syams-i Tabriz Percakapan Syamsi Tabriz, karya Rûmî yang lain, dianggap sebagai buah persahabatan intim Rûmî dengan guru dan sahabatnya, Syams-al-Dîn Tabriz. Ia berisikan beberapa dialog 19 Mulyadhi, Jalâl al-Din Rumi, h. 11. 20 Mojdeh dan ‘Ali, Para Sufi Agung, h. 162. 21 Mulyadhi, Jalâl al-Din Rumi, h. 12-13. 22 Mulyadhi, Tarekat Mawlawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., h. 336. mistik antara Syams sebagai guru dan Rûmî sebagai murid. Sekalipun karya tersebut menjelaskan prihal kehidupan, namun menurut Mulyadhi, mengutip Nicholson, mengatakan bahwa karya ini menerangkan beberapa ide dan doktrin sang penyair. 23 Majlis-i Sab‘ah Tujuh Pembahasan, karya Rûmî yang merupakan prosa juga, berisikan sejumlah pidato dan kuliah Rûmî yang diberikan bukan saja untuk kaum sufi, tapi juga khalayak umum. Pidatonya kebanyakan dalam bentuk nasehat dan konseling, dan agaknya disampaikan sebelum pertemuannya dengan Syams al-Dîn Tabriz. 24 Inilah beberapa karya yang sangat penting sebagai sumber informasi dan ajaran Tarekat Mawlawiyah yang telah menjadi warisan abadi tarekat ini, dan juga mempengaruhi para sufi sesudah Rûmî. C. Tarekat Mawlawiyah Selain karya-karya sastra, Rûmî juga melatih banyak sekali murid yang menjadi cikal-bakal Tarekat Mawlawiyah. Sementara karya-karyanya menyediakan para murid dengan pandangan-pandangan teoritis, tarekatnya menyediakan mereka jalan praktis, sejenis metode psikologis untuk membimbing setiap individu dengan membuka jalan jiwanya menuju Tuhan, membimbingnya melalui beberapa tahap, dari ketaatan yang tegas terhadap hukum syariat hingga kenyataan ketuhanan hakikat. 25 Nama Mawlawiyah berasal dari kata “Mawlânâ”, guru kami atau our master yaitu gelar yang diberikan murid-murid Jalâl al-Dîn Rûmî. Oleh karena itu, jelas bahwa Rûmî adalah pendiri tarkat ini, yang didirikan sekitar 15 tahun 23 Mulyadhi, Jalâl al-Din Rûmî, h. 10-11. 24 Ibid., h.14. 25 Ibid., h. 14. terakhir hidup Rûmî. Walaupun dapat dibilang tidak terlalu besar dibanding misalnya dengan tarekat Naqsyabandi, tetapi tarekat ini masih bertahan hidup hingga akhir-akhir ini dan salah satu mursyid spiritual guide dan sekaligus wakil yang terkenal secara internasional dari tarekat ini adalah Syaikh Kabîr Helminski, yang bermarkas di California, Amerika Serikat. 26 Ciri utama tarekat ini adalah konser spiritual, sama‘, yang dilembagakan Rûmî pertama kali setelah hilangnya gurunya yang sangat dicintai, Syams al-Dîn Tabrîz. Peristiwa ini menjadikan Rûmî sangat sensitif terhadap musik, sehingga tempaan palu dari seorang pandai besi saja cukup untuk membuatnya menari dan berpuisi. 27 Bahasan tentang sama‘ akan dijelaskan secara lebih mendalam pada Bab IV. Sekalipun sama‘, dalam bentuk tarian berputar, telah dimainkan oleh banyak tarekat sufi, Rûmî menjadikannya sebagai ciri khas dasar dari tarekatnya. Karena itu, tarekat tersebut dikenal di Barat sebagai Para Darwis yang Berputar the Whirling Darvish. Setelah Rûmî wafat, pimpinan tarekat Mawlawiyah diambil alih oleh sahabat karibnya dan khalifahnya, Husyâm al-Dîn. Demikian juga ketika Husyâm al-Dîn wafat, pimpinan tarekat diambil alih oleh Sultân Walad, putra sulung Rûmî, yang sangat berperan penting dalam mengembangkan dan menyebarkan ajaran-ajaran Rumi melalui tarekatnya. Setelah kematian Sultân Walad pada 1312, ia digantikan oleh putranya Ulu ‘Arîf Chelebi, guru Syams al-Dîn Aflâkî, yang telah memainkan sebuah peran utama dalam pendirian dan organisasi tarekat Mawlawiyah. Ketika ia meninggal 26 Mulyadhi, Tarekat Mawlawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., h. 321. 27 Ibid., h.337. pada 1320 M., saudaranya Syams al-Dîn Emir ‘Alîm menjadi syaikh tarekat ini. Setelah kematiannya pada 1328 M., putra-putranya dan keturunannya meneruskan jabatan syaikh ini. 28 Pada saat itu Tarekat Mawlawiyah telah menyebar ke seluruh Anatolia Romawi, dan ke wilayah-wilayah bukan saja di Turki dan Anatolia saja tapi ke seluruh dunia. 29 Pada 1925, Kemal Pasya Attaturk, presiden Republik Turki, memberikan tekanan terhadap semua tarekat di Turki dan sekarang takyas pusat-pusat sufi yang tua, termasuk milik tarekat Mawlawiyah, dijadikan museum. Pada 1927, presiden ini mengizinkan makam Rûmî dibuka sebagai museum, tempat para pencinta Rûmî bisa berkunjung. Sekarang terdapat sekitar “25.000 orang datang dari seluruh dunia setiap Desember ke Konya dan menonton para pengikut tarekat Mawlawiyah berputar dengan tarian suci mereka untuk menghormati pendiri tarekat mereka, Jalâl al-Dîn Rûmî”. 30 Pada abad ke 19, Tarekat Mawlawiyah adalah salah satu dari sekitar tarekat sufi yang aktif di Turki, sedangkan diseluruh wilayah kerajaan Turki ‘Utsmani, dahulu terdapat sekitar tiga puluh tujuh tarekat. Dari sekitar tiga ratusan tekke tempat para sufi yang ada di Istambul, hanya empat di antaranya yang menjadi milik tarekat Mawlawiyah. Sekalipun demikian, menurut Ernst, orang Barat, sampai sekarang tetap menganggap Darwis yang Berputar-putar the whirling darvish sebagai representasi sufisme secara keseluruhan. Ini disebabkan oleh adanya Galata Mevlevihane, sebuah bukit di Isambul yang menjadi situs tekke Mawlawiyah selama berabad-abad. Bukit Galata menjadi tempat tinggal kaum Mawlawiyah, dan pertunjukan sama‘ yang diselenggarakan tiap dua kali 28 Ibid., h. 339-340. 29 Mulyadhi, Jalâl al-Dîn Rumi, h. 18. 30 Ibid., h. 18. seminggu pun menjadi atraksi yang menarik bagi para turis pada pertengahan abad itu. 31 Berbeda dengan sarjana-sarjana sebelumnya, pada masa kini, Syaikh Kabir Helminski menulis dan memperkenalkan Rûmî dan tarekatnya dari dalam tradisi Mawlawi sendiri, kepada audiens internasional, karena ia adalah anggota Tarekat Mawlawiyah. Lebih dari itu, ia kini telah menjadi salah seorang mursyid spiritual guide terkemuka dari tarekat Mawlawiyah, setelah berpindah agama dan bahkan dianggap sebagai wakil representative dari tarekat Mawlawiyah. Kini ia dan istrinya Cemille Helminski, adalah co-direktur dari Threshold society sebuah organisasi nonprofit yang dipersembahkan untuk berbagi pengetahuan dan praktik tasawuf, dan merupakan pusat kajian Rûmî internasional. 32 31 Carl W. Ernst, Ajaran dan Amaliah Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003, h. 247. 32 Mulyadhi, Tarekat Mawlawiyah, dalam Sri Mulyati, ed., h. 346-348.

BAB IV SAM‘ DALAM TAREKAT MAWLAWIYAH