Menerawang Lewat Buku Media Belajar Penanaman Karakter dalam Pelajaran sejarah

BAB III Media Belajar Penanaman Karakter dalam Pelajaran sejarah

Belajar sejarah tidaklah sulit, tapi juga tidak bisa dikatakan sepele. Sejarah di Indonesia menjadi pelajaran yang bbegitu dihindari karena lebih banyak dituntut untuk menghafal. Jika sebuah pelajaran menuntut menghafal buta tanpa menangkap esensi maka pembelajaran bisa dibilang gagal. Tujuan belajar bukan hafal, melainkan paham. Ini yang banyak tidak disadari pelaku dunia pendidikan di Indonesia. Menghafal sangat sering dijadikan indikator kesuksesan belajar. Padahal orang yang terlalu sering menghafal cenderung akan mudah lupa dan apa yang dihafal menjadi sia-sia karena tidak mengerti esensinya. Pelajaran sejarah sebenarnya sama sekali bukan pelajaran menghafal. Sejarah lebih menuntut untuk banyak membaca. Siapa pun yang ingin belajar sejarah haruslah mau membaca. Membaca disini bukan untuk hafal melainkan paham. Hafal atau tidak itu bukan hal penting. Untuk paham pun butuh proses pengendapan pasca membaca. Tidak semua pembaca bisa langsung paham. Sejarah adalah pelajaran yang membutuhkan proses yang tidak singkat Beberapa orang menikmati belajar sejarah melalui membaca. Bagi mereka yang suka membaca, sejarah bisa menjadi pelajaran yang menyenangkan. Di sekolah pelajaran sejarah kadang menjadi neraka bagi anak-anak yang tidak suka membaca. Mereka biasanya berpikiran sejarah adalah pelajaran menghafal. Sebenarnya mereka hanya tidak bisa, atau `mungkin tidak terbiasa dengan membaca. `Selain membaca, belajar sejarah bisa dengan menonton film documenter atau film cerita tentang sejarah. Cara ini cukup dinikmati dan bisa menjadi selingan bagi yang merasa lelah dan ingin rehat dari membaca. Bagi mereka yang suka berwisata, mengunjungi museum atau situs sejarah pun bisa menjadi solusi`..

A. Menerawang Lewat Buku

Buku belajar sejarah sebenarnya bukan melulu buku pelajaran. Segala buku sejarah bisa menjadi media penting penanaman karakter. Jadi dalam hal ini, siswa diharuskan untuk membaca agar mereka bisa mendalami sebuah peristiwa maupun tokoh. Soal siapa tokoh sejarah yang dibaca siswa bisa siapa saja. Peran guru begitu penting sebagai pendamping siswa. Dimana G`uru sebagai pendamping akan membantu siswa memahami bagaimana karakter tokoh yang dibacanya. Umumnya guru sejarah menghindari siswanya tersesat dalam wacana yang dilarang pemerintah. Buku-buku biografi sangat membantu siswa dalam membantu mengenali seorang tokoh. Ada banyak judul buku biografi yang terbit di Indonesia. Dari buku biografi banyak karakter positif yang bisa ditemukan. Sirkulasi buku biografi tokoh sejarah Indonesia cukuplah banyak. Setiap tahun selalu ada beberapa judul buku biografi yang diterbitkan. Entah itu diterbitkan ulang ataupun yang paling baru sekali pun. Dalam buku biografi, biasanya sisi atau karakter positiflah yang paling banyak ditonjolkan. Entah bisa dipercaya atau tidak? Setidaknya sisi-sisi positif itu bisa ditarik dan barangkali bisa diteladani. Karakter posistif itu tidak jarang mempengaruhi banyak generasi muda untuk bisa sedikit menitu si tokoh idola setelah membaca biografi tokoh idolanya. Setiap tokoh selalu memiliki cerita-cerita menarik untuk dibagikan pada banyak pembaca. Banyak yang bisa di`pelajari dari seorang tokoh dalam cerita-cerita yang disampaikannya. Dalam cerita selalu ada hal menarik yang bisa jadi layak ditiru, atau jika si tokoh tergolong buruk bagi si pembaca, si pembaca akan berusaha menjadi sosok berbeda yang berprilaku dan memiliki pencapaian yang lebih baik daripada tokoh yang dibaca di kemudian hari. Membaca adalah cara paling konfensional dalam belajar sejarah. Metode ceramah yang begitu sering dipakai hendaknya harus segeera ditinggalkan. Ceramah membuat siswa malas membaca. Metode ceramah juga membuat pelajaran sejarah makin membosankan saja, karena siswa dipaksa menghafal. Ada kesan jika ceramah akan terlihat begitu doktriner atau dogmatis. Hal ini pasti akan memberi kesan suram bagi pelajaran sejarah. Sebaiknya, metode ceramah dikurangi. Secepatnya metode ini harus diubah. Halutama dari pembelajaran sejarah adalah membuat siswa membaca sendiri buku-buku referensi lalu mendiskusikannya bersama gutu. Berceramah sendiri jelas membuat guru lelah karena memaksa guru menghafal dan harus mengatakan hal yang sama selama bertahun-tahun. Dengan buku referensi yang dibacanya sendiri siswa akan bisa menarik banyak pengalaman orang lain yang menarik yang bisa jadi sama dengan yang pernah dialaminya atau pengalaman hebat yang bisa jadi menginspirasi mereka. Pembangunan karakter lebih bisa dilakukan siswa dengan siswa membaca langsung buku-buku sejarah non paket yang biasa disediakan guru. Banyak buku-buku tentang pelaku sejarah Indonesia yang diterbitkan oleh pemerintah sejak beberapa puluh tahun silam. Buku-buku itu masih berguna hingga saat ini. Tidak perlu lagi pemerintah mengeluarkan dana untuk proyek-proyek mencetak buku dalam jumlah besar. Banyak juga buku-buku referensi yang harusnya disediakan oleh perpustakaan sekolah. Tidak perlu lagi Negara mengeluarkan banyak uang untuk mencetak dan kemudian memaksa sekolah untuk membeli. Sementara itu, buku-buku bertema sejarah juga banyak dijual di toko-toko dan diantaranya memiliki harga terjangkau. Jika ditoko buku biasa tidak terjangkau, maka toko buku bekas pun bisa menjadi alternatif untuk mencari buku-buku sejarah. Siswa bisa memilih sendiri judul buku sejarah apa yang akan dibacanya. Setelah memabca sebaiknya siswa ditugaskan untuk membuat resensi buku yang dibacanya. Sebaiknya tugas resensi yang diberikan pada siswa itu harusnya lebih menekankan isi bacaan saja. Buku yang diresensi itu sebaiknya buku-buku biografi tokoh-tokoh. Akan lebih baik jika tokoh yang dibaca itu adalah tokoh yang disukai oleh siswa. Dalam resensi itu, siswa ditekankan juga agar siswa bisa menarik karakter positif yang dimiliki tokoh dari buku yang dibacanya. Anak umur belasan tahun, jika menyukai sesuatu biasanya akan membuatnya memiliki angan-angan. Jika menyukai seorang tokoh idola maka dia akan membela tokoh itu dan baiknya jika dia mau menjadi seperti tokoh idolanya sebelum akhirnya dia menemukan jatidirinya sendiri. Dan si tokoh idola tidak mesti seperti nabi atau tokoh yang selalu harus ditiru. Tokoh idola mungkin tidak lebih hanya pendukung yang bisa menuntun anak yang belajar dari sejarah. Bagi siswa-siswa sekolah menengah maupun siswa kelas lima atau kelas enam sekolah dasar, membaca buku referensi bisa dimulai. Setidaknya memulai dengan buku referensi yang sifatnya ringan. Banyak sekali karya sastra atau buku-buku tentang sains berkualitas untuk anak-anak yang disimpan di perpustakaan-perpustakaan Indonesia. Para guru dan semua pihak termasuk orangtua atau masyarakat sekitar hendaknya juga turut mengajak anak-anak usia sekolah untuk membaca. Tidak heran jika Perpustakaan Nasional Indonesia selalu memiliki Duta Buku yang biasanya adalah public pigur yang dikenal banyak orang. Maksudnya tidak lain agar masyarakat membaca. Pengadaan buku-buku sejarah untuk anak usia sekolah sudah banyak melakukan penyesuaian sejak dulu. Dengan bahasa dan isi yang sederhana agar siswa bisa memahami. Namun ditingkat yang lebih tinggi bahasan bisa semakin diperdalam lagi. Bagaimanapun, memperkenalkan tokoh sejarah sebaiknya sejak kecil. Hal ini bisa dilakukan dengan buku cerita bergambar bagi anak-anak taman kanak-kanak. Sifatnya hanya memperkenalkan tentunya dan tidak terlalu penting untuk melakukan evaluasi.

B. Menikmati Film