Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang

(1)

ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.) DAN KUALITAS UDARA

AMBIEN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI PUPUK

PT. PUSRI DI PALEMBANG

EFRI ROZIATY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

Dengan ini saya menyatakan bawa tesis Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2009

Efri Roziaty


(3)

EFRI ROZIATY

.

Chlorophyll Content, Anatomical Structure of Angsana Leaf (Pterocarpus indicus Willd.) and Ambient Air Quality Around Fertilizer Industrial Area PUSRI Ltd. In Palembang. Under supervision of DEDE SETIADI and IBNUL QAYIM

Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) leaf has a certain sensitivity that can be used to determine air polution. Exposure of plants to pollutants will cause an accumulation to the plant. The research was conducted on October to November 2008 around the area of fertilizer factory PUSRI Ltd. in Palembang. The results showed that the lowest value of total chlorophyll content was 36.3 SPAD unit in Zone A 100 m from fabrics. The highest one was 57.5 SPAD unit in Punti Kayu Forest Park, as the control. Comparing to the control, chlorophyll content in Zone A and Zone B was found highly significant. The location more than 500 m wasn’t disturbing the chlorophyll content. Ambient air quality test showed in all sampling stations was still under the Quality Threshold Value from Government. Although gas emission value from fabrics was under the Quality Standard, but the effect of pollutants to the chlorophyll was showed by the damage of some leave tissues like epidermis, and mesophyll. Microscopic observation showed damages at each station. Although air quality was still under threshold value, it has influenced the anatomical structure of angsana leaf. The highest damage percentage of leaf anatomical structure was in Zone A 100 m, medium in Zone B 500 m and the lowest one was in Zone C 1000 m from fabrics.

Keywords : Pterocarpus indicus, chlorophyll content, SPAD meter, ambient air, leaf anatomy, mesophyll.


(4)

(Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang. Dibimbing oleh DEDE SETIADI dan IBNUL QAYIM.

Zat buangan terutama gas yang berasal dari industri – industri besar seperti industri pupuk dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan pada beberapa organisme. Pada tumbuhan, pencemaran oleh gas – gas buangan tersebut dapat menimbulkan pengaruh pada klorofil (zat hijau daun), karena gas buangan secara umum mengandung zat toksik yang sangat berbahaya. PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) adalah salah satu produsen pupuk terbesar di Indonesia yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan. Selain memproduksi pupuk urea, PUSRI juga memproduksi amonia cair, sebagai bahan baku utama pupuk urea. Sebagai sebuah industri, PT. PUSRI mengeluarkan emisi berupa polutannya ke udara salah satunya dalam bentuk gas. Jenis polutan gas yang diemisikan adalah NOx, SO2,

CO dan NH3.

Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang paling dominan jumlahnya dalam satu tanaman dan paling peka terhadap pencemar. Daun pohon angsana sebagai salah satu pohon yang memiliki tingkat kepekaan tertentu diduga merupakan bioindikator pencemaran udara yang baik. Sehingga daun dapat difungsikan sebagai pemantau pencemaran udara khususnya melalui analisis kadar klorofil daun tanaman.

Lamanya pemaparan tumbuhan terhadap zat pencemar akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut ke dalam tumbuhan. Hal ini antara lain dapat terjadi pada sistem membran kloroplas tempat awal fotosintesis. Tingkat toleransi masing – masing jenis tanaman terhadap jenis pencemar (polutan) tertentu berbeda – beda. Namun seringkali pengaruh zat toksik terhadap tumbuhan tidak nyata pada tampilannya. Senyawa – senyawa tertentu yang sulit dilakukan secara langsung di udara, ternyata dapat dilakukan melalui analisis pada daun tanaman.Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan salah satu pohon yang memiliki tingkat kepekaan tertentu diduga merupakan bioindikator pencemaran udara yang baik. Lamanya pemaparan tumbuhan terhadap zat pencemar akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut terhadap tumbuhan.

Penelitian dilakukan dari Oktober 2008 – Desember 2008 di sekitar kawasan pabrik pupuk PT. PUSRI Palembang. Penelitian dilakukan di tiga stasiun dengan radius 100 m (Zona A), 500 m (Zona B) dan 1000 m (Zona C) di sekitar pabrik pupuk PT. PUSRI Palembang. Tanaman kontrol diambil dari Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Untuk pengukuran kandungan klorofil total daun menggunakan alat klorofil meter Konica Minolta seri SPAD 502. Anatomi daun dilakukan di Laboratorium Silvikultur BIOTROP Bogor. Untuk Analisa Kualitas Udara Ambien dilakukan di Laboratorium Teknis Bapedalda Palembang.

Nilai kandungan klorofil total dari yang tertinggi hingga terendah adalah 36,3 unit SPAD berlokasi di Stasiun A pada Zona 1 dan tertinggi 57,5 unit SPAD berlokasi di kontrol Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Setelah diuji dengan


(5)

1000 m. Pada radius lebih dari 500 m tidak menimbulkan pengaruh emisi pabrik pupuk urea terhadap kandungan klorofil Angsana.

Hasil sampel udara ambien di semua stasiun pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi NOx, SO2, dan CO belum melebihi Nilai Ambang Batas/Nilai

Baku Mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi melalui Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 Tahun 2005 tanggal 13 Mei 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambient dan Tingkat Kebisingan Udara Ambien dan untuk NH3 belum melebihi Nilai Ambang Batas/Nilai Baku Mutu yang telah ditetapkan

melalui KEPMENLH No. 50/MENLH/11/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan (dalam waktu pengukuran 1 jam). Pengamatan mikroskopis menunjukkan perbedaan respons tanaman di masing – masing stasiun.

Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kerusakan struktur anatomi daun tertinggi pada Zona A pada radius 100 m selanjutnya sedang pada Zona B atau jarak 500 m dari pabrik. Pada Zona C pada radius 1000 m tingkat kerusakan rendah dan relatif masih normal. Sehingga mungkin dapat diajukan beberapa saran yang perlu dikembangkan dan atau ditindaklanjuti kemudian adalah mengenai (1) Dalam menentukan kebijakan mengenai Nilai Baku Mutu untuk kualitas udara ambien oleh Pemerintah hendaknya jangan hanya mengacu kepada kepentingan manusia (antroposentris) tetapi juga perlu dipertimbangkan aspek biologis lainnya yaitu pengaruh polutan terhadap kelangsungan hidup tumbuhan yang terdapat di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI; (2) Penelitian lanjutan mengenai organisme lain, seperti burung yang terdapat di sekitar kawasan industri pabrik pupuk PT. PUSRI.


(6)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang – undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

UDARA AMBIEN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI

PUPUK PT. PUSRI DI PALEMBANG

EFRI ROZIATY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

(9)

Palembang Nama : Efri Roziaty NIM : G353070241

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Dede Setiadi, M.S Dr. Ir. Ibnul Qayim Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(10)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak Oktober hingga Desember 2008 ini ialah mengenai biologi lingkungan, dengan judul Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang.

Judul ini dipilih berdasarkan atas rasa keingintahuan penulis mengenai klorofil khususnya daun Angsana dan aspek ekologi-nya. Ditambah pengalaman penulis yang pernah melakukan Kerja Prakter/Praktek Lapang dan penelitian di PT. PUSRI. Jadi dengan berbekal latar belakang inilah penulis berkeinginan untuk melanjutkan penelitian yang masih dalam satu garis linier di PT. PUSRI. Di samping itu, penelitian yang menitikberatkan pada minat ekologi ini sesuai dengan bidang yang ditekuni yaitu Biologi Lingkungan ketika sudah kembali mengajar lagi di kampus Universitas Muhammadiyah Bengkulu.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Dede Setiadi, M.S dan Bapak Dr. Ir. Ibnul Qayim selaku pembimbing. Selain itu penulis menyampaikan rasa terimakasih atas segala kemudahan dan kerja sama yang baik dari pihak PT. PUSRI tempat dimana penulis melakukan penelitian Bapak Ir. Edi Wibawa selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Bapak Illiancik selaku pembimbing di lapangan, Bapak Sigemas serta semua staf di lingkungan DLH PT. PUSRI. Penulis tak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada Pak Yadi selaku teknisi di BIOTROP yang telah membantu dalam proses pembuatan preparat anatomis daun angsana. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Staf di Balai Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Sumatera Selatan, Bapak Atep Radiana selaku Manager Teknis Laboratorium Lingkungan dan Ibu Eka yang telah membantu dalam melalukan pengambilan contoh untuk kualitas udara di lapangan.

Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Waluyo Aji, putraku Alif Ja’far Shiddiq, ibu, mama, papa, dan adik – adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 2009


(11)

ANGSANA (Pterocarpus indicus Willd.) DAN KUALITAS UDARA

AMBIEN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI PUPUK

PT. PUSRI DI PALEMBANG

EFRI ROZIATY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(12)

Dengan ini saya menyatakan bawa tesis Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, 2009

Efri Roziaty


(13)

EFRI ROZIATY

.

Chlorophyll Content, Anatomical Structure of Angsana Leaf (Pterocarpus indicus Willd.) and Ambient Air Quality Around Fertilizer Industrial Area PUSRI Ltd. In Palembang. Under supervision of DEDE SETIADI and IBNUL QAYIM

Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) leaf has a certain sensitivity that can be used to determine air polution. Exposure of plants to pollutants will cause an accumulation to the plant. The research was conducted on October to November 2008 around the area of fertilizer factory PUSRI Ltd. in Palembang. The results showed that the lowest value of total chlorophyll content was 36.3 SPAD unit in Zone A 100 m from fabrics. The highest one was 57.5 SPAD unit in Punti Kayu Forest Park, as the control. Comparing to the control, chlorophyll content in Zone A and Zone B was found highly significant. The location more than 500 m wasn’t disturbing the chlorophyll content. Ambient air quality test showed in all sampling stations was still under the Quality Threshold Value from Government. Although gas emission value from fabrics was under the Quality Standard, but the effect of pollutants to the chlorophyll was showed by the damage of some leave tissues like epidermis, and mesophyll. Microscopic observation showed damages at each station. Although air quality was still under threshold value, it has influenced the anatomical structure of angsana leaf. The highest damage percentage of leaf anatomical structure was in Zone A 100 m, medium in Zone B 500 m and the lowest one was in Zone C 1000 m from fabrics.

Keywords : Pterocarpus indicus, chlorophyll content, SPAD meter, ambient air, leaf anatomy, mesophyll.


(14)

(Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang. Dibimbing oleh DEDE SETIADI dan IBNUL QAYIM.

Zat buangan terutama gas yang berasal dari industri – industri besar seperti industri pupuk dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan pada beberapa organisme. Pada tumbuhan, pencemaran oleh gas – gas buangan tersebut dapat menimbulkan pengaruh pada klorofil (zat hijau daun), karena gas buangan secara umum mengandung zat toksik yang sangat berbahaya. PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) adalah salah satu produsen pupuk terbesar di Indonesia yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan. Selain memproduksi pupuk urea, PUSRI juga memproduksi amonia cair, sebagai bahan baku utama pupuk urea. Sebagai sebuah industri, PT. PUSRI mengeluarkan emisi berupa polutannya ke udara salah satunya dalam bentuk gas. Jenis polutan gas yang diemisikan adalah NOx, SO2,

CO dan NH3.

Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan menggunakan tumbuhan sebagai bioindikator. Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang paling dominan jumlahnya dalam satu tanaman dan paling peka terhadap pencemar. Daun pohon angsana sebagai salah satu pohon yang memiliki tingkat kepekaan tertentu diduga merupakan bioindikator pencemaran udara yang baik. Sehingga daun dapat difungsikan sebagai pemantau pencemaran udara khususnya melalui analisis kadar klorofil daun tanaman.

Lamanya pemaparan tumbuhan terhadap zat pencemar akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut ke dalam tumbuhan. Hal ini antara lain dapat terjadi pada sistem membran kloroplas tempat awal fotosintesis. Tingkat toleransi masing – masing jenis tanaman terhadap jenis pencemar (polutan) tertentu berbeda – beda. Namun seringkali pengaruh zat toksik terhadap tumbuhan tidak nyata pada tampilannya. Senyawa – senyawa tertentu yang sulit dilakukan secara langsung di udara, ternyata dapat dilakukan melalui analisis pada daun tanaman.Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) merupakan salah satu pohon yang memiliki tingkat kepekaan tertentu diduga merupakan bioindikator pencemaran udara yang baik. Lamanya pemaparan tumbuhan terhadap zat pencemar akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut terhadap tumbuhan.

Penelitian dilakukan dari Oktober 2008 – Desember 2008 di sekitar kawasan pabrik pupuk PT. PUSRI Palembang. Penelitian dilakukan di tiga stasiun dengan radius 100 m (Zona A), 500 m (Zona B) dan 1000 m (Zona C) di sekitar pabrik pupuk PT. PUSRI Palembang. Tanaman kontrol diambil dari Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Untuk pengukuran kandungan klorofil total daun menggunakan alat klorofil meter Konica Minolta seri SPAD 502. Anatomi daun dilakukan di Laboratorium Silvikultur BIOTROP Bogor. Untuk Analisa Kualitas Udara Ambien dilakukan di Laboratorium Teknis Bapedalda Palembang.

Nilai kandungan klorofil total dari yang tertinggi hingga terendah adalah 36,3 unit SPAD berlokasi di Stasiun A pada Zona 1 dan tertinggi 57,5 unit SPAD berlokasi di kontrol Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Setelah diuji dengan


(15)

1000 m. Pada radius lebih dari 500 m tidak menimbulkan pengaruh emisi pabrik pupuk urea terhadap kandungan klorofil Angsana.

Hasil sampel udara ambien di semua stasiun pengamatan menunjukkan bahwa konsentrasi NOx, SO2, dan CO belum melebihi Nilai Ambang Batas/Nilai

Baku Mutu yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Propinsi melalui Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 Tahun 2005 tanggal 13 Mei 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambient dan Tingkat Kebisingan Udara Ambien dan untuk NH3 belum melebihi Nilai Ambang Batas/Nilai Baku Mutu yang telah ditetapkan

melalui KEPMENLH No. 50/MENLH/11/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan (dalam waktu pengukuran 1 jam). Pengamatan mikroskopis menunjukkan perbedaan respons tanaman di masing – masing stasiun.

Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kerusakan struktur anatomi daun tertinggi pada Zona A pada radius 100 m selanjutnya sedang pada Zona B atau jarak 500 m dari pabrik. Pada Zona C pada radius 1000 m tingkat kerusakan rendah dan relatif masih normal. Sehingga mungkin dapat diajukan beberapa saran yang perlu dikembangkan dan atau ditindaklanjuti kemudian adalah mengenai (1) Dalam menentukan kebijakan mengenai Nilai Baku Mutu untuk kualitas udara ambien oleh Pemerintah hendaknya jangan hanya mengacu kepada kepentingan manusia (antroposentris) tetapi juga perlu dipertimbangkan aspek biologis lainnya yaitu pengaruh polutan terhadap kelangsungan hidup tumbuhan yang terdapat di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI; (2) Penelitian lanjutan mengenai organisme lain, seperti burung yang terdapat di sekitar kawasan industri pabrik pupuk PT. PUSRI.


(16)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang – undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(17)

UDARA AMBIEN DI SEKITAR KAWASAN INDUSTRI

PUPUK PT. PUSRI DI PALEMBANG

EFRI ROZIATY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Biologi Tumbuhan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(18)

(19)

Palembang Nama : Efri Roziaty NIM : G353070241

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. Dede Setiadi, M.S Dr. Ir. Ibnul Qayim Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Tumbuhan Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Miftahudin, M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S


(20)

sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan sejak Oktober hingga Desember 2008 ini ialah mengenai biologi lingkungan, dengan judul Kandungan Klorofil, Struktur Anatomi Daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) dan Kualitas Udara Ambien di Sekitar Kawasan Industri Pupuk PT. PUSRI di Palembang.

Judul ini dipilih berdasarkan atas rasa keingintahuan penulis mengenai klorofil khususnya daun Angsana dan aspek ekologi-nya. Ditambah pengalaman penulis yang pernah melakukan Kerja Prakter/Praktek Lapang dan penelitian di PT. PUSRI. Jadi dengan berbekal latar belakang inilah penulis berkeinginan untuk melanjutkan penelitian yang masih dalam satu garis linier di PT. PUSRI. Di samping itu, penelitian yang menitikberatkan pada minat ekologi ini sesuai dengan bidang yang ditekuni yaitu Biologi Lingkungan ketika sudah kembali mengajar lagi di kampus Universitas Muhammadiyah Bengkulu.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr.Ir. Dede Setiadi, M.S dan Bapak Dr. Ir. Ibnul Qayim selaku pembimbing. Selain itu penulis menyampaikan rasa terimakasih atas segala kemudahan dan kerja sama yang baik dari pihak PT. PUSRI tempat dimana penulis melakukan penelitian Bapak Ir. Edi Wibawa selaku Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Bapak Illiancik selaku pembimbing di lapangan, Bapak Sigemas serta semua staf di lingkungan DLH PT. PUSRI. Penulis tak lupa menyampaikan rasa terima kasih kepada Pak Yadi selaku teknisi di BIOTROP yang telah membantu dalam proses pembuatan preparat anatomis daun angsana. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Staf di Balai Pengendalian Dampak Lingkungan Propinsi Sumatera Selatan, Bapak Atep Radiana selaku Manager Teknis Laboratorium Lingkungan dan Ibu Eka yang telah membantu dalam melalukan pengambilan contoh untuk kualitas udara di lapangan.

Ungkapan terima kasih yang terdalam penulis sampaikan kepada suami tercinta Waluyo Aji, putraku Alif Ja’far Shiddiq, ibu, mama, papa, dan adik – adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, 2009


(21)

enulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 24 April 1979 dari pasangan Bapak Zaini Pakuali dan Ibu Rusmawati. Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus SMA Negeri 3 Palembang dan melanjutkan pendidikan di Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sriwijaya melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan menamatkannya pada September 2002 dengan predikat memuaskan. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan pascasarjana di IPB memilih mayor Biologi Tumbuhan pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS Dikti.

Selama mengikuti mengikuti perkuliahan S1 penulis pernah menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Fisiologi Hewan dan Anatomi Hewan serta Ekologi Lahan Basah. Pada Tahun 2001 penulis pernah mengikuti lomba karya tulis mahasiswa untuk tingkat Propinsi Sumatera Selatan dengan tema Teknik Bioleaching Batu bara dengan Menggunakan Bakteri Thiobacillus feroxidans

dan meraih juara III.

Penulis diangkat menjadi Dosen Kopertis Wilayah II tahun 2005 ditempatkan pada Jurusan Biologi FKIP Universitas Muhammadiyah Bengkulu (UMB) dan masih aktif hingga saat ini. Selama menjadi dosen di UMB, penulis tercatat pernah mengampu mata kuliah Ekologi Tumbuhan, Fisiologi Tumbuhan, Biologi Sel dan Mikrobiologi Dasar.


(22)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR ... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv I. PENDAHULUAN ...1 1.1. Latar Belakang ...1 1.2. Tujuan...3 1.3. Manfaat...3 1.4. Hipotesis...3 II. TINJAUAN PUSTAKA...4 2.1. Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) ...4 2.2. Morfologi Daun ...4 2.3. Struktur dan Fungsi Kloroplas ...5 2.3. Biosintesis Klorofil ...8 2.4. Peran Klorofil Dalam Fotosintesis ...10 2.5. Fungsi dan Struktur Anatomi Daun ...11 2.6. Karakteristik Amonia ...13 2.7. Sumber Amonia di Udara...13 2.8. Pengaruh Buangan Pabrik Pupuk Terhadap Tanaman ...14 III. METODE PENELITIAN...16 3.1. Waktu dan Tempat ...16 3.2. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel ...16 3.3. Sampel Daun ...18 3.4. Sediaan Mikroskopis ...19 3.5. Analisis Udara Ambien ...20 3.6. Variabel Pengamatan...22 3.7. Analisis Data ...22 3.8. Diagram Alir Penelitian ...23 IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN...24


(23)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN...27 5.1. Hasil ...27 5.1.1. Kandungan klorofil ...27 5.1.2. Struktur anatomi daun ...29 5.1. 3. Kualitas udara ambien ...33 5.2. Pembahasan ...35 5.2.1. Kandungan klorofil ...35 5.2.2. Struktur anatomi daun ...36 5.2. 3. Kualitas udara ambien ...38 VI. KESIMPULAN DAN SARAN ...38 6.1. Kesimpulan ...38 6.1. Saran ...38

DAFTAR PUSTAKA ...40 LAMPIRAN...44


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Keadaan cuaca pada saat pengambilan sampel ...26 2. Pengukuran kandungan klorofil daun angsana di sekitar pabrik PUSRI

Palembang dan kontrol...27 3. Uji BNT mengenai pengaruh lokasi pengambilan sampel terhadap kandungan

klorofil daun angsana ...28 4. Persentase kerusakan jaringan mesofil daun angsana...32 5. Uji BNT mengenai pengaruh lokasi pengambilan sampel terhadap persentase

kerusakan jaringan mesofil daun angsana...33 6. Pengukuran kualitas udara ambien di sekitar kawasan pabrik PUSRI


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Struktur kloroplas sel tanaman...6 2. Rumus molekul klorofil a dan klorofil b...8 3. Tahapan Biosintesis klorofil ...9 4. Struktur anatomi daun ...11 5. Sketsa stasiun pengambilan contoh...17 6. Diagram alir penelitian...23 7. Nilai kandungan klorofil yang berada di sekitar kawasan industri

pupuk PUSRI ...29 8. Sayatan melintang daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.)

di Zona A, Zona B, Zona C, dan Kontrol pada Stasiun 1 ...30 9. Sayatan melintang daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.)

di Zona A, Zona B, Zona C, dan Kontrol pada Stasiun 2 ...30 10. Sayatan melintang daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.)

di Zona A, Zona B, Zona C, dan Kontrol pada Stasiun 3 ...31 11. Persentase kerusakan jaringan mesofil daun angsana...32


(26)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Alat – alat yang digunakan pada saat penelitian ...45 2. Tahapan pewarnaan untuk sayatan melintang daun...47 3. Sampel pohon dan daun angsana ...48 4. Pabrik pupuk urea PT. PUSRI Palembang...49 5. Sertifikat Hasil Uji Udara Ambien Pabrik Pupuk Urea ...50 6. Peta Kota Palembang (lokasi penelitian) ...51 7. Hasil kandungan klorofil dengan pembacaan alat klorofil meter/

SPAD meter...52 8. Tabel Analisis Sidik Ragam...54


(27)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Zat buangan terutama gas yang berasal dari industri – industri besar seperti industri pupuk dapat menimbulkan berbagai macam kerusakan pada beberapa organisme. Pada tumbuhan, pencemaran oleh gas – gas buangan tersebut dapat menimbulkan pengaruh pada klorofil (zat hijau daun), karena gas buangan secara umum mengandung zat toksik yang sangat berbahaya (Sastrawijaya 2000).

PT. Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) adalah salah satu produsen pupuk terbesar di Indonesia yang berlokasi di Palembang, Sumatera Selatan. Selain memproduksi pupuk urea, PT. PUSRI juga memproduksi amonia cair sebagai bahan baku utama pupuk urea. Sebagai sebuah industri, PT. PUSRI mengemisikan polutannya ke udara salah satunya dalam bentuk gas. Jenis polutan gas yang diemisikan adalah NOx, SO2, CO dan amonia (Bapedalda 2008).

Lamanya pemaparan tumbuhan terhadap zat pencemar akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut ke dalam tumbuhan. Hal ini antara lain dapat terjadi pada sistem membran kloroplas tempat awal fotosintesis. Tingkat toleransi masing – masing jenis tanaman terhadap jenis pencemar (polutan) tertentu berbeda – beda. Namun seringkali pengaruh zat toksik terhadap tumbuhan tidak nyata pada tampilannya, oleh karenanya, deteksi dapat dilakukan melalui pengamatan reaksi fisiologi, biokimia dan ekologi. Analisis senyawa – senyawa tertentu yang sulit dilakukan secara langsung di udara, ternyata dapat dilakukan melalui analisis pada daun tanaman (Treshow & Anderson 1991).

Daun merupakan salah satu organ tumbuhan yang paling dominan jumlahnya dalam satu tanaman dan paling peka terhadap pencemar. Daun pohon angsana sebagai salah satu pohon yang memiliki tingkat kepekaan tertentu diduga merupakan bioindikator pencemaran udara yang baik. Sehingga daun dapat difungsikan sebagai pemantau pencemaran udara khususnya melalui analisis kadar klorofil daun tanaman tersebut.

Klorofil sebagai pigmen hijau daun yang berfungsi sebagai penyerap cahaya dalam kegiatan fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil daun akan menurun kadarnya sejalan dengan peningkatan pencemaran udara. Penelitian


(28)

yang dilakukan oleh Karliansyah (1999) menyimpulkan bahwa pencemaran udara pada umumnya mengakibatkan terjadinya perubahan pada daun tanaman yang dapat terlihat pada perubahan kadar klorofil.

Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Solichatun (2007) yang menyimpulkan bahwa kadar klorofil a dan klorofil total Phaseolus vulgaris L. lebih sensitif dibandingkan dengan Plantago major L. untuk dapat dijadikan bioindikator kualitas udara, khususnya untuk gas buangan kendaraan bermotor.

Beberapa jenis tanaman seperti angsana (Pterocarpus indicus Willd.), memiliki kemampuan dalam menyerap dan menjerap polutan yang berasal dari industri lebih besar dibandingkan dengan tanaman glodokan tiang (Polyathia longifolia L.), mahoni (Swietenia mahogany L.), ketapang (Terminalia catappa

L.) lain. Angsana termasuk ke dalam tanaman yang memiliki kemampuan adaptasi tinggi (toleran) terhadap polutan. Angsana termasuk tanaman yang toleran sekaligus mampu menyerap polutan lebih banyak (Lukman 2006).

Selain itu, beberapa tanaman yang ditanam di kawasan pabrik pupuk urea (PUSRI) seperti glodokan tiang, mahoni, ketapang, dan tanjung setelah tiga bulan memiliki kandungan N yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang berada di lokasi kontrol (Hutan Wisata Punti Kayu Palembang) dimana angsana memiliki kandungan N tertinggi yaitu 5,6 % atau terjadi penambahan 3,4 % dibandingkan sebelum diberikan perlakuan yakni 2,2 %. Hal yang sama juga berlaku untuk kadar klorofil.

Tumbuhan yang tumbuh di daerah yang tercemar polutan akan menyerap gas – gas tersebut di dalam mesofil pada saat asimilasi karbondioksida. Jaringan pada daun tanaman tersebut tersusun atas jaringan epidermis atas dan bawah, jaringan mesofil (daging daun) yang tersusun atas jaringan palisade dan bunga karang. Epidermis menutupi permukaan atas dan bawah daun dilanjutkan ke epidermis batang. Sedangkan lapisan mesofil merupakan daerah utama tempat terjadinya fotosintesis. Lapisan palisade merupakan bagian dari daun yang paling banyak mengandung kloroplas, dan merupakan bagian yang paling berpengaruh terhadap produk fotosintesis (Siregar 2005).

Jaringan mesofil yang rusak pada irisan melintang daun dihitung persentase kerusakannya kemudian dibandingkan dengan kontrol. Pengamatan


(29)

mikroskopis menunjukkan adanya perbedaan pada jaringan penyusun daun. Rangkuti (2003) menyatakan bahwa terdapat perbedaan pada jaringan penyusun daun yaitu terdapat penurunan ketebalan jaringan palisade dan bunga karang pada tanaman yang berada di lokasi yang terpolusi jika dibandingkan dengan lokasi kontrol.

Berdasarkan beberapa teori tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh gas – gas buangan emisi pabrik pupuk urea terhadap kandungan klorofil dan struktur anatomi jaringan mesofil daun angsana yang tumbuh di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI di Palembang.

1.2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Kandungan klorofil daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.) yang tumbuh di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI, (2) Jaringan mesofil daun angsana yang tumbuh di sekitar pabrik PUSRI, dan (3) Kualitas udara ambien yang ada di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI.

1.3. Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pengaruh gas – gas buangan dari pabrik pupuk urea terhadap tumbuhan (klorofil dan struktur anatomi daun angsana) yang tumbuh di sekitar kawasan industri pupuk PT. PUSRI .

1.4. Hipotesis

Kandungan klorofil daun angsana dipengaruhi oleh konsentrasi gas – gas buangan pabrik pupuk urea, semakin tinggi konsentrasi gas – gas buangan di udara akan menyebabkan kandungan klorofil tanaman rendah. Meningkatnya konsentrasi polutan gas di udara diduga menyebabkan kerusakan struktur anatomi daun khususnya jaringan mesofil daun angsana.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus Willd.)

Pterocarpus indicus Willd. adalah suatu spesies alami yang berasal dari Asia tenggara, Kamboja, Cina bagian utara, Timor Timur, Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Thailand hingga Vietnam. Tanaman ini merupakan jenis tanaman pohon deciduous, yang tumbuh dengan ketinggian 30 – 40 m dengan diameter batang hingga lebih dari 2 meter. Daun berukuran 12 – 22 cm, berbentuk pinnatus, dengan 5 – 11 lembar anak daun. Bunga dihasilkan di dalam panikula dengan panjang 6 – 13 cm yang terdiri dari sejumlah tertentu bunga, musim bunga sekitar bulan Februari hingga bulan Mei. Warna petal kuning – oranye dan wangi (Joker 2002).

Sistematika tanaman angsana adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa : Fabales

Suku : Fabaceae

Marga : Pterocarpus

Jenis : Pterocarpus indicus Willd.

Tanaman angsana (bahasa Indonesia “Sono” atau “Sana Kembang”) merupakan tanaman habitus pohon dengan tinggi 10 – 40 m. Ujung ranting berambut. Kelopak berbentuk lonceng sampai berbentuk tabung, bergigi 5, tinggi 7 mm. Mahkota berwarna kuning oranye. Daun mahkota berkuku, berbentuk lingkaran, berlipat, melengkung. Polongan bertangkai di atas sisa kelopak, hamper bulat lingkaran, dengan paruh di samping, pipih sekali, sekitarnya bersayap, tidak membuka, dengan diameter 5 cm, pada sisi lebar dengan ibu tangkai daun yang tebal. Biji kebanyakan satu. Pohon ini kerapkali ditanam (Steenis 2006).

2.2. Morfologi Daun

Daun (folium) marupakan salah satu organ tumbuhan yang penting dan terdapat dalam jumlah besar pada suatu tanaman. Bentuk daun biasanya tipis


(31)

melebar, kaya akan suatu zat warna hijau yang disebut klorofil (Tjitrosoepomo 1996). Bentuk daun yang tipis melebar dengan posisi daun pada batang yang menghadap ke atas selaras yang berperan penting pada saat peristiwa fotosintesis, transpirasi, dan respirasi bagi tumbuhan.

Daun penumpu berbentuk lanset, panjang 1 – 2 cm. Daun berseling. Anakan daun 5 – 13, berbentuk bulat telur, memanjang, meruncing, mengkilat. Tandan bunga di bagian ujung dan duduk di ketiak, sedikit atau tidak bercabang, berambut coklat, berbunga banyak dan panjang berukuran 7 – 11 cm; anak tangkai 0,5 – 1,5 cm; bunga sangat harum (Tjitrosoepomo 1996).

2.3. Struktur dan Fungsi Kloroplas

Kloroplas berasal dari proplastida kecil yaitu plastida yang belum dewasa, kecil dan hampir tak berwarna, dengan sedikit atau tanpa membran dalam. Kloroplas merupakan plastida yang mengandung pigmen hijau daun yang disebut klorofil, yang hanya terdapat dalam sel – sel tumbuhan. Klorofil pada umumnya hanya terdapat pada sel – sel batang muda, buah – buahan yang belum matang dan pada daun. Irisan melintang dari daun yang khas menyingkap beberapa lapisan jaringan yang berbeda. Sel – sel ini memiliki sedikit kloroplas oleh karena itu agak transparan sehingga agak melewatkan sebagian besar cahaya mengenainya kemudian menembus sel – sel pada lapisan berikutnya. Di bawah lapisan sel epidermis tersusun sedemikian rupa sehingga sel terbuka terhadap sinar matahari. Matahari matahari adalah sumber energi dasar untuk proses fotosintesis. Cahaya ditangkap oleh klorofil pada daun tanaman. Energi cahaya menggiatkan beberapa proses sistem enzim yang terlibat dalam rangkaian fotosintesis (Kimball 1992).


(32)

Gambar 1. Struktur kloroplas sel tanaman (Campbell et al 2002)

Kloroplas terbungkus oleh membran ganda yang tidak berlipat seperti mitokondria. Ukuran kloroplas berbeda pada berbagai tanaman (Salisbury dan Ross 1995). Seluruh jenis plastida termasuk kloroplas diperkirakan berasal dari proplastida, yakni suatu organel yang tidak berwarna yang terdapat pada tumbuhan yang hidup pada tempat yang gelap maupun terang. Proplastida berukuran lebih kecil dari pada kloroplas dengan atau tanpa membran internal. Proplastida membelah pada saat embrio berkembang menjadi kloroplas ketika daun dan batang terbentuk. Kloroplas muda aktif membelah, khususnya bila terpajan pada cahaya.


(33)

Membran ganda kloroplas dapat terlihat jelas di bawah mikroskop dan berfungsi untuk mengatur keluar masuknya ion atau senyawa dari dan ke kloroplas. Pada membran internal kloroplas terdapat pigmen fotosintesis, yang banyak pula terdapat di permukaan luar membran ineternal yang disebut thilakoid, yang berbentuk bulat pipih seperti kantong. Pada posisi tertentu thilakoid akan

menumpuk rapi membentuk struktur yang disebut granum (jamak : grana).

Thilakoid yang memanjang menghubungkan granum satu dengan yang lain di dalam matriks kloroplas yang disebut stroma (Lakitan 2000).

Pigmen utama yang terdapat di dalam membran thilakoid adalah klorofil a dan klorofil b. Selain itu, terdapat pigmen – pigmen lain seperti karotenoid dan xantofil. Membran tilakoid bersifat cair sehingga senyawa – senyawa yang ada di dalamnya relatif mobile termasuk molekul – molekul protein yang ada. Adapun fungsi yang vital dari kloroplas adalah sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. Pigmen – pigmen di dalam membran tilakoid akan menyerap cahaya yang berasal dari matahari atau sumber – sumber cahaya lainnya, kemudian mengubah energi cahaya menjadi energi kimia dalam bentuk ATP melalui serangkaian proses yang melibatkan eksitasi elektron Gardner et al (1991).

Kloroplas adalah tempat dimana sebagian besar proses utama tumbuhan

terjadi. Organel kloroplas berbentuk lensa yang berukuran 1 – 10 μm

menunjukkan dua bagian pokok yaitu : (1) Lamela (membran) terdiri dari lamela stroma (lamela ganda) dan lamela grana (lamela bertumpuk) yang keduanya

merupakan bagian pekat berisi pigmen – pigmen fotosintesis, (2) Stroma, bagian

cair yang kurang padat merupakan tempat terjadinya reduksi CO2. Menurut Hopkins & Huner (2004) terdapat empat kompartemen utama kloroplas yaitu : (1) sepasang membran pembatas bagian luar, yang secara kolektif disebut selubung; (2) matriks tan bentuk yang disebut stroma; (3) struktur membrane internal yaitu tilakoid; dan (4) ruang intra tilakoid, atau lumen.

Lambers (2000) menyatakan bahwa kloroplas terdapat pada sel – sel mesofil daun. Tiga proses utama yang terjadi adalah : (1) Penyerapan foton oleh pigmen, terutama klorofil, berasosiasi pada dua peristiwa fotosistem. Transfer eksitasi energi ke pusat reaksi fotosistem merupakan permulaan dari proses yang kedua; (2) Elektron dihasilkan dari reaksi air melalui produksi oksigen yang


(34)

secara terus – menerus diangkut melalui rantai transpor elektron di dalam membran tilakoid. Pada proses ini dihasilkan NADPH dan ATP yang digunakan pada proses yang ketiga. Kedua reaksi tersebut bergantung kepada enegri cahaya sehingga reaksi ini disebut reaksi terang fotosintesis; (3) NADPH dan ATP

digunakan dalam siklus Calvin, dimana di dalamnya terjadi asimilasi CO2. Proses

ini dapat terjadi pada kondisi tanpa cahaya sehingga dikatakan reaksi gelap fotosintesis.

2.4. Biosintesis Klorofil

Dua jenis klorofil yang terdapat sebagai butir – butir hijau dalam kloroplas masing – masing berwarna hijau tua untuk klorofil a dengan rumus kimia C55H72O5N4Mg (Gambar 2) dan berwarna hijau muda untuk klorofil b dengan rumus molekul C55H70O6N4Mg (Dwidjoseputro 1981).

Molekul klorofil terdiri dari dua bagian (Gambar 2) yaitu kepala porfirin dan rantai hidrokarbon yang panjang, atau ekor fitol. Porfirin adalah tetrapirol siklik, yang terdiri dari empat nitrogen yang mengikat cincin pirol yang dihubungkan dengan empat rantai metana disebut porfin (Hopkins 2004).


(35)

Ion magnesium (Mg2+) adalah mengkhelat empat atom nitrogen di bagian tengah cincin. Ketika beberapa porfin bergabung akan membentuk porfirin yang dikatakan sebagai Protoporfirin IX. Bentuk ini merupakan dasar dari pembentukan hemoprotein vitamin B12 dan sitokrom seperti klorofil. Dailey (1990) menyatakan bahwa jalur biosintesis tetrapirol pada organisme fotosintetik berawal dari prekursor 5-asam amino levulinat (ALA) diikuti oleh protoporfirin IX yang kemudian dibagi menjadi 2 cabang yaitu heme yaitu sitokrom, dan klorofil.

Gambar 3. Tahapan biosintesis klorofil

Biosintetik protoporfirin IX hampir identik pada jaringan tanaman. 5 – asam amino levulinat (ALA) terbentuk dari suksinil KoA dan glisin oleh enzim ALA sintetase. ALA dehidratase kemudian menghidrogenasi 2 molekul ALA untuk membentuk porfobilinogen (PBG) yang mengandung gugus pirol. Empat molekul PBG kemudian digunakan untuk membuat porfirin, urogen III. ALA disintesis di dalam mitokondria dan ditransformasikan ke kloroplas. Pembentukan ALA akan terhenti dalam gelap. Tanaman menjadi pucat dalam keadaan gelap dan


(36)

ketika dkembalikan ke cahaya ALA terakumulasi dan ini akan menghambat kerja enzim – enzim hidratase (Danks et al 1983).

Warna kuning pada tanaman yang berada di tempat gelap disebabkan karena karotenoid. Kondisi ini adalah kondisi dimana protoklorofil a tertimbun dalam jumlah besar. Protoklorofil a adalah precursor klorofil a. Hanya dalam cahaya, ini menjadi kloroplas dan protoklorofil a dikonversikan menjadi klorofil a. Hopkins (2004) menambahkan bahwa struktur kimia protoklorofil berbeda dari klorofil karena adanya ikatan rangkap antara karbon ke – 7 dan k – 8 pada cincin IV. Reduksi ikatan ini dikatalisis oleh enzim NADPH : protoklorofil oksidoreduktase.

2.5. Peran Klorofil Dalam Fotosintesis

Fotosintesis merupakan suatu proses metabolisme dalam tanaman untuk membentuk karbohidrat yang menggunakan CO2 dari udara bebas dan air dari dalam tanah dengan bantuan cahaya matahari dan klorofil (Jumin 1989). Fotosintesis adalah suatu proses penyusunan senyawa kimia dengan menggunakan energi cahaya. Proses fotosintesis akan terjadi jika ada cahaya dan pigmen perantara yaitu klorofil.

Proses reaksi fotosintesis dalam tumbuhan tingkat tinggi terdapat dua tahapan : (1) Reaksi terang, dan (2) Reaksi gelap. Peran klorofil pada tahap reaksi terang yaitu fotosistem I dan fotosistem II yang menyangkut penyerapan energi matahari oleh klorofil pada panjang gelombang 700 nm, penyerapan energi matahari di fotosistem II pada panjang gelombang sekitar 680 nm. Fotosistem II mengandung lebih banyak klorofil b dari pada fotosistem I, pusat reaksi klorofil pada fotosistem II disebut P680. Fotosistem I merupakan suatu partikel yang disusun oleh sekitar 200 molekul klorofil a, 50 klorofil b sampai 200 pigmen karotenoid dan satu molekul klorofil matahari disebut P700 (Salisbury dan Ross, 1995).

Proses fotosintesis yang tidak lengkap tidak akan terjadi pada kondisi yang gelap namun jka hal itu terjadi, disebabkan oleh enzim. Enzim ini tidak sensitif terhadap cahaya tetapi sensitif terhadap suhu. Proses reduksi karbondioksida pada karbohidrat melibatkan banyak reaksi enzim. Enzim – enzim yang berperan dalam


(37)

fotosintesis yang terjadi di dalam kloroplas berhubungan dengan siklus karbon, air terlarut dan pada stroma kloroplas. Salah satu enzim yang terdapat dalam daun dengan konsentrasi tinggi yaitu ribulosa bifosfat kaboksilase atau disingkat rubisco.

2.6. Fungsi dan Struktur Anatomi Daun

Organ – organ tumbuhan seperti akar, batang dan daun mempunyai peran dan fungsi tersendiri. Fungsi daun yang utama adalah menyusun bahan organik (karbohidrat) dan senyawa anorganik (karbon dioksida) dan air dengan bantuan cahaya matahari melalui suatu proses yang dikenal dengan fotosintesis (Salisbury dan Ross 1995; Lakitan 2000). Fotosintesis merupakan suatu proses yang sangat penting bagi kelangsungan hidup tanaman. Selain fungsi utama tersebut, dan juga memiliki fungsi penyehatan lingkungan, yakni sebagai penjerap (adsorpsi) dan penyerap (absorpsi) gas beracun, aerosol dan partikel padat.

Gambar 4. Struktur anatomi daun (Mauseth 1988)

Struktur anatomi daun jika dilihat secara melintang akan menampakkan bagian – bagian seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Struktur daun angsana berbentuk pipih mempunyai epidermis atas dan epidermis bawah. Permukaan atas daun disebut adaksial sedangkan bagian bawah daun disebut permukaan abaksial.


(38)

Mesofil terdiri dari jaringan parenkim yang terdapat di sebelah dalam jaringan epidermis. Mesofil mengalami diferensiasi membentuk jaringan fotosintetik yang berisi kloroplas. Angsana memiliki dua tipe parenkim di dalam mesofil yaitu parenkim palisade dan parenkim spons (Mulyani 2006).

Sel parenkim palisade memanjang dan pada penampang melintangnya tampak berbentuk batang yang tersusun dalam deretan. Sel parenkim palisade tersusun atas satu atau beberapa lapisan. Angsana tergolong daun dorsiventral atau bifasial dimana parenkim palisade hanya terdapat pada salah satu sisi, dan sisi yang lainnya terdapat parenkim spons (Mulyani 2006).

Sel parenkim spons bermacam – macam dan memiliki kekhususan yaitu adanya lobus (rongga) yang terdapat antara sel satu dengan yang lainnya. Jika sel palisade terdiri dari beberapa lapisan biasanya lapisan paling dalam sangat mirip dengan parenkim spons yang ada di dekatnya. Menurut Mulyani (2006), jika pada mesofil daun yang terdiri dari parenkim palisade dan parenkim spons, sebagian besar kloroplas terdapat pada jaringan palisade. Susunan sel di dalam mesofil memungkinkan daerah permukaan yang terkena sinar matahari dan berhubungan dengan udara secara langsung menjadi lebih luas. Seluruh daerah permukaan ini disebut daerah permukaan dalam daun.

Tumbuhan yang hidup di daerah tercemar polutan akan menyerap gas – gas tersebut ke dalam jaringan mesofil daun pada saat proses asimilasi CO2. Pada kecepatan angin yang lebih tinggi, umumnya terjadi penambahan yang cukup besar dalam pengambilan senyawa gas yang lain misalnya SO2 yang disertai dengan membukanya stomata. Absorpsi SO2 secara normal akan dibatasi oleh lubang/celah stomata (Lambers et al. 2000).

Sedangkan partikel yang terserap oleh daun adalah partikel yang masuk ke dalam celah stomata daun yang terperangkap dan terserap masuk ke dalam jaringan pagar dan jaringan bunga karang yang ada di dalam jaringan endodermis daun. Daun dengan stomata yang lebih banyak dan berukuran lebar memiliki kemampuan menyerap partikel lebih banyak dari pada daun dengan jumlah stomata yang sedikit dan berukuran kecil (Lambers et al. 2000).


(39)

2.7. Karakteristik Amonia

Molekul amonia tersusun dari atom nitrogen dengan rumus molekul NH3. Pada suhu dan tekanan standar amonia berbentuk gas, bersifat toksik dan korosif terhadap beberapa bahan. Amonia bersifat polar sehingga sangat mudah larut dalam air. Sifat lain amonia adalah merupakan gas dengan karakter bau yang khas yang sangat tajam menyengat, lebih ringan dari udara, kerapatannya sebesar 0,68 g/l (dalam fase gas) dan kelarutannya dalam air adalah 540 g/l. pada suhu – 33,7 o

C amonia mulai mencair dan pada suhu – 75 oC memadat menjadi kristal

berwarna putih. Amonia yang dilepaskan dari sumbernya akan terdispersi (menyebar) di dalam atmosfer, kemudian bergerak menjauhi sumber searah dengan arah angin. Sebagian gas amonia terdeposisi kering pada permukaan tanah dan vegetasi, dan sebagian lainnya bereaksi dengan substansi lainnya di atmosfer menjadi partikel – partikel halus yang mengandung amonium (aerosol) (Treshow & Anderson 1991).

Amonia bereaksi secara cepat dengan substansi asam di atmosfer seperti asam sulfat (H2SO4) dan asam nitrat (HNO3) atau asam klorida (HCl) menjadi

garam amonium dalam bentuk partikel halus (berukuran < 2,5 μm). Sebagian dari

partikel halus tersebut terdeposisi kering pada permukaan tanah dan vegetasi seperti halnya gas NH3, sedangkan sebagian partikel lainnya bergerak ke tempat yang cukup jauh dari sumber emisi hingga naik ke perbukitan. Jika pada tempatnya yang baru terjadi hujan, maka partikel halus tersebut akan terdeposisi basah pada permukaan tanah (Treshow & Anderson 1991). Selama proses pergerakan NH3 di atmosfer, terjadi pengenceran (penurunan) konsentrasi pada profil horizontal yang jelas dengan bertambahnya jarak dari sumber. Pada jarak 600 m dari sumber terjadi penurunan konsentrasi sebesar 50 % dan terjadi penurunan konsentrasi sampai dengan 70 % pada jarak 4 km dari sumber

2.8. Sumber Amonia di Udara

Pabrik pupuk PT. PUSRI merupakan salah satu pabrik pupuk dengan kapasitas produksi yang besar. Pabrik PUSRI memproduksi pupuk urea dengan bahan baku amoniak cair. Urea termasuk pupuk anorganik yang diperlukan oleh tanaman budidaya sebagai sumber unsur hara nitrogen. Menurut Lakitan (2000)


(40)

fungsi unsur hara N bagi tanaman adalah sebagai komponen penyusun asam amino, protein, enzim, klorofil, hormon sitokinin dan auksin. Selain itu kelebihan unsur N pada tanaman dapat berakibat tanaman keracunan, penghambatan atau nekrosis pada mikoriza, kerentanan terhadap penyakit jamur pada akar, perubahan komposisi dalam proses nitrifikasi, denitrifikasi dan penambatan N dari udara.

Di udara bebas yang terdiri dari campuran beberapa macam gas salah satunya adalah nitrogen. Nitrogen merupakan komponen udara terbanyak yaitu sekitar 76 % dari volume udara. Namun jumlah N yang melimpah ini tidak dapat digunakan secara langsung oleh manusia dan sebagian besar mahluk hidup lainnya. Sehingga dibutuhkan suatu mekanisme untuk menambat atau menangkap N tersebut dari udara (Soedomo 2001) .

Keberadaan NH3 yang tinggi di udara dapat membahayakan mahluk hidup. Polutan amonia yang berasal dari aktivitas industri selama ini belum mendapatkan perhatian apalagi penanganan yang memadai karena dianggap kontribusinya terhadap pencemaran lingkungan (global) belum terlihat nyata. Walaupun dalam skala lingkungan lokal (lingkungan sekitar industri) keberadaan polutan amonia sama halnya dengan polutan – polutan lainnya seperti NO2 dan SO2 perlu mandapat perhatian serius dari semua pihak terutama pihak industri (Soedomo 2001) .

2.9. Pengaruh Buangan Pabrik Pupuk Terhadap Tanaman

Meningkatnya jumlah populasi dan industrialisasi, akan berpengaruh pada tanaman, misalnya, pada proses pertumbuhannya melalui kontaminasi dengan substansi di tanah, air dan udara. Substansi ini termasuk di dalamnya gas, asam, partikulat dan materi radioaktif (Kramer dan Kozlowski 1979).

Industri pupuk merupakan salah satu sumber polutan yang bersifat khas. Menurut Siregar (2005), pencemaran udara bergantung pada kadar lama pemaparannya, pencemaran udara dapat mengganggu dan membahayakan lingkungan hidup. Gangguan kesehatan pada manusia dan kerusakan benda – benda adalah contoh gangguan yang terjadi akibat pencemaran udara. Emisi gas – gas buangan berpengaruh secara ekologi : pada vegetasi, hujan asam dan efek rumah kaca.


(41)

Amonia sebagai senyawa khas yang dikeluarkan oleh pabrik pupuk berpotensi mempengaruhi sintesis klorofil. Lamanya pemaparan zat pencemar pada tumbuhan akan mengakibatkan terakumulasinya pencemar tersebut. Hal ini antara lain dapat terjadi pada sistem membran kloroplas tempat proses awal

fotosintesis, yang dapat terganggu dan berubah akibat NOx, struktur kloroplas

yang berubah akibat SO2 (Treshow & Anderson 1991).

Amonia di atmosfer masuk ke dalam daun tanaman secara ekslusif melalui

stomata dan terlarutkan menjadi bentuk amonium (NH4+) di dalam lapisan air dari

sel mesofil. Laju penyerapan amonia ke dalam daun akan bertambah secara linier dengan mengikat amonia. Adanya lapisan lilin (kutikula) pada permukaan daun yang bersifat impermeabel terhadap gas NH3 menyebabkan ammonia hanya masuk melalui stomata. Banyaknya NH3 yang masuk melalui stomata tergantung dari daya hantar stomata (stomatal conductance). Oleh karena itu laju pengambilan amonia tergantung pada kondisi mikroklimat (radiasi, suhu udara, kelembaban relatif, turbulensi udara dan kadar air tanah tersedia), konsentrasi CO2 internal dan stres air tanaman. Kekuatan yang menggerakan penyerapan NH3 adalah perbedaan konsentrasi antara udara ambien dan jaringan mesofil. Sepanjang konsentrasi NH3 ambien melebihi konsentrasi mesofil (titik kompensasi) penyerapan NH3 dari udara oleh daun akan terjadi (Treshow & Anderson 1991).


(42)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2008. Pengambilan sampel dilakukan di kawasan industri pabrik pupuk PT. PUSRI Palembang hingga radius 1000 m (1 km). Analisis kualitas udara ambien di lakukan di Laboratorium Balai Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) Propinsi Sumatera Selatan. Pembuatan sediaan anatomis dilakukan di Laboratorium Teknis Silvikultur Biotrop Bogor.

3.2. Penentuan lokasi pengambilan sampel

Penelitian ini terbagi dalam beberapa tahapan kerja yaitu di lapangan untuk pengambilan contoh dan penentuan nilai kandungan klorofil daun kemudian di laboratorium untuk analisis contoh berupa nilai kualitas udara ambien dan sediaan anatomis daun. Penetapan lokasi penelitian ditentukan oleh besar kecilnya tingkat gas – gas buangan di udara ambien dari pabrik PUSRI. Penelitian ini dibagi menjadi tiga zona pengamatan dan satu zona kontrol. Berikut adalah sketsa dari lokasi pengambilan sampel :

1. Hutan Wisata Punti Kayu Palembang sebagai kontrol. Jarak antara hutan

wisata dengan PUSRI adalah sekitar 15 km pada kondisi yang berlawanan arah, sehingga dapat diasumsikan bahwa tanaman yang terdapat pada lokasi tersebut tidak terkena dampak dari pabrik pupuk PUSRI.

2. Zona A : Daerah Green Barier (Sabuk Hijau) PT. PUSRI yang terkena

dampak lebih besar jika dibandingkan dengan daerah sekitarnya pada radius 100 m dari pabrik. Zona yang terdekat dari PT. PUSRI. Seringkali masyarakat yang bermukim di kawasan ini merasakan imbas polutan yang dikeluarkan oleh pabrik PUSRI berupa kebisingan dan bau yang menyengat dari operasional pabrik. Pada Zona A ini dilakukan pengambilan sampling di tiga stasiun yaitu :

(1) Stasiun 1 : Jalan Lorong H. Umar (2) Stasiun 2 : Sekolah YSPP Pusri


(43)

3. Zona B : Daerah sekitar kawasan PT. PUSRI yaitu pada radius 500 m dari pabrik pupuk. Di stasiun B ini dilakukan pengambilan sampling di tiga stasiun yaitu :

(1) Stasiun 1 : Jalan Sabokingking (2) Stasiun 2 : Taman Puri Indah

(3) Stasiun 3 : Jalan Sei Selayur (Akses Jalan Intirub)

4. Zona C : Daerah sekitar kawasan PT. PUSRI yaitu pada radius 1000 m

dari pabrik pupuk. Di stasiun C ini dilakukan pengambilan sampling di

tiga stasiun yaitu :

(1) Stasiun 1 : Jalan RE. Martadinata (Flexi) (2) Stasiun 2 : Komplek PHDM XII

(3) Stasiun 3 : Jalan Sei Selayur (Mata Merah)

Dari keempat zona utama penelitian ini dibuat sketsa sebagai berikut yaitu :


(44)

3.3. Sampel daun

Tanaman yang diteliti adalah daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.). Kriteria daun angsana yang dijadikan contoh adalah sebagai berikut :

1. Daun yang tidak ternaungi dan dari percabangan yang menghadap ke arah

pabrik. Daun merupakan daun kedua dari pangkal tangkai daun terletak pada ketinggian sekitar 5 m dari permukaan tanah dari cabang yang menghadap ke arah pabrik.

2. Pengambilan contoh klorofil daun dilakukan dengan berpedoman pada Bagan

Warna Daun (BWD) dalam hal ini semua contoh menggunakan warna hijau daun no. 5 (Lampiran 2).

Pengambilan daun dilakukan sebanyak tiga kali di masing – masing zona. Pengambilan dilakukan pada saat cuaca cerah dari jam 10:00 – 14:00. Pengukuran kandungan klorofil daun dengan menggunakan klorofil meter Konica Minolta seri SPAD 502 yang dapat dilakukan pengukuran secara langsung di lapangan (Lampiran 2). Klorofil meter atau SPAD (Soil Plant Analysis Development) meter adalah alat yang sederhana, mudah dibawa, alat yang dapat dengan mudah mengukur kadar kehijauan atau kandungan klorofil. Pengukuran ini menggunakan prinsip pengukuran panjang gelombang 650 dan 940 nm untuk mengestimasi kandungan klorofil (Pinkard et al. 2006). Nilai SPAD mengindikasikan kandungan relatif dari daun (Balasubramanian et al. 2000). Pengukuran yang cepat dan mudah dengan hanya dengan menyisipkan sebuah daun dan menutupnya dengan kepala pengukur (bagian sensor). Daun tidak harus dipotong, sehingga daun yang sama dapat diukur sementara proses pertumbuhan masih berlangsung. Tingkat akurasi tinggi mengikuti uji kondisi pertumbuhan tanaman (±1.0 SPAD unit untuk daun padi) (Singh et al. 2002; Kumar et al. 1999; Stalin & Thyagarajan 2000).

Sampel daun dari pohon angsana (Lampiran 3) masing – masing diukur dengan tiga kali pengukuran untuk mendapatkan satu nilai klorofil total per daun. Daun yang akan diukur kadar klorofilnya dijepitkan pada bagian sensor dari alat tersebut. Sensor SPAD ditempatkan di bagian pangkal, tengah dan ujung daun secara acak hanya pada bagian jaringan mesofil daun dengan menghindari bagian tulang daun. Pengukuran dibuat dengan menggunakan kerapatan cahaya flux


(45)

foton ~800 μmol-2

s-1. Kemudian angka yang muncul pada monitor dicatat sebagai

nilai klorofil total daun (Murdock et al. 2004; Fontes et al. 2006).

3.4. Sediaan Mikroskopis

Bahan kimia untuk sediaan mikroskopis adalah larutan pewarna safranin 1 % dalam air, larutan FAA, larutan seri n – Butanol, larutan seri alkohol, gliserin, paraplast, xilol, perekat entellan dan sampel daun Angsana. Alat – alat yang digunakan adalah mikroskop kamera Nikon M35s w/AFM, tabung film, oven parafin, spatula, lampu spiritus, mikrotom putar, kaca objek, kaca penutup, dan hot plate, staining jar.

Sediaan anatomis yang dilakukan adalah membuat irisan transversal daun yang dibuat dengan menggunakan metode parafin (Sass 1951) dan diwarnai dengan pewarnaan hemmalum. Tahapan pembuatan sayatan melintang daun adalah sebagai berikut : potongan daun berukuran 1 cm x 1,5 cm difiksasi dalam larutan FAA selama ± 24 jam.

Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi dengan merendam daun dalam seri

larutan n – Butanol. Tahapan selanjutnya adalah infiltrasi (penyusupan lilin ke

dalam jaringan) dengan cara sebagai berikut : botol sampel yang berisi potongan daun pada seri larutan n – Butanol terakhir ditambah dengan parafin (paraplast) cair, kemudian disimpan pada suhu kamar selama 4 jam dengan tutup botol tertutup. Selanjutnya tutup botol sampel dibuka dan dipindahkan ke dalam oven

parafin dengan suhu 58 oC selama 24 jam. Larutan pada botol sampel dibuang

kemudian diganti dengan parafin cair baru dan disimpan kembali ke dalam oven parafin selama 3 hari (Lampiran 2).

Proses selanjutnya yaitu embedding (penanaman sampel daun dalam

parafin) dengan cara sebagai berikut : parafin cair dituang ke dalam cawan pencetak yang sudah diolesi dengan gliserin murni. Potongan daun dengan cepat dikeluarkan dari botol sampel dan ditanam di dalam parafin. Kemudian cawan pencetak yang berisi potongan daun tersebut direndam dalam bak plastik berisi air sampai blok parafin terlepas dari cawan. Blok – blok parafin yang sudah selesai dicetak dibiarkan selama 1 hari. Agar jaringan yang ditanam lebih mudah dipotong, blok parafin selanjutnya direndam di larutan Giffort. Blok parafin


(46)

selanjutnya dipotong dengan mikrotom putar dengan ketebalan 8 μm. Hasil potongan berupa pita parafin yang berisi sampel daun diletakkan pada gelas objek yang telah diolesi dengan larutan perekat Ewitt. Kemudian spesimen diletakkan di

atas pemanas (hot plate) pada suhu 40 oC selama 4 – 5 jam agar pita terentang

dengan baik. Tahapan selanjutnya yaitu spesimen diwarnai dengan pewarna rangkap tiga (Lampiran 2). Setelah selesai pewarnaan preparat ditutup dengan gelas penutup dan diberi perekat entellan (Sass 1951).

Karakter anatomi daun yang diamati adalah sayatan melintang daun dan kerusakan secara mikroskopis dari masing – masing contoh uji. Persentase kerusakan jaringan diukur dengan menggunakan kaca hemositometer yang diletakkan pada bagian atas preparat anatomis ketika diamati di mikroskop. Data kerusakan pada preparat dibandingkan dengan total luasan seluruh preparat kemudian dikalikan seratus persen (Dickison 2000).

3.5. Analisis Udara Ambien

Untuk pengukuran kualitas udara ambien disesuaikan dengan ketetapan yang telah ditetapkan Pemerintah dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup mengenai Pengukuran Kualitas Udara Ambien untuk industri pupuk. Penetapan contoh udara ambien juga mengacu kepada Sertifikat Hasil Uji PT. PUSRI mengenai Udara Ambient Industri Pupuk Urea yang dikeluarkan oleh Laboratorium Lingkungan Bapedalda Propinsi Sumatera Selatan (Bapedalda 2008).

Pengukuran kadar amonia di udara ambien dengan Metode Biru Indofenol menggunakan Spektrofotometer. Prinsip analisis adalah amonia dari udara ambient yang telah dijerap oleh larutan penjerap asam sulfat, akan membentuk ammonium sulfat. Kemudian direaksikan dengan fenol dan natrium hipoklorit dalam suasana basa, akan membentuk senyawa komplek indofenol yang berwarna biru. Intensitas warna biru yang terbentuk diukur dengan menggunakan

spektrofotometer pada panjang gelombang 630 nm. Bahan kimia untuk analisis

amoniak adalah air suling, asam sulfat pekat (H2SO4), natrium nitroprusid, natrium hidroksida (NaOH) 6.75 M, larutan hipoklorit, fenol, metanol, Na3PO4.12H2O, larutan hipoprusid 20 %, amonium klorida (NH4Cl), amonium


(47)

sulfat (NH4)2SO4, dan trokloro metan (CHCl). Alat – alat yang digunakan adalah

Midget impinger (Lampiran 1), prefilter, Fritted bubbler, Gas scrubber, Botol

penangkap uap air (mist trap) berisi serat gelas (glass wool) atau silica gel, Pompa pengisap udara, Flow meter, Spektrofotometer UV-VIS, Gelas piala, Labu ukur , Pipet volumetric, Pipet mikro, Gelas ukur 100 ml, Tabung uji, Timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, Buret 50 ml, Labu erlenmeyer 250 ml, Kaca arloji, Desikator oven, Termometer, Barometer, Penangas air, dan Kran pengatur (stop clock) (Bapedalda 2006).

Pengukuran kadar NO2 di udara dengan Metode Griess Saltzman menggunakan Spektrofotometer. Pengambilan contoh uji nitrogen dioksida di udara ambien dilakukan dengan cara dihisap menggunakan pompa ke dalam larutan penyerap Griess-Saltzman maksimum 60 menit, terbentuk suatu senyawa azo dye berwarna merah muda yang stabil setelah 15 menit. Bahan kimia untuk pengukuran NOx adalah hablur asam sulfanilat (H2NC6H4SO3H), larutan asam asetat glacial (CH3COOH pekat), air suling bebas nitrit, larutan induk N-(1-naftil)-etilendiamin dihidroklorida (NEDA, C12H16Cl2N2), larutkan 0,1 g NEDA,

Aseton (C3H6O), Larutan penyerap Saltzman, Larutan Induk Nitrit (NO2-): 1640

μg/mL dan Larutan standar Nitrit (NO2-). Alat – alat yang digunakan adalah Air

Sampler Impinger (Lampiran 1), labu ukur, gelas piala 500, 1000 mL, labu erlenmeyer 300 mL, pipet volumetrik, pro-pipet, buret asam, spektrofotometer UV-VIS dan cuvet, batang pengaduk /stirrer, neraca analitik, oven dan desikator, alat desilasi dan kaca arloji (Bapedalda 2006).

Konsentrasi diukur secara spektrometri pada panjang gelombang 550 nm. Absorber fritted bubbler dapat menangkap nitrogen dioksida dengan efisiensi di atas 95% pada aliran kecepatan sebesar 0,4 L/min dan maksimum ukuran diameter pori 60 mikron. Metode ini digunakan untuk pengambilan contoh uji dalam waktu yang singkat dan contoh uji harus langsung diukur serapannya segera setelah sampling. Untuk pengambilan contoh uji dengan kecepatan aliran udara 0,4 L/menit selama 1 jam, maka konsentrasi yang dapat diukur berkisar antara 0,005 - 5 ppm (Bapedalda 2006).

Pengukuran kadar SO2 di udara dengan Metode Pararosanilin menggunakan Spektrofotometer. Sulfur dioksida dari udara ambien yang telah


(48)

diserap oleh larutan penyerap sodium tetrakloromerkurat (TCM) pada saat pengambilan contoh uji di lapangan, akan bereaksi membentuk senyawa stabil non volatil dikloro sulfit merkurat. Di laboratorium contoh uji ini direaksikan dengan larutan pararosanilin sehingga terbentuk warna merah. Intensitas warna yang terbentuk diukur serapannya pada panjang gelombang 560 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Bahan kimia untuk pengukuran SOx adalah Larutan penyerap TCM larutan TCM terdiri dari larutan merkuri klorida (HgCl2) dan potasium klorida (KCl), akuades dan EDTA. Larutan induk pararosanilin terdiri dari pararosanilin hidroklorida, dan akuades. Larutan formaldehida 0,2% , Larutan Asam Sulfamat dan larutan standar (larutan induk) terdiri dari sodium bisulfit (NaHSO3) dengan akuades. Alat – alat yang digunakan adalah Air Sampler Impinger (Lampiran 1), labu ukur, gelas piala, labu erlenmeyer 300 mL, pipet volumetrik, pro-pipet, batang pengaduk, buret asam, spektrofotometer UV-VIS dan cuvet (Bapedalda 2006).

Pengukuran kadar CO dengan menggunakan alat CO Detector yang dapat secara langsung dilihat nilai CO dalam waktu 15 menit. Angka yang muncul pada layar detector adalah nilai dari CO di kawasan tersebut. Alat yang digunakan adalah CO Detector (Lampiran 1). CO Detector di letakkan di tempat terbuka ditunggu sekitar lima belas hingga tiga puluh menit. Kemudian catat angka yang muncul di layar (Bapedalda 2006).

3.6. Variabel Pengamatan

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah kandungan klorofil daun dari sampel daun angsana (Pterocarpus indicus Willd.), sediaan mikroskopis daun berupa sayatan melintang daun dan kualitas udara ambien di masing – masing stasiun pengamatan pada setiap zona pengambilan sampel di sekitar kawasan pabrik pupuk PUSRI.

3.7. Analisis Data

Analisis statistik yang digunakan adalah analisis sidik ragam yang dilanjutkan dengan uji beda rata – rata yaitu Uji Beda Nyata Terkecil untuk


(49)

menguji adanya perbedaan antar populasi yang mempengaruhi kandungan klorofil dan persentase kerusakan jaringan mesofil daun angsana (Hanafiah 2004).

3.8. Diagram Alir Penelitian

Untuk menjelaskan secara ringkas metode penelitian yang dilakukan, maka dibuat diagram alir penelitian seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.


(50)

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kegiatan penelitian dilaksanakan di dua lokasi yang berbeda, yaitu di sekitar kawasan pabrik pupuk PUSRI hingga radius 1000 m dan di luar kawasan pabrik yaitu di Hutan Wisata Punti Kayu Palembang yang dijadikan kontrol. Pemilihan lokasi di luar kawasan industri didasarkan atas pertimbangan bahwa lokasi tersebut terletak cukup jauh sekitar 15 km dari kawasan industri pupuk dengan arah yang berlawanan dengan pabrik PUSRI, sehingga tidak ada pengaruh pabrik pupuk terhadap kontrol. Lokasi kontrol yaitu Hutan Punti Kayu secara administratif berada dalam Kecamatan Sukarami Kotamadya Palembang. Vegetasi umum yang terdapat di daerah kontrol adalah jenis pinus (Pinus merkusii), mahoni (Swietenia macrophylla), angsana (Pterocarpus indicus), dan akasia (Acacia mangium).

PT. Pupuk Sriwidjaja berada di kota Palembang, Secara gografis, Palembang terletak pada 2°59 27.99 LS 104°45 24.24 BT. Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km² dengan ketinggian rata-rata 8 meter dari permukaan laut. Iklim Kota Palembang merupakan iklim daerah tropis dengan angin lembab nisbih, kecepatan angin berkisar antara 2,3 km/jam - 4,5 km/jam. Suhu Kota berkisar antara 23,4 - 31,7 derajat celsius. Curah hujan pertahun berkisar antara 2.000 mm - 3.000 mm. Kelembaban udara berkisar antara 75 - 89 % dengan rata - rata penyinaran matahari 45 %. Topografi tanah relatif datar dan rendah. Hanya sebagian kecil wilayah kota yang tanahnya terletak pada tempat yang agak tinggi yaitu pada bagian utara kota. Sebagian besar tanah adalah daerah berawa sehingga pada saat musim hujan daerah tersebut tergenang. Ketinggian rata-rata 0 - 20 m dpl (BMG 2008).

Kompleks industri pupuk PT. PUSRI berada dalam wilayah administratif Kecamatan Ilir Timur II, Kotamadya Palembang, Propinsi Sumatera Selatan dengan menempati lahan seluas 178 hektar. Saat didirikan tahun 1959, PT. PUSRI telah menjadi produsen pupuk urea pertama di Indonesia. Pada saat ini di dalam kawasan industri terdapat empat pabrik yang masih aktif beroperasi, yaitu pabrik PUSRI II, PUSRI III, PUSRI IV, dan PUSRI IB yang masing – masing memproduksi pupuk urea dan ammonia (Lampiran 4). Kapasitas terpasang


(51)

seluruh pabrik untuk pabrik pupuk urea sebesar 2.262.000 ton/tahun dan pabrik amonia 1.499.000 ton/tahun. Selain kompleks industri, di sekitar pabrik PUSRI juga terdapat perumahan yang dikhususkan bagi karyawan (Pusri 2005).

Dalam upaya mengendalikan pencemaran udara di sekitar pabrik pupuk, terutama terhadap pencemar amonia (NH3) di beberapa areal kerja telah dilaksanakan penanaman pohon penghijauan baik dalam bentuk jalur maupun terpencar sesuai dengan ketersediaan bentuk dan luas lahan. Jenis pohon yang telah ada terdiri dari angsana (Pterocarpus indicus), tanjung (Mimusops elengi), mahoni (Swietenia macrophylla; S. mahogany), dan bambu Jepang (Bambusa sp). Disamping itu juga ditanam beberapa jenis tanaman hias dalam pot – pot besar. Penaman berbagai jenis tanaman tersebut disamping untuk keindahan (fungsi estetika) juga dapat difungsikan sebagai agen penyerap polutan yang berasal dari pabrik (Pusri 2005).

Di bagian barat daya PT. PUSRI dibangun kawasan Green Barier yaitu kawasan hijau yang dijadikan area konservasi oleh PT. PUSRI dalam mengalokasi limbah dari operasional pabrik. Area Green Barier ini seluas 13 hektar merupakan area yang ditanami oleh berbagai jenis pohon untuk peredam kebisingan dari operasi pabrik. Salah satu yang di tanam di area tersebut adalah angsana selain mahoni, sengon, bambu, tanjung, glodokan tiang dan banyak jenis tanaman keras lainnya (Pusri 2005).

Lokasi yang kedua adalah lokasi yang berada di luar kawasan PT. PUSRI yaitu Hutan Wisata Punti Kayu. Punti Kayu secara administratif berada di dalam Kecamatan Sukarami, Kotamadya Palembang. Lokasi pengambilan sampel kontrol ini berada sekitar 15 km dari pabrik PUSRI. Secara umum tanaman yang terdapat di Punti Kayu adalah jenis pinus (Pinus merkusii), akasia (Acacia mangium), angsana (P. indicus), dan mahoni (S. macrophylla; S. mahogany).

Keadaan iklim pada saat pengambilan sampel adalah :

Tabel 1. Keadaan cuaca pada saat pengambilan sampel

No Lokasi pemantauan Kelembaban (%) Temperatur udara

(oC)

1 Jl. H. Umar 69 35,8

2 Sekolahan YSPP PUSRI 66 36,2


(52)

4 Jl. Sei Selayur (Akses Jalan Intirub)

69 32,4

5 Kompleks Taman Puri Indah 65 30,4

6 Jl. Sabokingking 79 33,9

7 Jl. RE. Martadinata (Flexi) 64 34,5

8 Jl. Sei Selayur (Mata Merah) 60 34,1

9 Kompleks PHDM XII 69 29,8

10 Hutan Wisata Punti Kayu 68 28,4


(53)

27

Hasil

Kandungan Klorofil dan Udara Ambien

Berdasarkan Tabel 1, terdapat kecenderungan peningkatan kandungan klorofil seiring dengan jauhnya stasiun dari pabrik. Semakin jauh lokasi pengambilan contoh dari pabrik nilai kandungan klorofil total cenderung meningkat.

Tabel 1. Pengukuran kandungan klorofil dan kualitas udara ambien dari pabrik PUSRI Palembang Penguku ran Ulangan (sub stasiun) Stasiun A (100 m) Stasiun B (500 m) Stasiun C (1000 m) Kontrol (Hutan Wisata Punti Kayu)

1 38,1 44 54,47 57,47

2 49,267 53 54,83 54,1

Klorofil

3 51,3 49,13 54,1 52,9

Nilai kisaran 38,1 - 51,3 44 - 53 54,1 - 54,83 52,9 - 57,47 Udara ambien

Parameter :

1 1267,7 1146,3 184,6 2 1231,1 1158,9 78,6 CO

3 1157,8 1158,9 139,77

30.000 (1)

1 216,8 244,4 166,5 2 237,4 178,4 156,8 SOx

3 248,9 154,3 140,8 900 (1)

1 113,4 233,5 123,8 2 123,9 102,8 118,2 NOx

3 136,3 121,7 103,6 400 (1)

1 142,18 184,6 187,4

2 107,49 78,6 10,7

NH3

3 130,65 139,77 121,8 1390(2)


(54)

28

2005 tentang Baku Mutu Udara Ambient Dan Baku Tingkat Kebisingan Udara Ambien (dalam waktu pengukuran 1 jam).

(2)

KEPMENLH No. 50/MENLH/11/1996 Tentang Baku Mutu Tingkat Kebauan (dalam waktu pengukuran 1 jam).

Terdapat perbedaan nilai klorofil pada masing – masing stasiun pengamatan. Pada Zona 1, nilai klorofil daun Angsana (Petrocarpus indicus

Willd.) pada Stasiun A lebih rendah dibandingkan dengan Stasiun B, Stasiun C dan Hutan Wisata Punti Kayu Palembang. Untuk Stasiun B dan C nilai kandungan klorofil daun Angsana lebih tinggi dibandingkan Stasiun A. Dimana pada lokasi tersebut berjarak sekitar radius 500 m – 1000 m dari pabrik. Begitu pula dengan nilai kandungan klorofil kontrol di Hutan Wisata Punti Kayu yang berada jauh dari sumber emisi memiliki kandungan klorofil yang lebih besar.

Pada Zona 2, kandungan klorofil pada Stasiun A lebih rendah jika dibandingkan dengan Stasiun B dan C serta kontrol. Tetapi nilai kandungan klorofil di Stasiun A pada Zona 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan Zona 1 (Tabel 1).

Pada Zona 3, secara berurutan nilai klorofil yang paling rendah terdapat pada Stasiun B kemudian Stasiun A dan Stasiun C serta kontrol (Tabel 1).

Berdasarkan atas hasil pengambilan sampel udara untuk menentukan mutu udara di kawasan PT. PUSRI didapatkan hasil bahwa untuk seluruh parameter yang diujikan yaitu NH3, NOx, SO2, dan CO masih berada di bawah Standar Baku

Mutu Udara Ambien yang ditetapkan oleh pemerintah melalui Peraturan Gubernur Sumatera Selatan No. 17 Tahun 2005 Tanggal 13 Mei 2005 tentang Baku Mutu Udara Ambien Dan Baku Tingkat Kebisingan Udara Ambien. Mutu udara Ambien adalah kadar zat, energi dan/atau komponen lain yang ada di udara bebas. Baku Mutu Udara Ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar udara yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Udara ambien adalah udara yang bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam


(55)

29

2005).

Anatomi Daun

Hasil pengamatan sayatan melintang daun Angsana menunjukkan respons yang berbeda pada tiap tanaman. Perbedaan ini merupakan reaksi tanaman dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis tanaman terhadap tekanan yang diberikan oleh lingkungan. Akan tetapi tidak terdapat kelainan struktur anatomi antara daun dibandingkan dengan kontrol.

Pada Gambar 7 terlihat bahwa terdapat kerusakan yang cukup parah secara anatomis pada daun yang terletak pada Stasiun A di Jalan H. Umar, Zona 1. Terutama pada jaringan epidermis yang terputus. Jaringan palisade terlihat tidak tersusun rapat jika dibandingkan dengan seluruh jaringan palisade di semua stasiun. Jaringan bunga karang juga tidak serapat seperti kontrol. Pada Stasiun B, khususnya pada jaringan bunga karang terlihat agak jarang jika dibandingkan dengan kontrol. Secara keseluruhan epidermis bawah tidak mengalami kerusakan.

Gambar 7. Sayatan melintang daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) di Stasiun A, Stasiun B, Stasiun C dan Kontrol pada Zona 1. Epidermis atas (Ep a); Palisade (Pa); Bunga karang (Bk); Epidermis bawah (Ep b). Perbesaran 200 kali.


(56)

30

pada epidermis bawah Stasiun B terdapat stomata sehingga tampak seperti mengalami putus jaringan. Jaringan palisade pada Stasiun C lebih tipis jika dibandingkan dengan keseluruhan stasiun pengamatan di Zona 2. Jaringan bunga karang pada Stasiun A, B, dan C terutama pada Stasiun B mengalami kerusakan jika dibandingkan dengan tanaman kontrol.

Gambar 8. Sayatan melintang daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) di Stasiun A, Stasiun B, Stasiun C dan Kontrol pada Zona 2. Epidermis atas (Ep a); Palisade (Pa); Bunga karang (Bk); Epidermis bawah (Ep b). Perbesaran 200 kali.

Gambar 9 secara umum menunjukkan bahwa secara anatomis jaringan – jaringan daun di Stasiun A, B, dan C jika dibandingkan dengan kontrol sudah lebih baik. Secara umum kerusakan jaringan tanaman tidak terdapat seperti pada Gambar 7 dan Gambar 8.

Pada Gambar 9, jaringan epidermis atas dan epidermis bawah tidak menunjukkan perbedaan antara seluruh stasiun pengamatan dengan kontrol. Jaringan palisade dan bunga karang di semua stasiun sudah menunjukkan kecenderungan lebih baik dibandingkan dengan zona pengamatan sebelumnya yaitu Zona 1 dan Zona 2.


(57)

31

Gambar 9. Sayatan melintang daun Angsana (Pterocarpus indicus Willd.) di Stasiun A, Stasiun B, Stasiun C dan Kontrol pada Zona 3. Epidermis atas (Ep a); Palisade (Pa); Bunga karang (Bk); Epidermis bawah (Ep b). Perbesaran 200 kali.

Pembahasan

Kandungan Klorofil dan Udara Ambien

Pada Stasiun yang berjarak radius 100 m dari pabrik PUSRI memiliki nilai klorofil paling rendah. Hal ini disebabkan karena Stasiun A merupakan daerah yang paling dekat dengan sumber emisi. Lokasi pengambilan contoh pada zona 1 terletak di batas luar pagar Green Barier pabrik PUSRI. Ini adalah lokasi yang khusus digunakan untuk pembuangan limbah gas dan kebisingan dari operasional pabrik. Selain itu arah angin yang bertiup ke arah Green Barier (arah barat daya PT. PUSRI) merupakan arah angin dominan per tahun. Sehingga tanaman – tanaman yang terletak di kawasan tersebut secara langsung terpapar oleh polutan emisi dari pabrik.

Pada Zona 2, kandungan klorofil pada Stasiun B lebih kecil dari pada Stasiun A dan C serta kontrol. Hal ini diduga daun yang diambil berumur lebih muda sehingga walaupun sudah menggunakan Bagan Warna Daun untuk mengendalikan sampel tetapi tidak menjamin bahwa umur daun seragam.


(58)

32

sepanjang tahun.

Pabrik PUSRI adalah pabrik pupuk yang memproduksi urea. Emisi spesifik dari pabrik PUSRI adalah amonia sehingga kandungan amonia secara kuantitatif lebih mendominasi di kawasan tersebut dibandingkan dengan polutan gas lainnya. Walaupun menurut aturan Pemerintah mengenai Baku Mutu kandungan amonia di udara ambien masih berada di bawah standar yang telah ditetapkan. Kebanyakan polutan mengurangi pertumbuhan tanaman melalui efek negatif yang ditimbulkan pada peristiwa fotosintesis.

Efek negatif dari polutan adalah pada laju asimilasi karbondioksida. Efek terbesar akibat polutan gas adalah perlukaan daun (nekrosis dan gugur daun). Klorofil sangat sensitif dan mudah terpengaruh pada saat terpapar oleh kondisi lingkungan dalam waktu tertentu pada kadar tertentu (Karliansyah 1999). Hubungan kadar klorofil dengan polutan gas berbanding terbalik dengan kandungan klorofil tanaman.

Disamping itu, masuknya polutan secara bersama – sama seiring membukanya stomata pada siang hari saat terjadinya fotosintesis diduga menyebabkan menurunnya laju reaksi fotosintesis. Ketika terjadi pembuangan gas – gas dari pabrik pada siang hari ketika reaksi fotosintesis maksimal maka stomata akan membuka maksimal sehingga memungkinkan masuknya gas – gas buangan ke dalam jaringan mesofil. Konsentrasi polutan di dalam jaringan daun terpengaruh langsung dari zat – zat buangan pabrik akibat pergerakan membuka dan menutupnya stomata. Hal ini berakibat terhadap proses pemasukan zat lain, yang dapat terakumulasi di dalam kloroplas (Koziol & Whatley 1984).

Daun Angsana mempunyai kapasitas asimilasi yang lebih tinggi dibanding tanaman jenis lainnya, sehingga mampu mengasimilasikan amonia yang masuk lebih banyak menjadi komponen N – organik. Berdasarkan Lukman (2006) beberapa tanaman yang berada di kawasan pabrik pupuk PT. PUSRI, Angsana memiliki kemampuan dalam menyerap amonia relatif lebih tinggi dibandingkan jenis tanaman lainnya seperti Ketapang, Bungur, Glodokan tiang, Mahoni dan Tanjung.


(59)

33

tumbuh yang normal) juga sebaliknya mengganggu keseimbangan fisiologis dalam tanaman, yaitu menurunkan viabilitas pohon, meningkatkan kepekaan terhadap cekaman lingkungan. Cekaman lingkungan berupa kekeringan, suhu rendah, dan serangan hama dan penyakit.

Di atmosfer, pencemaran dapat merugikan tumbuhan dalam beberapa cara. Kerusakan akibat pencemaran seringkali diklasifikasikan ke dalam akut, kronis atau tersembunyi. Pada kerusakan akut, kerusakan terjadi di bagian pinggir atau antar tulang dain yang dicirikan mula – mula oleh penampakan berkurangnya air, kemudian mengering dan memutih sampai berwarna gading pada kebanyakan spesies, tetapi pada beberapa spesies menjadi coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan ini disebabkan oleh penyerapan gas pencemar udara cukup untuk membunuh jaringan dalam waktu yang relatif cepat. Kerusakan kronik ditunjukkan dengan menguningnya daun yang berlanjut hingga memutih karena kebanyakan dari klorofil mengalami kerusakan. Kerusakan kronis disebabkan oleh penjerapan sejumlah gas penceemar yang tidak cukup untuk menyebabkan kerusakan akut atau dapat disebabkan oleh penyerapan sejumlah gas dalam konsentrasi subletal dalam periode waktu yang lama (Siregar 2005).

Metabolisme dan mekanisme penyerapan polutan gas oleh dimulai dari polutan gas yang memasuki tanaman melalui stomata, secara langsung merusak sel – sel fotosintetik pada daun. Khususnya amonia setelah masuk melalui stomata, akan larut dalam lapisan air permukaan sel mesofil membentuk ion amonium. Ion amonium ini selanjutnya dibawa ke dalam kloroplas yang kemudian akan diasimilasikan dalam sistem enzim glutamat sintetase/glutamat (GS/GOGAT). Asimilasi amonia akan diikuti oleh meningkatnya kandungan nitrogen organik. Nitrogen organik yang terbentuk dapat disimpan maupun langsung digunakan untuk membentuk biomassa tanaman. Sejumlah asam amino yang mempunyai perbandingan C/N yang rendah, seperti arginin dan juga komponen – komponen seluler lainnya yang mengandung nitrogen menjadi meningkat. Demikian juga enzim GS/GOGAT yang bertanggung jawab dalam


(60)

34

Gas NH3 yang merupakan komponen utama yang diemisikan ke udara

oleh pabrik pupuk PUSRI. Dalam kadar tertentu senyawa N dapat menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. Tetapi jika kadarnya sudah mendominasi dapat menyebabkan rusaknya proton – proton yang terdapat pada stroma kloroplas yang akan menyebabkan proses protonisasi pada peristiwa fotosistem terhambat. Hal ini mempengaruhi pembentukan klorofil. Pengaruh polutan terhadap tanaman ketika terpapar gas – gas buangan dari pabrik umumnya mengakibatkan perubahan baik secara fisik dan biokimia dalam struktur stroma kloroplas. Perubahan secara fisik seperti terjadinya pengentalan stroma (crystaline stroma), pembengkakkan kompartemen grana (swelling grana) hingga terjadi pecahnya struktur kloroplas (Koziol & Whatley 1984).

Selain itu, gas NOx merupakan salah satu komponen senyawa toksik yang

dihasilkan oleh pabrik pupuk yang keberadaannya dalam kuantitas tinggi akan mengurangi laju pertumbuhan tanaman. Dikarenakan Nitrogen Oksida yang berasal dari pabrik dalam bentuk Peroksi Asetil Nitrat (PAN) bila berhubungan dengan bahan – bahan seluler akan menyebabkan rendahnya jumlah gugus sulfidril. Sedangkan sulfidril sangat berperan dalam proses metabolisme tanaman, misalnya sintesis klorofil (Koziol & Whatley 1984). Dinamika atmosfer merupakan faktor utama yang menyebabkan tersebarnya pencemar udara setelah diemisikan dari sumbernya (Soedomo 2001).

Dikatakan pula bahwa organ dalam daun yang paling peka terhadap SO2

adalah jaringan mesofil tempat terdapatnya kloroplas dalam jumlah besar akan terganggu. Harrison (1992) melaporkan bahwa ketika tanaman terpapar SO2,

membran tilakoid kloroplas menjadi lebih sensitif terhadap keberadaan senyawa tersebut berupa pembengkakkan pada struktur thilakoid ini sehingga menyebabkan penangkapan cahaya oleh membran thilakoid menjadi terganggu.

Sulfur Dioksida (SO2) dan nitrogen oksida (NOx) keduanya dihasilkan

melalui pembakaran. Akan tetapi sekitar 50% SO2 yang ada di atmosfer diseluruh

dunia terjadi secara alami, misalnya dari letusan gunung berapi maupun kebakaran hutan secara alami. Sedangkan 50% lainnya berasal dari kegiatan manusia,


(61)

35

belerang dioksida (SO2) dan lepas di udara. Oksida belerang itu selanjutnya

berubah menjadi asam sulfat. Komposisi oksida belerang di atmosfer dapat menyebabkan kerusakan akut dan atau kerusakan kronis. Kerusakan akut terjadi jika konsentrasi SO2 tinggi di udara ambien terjadi dalam waktu yang lama,

menimbulkan beberapa gejala pada beberapa bagian daun menjadi kering dan mati biasanya daun memucat. Jika kontak dengan SO2 dengan konsentrasi rendah

dalam waktu yang lama akan menyebabkan kerusakan kronis tanaman ditandai dengan menguningnya warna daun karena terhambatnya mekanisme pembentukan klorofil (Siregar 2005).

Efek yang membahayakan dari CO umumnya lebih ditekankan kepada manusia. Hingga saat ini pengaruh CO terhadap tanaman dan material belum terbukti (Soedomo 2001).

Anatomi Daun

Pada bagian anatomis daun yang diamati adalah jaringan epidermis atas dan bawah dan jaringan mesofil. Jaringan epidermis adalah jaringan yang dilapisi oleh lapisan kutikula atau lapisan lilin terdapat stomata, klorofil seringkali dijumpai hanya saja jumlahnya sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Sel epidermis yang normal tampak lebih kompak dan padat jika dibandingkan dengan jaringan epidermis daun yang berada di daerah yang terpolusi.

Jaringan mesofil banyak mengandung kloroplas dan ruang antar sel. Jaringan mesofil terbagi menjadi jaringan tiang (palisade) dan jaringan spons (bunga karang). Jaringan tiang pada tanaman normal lebih kompak dari pada jaringan spons yang memiliki ruang antar sel yang luas. Secara alami jaringan tiang yang memiliki karakteristik tegak lurus terhadap permukaan helai daun keberadaannya lebih rapat dengan sisi panjang sel yang saling terpisah sehingga memungkinkan udara di dalam ruang antar sel tetap mencapai sisi panjang. Kloroplas pada sitoplasma melekat di tepi dinding sel. Hal itu mengakibatkan proses fotosintesis dapat berlangsung efisien.


(1)

Lampiran 4. Pabrik pupuk urea PT. PUSRI Palembang

Menara Prilling*PT. PUSRI

Beberapa menara Prilling pabrik PUSRI

Keterangan :

* menara penghasil pupuk pril (pupuk Kristal) urea juga merupakan cerobong emisi pabrik.


(2)

49


(3)

(4)

53

Lampiran 8. Analisis sidik ragam

(1) Analisis sidik ragam untuk kandungan klorofil angsana

SK db JK KT F F0,05 F0,01

Zona 3 495,5943 165,1981 39,7483** 4,757 9,780

Galat 6 24,9367 4,1561

Total 9 520,531

Keterangan :

** menunjukkan berbeda sangat nyata pada tingkat kepercayaan 99 %.

(2) Analisis sidik ragam untuk persentase kerusakan jaringan mesofil angsana

SK db JK KT F F0,05 F0,01

Zona 3 288,17 96,056 11,869** 4,757 9,780

Galat 6 48,56 8,093

Total 9 336,73

Keterangan :


(5)

Lampiran 7. Hasil kandungan klorofil dengan pembacaan alat klorofil meter/SPAD meter

1. Lokasi Zona A : Stasiun 1 (Jl. H. Umar)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 37,7 40,9 33,6

2 Tengah daun 38,2 41,8 42,3

3 Ujung daun 37,6 38,0 32,9

Rata - rata 37,8 40,2 36,3

2. Lokasi Zona B : Stasiun 1 (Jl. Keramat Sabokingking)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 41,3 44,5 40,3

2 Tengah daun 46 42,7 44,1

3 Ujung daun 48,8 46 42,3

Rata - rata 45,4 44,4 42,2

3. Lokasi Zona C : Stasiun 1 (Jl. RE. Martadinata - Flexi)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 54,9 53,4 60,5

2 Tengah daun 55,8 51,2 57,8

3 Ujung daun 50,2 52,1 54,5

Rata - rata 53,6 52,2 57,6

4. Lokasi Zona A : Stasiun 2 (Sekolah YSPP PUSRI)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 48 47,6 40.1

2 Tengah daun 48,6 46 40

3 Ujung daun 52,4 49,1 40.4

Rata - rata 49,7 47,6 40,2

5. Lokasi Zona B : Stasiun 2 (Kompleks Taman Puri Indah)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 42 49,7 39,8

2 Tengah daun 47,7 46,8 37,2

3 Ujung daun 45,9 42,7 45,1


(6)

52

6. Lokasi Zona C : Stasiun 2 (Kompleks PHDM XII)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 55,4 51,3 56,7

2 Tengah daun 57 55,6 57,5

3 Ujung daun 57 51,4 51,3

Rata - rata 56,5 52,8 55,2

7. Lokasi Zona A : Stasiun 3 (Jl. Mahoni Kompleks PUSRI)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 48,7 48,6 41,2

2 Tengah daun 30,9 45,1 42,3

3 Ujung daun 34,8 43,7 43,1

Rata - rata 38,1 45,9 42,2

8. Lokasi Zona B : Stasiun 3 (Jl. Sei Selayur-Akses Jalan Intirub) Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 44,1 42,1 47,3

2 Tengah daun 49 48,2 42,3

3 Ujung daun 49,7 47,9 51,5

Rata - rata 47,5 48,9 50,9

9. Lokasi Zona C : Stasiun 3 (Sei Selayur – Mata Merah)

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 57,6 51,3 56,1

2 Tengah daun 56,4 54,6 51.1

3 Ujung daun 54,8 55,1 49,1

Rata - rata 56,3 53,7 52,3

10. Lokasi kontrol : Hutan Wisata Punti Kayu

Kandungan klorofil (unit SPAD)

No Titik

pembacaan Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

1 Pangkal daun 53,6 51,3 51,8

2 Tengah daun 58,7 50,9 50,1

3 Ujung daun 60,1 60,1 56,7