Kandungan Timbal (Pb) dan pengaruhnya dalam jaringan daun angsana (Pterocarpus indicus) di kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(1)

KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DAN PENGARUHNYA

DALAM JARINGAN DAUN ANGSANA (Pterocarpus

indicus) DI KAMPUS I UNIVERSITAS ISLAM

NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

ERA AGUSTIANA

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DAN PENGARUHNYA DALAM

JARINGAN DAUN ANGSANA (

Pterocarpus indicus

) DI

KAMPUS I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

ERA AGUSTIANA

103095029760

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

ميحرلا نمحرلا لا مسب

'Demi (angin) yang menerbangkan debu, dan awan yang mengandung (hujan)' (Q.s. Az-Zariyat [51] : 1-2)

'Dan langit telah ditinggikan-Nya dan Dia ciptakan keseimbangan, agar kamu jangan merusak keseimbangan itu. Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan

adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu. Dan bumi dibentangkan-Nya untuk makhluk(-Nya), di dalamnya ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang, dan biji-bijian yang berkulit dan bunga-bunga yang harum baunya. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah

yang kamu dustakan?' (Q.s Ar-Rahman [55] : 7-13)

Teruntuk Mama dan Papa Yang tak pernah letih berjuang, Yang telah memberikan segalanya untukku, “ You are my inspiration”


(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi berjudul ”Kandungan Timbal (Pb) dan Pengaruhnya Dalam Jaringan Daun

Angsana (Pterocarpus indicus) di Kampus I Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta” yang ditulis oleh Era Agustiana, NIM 103095029760

telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam Munaqasyah Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23

Desember 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Program Studi Biologi.

Menyetujui Penguji 1,

Megga R. Pikoli, M. Si NIP. 150 321 587

Penguji 2,

Priyanti, M.Si NIP. 132 283 153

Pembimbing 1,

DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 150 375 182

Pembimbing 2,

Deni Zulfiana, M.Si NIP. 320 008 236

Mengetahui

Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP. 150 317 956

Ketua Program Studi Biologi

DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. NIP. 150 375 182


(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN KEASLIAN SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, 23 Desember 2008

Era Agustiana NIM. 103095029760


(6)

ABSTRAK

ERA AGUSTIANA. Kandungan Timbal (Pb) di Dalam Jaringan Daun Angsana (Pterocarpus Indicus) di Kampus I Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Program Studi Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peningkatan jumlah kendaraan bermotor diduga menyebabkan penurunan kualitas udara akibat bahan pencemar emisi gas buang, salah satunya adalah Timbal (Pb). Penelitian kandugan logam Pb dan pengaruhnya dalam jaringan daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta telah dilakukan pada bulan Mei-September 2007 dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrum (AAS). Sampel diambil dengan menggunakan metode point sample pada 3 titik : dekat gerbang keluar Kampus I UIN Jakarta, di antara gedung FITK dan Student Center, dan di depan Perpustakaan Utama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar Pb dalam jaringan daun Angsana pada masing-masing titik sampel bervariasi dengan kisaran kadar 3,8-7,2 ppm/gram, sedangkan kadar normal Pb pada tanaman antara 0,5-3,0 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa kadar Pb di daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta sudah melampaui kadar normal. Tidak ada hubungan antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb pada pagi hari (r = 0,176) dan sore hari (r = 0,350). Hal ini dikarenakan penelitian dilakukan pada saat libur sehingga jumlah kendaraan yang melewati setiap titik sampel tidak banyak. Tidak ada hubungan antara kadar Pb dengan kandungan klorofil pada pagi hari (r = -535) dan sore hari (r = -250). Ini berarti kadar Pb yang ada di daun Angsana belum mempengaruhi kandungan klorofil. Stomata daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta masih bagus hanya terdapat spot kekuningan pada lapisan epidermis di beberapa daun.


(7)

ABSTRACT

ERA AGUSTIANA. Lead (Pb) Content and The Influence in Angsana

(Pterocarpus indicus) Leaf's Tissue in Campus I Islamic State University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. Biology Departement. Sains and Technology Faculty. Islamic State University (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

The rising amount of vehicles guessing make descent of air quality because emission of gas, one of them is Lead (Pb). Study about Pb content and the influence in Angsana leaf's tissue in Campus I UIN Jakarta has done on May-September 2007 with Atomic Absorption Spectrum (AAS) assay. Sampling method used point sample with 3 points : near from exit gate, between FITK building and Student Center and in front of Primary Library. The result showed that Pb content in Angsana leaf's tissue in each point samples have variation about 3,8-7,2 ppm/gram, whereas normally Pb content in plants about 0,5-3,0 ppm. It is indicate that Pb content in Angsana leaf in Campus I UIN Jakarta already out of threshold. There is no relation between amount of vehicles and Pb content in the morning (r = 0,176) and in the afternoon (r = 0,350). It is because the study was doing on vacation so amount of vehicles that passed in each point samples not much. There is no relation between Pb content and chlorophyll content in the morning (r = -0,535) and in the afternoon (r = - 0,250). It means Pb content on Angsana's leaf not yet influence the chlorophyll content. Angsana's stomata in Campus I UIN Jakarta still in good condition and it just has a yellow spot on epidermal in some leaf.


(8)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmaanirrohim.

Segala puja dan puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam. Bumi, langit dan seisinya selalu mengagungkan Nya. Sembah sujud atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayahnya Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul KANDUNGAN TIMBAL (Pb) DAN PENGARUHNYA DALAM JARINGAN DAUN ANGSANA (Pterocarpus indicus) DI KAMPUS I UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA. Shalawat dan salam tak lupa penulis ucapkan semoga senantiasa terlimpah kepada pemimpin sejati Muhammad SAW.

Penulis mengakui bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan

tanpa bantuan dan bimbingan serta semangat dari orang tua tercinta dan berbagai

pihak. Pada kesempatan inilah penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Mama dan Papa atas semua kesabaran, doa, cinta dan kasih sayang.

2. DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. selaku pembimbing 1 dan

Ketua Jurusan Program Studi Biologi, serta Deni Zulfiana, M.Si selaku

pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya dan dengan penuh

kesabaran membimbing penulis, serta memberikan motivasi dan saran

dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Laboran Biologi di Laboratorium UIN Terpadu, Mbak Ida, Mbak Dian dan

Mbak Puji atas bantuannya selama di lab.

5. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si selaku pembimbing akademik dan penguji


(9)

6. Ir. Etyn Yunita, M.Si dan Dasumiati, M.Si selaku penguji seminar

proposal dan seminar hasil, serta seluruh Dosen Program Studi Biologi

atas pelajaran yang selama ini diberikan.

7. Pak Hendra dan Pak Lutfi yang telah membantu dalam urusan

administrasi.

8. Bapak Satpam kampus UIN yang telah memberikan ijin untuk

pengambilan sampel daun.

9. Eri, Erma, Kak Eris, Kak Dwi dan David yang telah memberikan canda,

tawa dan dukungan.

10. Om Izza dan Tante Tanti yang telah membantu dalam penyelesaian

skripsi.

11. Hj. Zubaedah dan Hj. Rosi’ah atas doanya.

12. Keluarga besar yang telah memberikan perhatian dan dukungan.

13. Kak Badrul Ainuddin, S.Si atas semua bantuan yang sudah diberikan,

semoga apa yang diharapkan menjadi kenyataan.

14. Khoirul Hidayah, S.Si, atas bantuannya.

15. Sahabat-sahabat terkasih Usmaul Khasanah, Wiladiah Fajarini, S.Si.,

Nurhikmawati, S.Si., Yeni Lisnawati, dan Suci Fajarwati atas

kebersamaan yang tak terlupakan.

16. Ahmad Danial, S.Si, yang telah membantu pada saat sidang munaqosah,

Syaiful Bahri, S.Si, Fery Azis Wijaya, S.Si, Mardiansyah, S.Si., Deden J.

Sutisna, S.Si., Adang, Efrilia Nurjana, Nova Kurniawan, dan Suhartono

Amrullah, atas semangat yang telah diberikan serta semua teman-teman

Biologi, khususnya angkatan 2003 kebersamaan itu sangat dinanti


(10)

17. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

Hanya doa yang dapat penulis panjatkan kepada Allah AWT, semoga

semua pihak yang telah membantu penulis atas penyelesaian skripsi ini dapat

diberikan balasan dan pahala yang berlipat ganda oleh Allah AWT. Amin.

Jakarta, Desember 2008


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Rumusan Masalah ... 1.3. Hipotesis ... 1.4. Tujuan Penelitian ... 1.5. Manfaat Penelitian ...

1 2 2 3 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Udara ... 2.2. Logam Timbal ... 2.3. Sumber Polusi yang Mengandung Pb ... 2.4. Pigmen Klorofil ... 2.5. Stomata ... 2.6. Dampak Pencemaran Pb terhadap Tanaman ... 2.7. Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) ...

4 8 10 11 13 15 19

BAB III METODOLOGI

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 3.2. Bahan dan Alat ... 3.2.1. Bahan ... 3.2.2. Alat ... 3.3. Cara Kerja ... 3.3.1. Teknik Sampling ... 3.3.2. Pengukuran Kadar Pb di dalam Jaringan

Daun Angsana ... 3.3.3 Pengamatan Bentuk Kerusakan Epidermis

22 22 22 22 22 22 23


(12)

dan Stomata Daun Angsana ... 3.3.4 Pengukuran Kandungan Klorofil Daun

Tanaman ... 3.4. Analisis Data ...

24

24 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar Pb pada Daun Angsana ... 4.2. Jumlah Kendaraan pada tiap-tiap Titik

Sampling ... 4.3. Korelasi Jumlah Kendaraan dan Kadar Pb dalam

Daun Angsana ... 4.4. Kandungan Klorofil pada Daun Angsana ... 4.5. Korelasi Kadar Pb dan Kandungan Klorofil pada Daun Angsana ... 4.6. Pengaruh Pb Terhadap Stomata dan Epidermis

Daun Angsana ...

26

29

30 30

31

32

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan ... 5.2. Saran ...

38 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 42


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kadar Pb di Tiap-tiap Titik Sampling ... 42 Tabel 2. Jumlah Kendaraan di Tiap-tiap Titik Sampling ... 42 Tabel 3. Kandungan Klorofil di Tiap-tiap Titik Sampling ... 43 Tabel 4. Perhitungan Korelasi antara Jumlah Kendaraan

dengan kadar Pb pada Pagi ... 44 Tabel 5. Perhitungan Korelasi antara Jumlah Kendaraan

dengan Kadar Pb pada Sore ... 45 Tabel 6. Perhitungan Korelasi antara kadar Pb dengan

Kandungan Klorofil pada Pagi ... 46 Tabel 7. Perhitungan Korelasi antara kadar Pb dengan

Kandungan Klorofil pada Sore ... 47 Tabel 8. Perhitungan Paired Sample Test untuk Kadar Pb Pagi

dan Sore Hari ... 48 Tabel 9. Perhitungan Paired Sample Test untuk Kandungan

Klorofil Pagi dan Sore Hari ... 49 Tabel 10. Perhitungan Paired Sample Test untuk Jumlah

Kendaraan Pagi dan Sore Hari ... 50 Tabel 11. Foto Stomata di Tiap-tiap Titik Sampling ... 51


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Klorofil a ... 13

Gambar 2. Struktur Stomata pada Daun ... 14

Gambar 3. Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus) ... 20

Gambar 4. Kadar Pb pada Daun Angsana ... 26

Gambar 5. Jumlah Kendaraan pada tiap-tiap Titik Sampling ... 29

Gambar 6. Kandungan Klorofil Pada Daun Angsana ... 31

Gambar 7. Foto Stomata Perbesaran 400X. Kontrol dan Stomata titik Sampling 1 yang diambil pada pagi Hari ... 34

Gambar 8. Diagram Skema Akumulasi Partikel Timbal di dalam Jaringan Daun ... 35

Gambar 9. Daun Angsana Kontrol dan Titik Sampling 1 ... 36

Gambar 10. Daun Angsana Titik Sampling 2 dan Titik Sampling 3 ... 36


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Tabel Kadar Pb, Jumlah Kendaraan dan Kandungan

Klorofil ... 42 Lampiran 2. Uji Korelasi antara Jumlah Kendaraan dengan Kadar

Pb pada Pagi Hari ... 44 Lampiran 3. Uji Korelasi antara Jumlah Kendaraan dengan Kadar

Pb pada Sore Hari ... 45 Lampiran 4. Uji Korelasi antara Kadar Pb dengan Kandungan

Klorofil pada Pagi Hari ... 46 Lampiran 5. Uji Korelasi antara Kadar Pb dengan Kandungan

Klorofil pada Sore Hari ... 47 Lampiran 6. Paired Sample Test untuk Kadar Pb Pagi dan Sore

Hari ... 48 Lampiran 7. Paired Sample Test untuk Kandungan Klorofil Pagi

dan Sore Hari ... 49 Lampiran 8. Paired Sample Test untuk Jumlah Kendaraan Pagi

dan Sore Hari ... 50 Lampiran 9. Foto Stomata ... 51


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berubahnya Institut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menyebabkan jumlah mahasiswa

dan civitas akademia bertambah yang diikuti oleh peningkatan jumlah kendaraan

bermotor. Pertambahan jumlah kendaraan bermotor tersebut diduga menimbulkan

dampak negatif, salah satunya adalah penurunan kualitas udara akibat bahan

pencemar emisi gas buang yang berasal dari pembakaran mesin kendaraan

bermotor.

Kendaraan bermotor sebagai salah satu produk teknologi dalam

operasionalnya memerlukan bahan bakar minyak bumi. Zat kimia yang terdapat

dalam bahan bakar minyak bumi antara lain Timbal (Pb), Nitrogen Oksida (NOx), Karbon monoksida (CO), Karbon dioksida (CO2), dan Sulfur dioksida (SOx). Logam Pb merupakan salah satu emisi gas buang di udara yang dihasilkan akibat

aktivitas pembakaran bahan bakar minyak bumi oleh kendaraan bermotor.

Senyawa ini termasuk jenis logam berat yang sangat berbahaya bagi tanaman dan

juga bagi manusia (Supriatno dkk, 1998).

Tanaman terutama pepohonan dapat menyerap polutan secara efektif,

asalkan tingkat polusi tersebut tidak sedemikian tinggi sehingga dapat merusak

atau bahkan mematikannya (Udayana, 2004). Lebih lanjut, Karliansyah (1999)

menyatakan tanaman efektif sebagai akumulator pencemar udara. Namun,

seringkali hal ini tidak tampak nyata pada tampilannya. Oleh karena itu, deteksi

dapat dilakukan melalui pengamatan anatomis, reaksi fisiologis, biokimia, atau


(17)

di udara, dapat dilakukan dengan menganalisa daun tanaman. Atas dasar

pemikiran tersebut, maka akan dilakukan analisa mengenai kadar Pb yang ada di

daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta dan pengaruhnya terhadap klorofil,

stomata serta epidermis daun Angsana.

1.2 Rumusan Masalah

Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kampus I UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta menyebabkan penurunan kualitas udara akibat dari gas

buang kendaraan bermotor. Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian

ini adalah :

1. Berapa kadar Pb yang terdapat di dalam jaringan daun Angsana di

Kampus I UIN Jakarta?

2. Bagaimanakah pengaruh Pb terhadap klorofil daun Angsana dan pengaruh

Pb terhadap stomata dan jaringan epidermis daun Angsana di Kampus I

UIN Jakarta?

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Semakin banyak kendaraan bermotor maka semakin tinggi kadar Pb yang

berada di dalam jaringan daun Angsana.

2. Semakin tinggi kadar Pb dalam jaringan daun, maka jumlah kandungan

klorofil di daun Angsana akan sedikit.dan akan berpengaruh terhadap


(18)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui kadar Pb yang terdapat di dalam jaringan daun Angsana

di Kampus I UIN Jakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh Pb terhadap klorofil pada daun Angsana dan

pengaruh Pb terhadap stomata dan jaringan epidermis daun Angsana di

Kampus I UIN Jakarta

1.5 Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat :

1. Memberikan informasi tentang kualitas udara di Kampus I UIN Jakarta.

2. Memberikan informasi tentang efek fisiologis akibat pencemaran Pb


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Udara

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

1999 (1999), yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah masuk atau

dimasukkannya zat, energi dan atau komponen lain ke udara ambien oleh kegiatan

manusia sehingga kualitas udara ambien turun hingga ke tingkat tertentu yang

menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Polusi udara adalah

istilah yang luas yang digunakan untuk segala pengotoran partikel, kimia, dan

biologi yang memodifikasi karakteristik alam dari atmosfir bumi. Beberapa

gangguan fisik seperti polusi suara, panas radiasi, atau polusi cahaya dianggap

sebagai polusi udara (Polusi Udara, 2003).

Menurut Siregar (2005), ada dua bentuk emisi dari dua unsur atau senyawa

pencemar udara, yaitu:

1. Pencemar udara primer (Primary Air Pollution), yaitu emisi unsur-unsur

pencemar udara langsung ke atmosfer dari sumber-sumber diam (pabrik)

maupun bergerak (kendaraan). Biasanya pencemar udara primer ini

mempunyai waktu paruh di atmosfer yang tinggi pula, misalnya CO, CO2, NO2, SO2, CFC, Cl2, dan lain sebagainya.

2. Pencemar udara sekunder (Secondary Air Pollution), yaitu emisi pencemar

udara dari hasil proses fisik kimia di atmosfer dalam bentuk fotokimia

(photochemistry) yang umumnya bersifat reaktif dan mengalami transformasi

fisik-kimia menjadi unsur atau senyawa. Bentuknya pun berbeda dari saat

diemisikan hingga setelah ada di atmosfer, misalnya ozon (O3), aldehida, hujan asam, dan lain sebagainya.


(20)

Lebih lanjut Siregar (2005) menyatakan bahwa berdasarkan sebaran ruang,

sumber pencemar udara dapat dikelompokkan menjadi sumber titik, sumber

wilayah, dan sumber garis. Menurut sumber pencemarannya, emisi pencemar

udara dapat dibedakan menjadi sumber diam yaitu berupa kegiatan industri dan

rumah tangga, dan sumber bergerak yaitu berupa kendaraan bermotor yang

berkaitan dengan transportasi.

Berdasarkan penelitian Indriasari (2007), kadar Pb per meter kubik udara

di Jakarta pada tahun 2003 sebanyak 0,02 miligram per desiliter. Angka itu

memang tergolong lebih kecil dibandingkan dengan standar internasional yang

menetapkan 2 gram per desiliter. Hal ini terjadi karena sejak tahun 2001, Jakarta

sudah menggunakan bensin tanpa Pb. Pencemaran Pb paling besar memang

berada di udara, yaitu sebesar 85%. Pencemaran itu paling banyak dihasilkan oleh

emisi gas buang kendaraan yang belum bebas Pb. Jumlah Pb di udara dipengaruhi

oleh volume atau kepadatan lalu lintas, jarak dari jalan raya dan daerah industri,

percepatan mesin dan arah angin dan tingginya kadar Pb pada tumbuhan juga

dipengaruhi oleh sedimentasi (Siregar, 2005).

Salah satu cara pemantauan pencemaran udara adalah dengan

menggunakan tanaman sebagai bioindikator. Kemampuan masing-masing

tanaman untuk menyesuaikan diri berbeda-beda, sehingga menyebabkan adanya

tingkat kepekaan, yaitu sangat peka, peka dan kurang peka (resisten). Berdasarkan

penelitian Udayana (2004), tingkat toleransi tanaman terhadap zat pencemar udara

terbagi atas empat, yaitu tanaman yang toleran contohnya kihujan (Samanea

saman), dan dadap merah (Erythrina crista-galli), tanaman yang cukup toleran

contohnya akasia (Acacia auriculiformis) dan bintaro (Carbera manghas),

tanaman yang toleran sedang contohnya angsana (Pterocarpusindicus), glodogan


(21)

orellana), cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan cemara norfolk (Araucaria

heterophyla) dan tanaman yang sensitif contohnya asam londo (Pithecellobium

dulce), mahoni (Swietenia macrophylla), sengon (Paraserianthes falcataria) dan

tanjung (Mimusops elengi). Penelitian Agustini (1994), menyatakan bahwa

tanaman Angsana termasuk ke dalam tanaman yang resisten terhadap pencemaran

udara. Oleh karena itu, tanaman merupakan bioindikator yang baik dan daun

adalah bagian tumbuhan yang paling peka terhadap pencemar (Karliansyah,

1999).

Berdasarkan penelitian Sirnamala, (2005) menunjukkan tingkat

pencemaran kandungan Pb yang banyak terakumulasi yaitu pada daun Mahoni

(Swietenia mahagoni), Angsana (Pterocarpus indicus) dan Glodogan (Polyalthia

longifolia), sedang untuk tumbuhan jalur hijau yang paling banyak

mengakumulasi Pb pada kulit batangnya adalah Angsana kemudian Mahoni dan

Glodogan, untuk jumlah stomata yang paling banyak dan paling efektif untuk

taman kota sebagai tanaman jalur hijau adalah dari pohon suku Leguminoceae.

Tanaman sebagai elemen lansekap jalan memiliki potensi dan peran

penting sebagai penyerap dan penjerap polutan udara. Tanaman mempunyai

fungsi morfologis, seperti bentuk daun, ketebalan daun, jumlah stomata,

keberadaan trikoma dan sebagainya yang menunjang potensi penyerapan polutan

udara. Proses penyerapan gas oleh tanaman terjadi terutama pada daun. Sebagian

besar pertukaran gas di dalam daun terjadi melalui stomata (Nugrahani, 2005).

Menurut Kementerian Lingkungan Hidup (2004), penyusunan jalur hijau

jalan memiliki beberapa fungsi yaitu :

1. Fungsi perlindungan, yaitu perlindungan bagi pengguna jalan terhadap panas


(22)

2. Fungsi pembersih udara di mana tanaman dapat menjadi penyerap polutan

udara baik yang berupa debu atau partikel dan yang berupa gas berbahaya bagi

manusia.

3. Fungsi konservasi tanah, air dan tempat bagi kehidupan satwa.

4. Fungsi produksi, yang berupa hasil kayu, bunga, daun, buah dan akar yang

dapat bermanfaat bagi manusia.

5. Fungsi estetika, di mana elemen tanaman di sepanjang jalan harus dapat

memberi kompensasi keindahan dan kenyamanan terhadap lingkungan sekitar

jalan.

Tanaman mampu menurunkan konsentrasi partikel Pb yang melayang di

udara. Hal ini disebabkan karena pepohonan dapat meningkatkan turbulensi aliran

udara (angin) (Dahlan, 1989). Lebih lanjut, Karliansyah (1997) menyatakan

bahwa tanaman efektif sebagai akumulator partikel pencemar udara. Tanaman

yang digunakan sebagai indikator pencemaran udara dapat memperlihatkan

adanya pencemar di dalam jaringannya. Pencemar tersebut akan melekat pada

daun tanaman atau tersimpan di daun. Partikel-partikel yang terakumulasi di atas

permukaan daun menyebar heterogen, baik antara satu daun dengan daun lainnya

yang berdampingan maupun pada daun itu sendiri (Dahlan, 1989).

Karliansyah (1997) menyebutkan bahwa daun merupakan bagian yang

peka terhadap pencemar. Antara jaringan yang ada di dalam tubuh tanaman, daun

merupakan bagian yang paling kaya akan unsur-unsur kimia, dengan demikian

kemungkinan akumulasi partikel Pb di dalam jaringan daun lebih besar (Rahayu,

1995). Partikel Pb dari udara akan menempel pada permukaan daun dan dapat

masuk ke dalam jaringan daun melalui mekanisme penyerapan pasif melewati

celah stomata dan selanjutnya terakumulasi di dalamnya. Diameter rata-rata


(23)

μm dengan lebar 2-7 μm, sehingga menyebabkan partikel tersebut mudah masuk

melewati stomata (Rangkuti, 2003).

2.2 Logam Timbal

Campuran timbal (Pb) banyak digunakan untuk keperluan industri dan

rumah tangga. Sejalan dengan kemajuan industri, transportasi dan lainnya, maka

produk dan penggunaan Pb meningkat pesat. Akan tetapi, kepentingan ekonomi

dari Pb dan beberapa senyawanya telah memberi efek fisiologis yang merugikan

bagi manusia, hewan dan tumbuhan (Supriatno, dkk., 1998).

Logam Pb merupakan logam yang sangat beracun dan tidak dapat

dimusnahkan serta tidak dapat terurai menjadi zat lain dan bila terakumulasi

dalam tanah akan bertahan relatif lama. Oleh karena itu, Pb yang terlepas ke

lingkungan akan menjadi ancaman bagi makhluk hidup (Sunu,2001).

Menurut Sunu (2001), Pb banyak digunakan untuk berbagai keperluan

dikarenakan Pb mempunyai sifat-sifat antara lain :

1. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai

bentuk.

2. Mempunyai titik cair rendah sehingga bila digunakan dalam bentuk cair

dibutuhkan teknik yang cukup sederhana.

3. Membentuk alloy dengan logam lainnya, sehingga dapat menghasilkan

sifat logam yang berbeda.

4. Mempunyai kerapatan lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya,

kecuali merkuri dan emas.

5. Merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi atau karat,


(24)

Sifat-sifat tersebut menyebabkan penggunaan Pb semakin meningkat.

Peningkatan jumlah penduduk juga meningkatkan penggunaan Pb. Pengunaan Pb

terbesar adalah dalam industri baterai kendaraan bermotor (accu). Logam Pb

juga digunakan pada bensin untuk kendaraan bermotor, cat dan pestisida dan juga

pada industri keramik, produk mainan dan lain sebagainya.

Unsur Pb merupakan unsur yang tidak esensial bagi tanaman dan kadar Pb

dalam berbagai jenis tanaman secara normal berkisar antara 0,5-3,0 ppm (Siregar,

2005). Lebih lanjut, Siregar (2005) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi

kadar Pb di dalam tanaman yaitu jangka waktu tanaman kontak dengan Pb, kadar

Pb dalam tanah, morfologi dan fisiologi tanaman, umur tanaman dan faktor yang

mempengaruhi areal seperti banyaknya tanaman penutup serta jenis tanaman di

sekeliling tanaman tersebut. Kemampuan menerima dan mentranslokasikan logam

berat ke berbagai tanaman akan berbeda untuk setiap jenis tanaman, bahkan

untuk setiap spesies yang sama tetapi tanamannya berbeda akan menunjukkan

variasi kadar logam berat yang cukup besar (Ariestanti, 2002).

2.3 Sumber Polusi yang Mengandung Pb

Jumlah Pb yang ada di udara mengalami peningkatan yang sangat drastis

sejak dimulainya revolusi industri di benua Eropa. Sekarang ini, polusi Pb yang

terbesar berasal dari pembakaran bensin, di mana dihasilkan berbagai komponen

Pb, terutama PbBrCl (Bromochloroplumbum) dan PbBrCl.2PbO. Emisi Pb masuk

ke dalam lapisan atmosfer bumi dapat berbentuk gas dan partikel. Emisi Pb yang

masuk dalam bentuk gas berasal dari buangan gas kendaraan bermotor. Emisi

tersebut merupakan hasil samping pembakaran yang terjadi dalam mesin-mesin

kendaraan. Emisi berasal dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb yang


(25)

anti-ketukan pada mesin-mesin kendaraan. Musnahnya Pb dalam peristiwa

pembakaran pada mesin menyebabkan jumlah Pb yang dibuang ke udara melalui

asap buangan kendaraan menjadi sangat tinggi (Fardiaz, 1992). Logam Pb yang

secara kuat tertinggal dalam bahan organik tanah mempunyai laju daur ulang

beberapa ribu tahun (Connel, 1985).

Senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dapat diserap oleh kulit. Hal ini

disebabkan kedua senyawa tersebut dapat larut dalam minyak dan lemak. Di udara

tetraetil-Pb terurai dengan cepat karena adanya sinar matahari. Tetraetil-Pb akan

terurai membentuk trietil-Pb, dietil-Pb, dan monoetil-Pb. Semua senyawa turunan

ini dapat larut dengan air, tetapi sulit larut dalam minyak. Senyawa Pb dalam

keadaan kering (partikel) dapat terdispersi di dalam udara sehingga kemudian

terhirup pada saat bernafas dan sebagian akan menumpuk di kulit. Pemaparan

dalam jangka waktu lama akan menyebabkan gangguan kesehatan antara lain

(Damanik, 2004) :

1. Bronchitis, emphysema, dan kanker paru-paru.

2. Mempengaruhi fungsi kognitif, kemampuan belajar, mempengaruhi

perilaku dan intelejensia.

3. Keguguran kandungan dan kerusakan sistem reproduksi pria.

4. Dapat menimbulkan anemia dan bagi wanita hamil yang terpapar Pb akan

mempengaruhi anak yang disusuinya dan terakumulasi dalam ASI.

5. Merusak fungsi organ tubuh seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi.

Kadar Pb di udara dipengaruhi oleh beberapa faktor (Sirnamala, 2005),

antara lain :

1. Parameter sumber emisi, yaitu massa dan konsentrasi emisi Pb per unit

waktu dari Pb yang diemisikan, suhu partikel Pb, kecepatan dan cara emisi


(26)

2. Parameter meterologi, seperti kecepatan dan arah angin, suhu udara

ambien, derajat turbulensi dan kelembaban.

3. Jarak vegetasi terhadap sumber emisi.

4. Topografi lokal seperti adanya gedung dan pepohonan, lereng dan lembah

yang mempengaruhi turbulensi udara dan dispersi aerodinamis.

Lebih lanjut, Sirnamala (2005) menyatakan bahwa tinggi rendahnya

konsentrasi Pb di atmosfir dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kecepatan

angin, hujan, gedung-gedung tinggi, jalan raya yang sempit dan kemacetan lalu

lintas.

2.4 Pigmen Klorofil

Proses fotosintesis adalah mengubah CO2 dan H2O menjadi karbohidrat dan materi lain, dimana fotosintesis membutuhkan klorofil Klorofil sebagai

pigmen hijau daun yang berfungsi sebagai penyerap cahaya dalam kegiatan

fotosintesis dan berlangsung dalam jaringan mesofil, akan menurun kadarnya

sejalan dengan peningkatan pencemaran udara (Karliansyah, 1999). Klorofil

terdapat di dalam kloroplas yang menjadi tempat berlangsungnya proses

fotosintesis. Klorofil yang terdapat pada tumbuhan tingkat tinggi ada dua macam,

yaitu klorofil a yang berwarna hijau tua dengan rumus C55H72O5N4 Mg yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis dan klorofil b berwarna hijau muda dengan

rumus C55H70O6N4 Mg. Klorofil a terdapat 2-3 kali lebih banyak dibandingkan dengan klorofil b.

Menurut Nobel (1991) dan Bidwell (1979) dalam Karliansyah, klorofil a

mempunyai peranan penting dalam proses fotosintesis. Klorofil a terdapat pada

semua organisme yang melakukan proses fotosintesis dan klorofil b terdapat pada


(27)

fotosintesis, yang akan membantu meningkatkan penyerapan cahaya pada saat

kemampuan klorofil a rendah.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan klorofil adalah faktor

pembawa sifat (gen), banyaknya cahaya yang tersedia, oksigen, karbohidrat dalam

bentuk gula, nitrogen, magnesium, besi, mangan, tembaga, dan seng dibutuhkan

dalam jumlah sedikit, air, dan temperatur antara 3-480C (Karliansyah, 1999) Berdasarkan hasil studi di laboratorium, penurunan kadar klorofil terjadi

sejalan dengan peningkatan pencemaran udara (Mowli et al, 1989 dalam

Karliansyah, 1999). Studi tersebut memperlihatkan bahwa kadar klorofil akan

meningkat dengan penurunan kadar partikel pencemar udara, sehingga klorofil

daun dapat digunakan untuk identifikasi ketahanan tanaman pada pencemaran

udara. Struktur klorofil a dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Klorofil a


(28)

2.5 Stomata

Menurut Yulizal (1995), stomata merupakan lubang-lubang berbentuk

lensa pada epidermis yang bersambungan dengan ruang antar sel dalam daun.

Kesinambungan epidermis terputus-putus oleh adanya suatu celah ruang antar sel

yang dibatasi oleh dua sel khusus yang disebut sel penjaga. Sel penjaga beserta

celah ruang antar sel diantaranya disebut stoma. Pada banyak tumbuhan dapat

dibedakan sel tetangga atau sel pelengkap. Sel tersebut secara morfologi berbeda

dari sel epidermis yang khas dan merupakan dua atau lebih sel yang membatasi

sel penjaga, yang tampaknya ada saling hubungan fungsional. Stoma

bersama-sama sel tetangga disebut perlengkapan stomata atau kompleks stomata. Struktur

stomata pada daun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Stomata pada Daun

Pada tanaman darat umumnya stomata terdapat pada permukaan daun

bagian bawah. Stomata rata-rata berbentuk oval dengan diameter 6 µm sampai 18

µm dan luas kira-kira 18 µm (Yulizal, 1995), sedangkan Smith (1981) dalam


(29)

Dahlan (1989) menyatakan celah stomata mempunyai panjang sekitar 10 µm dan

lebarnya 2-7 µm. Kerapatan stomata dalam satu unit area permukaan daun sangat

bervariasi. Hal ini ditimbulkan oleh perbedaan lingkungan tempat tumbuh dan

faktor genetis yang sangat mempengaruhi morfogenesis stomata. Santoso (2000)

menyatakan faktor lingkungan yang mempengaruhi proses membuka dan

menutupnya stomata antara lain : cahaya, konsentrasi CO2, air, suhu, angin, sedangkan pengaruh faktor fisiologi adalah peningkatan gula pada sel penjaga,

perubahan perimbangan gula pati.

Fungsi stomata yang paling penting adalah untuk memasukkan

karbondioksida ke mesofil daun. Periode stomata membuka biasanya bersamaan

waktu dengan keadaan yang merangsang fotosintesis. Normalnya stomata

kebanyakan spesies membuka dalam keadaan terang dan menutup dalam keadaan

gelap (Fitter dan Hay, 1981). Tanaman Angsana memiliki tipe stomata parasitik,

yaitu setiap sel penjaga dikelilingi oleh dua buah sel tetangga dengan sumbu

panjang sel tetangga sejajar sumbu sel penjaga dan celah.

2.6 Dampak Pencemaran Pb terhadap Tanaman

Tanaman yang tumbuh pada lingkungan berkadar logam berat tinggi akan

mengandung logam berat tersebut dengan konsentrasi yang tinggi pula dan dapat

mempengaruhi proses fisiologi dan biokimiawi tanaman (Suharto, 2005). Sekitar

15-30 % Pb kendaraan bermotor dilepaskan ke udara dan terakumulasi pada

tumbuhan, terutama tumbuhan di tepi jalan. Tumbuhan tepi jalan biasanya lebih

banyak mendapat paparan Pb daripada tumbuhan di lokasi lain (Samat dkk.,

2002). Terdapat dua jalan masuk utama logam berat seperti Pb terserap ke dalam

tanaman yaitu melalui permukaan daun di atas tanah, dan melalui sistem


(30)

Penyerapan melalui akar terjadi jika Pb dalam tanah terdapat dalam bentuk

terlarut, sedangkan masuknya partikel Pb dalam jaringan daun disebabkan oleh

ukuran stomata yang cukup besar dan ukuran partikel yang jauh lebih kecil dari

celah stomata. Logam berat Pb yang terserap dalam tanaman akan terakumulasi

dalam jaringan tanaman dan dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman

(Ariestanti, 2002). Secara umum akumulasi logam terjadi dipermukaan daun,

batang dan akar (Connel, 1985). Banyaknya pencemar yang masuk ke dalam

jaringan daun tanaman sesuai dengan jenis, konsentrasi pencemar di udara dan

lamanya selang waktu pembukaan stomata akan menentukan tngkat kerusakan

tanaman (Yulizal, 1995).

Menurut Sirnamala (2005), faktor yang dapat mempengaruhi kadar Pb

pada vegetasi antara lain :

1. Lamanya vegetasi terpapar.

2. Kadar Pb dari tanah.

3. Fisiologi dan morfologi vegetasi

4. Pengaruh musim

5. Faktor lingkungan yang menghalangi Pb di udara terhadap vegetasi,

seperti tertutupnya vegetasi.

Lebih lanjut, Rangkuti (2003) menyebutkan bahwa tingkat akumulasi Pb

pada vegetasi dan di tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya

kepadatan lalu lintas dan menurun dengan semakin jauhnya jarak dari tepi jalan

raya.

Kerusakan pada tanaman akibat bahan pencemar sering terjadi di jaringan

parenkim daun, terutama pada jaringan palisade akan memberi dampak terhadap

kegiatan fotosintesis yang dilakukan oleh tumbuhan. Pembentukan klorofil yang


(31)

pembentukan klorofil serta banyaknya emisi gas polutan yang terdapat di udara

dalam bentuk logam berat, sehingga kandungan klorofil yang terdapat dalam daun

tanaman akan berkurang menyebabkan proses fotosintesis akan menurun. Gejala

secara makroskopis akan dapat terlihat antara lain daun kelihatan pucat (klorosis),

dan nekrosis (Supriatno, dkk., 1998). Pada jaringan bunga karang, apabila zat

pencemar udara masuk ke dalam jaringan ini menyebabkan transportasi air

menjadi tidak normal, plasmolisis dan rusaknya struktur sel (Karliansyah, 1997).

Karliansyah (1997) mengatakan bahwa dampak dari pencemaran udara

dapat dilihat dari :

1. Kerusakan yang tampak (gejala makroskopis), seperti klorosis, nekrosis,

dan gangguan pertumbuhan pada daun.

2. Kerusakan sitologik (gejala mikroskopik), seperti kerusakan pada plasma

sel, penyusutan isi sel, perubahan bentuk kloroplas. Pada tumbuhan gugur

daun terjadi kerusakan pada parenkim palisade dan tidak terbentuknya

warna pada dinding sel.

3. Perubahan kimiawi (fisiologik dan biokimia), gejala ekofisiologi yaitu

terganggunya proses pertukaran gas, menurunnya nilai fotosintesis,

keseimbangan air, yang berakibat pada fungsi stomata dengan

meningkatnya nilai respirasi. Gejala biokimia berakibat pada perubahan

permeabilitas sel, nilai osmotik dan kapasitas penyangga serta perubahan

pada metabolisme asam amino, enzim dan koenzim. Perubahan kimiawi

dapat terjadi apabila berbagai pencemar seperti SOx, NOx, COx dan lain sebagainya terakumulasi dalam jaringan tanaman.

Perubahan histologi yang paling umum akibat pencemaran udara adalah

plasmolisis, kerusakan kandungan sel (granulasi), sel-sel kollaps (collapse) dan


(32)

Lebih lanjut Kozlowaki dan Mudd (1975) dalam Yulizal (1995),

menyatakan pengaruh pencemaran udara dikelompokkan secara umum menjadi:

1. Kerusakan akut dimana tercatat adanya kerusakan pada bagian tepi daun.

Perubahan yang terjadi, pertama-tama daun tampak basah kemudian

mengering dan memucat sampai berwarna gading, yang pada beberapa

jenis akan berubah menjadi coklat atau merah kecoklatan. Kerusakan ini

disebabkan oleh penyerapan gas yang cukup untuk membunuh jaringan.

2. Kerusakan kronis menyebabkan daun menjadi kuning yang perlahan

memutih sampai sebagaian besar klorofil dan karoten rusak. Kerusakan ini

disebabkan oleh penyerapan gas yang tidak cukup kuat untuk

menyebabkan kerusakan akut.

3. Kerusakan yang tersembunyi menyebabkan pertumbuhan yang tidak

normal sehingga dapat memperlambat laju fotosintesis dan selanjutnya

mengurangi produksi suatu tanaman dengan tanpa memperlihatkan gejala

yang tampak.

Emisi gas polutan beserta partikel-partikel padat di dalamnya juga dapat

mempengaruhi tanaman antara lain penurunan proses respirasi, membuka dan

menutupnya stomata akibat gangguan fungsi normal sel-sel penjaga yang

menyebabkan hilangnya pengawasan stomata dan mengganggu kecepatan

transpirasi dan proses pertukaran gas serta kemungkinan meningkatnya

kerentanan terhadap penerobosan patogen (penyakit) tanaman epifitik (Connel,

1985), serta mengganggu kegiatan metabolisme antara lain menghalangi beberapa

sistem enzim dalam mempercepat reaksi (Supriatno, dkk., 1998). Stomata

merupakan faktor tanaman yang terpenting yang dapat mempengaruhi fotosintesis

karena kebanyakan CO masuk melalui stomata dan akibat terganggunya proses


(33)

Mukammal et. al., 1972 dalam Yulizal 1995 menyatakan pengaruh

pencemaran udara terhadap tanaman tergantung pada faktor-faktor yang

mempengaruhi fungsi fisiologisnya seperti sinar matahari, unsur hara, lamanya

pencemaran, tekanan udara, kelembaban udara, temperatur, variasi musim dan

panjang hari. Kepekaan tanaman terhadap pencemaran udara juga tergantung pada

kemampuannya mengabsorpsi zat pencemar. Perbedaan kecepatan dalam

mengabsorpsi ini tergantung pada spesies, jenis pencemar, respon masing-masing

daun dan variasi letak daun.

2.7 Tanaman Angsana (Pterocarpus indicus)

Menurut Karliansyah (1997), Angsana mempunyai nama latin

Pterocarpus indicus, termasuk ke dalam famili Leguminosae atau Papilionaceae. Merupakan tanaman hutan yang tersebar di seluruh Nusantara bahkan di

semenanjung Malaysia. Angsana mudah tumbuh dan cepat besar. Penampilannya

sebagai pohon pelindung atau peneduh cukup menarik. Angsana digunakan

sebagai tanaman penghijauan di hampir semua kota besar di Indonesia. Di kenal

dengan nama Cendana Merah, Sonokembang dan Angsana (Direktorat

Pembenihan Tanaman Hutan, 2002).

Angsana dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian hingga 500 meter di

atas permukaan laut. Tajuk tanaman ini membulat seperti mahkota. Batang

berwarna keputihan dan bertekstur lurus dengan alur dangkal. Tinggi tanaman ini

dapat mencapai 40 meter. Diameter batang berkisar antara 10-110 cm, kulit

batang kasar. Daunnya berwarna hijau segar berbentuk oval, majemuk dengan

5-11 anak daun, duduk bergantian, permukaan daun licin dan mengkilat. Terdapat


(34)

6-13 cm di ujung atau ketiak daun. Bunga berkelamin ganda, kuning cerah dan

harum. Buah berbentuk polong (Rangkuti, 2003).

Gambar 3. Angsana (Pterocarpus indicus)

Angsana menghasilkan kayu bernilai tinggi. Kayunya agak keras, digunakan

untuk mebel halus, lantai, lemari dan alat musik. Merupakan jenis pengikat

nitrogen. Direkomendasikan untuk sistem agroforestri dan penaung kopi dan


(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam Kampus I UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta dan dilaksanakan pada bulan Mei-September 2007.

3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian adalah : Larutan HNO3 2M, akuades, daun tanaman Angsana (Pterocarpus indicus), metanol, pewarna kuku

transparan.

3.2.2 Alat

Alat yang digunakan pada penelitian adalah : Erlenmeyer 100 mL, gelas

ukur 100 mL, labu ukur 100 mL, mortar, saringan, timbangan analitik, pemanas,

AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry), Spektrofotometry Ultrospec 100

Pro, kertas saring Whatman dengan porositas 0,4 mikron, mikroskop okuler plus

kamera, gelas obyek, hand tallycounter, gunting tanaman, plastik, pinset.

3.3 Cara Kerja 3.3.1 Teknik Sampling

Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah daun tanaman Angsana

(Pterocarpus indicus) yang ada di Kampus I UIN Jakarta. Tanaman Angsana

dipilih di 3 titik, yaitu titik I (dekat pintu keluar), titik II (pertengahan antara

Fakultas Ilmu Tarbiah dan Keguruan dengan Student Center) dan titik III (depan


(36)

pada ketinggian 7 m di atas permukaan tanah. Pengambilan sampel dilakukan

pada jam 10.00 WIB dan jam 16.00 WIB pada hari Senin, Kamis dan Minggu.

Diambil pada hari-hari tersebut untuk melihat perbedaan kadar Pb, kandungan

klorofil, kerusakan epidermis dan kerusakan stomata pada saat aktivitas di

Kampus I UIN Jakarta padat, agak padat dan tidak padat.

Dengan menggunakan gunting, daun di bagian luar pohon diambil sebanyak

±15 g kemudian dimasukkan ke dalam plastik dan diberi tanda. Sampel daun

langsung dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar Pb, kandungan klorofil,

pengamatan kerusakan epidermis dan stomatanya. Dilakukan juga penghitungan

jumlah kendaraan bermotor yang melewati titik sampling, yang dilakukan pada

jam 7.30 WIB - 9.30 WIB dan jam 13.30 WIB - 15.30 WIB.

3.3.2 Pengukuran Kadar Pb di Dalam Jaringan Daun Angsana

Daun angsana ditimbang sebanyak 5 g kemudian dikeringkan dalam oven

dengan suhu 1050 C selama 4 jam lalu digerus. Daun yang telah digerus diberi larutan HNO3 2 M sebanyak 50 mL dan dibiarkan satu malam. Ekstrak daun tersebut kemudian dipanaskan dengan hot plate hingga agak kering, kemudian

ditambahkan akuades dan disaring dengan kertas saring Whatmann dengan

porositas 0,4 mikron dan ditampung pada labu ukur 50 mL. Kemudian ditera

dengan akuades hingga volumenya 50 mL (Nugraha, 2006). Selanjutnya larutan

sampel diukur serapannya dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang


(37)

C x V x F

M = X 1000 B

Ket : M = Kadar Pb pada daun Angsana (ppm)

C = Konsentrasi Pb dari larutan kalibrasi (mg/L)

V = Volume larutan (L)

F = Faktor pengenceran (L)

B = Berat daun (gr)

3.3.3 Pengamatan Bentuk Kerusakan Epidermis dan Stomata Daun Angsana

Masing-masing sampel daun tanaman pada bagian tengah daun dilapisi

dengan pewarna kuku transparan di lapisan bawah daun (epidermis), kemudian

dianginkan + 10 menit sampai kering. Setelah kering, dengan menggunakan pinset

pewarna kuku tersebut dilepaskan dengan hati-hati dan diletakkan di gelas obyek.

Selanjutnya dilakukan pengamatan kerusakan epidermis dan stomata dengan

menggunakan mikroskop plus kamera.

3.3.4 Pengukuran Kandungan Klorofil Daun Tanaman

Daun dari masing-masing titik sampling ditimbang seberat 1 g, kemudian

digerus dan ditambahkan larutan metanol 100 mL. Ekstrak daun disaring dengan

menggunakan kertas saring dan ditampung pada labu ukur 100 mL. Apabila

volume ekstrak daun belum mencapai 100 mL, tambahkan larutan metanol ke

dalam labu ukur. Setelah didapatkan ekstrak daun, dilakukan pengukuran

kandungan klorofil daun dengan menggunakan Spektrofotometer pada panjang

gelombang 664 nm dan 647 nm.

Kandungan klorofil daun diukur berdasarkan nilai absorbansi (A) atau

optical density (OD) larutan ekstrak daun dengan menggunakan formula Zieger


(38)

Klorofil a (mg/g) = 11,7 (A.664) - 2,29 (A.667)

Klorofil b (mg/g) = 20,05 (A.647) - 4,47 (A.664)

Klorofil total (a + b) = 7,01 (A.664) + 17,76 (A.647)

3.4 Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data antara lain:

1. Analisis korelasi untuk melihat hubungan kandungan dengan kandungan

klorofil dan jumlah kendaraan dengan kadar Pb.

3. Analisis deskriptif untuk bentuk kerusakan epidermis, stomata dan


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kadar Pb pada Daun Angsana

Kadar Pb yang terdapat pada 5 gr daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta

seperti ditampilkan pada Gambar 4.

0 1 2 3 4 5 6 7 8

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

23-07-07 25-07-07 29-07-07 Tanggal dan Wak tu Sam pling

K a d a r P b

Pintu Keluar UIN

Antara Gedung FITK dan SC

Depan Perpustakaan Utama

Gambar 4. Kadar Pb pada daun Angsana

Kadar Pb paling tinggi pada daun Angsana di titik sampling 1 (pintu

keluar UIN Jakarta) yang diambil pagi hari pada tanggal 23 Juli 2007 yaitu

sebesar 7,2 ppm, sedangkan kadar Pb daun Angsana paling rendah berada di titik

sampling 2 (antara gedung FITK dan Student Centre) yang diambil sore hari pada

tanggal 29 Juli 2007 yaitu sebesar 3,8 ppm.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Samat, dkk (2002) di kota

Palembang, didapatkan bahwa kadar Pb tertinggi di kota Palembang berada di

jalan Veteran (0,129 mg/gr) dan terendah di jalan Diponegoro (0,098 mg/gr), jauh


(40)

terendah 3.8 ppm dan sudah di atas kadar normal Pb pada tanaman yakni sebesar

0,5-3,0 ppm (Siregar, 2005). Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar Pb di dalam

daun antara lain: lamanya vegetasi terpapar, kadar Pb dari tanah, fisiologi dan

morfologi vegetasi, pengaruh musim, faktor lingkungan yang menghalangi Pb di

udara terhadap vegetasi, seperti tertutupnya vegetasi (Sirnamala, 2005). Lebih

lanjut, Rangkuti (2003) menyebutkan bahwa tingkat akumulasi Pb pada vegetasi

dan di tanah akan meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan lalu lintas

dan menurun dengan semakin jauhnya jarak dari tepi jalan raya.

Dahlan (1989) mengemukakan bahwa partikel Pb yang diemisikan oleh

kendaraan bermotor mempunyai diameter antara 0,004 - 4 µm. Partikel yang besar

akan cepat jatuh ke bawah, sedangkan partikel yang lebih kecil lebih lama

melayang-layang di udara dan akan jatuh ke bumi dan permukaan daun. Lebih

lanjut, Dahlan (1989) menyatakan partikel yang menempel pada permukaan daun

berasal dari 3 proses, yakni : sedimentasi akibat gaya gravitasi yang mnyebabkan

menumpuknya partikel pada permukaan daun bagian atas, pengendapan partikel

oleh proses tumbukan dimana semakin banyak benda yang menghalangi jalannya

angin maka akan semakin banyak endapan yang ada, dan pengendapan yang

berhubungan dengan hujan dimana hujan dapat mencuci partikel dari udara dan

akan membersihkan debu yang berdiameter lebih kecil lagi.

Partikel Pb yang ada di permukaan daun maupun yang ada di udara akan

masuk ke dalam stomata yang mempunyai panjang celah sekitar 10 µm dan

lebarnya antara 2-7 µm. Oleh karena ukuran partikel Pb yang lebih kecil dari

celah stomata, maka partikel ini akan masuk ke dalam daun lewat celah stomata

dan akan menetap di dalam jaringan daun. Jadi masuknya Pb ke dalam daun


(41)

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui mengapa kadar Pb pada daun

Angsana di Kampus I UIN Jakarta cukup tinggi. Hal ini dikarenakan ukuran

partikel Pb yang lebih kecil daripada celah stomata, sehingga Pb dapat masuk ke

dalam daun melalui celah tersebut dan kemudian terperangkap di dalam rongga

antar sel di sekitar stomata dan berakumulasi di dalam jaringan daun. Lamanya

vegetasi terpapar dan jumlah kendaraan juga mempengaruhi kadar Pb pada

tanaman.

Logam Pb dari kendaraan bermotor dapat terakumulasi pada tumbuhan,

terutama tumbuhan tepi jalan, dan jumlah kepadatan lalu lintas yang berada di

suatu jalur jalan tersebut dapat mempengaruhi jumlah emisi Pb yang dihasilkan

(Samat dkk., 2002). Nugraha (2006) mennyatakan semakin dekat jarak suatu

lokasi dengan jalan raya maka semakin tinggi kadar Pb yang terakumulasi.

Berdasarkan perhitungan Paired Sample Test (Lampiran 6) untuk kadar

Pb pada pagi hari dan sore hari didapatkan bahwa ada perbedaan antara kadar

rata-rata Pb pagi hari dan sore hari. Hal ini mungkin dikarenakan jumlah

kendaraan yang lewat pada pagi hari lebih banyak bila dibandingkan pada sore

hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Nugraha (2006) kepadatan lalu lintas

mempengaruhi kadar Pb dalam tanah dan vegetasi sepanjang tepi jalan.

4.2 Jumlah Kendaraan pada Tiap-tiap Titik Sampling

Hasil penghitungan jumlah kendaraan yang melewati tiap-tiap titik

sampling pada jam 7.30 WIB - 9.00 WIB pada pagi hari dan jam 13.30 WIB


(42)

0 100 200 300 400 500 600 700

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

23-Juli-07 25-Juli-07 29-Juli-07

Tanggal dan Waktu S ampling

Ju m lah K en d ar aan

P intu Keluar UIN

Antara Gedung FIT K dengan SC Depan

P erpustakaan Utama

Gambar 5. Jumlah Kendaraan pada Tiap-tiap Titik Sampling

Gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah kendaraan paling banyak

berada di titik sampling 1 (pintu keluar UIN Jakarta) yang dihitung pagi hari pada

tanggal 23 Juli 2007, yaitu sebanyak 647 kendaraan. Sedangkan jumlah kendaraan

paling sedikit berada di titik sampling 3 (depan Perpustakaan Utama) yang

dihitung sore hari pada tanggal 29 Juli 2007, yaitu sebanyak 9 kendaraan. Jumlah

ini relatif sedikit bila dibandingkan dengan jumlah kendaraan pada saat

perkuliahan aktif.

Berdasarkan perhitungan Paired Sample Test (Lampiran 8) untuk jumlah

kendaraan pada pagi hari dan sore hari didapatkan bahwa tidak ada perbedaan

jumlah kendaraan yang melewati titik sampling pada pagi hari dan sore hari. Hal

ini dikarenakan penelitian dilakukan pada saat perkuliahan libur sehingga jumlah


(43)

4.3. Korelasi Jumlah Kendaraan dan Kadar Pb dalam Daun Angsana

Berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan SPSS 13, diketahui nilai

koefisien korelasi dari jumlah kendaraan dengan kadar Pb pada waktu pagi hari

sebesar 0,176 (lampiran 2) dan pada sore sebesar 0,350 (lampiran 3). Artinya

tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah kendaraan dengan kadar Pb

pada pagi hari maupun pada sore hari.

Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Samat, dkk. (2002) yang

menyatakan bahwa dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, maka akan

mempengaruhi kadar Pb pada tanaman. Jumlah kendaraan yang melewati tiap-tiap

titik sampling di Kampus I UIN Jakarta tidak berhubungan dengan kadar Pb

dikarenakan penelitian ini dilakukan pada saat perkuliahan tidak aktif

menyebabkan jumlah kendaraan yang melewati titik sampling tidak banyak

sehingga jumlah kendaraan tidak berkorelasi dengan kadar Pb pada daun

Angsana.

4.4. Kandungan Klorofil pada Daun Angsana

Kandungan klorofil pada daun Angsana di tiap-tiap titik sampling seperti


(44)

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore 23-07-07 25-07-07 29-07-07

Tanggal dan Waktu S ampling

Ju m lah k lor ofi l

P intu keluar UIN Antara gedung FIT K dan SC

Di depan perpustakaan utama

Gambar 6. Kandungan Klorofil Total pada daun Angsana

Gambar di atas menunjukkan kandungan klorofil total tertinggi terdapat

pada tanggal 29 Juli 2007 pada titik sampling 3 pada waktu sore, yaitu sebesar

40,933 mg/g. Sedangkan kandungan klorofil total pada daun Angsana terendah

terdapat pada tanggal 25 Juli 2007 pada titik sampling 1 pada waktu sore, yaitu

sebesar 15,74 mg/g.

4.5. Korelasi Kandungan Pb dan Kandungan Klorofil pada Daun Angsana

Berdasarkan uji korelasi dengan menggunakan SPSS 13, diketahui nilai

koefisien korelasi dari jumlah kendaraan dan kandungan Pb pada waktu pagi hari

didapatkan nilai r sebesar -0,535 (Lampiran 4), sedangkan nilai koefisien korelasi

kandungan Pb dan jumlah klorofil pada waktu sore hari didapatkan nilai r sebesar

-0,250 (lampiran 5). Hasil perhitungan menunjukkan bahwa tidak adanya


(45)

hari. Hal ini menunjukkan bahwa makin rendah kandungan Pb, maka makin tinggi

jumlah klorofil daun Angsana.

. Partikel Pb yang masuk ke dalam tanaman cenderung menurunkan

kandungan klorofil. Hal ini kemungkinan sebagai akibat terjadinya kompetisi

antara ion Pb dengan Fe dalam mengikat senyawa haem (porfirin) sehingga terjadi

hambatan terhadap terbentuknya Fe-porfirin yang merupakan prekursor untuk

pembentukan Mg-porfirin sehingga terjadi gangguan terhadap biosintesis klorofil

yang dapat menyebabkan gangguan terhadap fotosintesis. Mg2+ merupakan salah satu komponen klorofil yang berfungsi untuk mengaktifkan banyak enzim yang

diperlukan untuk fotosintesis (Campbell, dkk., 2003).

Berdasarkan perhitungan Paired Sample Test (Lampiran 7) untuk

kandungan klorofil pada pagi hari dan sore hari, didapatkan bahwa tidak ada

perbedaan antara kandungan klorofil pagi hari dengan sore hari. Hal ini mungkin

disebabkan karena kehadiran Pb di dalam sel daun belum mampu untuk

berkompetisi dengan Fe untuk mengikat senyawa haem (porfirin) sehingga tidak

ada perbedaan antara kandungan klorofil pda pagi dan sore hari.

4.6. Pengaruh Pb Terhadap Stomata dan Epidermis Daun Angsana

Kondisi stomata pada setiap lokasi berbeda dengan kontrol (Lampiran 9).

Didapatkan bahwa dari semua lokasi titik sampling menunjukkan adanya

perbedaan kondisi anatomi stomata khususnya kerusakan pada lapisan epidermis

yang terlihat pada tiap-tiap titik sampling. Hal ini didukung oleh kondisi daun

yang cukup rusak sehingga mempengaruhi kondisi stomata.

Di dalam melaksanakan proses fotosintesis, peranan stomata sangat

esensial sebagai pintu masuknya CO2. Hadirnya polutan udara dapat mempengaruhi ukuran stomata (Kramer dan Kozlowski, 1960), yaitu menjadi


(46)

lebih sempit sehingga akan menghambat transpor bahan dari luar ke dalam dan

sebaliknya. Pada tanaman yang tumbuh di daerah tercemar udaranya, adaptasinya

yang mendukung asimilasi CO2 juga cenderung merangsang pengambilan gas lain ke dalam mesofil daun. Dalam hal ini polutan udara dapat menyebabkan

perubahan dalam respon stomata, struktur kloroplas, fiksasi CO2 dan sistem transpor elektron fotosintesis (Rahayu, 1995).

Pada tanggal 23 Juli 2007 di titik sampling 1 pada pagi hari menunjukkan

kondisi stomata yang masih bagus tetapi pada sel epidermis terdapat spot

berwarna kuning kecoklatan dan pada sore hari tidak jauh berbeda. Pada titik

sampling 2 pada pagi hari menunjukkan bahwa pada sel epidermis terdapat spot

kecoklatan dengan kondisi stomata yang masih bagus, demikian pula pada sore

hari. Pada titik sampling 3 pada pagi hari menunjukkan kondisi stomata yang

bagus tetapi pada sel epidermis terdapat spot kecoklatan, dan pada sore hari

kondisi stomata dan epidermis bagus.

Pada tanggal 25 Juli 2007, pada titik sampling 1 pada pagi hari dan sore

hari menunjukkan bahwa kondisi stomata bagus tetapi pada sel epidermis terdapat

spot berwarna kuning kecoklataan, sama seperti pada tanggal 23 Juli 2007. Pada

titik sampling 2 pada pagi hari menunjukkan di sel epidermis daun Angsana

terdapat spot berwarna kecoklatan, sedangkan pada sore hari kondisi stomata dan

epidermis bagus. Pada titik sampling 3 pada pagi dan sore hari menunjukkan

kondisi stomata dan epidermis yang masih bagus.

Pada tanggal 29 Juli 2007, titik sampling 1 pada pagi hari menunjukkan

bahwa stomata dan epidermis dalam keadaan bagus sedangkan pada sore hari

terdapat spot kecoklataan di epidermis daun. Begitu pula pada titik sampling 2

pada pagi hari menunjukkan stomata dan epidermis dalam kondisi yang bagus,


(47)

sampling 3 pada pagi dan sore hari menunjukkan bahwa kondisi stomata dan

epidermis dalam kondisi yang bagus.

Gambar 7. Foto Stomata Perbesaran 400X. Kontrol (kiri) dan Stomata Titik

Sampling 1 yang diambil pada pagi hari (kanan)

Dahlan (1989) menyatakan celah stomata tanaman berkisar antara 2-4 µm.

Smith dalam Dahlan (1989) menyatakan celah stomata mempunyai panjang

sekitar 10 µm dan lebarnya antara 2-7 µm. Oleh karena ukuran partikel timbal

yang kurang dari 4 µm dengan rerata 0.2 µm, maka partikel ini akan masuk ke

dalam daun lewat celah stomata dan akan menetap di dalam jaringan daun,

menumpuk di antara celah sel jaringan palisade dan jaringan bunga karang seperti


(48)

Gambar 8. Diagram Skema Akumulasi Partikel Timbal di Dalam Jaringan Daun (Sumber : Dahlan, 1989)

Tanaman yang terkena polutan dengan konsentrasi rendah dapat

menyebabkan terjadinya klorosis daun yang bersifat progresif dan senescense

dipercepat yang kadang kadang sulit untuk dikenali sebagai gejala polusi udara.

Sebaliknya konsentrasi yang tinggi umumnya menyebabkan perlukaan yang

tampak karena kematian, menjadi kering dan jaringan daun lokal memutih

(Waryanti, 2006).

Daun Angsana yang diambil dari masing-masing titik sampling dan waktu

pengambilan pada pagi dan sore hari secara morfologi hampir sama, dan letak

pengambilan daun juga berdekatan. Kondisi daun Angsana pada kontrol, titik

sampling 1 dan 2 tidak jauh berbeda. Daun Angsana pada titik sampling 1 dan 2


(49)

pada daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta belum terlalu tinggi sehingga belum

begitu berpengaruh terhadap kondisi anatomi daun.

Gambar 9. Daun Angsana Kontrol (kiri) dan Titik Sampling 1 (kanan)

Menurut Dahlan (1995), setiap tanaman memperlihatkan respon yang

berbeda dengan diberikannya pencemaran. Pada tanaman yang sensitif

pencemaran udara menimbulkan dampak negatif. Dari hasil penelitian Udayana

(2004) menyatakan terdapat warna yang lebih gelap pada daun yang terkena

polutan dibandingkan dengan kontrol.

Gambar 10. Daun Angsana Titik Sampling 2 (kiri) dan Titik Sampling 3 (kanan)

Pada titik sampling 3 terlihat adanya sedikit klorosis pada permukaan daun


(50)

multiplying effect, artinya polutan yang terdapat di udara akan terus menerus terakumulasi dalam tubuh tanaman. Sehingga, secara langsung ataupun tidak

langsung akan menyebabkan hilangnya jaringan-jaringan yang berperan dalam

fotosisntesis, misalnya pembengkakan daun, klorosis, nekrosis dan pembengkakan

stomata (Rahayu, 1995). Pada beberapa kasus, daun dapat diidentifikasi dengan

gejala kerusakan yang ditimbulkan, seperti SO2 yang menyebabkan klorosis di

dalam urat daun, NOx menimbulkan spot hitam/cokelat tak teratur pada urat

daun/tepi daun, sedangkan O3 menimbulkan bintik putih, kuning cokelat (0,1-1 mm) pada permukaan daun atas dan berkaitan dengan stomata (Udayana, 2004).


(51)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Kandungan Pb pada daun Angsana di Kampus I UIN Jakarta berkisar

antara 3,8 ppm-7,2 ppm/ gram.

2. Kadar Pb yang ada di daun Angsana belum berpengaruh terhadap klorofil

daun Angsana dan stomata serta epidermis di mana hanya terdapat spot

kuning kecoklataan pada epidermis daun sedangkan kondisi stomata

bagus.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pencemaran udara di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan dampak pencemaran terhadap tanaman jenis lain, sehingga pihak Kampus UIN dapat mengatasi pencemaran udara dengan cara yang lebih efisien dan murah.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, M. 1994. Identifikasi Ciri Arsitektur dan Kerapatan Stomata 25 Jenis Pohon Suku Leguminoseae untuk Elemen Landsekap Tepi Jalan. Skripsi: Fakultas Pertanian IPB. Bogor.

Ariestanti, E. 2002. Cemaran logam berat Timbal pada sayuran dan rambut di Kota Bogor, Cipanas, dan Sukabumi. Skripsi: Jurusan Kimia Fakultas MIPA IPB. Bogor.

Campbell, N.A., Reece, J.B., & Mitchell, L.G., 2003. Biologi Jilid 2. Alih Bahasa Wasmen Manalu. Penerbit Erlangga. Jakarta : 340.

Connel, W. 1985. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Terj. dari Chemistry and Ecotoxicology of Pollution, oleh Yanti Koestoer. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Dahlan, E. N. 1989. Studi Kemampuan Tanaman dalam Menjerap dan Menyerap Timbal Emisi dari Kendaraan Bermotor. Tesis: Fakultas Pasca Sarjana IPB. Bogor.

Damanik, R. 2004. Advokasi pencemaran udara. http:// www.walhi.com , 23 Mei 2007, pk. 11.30 WIB.

Direktorat Pembenihan Tanaman Hutan. 2002. Pterocarpus indicus Willd. Dorthe Joker. Bandung. No. 22, Mei 2002

Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Jogjakarta.

Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1981. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Terj. dari

Environmental Physiology of Plants, oleh Sri Andayani dan E. D. Purbayanti. Gajah Mada University Press. Surabaya.

Indriasari, L. 2007. Ketika udara Jakarta tidak lagi aman dihirup. http://

www.depkes.co.id , 23 Mei 2007, pk. 1150 WIB.

Karliansyah, N.S.W. 1997. Kerusakan daun tanaman sebagai bioindikator pencemaran udara (studi kasus tanaman peneduh jalan Angsana dan Mahoni dengan pencemaran udara NOx dan SOx). Tesis: Program Studi Ilmu LingkunganUI. Jakarta.

Karliansyah, N.S.W. 1999. Klorofil daun Angsana dan Mahoni sebagai bioindikator pencemar udara. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan.19(4): 290-305.

(KLH) Kementerian Lingkungan Hidup. 2004. Pedoman umum penanaman jalur hijau jalan Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup, Bidang Pengendalian Dampak Sumber Non Institusi.


(53)

Kramer, P. J. dan T. T. Kozlowski. 1960. Physiology of Trees. McGraw-Hill Book Company. London.

Nugraha, A.Y. 2006. Deteksi logam berat pada buah dan daun Mahkota Dewa dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom. Skripsi: Departemen Kimia Fakultas MIPA IPB. Bogor.

Nugrahani, P. 2005. Faktor fisiologis tanaman yang menentukan serapan polutan gas NO2 dan nilai visual jalur hijau jalan kota Surabaya. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1999, tentang Pengendalian Pencemaran Udara.

Polusi Udara. wikipediaindonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia.

http://id.www.wikipedia.org/wiki.polusi-udara, 23 Mei 2007, pk. 10.50

WIB

Rabinowitch, E.I. 1945. Photosyntesis and Related Processes Vol. I Chemistry of Photosyntesis, Chemosyntesis and Related Processes In Vitro and In Vivo.

Interscience Publishers, Inc. New York. N. Y. : 218

Rahayu, L. 1995. Analisis jumlah klorofil dan kandungan logam berat Pb dalam jaringan daun akibat pencemaran lalu lintas. Jurnal Pusat Penelitian Lingkungan Hidup UGM. 2(5): 53-66.

Rahayu, P. dan Limantara, L. 2005. Studi lapangan kandungan klorofil in vitro

beberapa spesies tumbuhan hijau di Salatiga dan sekitarnya. Seminar Nasional MIPA 2005: Fakultas MIPA Universitas Indonesia. Depok. 24-26 November 2005.

Rangkuti, M. N., 2003. Kemampuan menyerap Timbal (Pb) pada daun beberapa jenis tanaman penghijauan jalan Tol Jagorawi: Analisis struktur anatomi dan histokimia. Tesis: Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Samat, N.R., A. Mardiati, Suheryanto, & Aldes Lesbani. 2002. Analisis pencemaran udara oleh Timbal (Pb) dengan bioindikator pohon Angsana di kota Palembang. Jurnal Penelitian Sains No. 12 : 40-49.

Santoso, E. 2000. Adaptasi tanaman padi gogo terhadap naungan laju pertukaran karbon, repirasi & konduktansi stomata. Tesis: Pascasarjana. IPB. Bogor.

Siregar, E.B.M. 2005. Pencemaran udara, respon tanaman dan pengaruhnya pada manusia. Skripsi: Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Sumatera Utara.

Sirnamala, B. 2005. Kandungan Timbal (Pb) pada daun dan kulit batang tiga jenis tumbuhan di jalur hijau DKI Jakarta. Skripsi: Departemen Biologi Fakultas MIPA UI. Jakarta.


(54)

Suharto. 2005. Dampak pencemaran logam Timbal (Pb) terhadap kesehatan masyarakat. http:// www.pdpersi.co.id , 23 Mei 2007, pk. 12.15 WIB

Sunu, P. 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit Grasindo. Jakarta.

Supriatno, Jufri., dan Agus S. H. 1998. Analisis kandungan logam berat Pb dan kerusakan jaringan daun tanaman penghijauan jalur hijau akibat emisi gas polutan kendaraan bermotor dalam Kotamadya Banda Aceh. Laporan Penelitian: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syah Kuala. Banda Aceh.

Udayana, C. 2004. Toleransi spesies pohon tepi jalan terhadap pencemaran udara di simpang susun Jakarta (Jakarta interchange) Cawang, Jakarta Timur.

Thesis: Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor.

Waryanti. 2006. Indikator biologis pada tanaman Angsana (Pterocarpus indicus)

untuk pencemaran udara di sekitar Terminal Lebak Bulus. Skripsi: Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta.

Wahana Komputer. 2004. Pengolahan Data Statistik dengan SPSS 12. Penerbit Andi. Jakarta.

Willmer, C. M. 1983. Stomata. Longman. London.

Yulizal. 1995. Anatomi daun dan jumlah stomata dari beberapa jenis anakan tanaman peneduh di Balitro dan jalan Tol Jagorawi. Skripsi: Program Studi Konservasi Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor.


(55)

Lampiran 1. Tabel Kandungan Pb, Jumlah Kendaraan dan Kandungan Klorofil

Contoh perhitungan Kadar Pb pada daun Angsana

C x V x F M = X 1000

B

Ket : M = Kadar Pb pada daun Angsana (ppm)

C = Konsentrasi Pb dari larutan kalibrasi (mg/L)

V = Volume larutan (L)

F = Faktor pengenceran (L)

B = Berat daun (gr)

0,72 mg/L x 50 L

M = X 1000 = 7.2 μg/gr = 7.2 ppm/ gr 5 gr

Tabel 1 Kadar Pb (ppm) Titik

Sampling

23-07-07 25-07-07 29-07-07

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

1 7.2 6.3 5 5 6.8 4.8

2 5.4 5.1 6.1 4 5.9 3.8

3 5.3 6.3 5.6 4.7 5.1 4.4

Tabel 2 Jumlah Kendaraan (unit) Titik

Sampling

23-Juli-07 25-Juli-07 29-Juli-07 Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

1 647 493 604 586 158 65

2 565 455 499 536 67 21


(56)

Tabel 3 Kandungan Klorofil Total (mg/g) Titik

Sampling

23-07-07 25-07-07 29-07-07

Pagi Sore Pagi Sore Pagi Sore

1 17.158 20.893 19.997 15.74 23.025 19.452 2 25.75 19.737 27.131 22.668 20.722 24.593 3 26.191 25.13 27.591 31.677 31.806 40.933


(57)

Lampiran 2. Uji Korelasi Antara Jumlah Kendaraan dan Kandungan Pb pada Waktu Pagi

Tujuan : Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang nyata antara jumlah kendaraan dan kandungan Pb pada waktu pagi.

Hipotesis :

a. Ho : Tidak ada hubungan antara jumlah kendaraan dengan kandungan Pb

pada daun Angsana.

b. Ha : Ada hubungan antara jumlah kendaraan dengan kandungan Pb pada

daun Angsana.

Tabel 4. Hasil Perhitungan Korelasi antara Jumlah Kendaraan dan Kandungan Pb pada Waktu Pagi

Kesimpulan :

Pada tabel di atas diketahui bahwa nilai Sign. > α (0,651 > 0,05), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Artinya ada tidak hubungan signifikan antara jumlah

kendaraan dengan kandungan Pb pada daun angsana.

Keterangan Jumlah

Kendaraan

Kandungan Pb

Kendaraan Pearson Correlation 1 .176

Sig. (2-tailed) .651

N 9 9

Pb Pearson Correlation .176 1

Sig. (2-tailed) .651


(58)

Lampiran 3. Uji Korelasi Antara Jumlah Kendaraan dan Kandungan Pb pada Waktu Sore

Tujuan : Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang nyata antara jumlah kendaraan dan kandungan Pb pada waktu sore.

Hipotesis :

a. Ho : Tidak ada hubungan antara jumlah kendaraan dengan kandungan Pb

pada daun Angsana.

b. Ha : Ada hubungan antara jumlah kendaraan dengan kandungan Pb pada

daun Angsana.

Tabel 5. Hasil Perhitungan Korelasi antara Jumlah Kendaraan dan Kandungan Pb pada Waktu Sore

Keterangan Jumlah

Kendaraan

Kandungan Pb

Jumlah Kendaraan Pearson Correlation 1 .350

Sig. (2-tailed) .356

N 9 9

Kandungan Pb Pearson Correlation .350 1 Sig. (2-tailed) .356

N 9 9

Kesimpulan :

Pada tabel di atas diketahui bahwa nilai Sign. > α (0,356 > 0,05), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan signifikan antara jumlah


(59)

Lampiran 4. Uji Korelasi Antara Kandungan Pb dan Kandungan Klorofil pada Waktu Pagi

Tujuan : Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang nyata antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil pada waktu pagi.

Hipotesis :

a. Ho : Tidak ada hubungan antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil

pada daun Angsana.

b. Ha : Ada hubungan antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil pada

daun Angsana.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Korelasi antara Kandungan Pb dan Kandungan Klorofil pada Waktu Pagi

Kesimpulan :

Pada tabel di atas diketahui bahwa nilai Sign. > α (0,138 > 0,05), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan signifikan antara kandungan

Pb dengan kandungan klorofil pada daun angsana.

Keterangan Kandungan

Pb

Kandungan Klorofil

Kandungan Pb Pearson Correlation 1 -.535

Sig. (2-tailed) .138

N 9 9

Jumlah Klorofil Pearson Correlation -.535 1

Sig. (2-tailed) .138


(60)

Lampiran 5. Uji Korelasi Antara Kandungan Pb dan Kandungan Klorofil pada Waktu Sore

Tujuan : Untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang nyata antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil pada waktu sore.

Hipotesis :

a. Ho : Tidak ada hubungan antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil

pada daun Angsana.

b. Ha : Ada hubungan antara kandungan Pb dengan kandungan klorofil pada

daun Angsana.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Korelasi antara Kandungan Pb dan Kandungan Klorofil pada Waktu Sore

Keterangan Kandungan

Pb

Kandungan Klorofil

Kandungan Pb Pearson Correlation 1 -.250

Sig. (2-tailed) .517

N 9 9

Kandungan Klorofil

Pearson Correlation -.250 1

Sig. (2-tailed) .517

N 9 9

Kesimpulan :

Pada tabel di atas diketahui bahwa nilai Sign. > α (0,517 > 0,05), maka Ho

diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan signifikan antara kandungan


(61)

Lampiran 6. Paired Sample Test untuk Pb pada Pagi Hari dan Sore Hari

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa tidak ada selisih antara dua variabel.

Hipotesis :

a. Ho : Pb pada pagi hari sama dengan Pb pada sore hari.

b. Ha : Pb pada pagi hari tidak sama dengan Pb pada sore hari.

Tabel 8. Hasil Perhitungan Paired Sample Test untuk Pb Pagi Hari dan Sore Hari

Keterangan

Paired Differences

Mean Std.

Deviation

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

t Df Sig.

(2-tailed)

Pair 1

Kandungan Pb Pagi - Kandungan Pb Sore

.08889 .10553 .03518 .00777 .17000 2.527 8 .035

Kesimpulan :

Karena Sign < α (0,035 < 0,05) maka Ho ditolak dan Ha diterima

Dengan demikian kadar rata-rata Pb pada pagi tidak sama dengan kadar Pb pada


(62)

Lampiran 7. Paired Sample Test untuk Kandungan Klorofil pada Pagi Hari dan Sore Hari

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa tidak ada selisih antara dua variabel.

Hipotesis :

a. Ho : Kandungan klorofil pada pagi hari sama dengan kandungan klorofil pada

sore hari.

b. Ha : Kandungan klorofil pada pagi hari tidak sama dengan kandungan klorofil

pada sore hari.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Paired Sample Test untuk Kandungan Klorofil Pagi Hari dan Sore Hari

Keterangan Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

t Df Sig.

(2-tailed) Pair 1 Klorofil pagi - klorofil sore -.1724

4 5.20278 1.73426 -4.1716 3.82676 -.099 8 .923

Kesimpulan :

Karena Sign > α (0,923 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak

Dengan demikian kadar rata-rata kandungan klorofil pada pagi hari sama dengan


(63)

Lampiran 8. Paired Sample Test untuk Jumlah Kendaraan pada Pagi Hari dan Sore Hari

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa tidak ada selisih antara dua variabel.

Hipotesis :

a. Ho : Jumlah kendaraan pada pagi hari sama dengan jumlah kendaraan pada

sore hari.

b. Ha : Jumlah kendaraan pada pagi hari tidak sama dengan jumlah kendaraan

pada sore hari.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Paired Sample Test untuk Kendaraan pagi Hari dan Sore Hari

Keterangan Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

t Df Sig.

(2-tailed) Pair 1 Kendaraan pagi - kendaraan sore

36.556 70.520 23.507 -17.65 90.762 1.555 8 .159

Kesimpulan :

Karena Sign > α (0,159 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak

Dengan demikian kadar rata-rata jumlah kendaraan pada pagi hari sama dengan


(64)

Lampiran 9. Foto stomata

Tabel 11. Foto Stomata di Tiap-tiap Titik Sampling

Lokasi/tanggal/waktu Foto stomata (Perbesaran 400x)

Keterangan

Titik I/ 23-7-07/ pagi Stomata bagus, tetapi pada sel epidermis terdapat spot berwarna kuning kecoklatan

Titik II/ 23-7-07/ pagi Terdapat spot warna kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik III/ 23-7 07/ pagi Stomata bagus dan pada lapisan epidermis terdapat spot warna coklat

Titik I/ 23-7-07/ sore Terdapat banyak spot kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik II / 23-7-07/ sore Kondisi stomata bagus, terdapat spot kuning kecoklatan pada epidermis


(65)

Titik III/ 23-7-07/ sore Stomata dengan kondisi sel epidermis cukup baik

Titik I/ 25-7-07/ pagi Stomata cukup bagus dan pada sel epidermis terdapat spot warna hitam

Titik II/ 25-7-07/ pagi Terdapat spot kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik III/ 25-7-07/ pagi Kondisi stomata dan epidermis bagus

Titik I/ 25-7-07/ sore Kondisi stomata bagus, terdapat spot kuning kecoklatan pada epidermis


(66)

Titik II/ 25-7-07/ sore Stomata dan epidermis bagus

Titik III/ 25-7-07/ sore Kondisi stomata dan epidermis bagus

Titik I/ 29-7-07/ pagi Stomata dan epidermis bagus

Titik II/ 29-7-07/ pagi Stomata dan epidermis bagus

Titik III/ 29-7-07/ pagi Stomata dengan kondisi sel epidermis cukup baik


(1)

Lampiran 7. Paired Sample Test untuk Kandungan Klorofil pada Pagi Hari dan Sore Hari

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa tidak ada selisih antara dua variabel.

Hipotesis :

a. Ho : Kandungan klorofil pada pagi hari sama dengan kandungan klorofil pada sore hari.

b. Ha : Kandungan klorofil pada pagi hari tidak sama dengan kandungan klorofil pada sore hari.

Tabel 9. Hasil Perhitungan Paired Sample Test untuk Kandungan Klorofil Pagi Hari dan Sore Hari

Keterangan Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

t Df Sig.

(2-tailed) Pair 1 Klorofil pagi - klorofil sore -.1724

4 5.20278 1.73426 -4.1716 3.82676 -.099 8 .923

Kesimpulan :

Karena Sign > α (0,923 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak Dengan demikian kadar rata-rata kandungan klorofil pada pagi hari sama dengan kadar klorofil pada sore hari.


(2)

Lampiran 8. Paired Sample Test untuk Jumlah Kendaraan pada Pagi Hari dan Sore Hari

Tujuan : Untuk mengetahui bahwa tidak ada selisih antara dua variabel.

Hipotesis :

a. Ho : Jumlah kendaraan pada pagi hari sama dengan jumlah kendaraan pada sore hari.

b. Ha : Jumlah kendaraan pada pagi hari tidak sama dengan jumlah kendaraan pada sore hari.

Tabel 10. Hasil Perhitungan Paired Sample Test untuk Kendaraan pagi Hari dan Sore Hari

Keterangan Paired Differences Mean Std. Deviation Std. Error Mean 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper

t Df Sig.

(2-tailed) Pair 1 Kendaraan pagi - kendaraan sore

36.556 70.520 23.507 -17.65 90.762 1.555 8 .159

Kesimpulan :

Karena Sign > α (0,159 > 0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak Dengan demikian kadar rata-rata jumlah kendaraan pada pagi hari sama dengan jumlah kendaraan pada sore hari.


(3)

Lampiran 9. Foto stomata

Tabel 11. Foto Stomata di Tiap-tiap Titik Sampling

Lokasi/tanggal/waktu Foto stomata (Perbesaran 400x)

Keterangan

Titik I/ 23-7-07/ pagi Stomata bagus, tetapi

pada sel epidermis terdapat spot berwarna kuning kecoklatan

Titik II/ 23-7-07/ pagi Terdapat spot warna

kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik III/ 23-7 07/ pagi Stomata bagus dan

pada lapisan epidermis terdapat spot warna coklat

Titik I/ 23-7-07/ sore Terdapat banyak spot

kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik II / 23-7-07/ sore Kondisi stomata bagus,

terdapat spot kuning kecoklatan pada epidermis


(4)

Titik III/ 23-7-07/ sore Stomata dengan kondisi sel epidermis cukup baik

Titik I/ 25-7-07/ pagi Stomata cukup bagus

dan pada sel epidermis terdapat spot warna hitam

Titik II/ 25-7-07/ pagi Terdapat spot kuning

kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik III/ 25-7-07/ pagi Kondisi stomata dan

epidermis bagus

Titik I/ 25-7-07/ sore Kondisi stomata bagus,

terdapat spot kuning kecoklatan pada epidermis


(5)

Titik II/ 25-7-07/ sore Stomata dan epidermis bagus

Titik III/ 25-7-07/ sore Kondisi stomata dan

epidermis bagus

Titik I/ 29-7-07/ pagi Stomata dan epidermis

bagus

Titik II/ 29-7-07/ pagi Stomata dan epidermis

bagus

Titik III/ 29-7-07/ pagi Stomata dengan

kondisi sel epidermis cukup baik


(6)

Titik I/ 29-7-07/ sore Stomata bagus terdapat spot berwarna kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik II/ 29-7-07/sore Stomata bagus terdapat

spot berwarna kuning kecoklatan pada lapisan epidermis

Titik III/ 29-7-07/ sore Kondisi stomata dan

epidermis bagus

Kontrol Gunung

Bunder

Kondisi stomata sangat bagus