Profil Keterampilan Generik Sains Siswa SMA pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur (Structured Inquiry) Konsep Difusi dan Osmosis

(1)

1

Profil Keterampilan Generik Sains Siswa SMA pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur (Structured Inquiry) Konsep Difusi dan Osmosis

Zulfiani1, Hesty Octafiana1 1Prodi Pendidikan Biologi FITK- UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

zulfiani@uinjkt.ac.id Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil Keterampilan Generik Sains (KGS) siswa SMA pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur konsep Difusi dan Osmosis. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan teknik purposive sampling. Instrumen penelitian berupa lembar observasi performance assesment, lembar observasi dengan daftar

checklist LKS, dan lembar observasi guru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam dua kali pertemuan di kelas tampak profil Keterampilan Generik Sains siswa mengalami peningkatan. Hasil observasi menunjukkan bahwa persentase Keterampilan Generik Sains (KGS) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (osmosis). Berdasarkan Nilai LKS pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dengan persentase aspek KGS tertinggi ke rendah sebagai berikut: Pengamatan langsung (78%), Hukum sebab akibat (70%), Membangun Konsep (62,5%), Pemodelan (58,5%) dan Inferensi Logika (55%).

Kata Kunci : Inkuiri Terstruktur, Difusi dan Osmosis, Lembar Observasi

Abstract

This research aims to know profile of the science generic skills of students that using structured inquiry learning models on diffusion and osmosis concept. The research was conducted in SMAN 74 Jakarta in grade XI. The method used is deciriptive with purposive sampling technique. The research instrument is observation sheet performance assessment, checklist worksheets, and teacher observation sheet. The results showed generic skills profile of students has increased. Observations show that the percentage of Generic Skills Science (GSS) were measured using the worksheet checklist Inquiry Structured each group showed very good criteria and have a percentage of 99.17% in the first meeting (diffusion) and 98.33% in the second meeting (osmosis). Based on the value of structured worksheets on Inquiry Learning Model with the highest percentage GSS aspect to lower are direct observation (78%), Law of causation and effect (70%), Building Concepts (62.5%), modeling (58.5%) and Logical Inference (55%).


(2)

2 A. Pendahuluan

Keterampilan Generik merupakan salah satu keterampilan utama untuk peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia di abad 21. Dunia pendidikan memiliki peran yang penting dalam melaksanakan upaya tersebut dalam hal ini mempersiapkan lulusan siswa yang kompeten. Hal ini sejalan dengan pendapat Brett, Mark, dan Craig (2011) bahwa siswa dengan kemahiran generik memiliki prospek pekerjaan yang baik. Oleh karenanya pengembangan Keterampilan Generik ini dapat dikembangkan dalam kurikulum pendidikan dan pembelajaran sains.

Dalam bidang sains sendiri keterampilan generik dikenal sebagai Keterampilan Generik Sains (KGS). Menurut Brotosiswoyo dalam Tim Pekerti MIPA (2001), Keterampilan Generik Sains meliputi pengamatan langsung, pengamatan tidak langsung, kesadaran tentang skala besaran, bahasa simbolik, kerangka logika taat azas, inferensi logika, hukum sebab akibat, pemodelan matematik, dan membangun konsep. Keterampilan-keterampilan yang akan membekali siswa dalam persaingan dunia kerja yang menuntut siswa lebih kreatif dan cakap. Salah satu keterampilan yang perlu dikembangkan dalam diri siswa dalam bidang sains adalah Keterampilan Generik Sains.

Berkaitan dengan arah pendidikan nasional yang berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta memiliki tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang berilmu, cakap, dan kreatif, Biologi sebagai salah satu bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menyediakan berbagai pengalaman belajar untuk memahami metode dan proses sains (Irawati, 2012), sehingga pengalaman belajar yang diterima dengan baik diharapkan mampu mengembangkan Keterampilan Generik Sains dalam diri siswa. Wahyana mengatakan seperti yang dikutip dalam Trianto bahwa IPA adalah suatu kumpulan pengetahuan tersusun secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta, tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Melalui penerapan metode ilmiah siswa belajar untuk merumuskan masalah, melakukan observasi, membuat hipotesis, melakukan eksperimen dan menarik kesimpulan yang disertai dengan sikap ilmiah, seperti kritis, memiliki rasa ingin tahu, berpikir logis, terbuka, objektif, teliti, tekun, dan optimis. Melalui penerapan metode dan sikap ilmiah dalam proses pembelajaran tersebut diharapkan siswa dapat mengembangkan berbagai keterampilan, seperti Keterampilan Generik Sains. Hal tersebut dipertegas oleh Trianto bahwa metode ilmiah telah melatih


(3)

3

keterampilan, ketekunan, dan melatih mengambil keputusan dengan pertimbangan yang rasional dan menuntut sikap-sikap ilmiah bagi penggunanya (Trianto, 2010).

Dengan demikian diperlukan model pembelajaran yang dapat mengakomodasi keterampilan ilmiah yang secara langsung mengembangkan Keterampilan Generik. Konsep Difusi-Osmosis merupakan salah satu materi yang akan mudah dipahami dengan adanya kegiatan praktikum di dalam proses pembelajaran. Hal tersebut dikarenakan proses Difusi-Osmosis merupakan proses yang tergolong abstrak sehingga dalam proses pembelajaran untuk materi Difusi-Osmosis ini diperlukan model pembelajaran yang cocok apabila diterapkan dalam pembelajaran yang mengaitkan adanya metode praktikum. Menurut Wiwik, Sarwanto, dan Suparmi, praktikum merupakan suatu proses yang membawa siswa pada pendekatan nyata suatu gejala alam dan proses ini dapat melatih Keterampilan Generik Sains (Agustiningsih, 2014). Keterampilan Generik Sains yang akan dikembangkan dalam materi Difusi-Osmosis ini mencakup pengamatan langsung, pemodelan, inferensi logika, hukum sebab akibat, dan membangun konsep. Model pembelajaran inkuiri memiliki prinsip utama, yaitu siswa dapat mengkonstruk sendiri pemahamannya dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya (Zulfiani, 2010). Berdasarkan prinsip tersebut, model pembelajaran inkuiri dapat meningkatkan Keterampilan Generik Sains siswa yang mana Keterampilan Generik Sains merupakan salah satu Keterampilan Dasar Bekerja Ilmiah (KDBI). Dalam proses pembelajaran, siswa secara aktif melakukan kegiatan belajar untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diajukan guru, sehingga siswa menemukan sendiri hasil dari pembelajaran dengan arahan dan bimbingan dari guru.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat profil Keterampilan Generik Sains siswa SMA pada pembelajaran Inkuiri Terstruktur konsep Difusi-Osmosis. Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi profil Keterampilan Generik Sains siswa sehingga dapat dimanfaatkan guru dalam mengembangkan pembelajaran sains biologi.

B.Isi

Metodologi Penelitian

1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di di SMAN 74 DKI Jakarta. Waktu penelitian pada Semester Ganjil pada bulan September 2014.


(4)

4 2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa, Sampel penelitiannya adalah kelas XI, teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh informasi mengenai profil Keterampilan Generik Sains siswa pada pembelajaran Inkuiri Terstruktur. Penelitian ini menitikberatkan pada observasi profil KGS siswa dengan performance assesment, observasi KGS dengan daftar checklist

LKS, dan kegiatan guru dalam dua kali pertemuan. 4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar observasi performance asessment, lembar observasi dengan daftar checklist

LKS, dan lembar observasi kegiatan guru. 5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif. Analisis data deskriptif, yaitu data yang diperoleh dianalisis dan dipaparkan dalam bentuk deskripsi.

Analisis deskriptif pada penelitian digunakan untuk mengolah data skor ketercapaian indikator Keterampilan Generik Sains pada masing-masing kelompok praktikum.

Perhitungan persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Purwanto, 2013).

NP = Keterangan:

NP = nilai persen yang dicari R = skor yang didapat SM = skor maksimum ideal

Tabel 1 Kriteria Tingkat Penguasaan

Tingkat Penguasaan Predikat

86 – 100 % Sangat Baik

76 – 85% Baik

60 – 75 % Cukup 55 – 59 % Kurang ≤ 54 % Kurang Sekali


(5)

5 C. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Observasi

Untuk melatih Keterampilan Generik Sains (KGS) siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri, siswa diberikan LKS yang telah dirancang sesuai tahapan model pembelajaran inkuiri dan mengandung uraian Keterampilan Generik Sains sesuai percobaan yang dilakukan. Keterampilan Generik Sains yang terdapat dalam LKS, seperti pengamatan langsung diberikan melalui 2 indikator, pemodelan melalui 2 indikator, inferensi logika melalui 4 indikator, hukum sebab akibat melalui 3 indikator, dan membangun konsep melalui 1 indikator.

Observasi dilakukan di kelas pada setiap pertemuan. Pertemuan pertama tentang difusi dan pertemuan kedua tentang osmosis. Lembar observasi tersusun atas lima aspek Keterampilan Generik Sains (KGS) dengan indikator yang mengacu pada kegiatan praktikum difusi dan osmosis. Hasil observasi ini berdasarkan pada pengamatan observer dengan memberikan tanda checklist pada kolom 1 jika kelompok melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek KGS, dan checklist pada kolom 0 jika kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan praktikum tidak sesuai dengan indikator setiap aspek KGS.

Lembar observasi KGS terbagi menjadi dua, yaitu observasi menggunakan daftar

checklist LKS dan observasi performance selama kegiatan praktikum. Hasil observasi menunjukkan bahwa persentase KGS (Tabel 2) yang diukur menggunakan daftar

checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (osmosis).

Tabel 2 Persentase Hasil Observasi KGS Menggunakan Daftar Checklist LKS Model Inkuiri Terstruktur

Aspek KGS

Persentase KGS (%) Pertemuan

I

“Difusi” Kriteria

Pertemuan II

“Osmosis” Kriteria

Pengamatan

Langsung 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Pemodelan 100 Sangat Baik 91.67 Sangat Baik

Inferensi Logika 95.83 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Hukum Sebab

Akibat 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Membangun

Konsep 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Rerata

99.17 Sangat


(6)

2

Bahkan baik pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua, KGS siswa mendapatkan persentase 100% pada aspek pengamatan langsung dan hukum sebab akibat, dan membangun konsep.

Peningkatan tersebut karena pada pertemuan kedua siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur sehingga persiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran lebih matang dengan sumber-sumber belajar yang lengkap dan bervariasi. Jika dilihat KGS siswa berdasarkan nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan Model Inkuiri Terstruktur memperoleh rata-rata cukup (63,49) baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua (66,08) (Tabel 3).

Perbedaan persentase KGS hasil checklist LKS dan Nilai LKS siswa dapat dipahami mengingat pengukuran checklist LKS hanya mengandalkan kemunculkan indikator KGS (Nilai 1 jika kelompok melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek KGS, dan checklist pada kolom 0 jika kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan praktikum tidak sesuai dengan indikator setiap aspek KGS). Sebaliknya, Nilai LKS tidak hanya aspek KGS saja, namun memperhatikan ketepatan materi biologi yang menjadi kajian. Tabel 3 terlihat rata-rata persentase KGS hasil Nilai LKS Siswa pada rentang Cukup (64,78%)

Tabel 3 Nilai LKS Siswa Menggunakan Model Inkuiri Terstruktur

Aspek KGS

Persentase KGS (%) Pertemuan

I

“Difusi” Kriteria

Pertemuan II

“Osmosis” Kriteria Rata-rata

Pengamatan

Langsung 73.33 Cukup 83.33 Baik 78.33

Pemodelan 62.50 Cukup 54.17 Kurang 58.34

Inferensi

Logika 54.76 Kurang 55.00

Kurang 54.88 Hukum Sebab

Akibat 68.52 Cukup 71.21

Cukup 69.87 Membangun

Konsep 58.33 Kurang 66.67

Cukup 62.50


(7)

7

Persentase hasil observasi performance siswa juga terlihat sangat baik pada pertemuan pertama dan kedua dengan persentase observasi sebesar 100% (Tabel 4). Demikian halnya hasil observasi terhadap kegiatan guru menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan setiap tahap kegiatan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur pada setiap pertemuan (Tabel 5).

Tabel 4 Persentase Hasil Observasi Performance Siswa Selama Proses Belajar Mengajar

Tahapan

Persentase (%) Pertemuan I

“Difusi”

Pertemuan II “Osmosis”

Pendahuluan Membawa perlengkapan praktikum 100 100

Inti Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan

prosedur 100 100

Menggunakan sebanyak mungkin indera dalam mengamati percobaan/fenomena alam (KGS)

100 100

Penutup Membersihkan alat yang telah dipakai 100 100

Membersihkan meja praktikum dari sampah

dan bahan yang telah dipakai 100 100

Mngembalikan alat ketempat semula dalam

keadaan kering 100 100

Rerata 100 100

Tabel 5 Hasil Observasi Kegiatan Guru Selama Proses Belajar Mengajar Tahapan

Inkuiri Terstruktur

Pertemuan I

“Difusi” Pertemuan II “Osmosis”

Menyajikan pertanyaan atau masalah √ √

Berhipotesis

Contoh hipotesis yang dibuat siswa: *Suhu berpengaruh terhadap laju difusi

*Tingkat konsentrasi larutan mempengaruhi terjadinya laju osmosis

√ √

Melakukan percobaan untuk memperoleh

informasi √ √

Mengkomunikasikan hasil percobaan √ √

Membuat kesimpulan √ √


(8)

8

Pengamatan Langsung menempati posisi paling tinggi dalam hasil persentase Nilai LKS Keterampilan Generik Sains, yaitu sebesar 73,33% pada pertemuan pertama dan 83,33% pada pertemuan kedua. Menurut Brotosiswoyo keterampilan generik pengamatan langsung dan tak langsung termasuk kategori mudah dikuasai (Zakiyah, 2013). Inferensi Logika

menempati posisi paling rendah dalam hasil persentase Nilai LKS Keterampilan Generik Sains (KGS), yaitu sebesar 54,76% pada pertemuan pertama dan 55% pada pertemuan kedua dengan kriteria kurang. Rendahnya hasil persentase yang diperoleh pada aspek inferensi logika menunjukkan bahwa Keterampilan Generik Sains inferensi logika merupakan salah satu Keterampilan Generik Sains yang cukup sulit untuk dikembangkan dan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur belum cukup untuk meningkatkan aspek inferensi logika karena dalam aspek inferensi logika siswa dituntut untuk bisa membuat penjelasan berdasarkan rujukan, memecahkan masalah berdasarkan rujukan, menarik kesimpulan berdasarkan rujukan dan berkaitan hal itu siswa masih kurang dalam keterampilan decision making dan berpikir kreatif sehingga Keterampilan Generik inferensi logika menjadi kurang. Terlepas dari hasil tersebut, Drury mengungkapkan dalam Jurnal FMIPA UPI bahwa Keterampilan Generik merupakan keterampilan yang dapat diterapkan pada beragam bidang studi dan untuk memperolehnya diperlukan waktu yang relatif lama (Rahman, T.,2014).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertama, Keterampilan Generik Sains merupakan keterampilan yang harus dilatih karena tidak mudah untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains khususnya pada aspek inferensi logika. Kedua, untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains menggunakan model apapun mengkontruksi proses pembelajar merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan seperti teknik penilaian kelompok atau individu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Teknik penilaian kelompok untuk mengukur Keterampilan Generik Sains dirasakan belum cukup karena Keterampilan Generik Sains setiap siswa kurang terkontrol dengan baik karena Keterampilan Generik Sains akan diperoleh apabila siswa melaksanakan pembelajaran yang secara efektif dan aktif melibatkan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dipertegas oleh Brotosiswoyo, seperti yang dikutip dalam Nuryani Y. Rustaman bahwa Keterampilan Generik merupakan hasil belajar yang tertinggal apabila seseorang belajar sains dengan benar ( Rustaman, N.Y., 2014).

PENUTUP

Keterampilan Generik Sains (KGS) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan


(9)

9

memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (Difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (Osmosis). Berdasarkan Nilai LKS KGS pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dengan persentase aspek KGS tertinggi ke rendah sebagai berikut Pengamatan Langsung (78,33%), Hukum Sebab Akibat (69,87%), Membangun Konsep (62,5%), Pemodelan (58,34%) dan Inferensi Logika (54,88%).

DAFTAR PUSTAKA

Agustinaningsih, W., Sarwanto, dan Suparmi. Pengembangan Instruksi Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Teori Kinetik Gas Kelas XI IPA SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Inkuiri, Vol. 3, No. 1, Solo: Universitas Sebelas Maret, 2014.

Brett Freudenberg, Mark Brimble, Craig Cameron, WILL and Generic Skill Development: The Development of Business Student’s Generic Skills Through Work Integrated Learning, Asia-Pacific Journal of Cooperative Education, Volume 12, No.2, 2011, p. 81.

Hayatus Zakiyah, Adlim, dan A. Halim, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Titrasi Asam Basa Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Aceh: PPs Unsyiah, 2013, h. 2. Maya Suci Irawati, Pengembangan LKS Berorientasi CTL pada Materi Sistem Pencernaan di

Kelas VIII SMP, Ejurnal Unesa, Vol. 2, No. 3, 2013, h. 172.

Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Taknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Rahman, Taufik. “Profil Kemampuan Generik Perencanaan Percobaan Calon Guru Hasil Pembelajaran Berbasis Kemampuan Generik Pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan”,

Jurnal, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).

Rustaman, Nuryani Y. Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah Dalam Pendidikan Sains dan Asesmennya, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).

Tim Penulis Pekerti Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), Cet. 1, h. 6-21.

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta, Bumi Aksara: 2010), Edisi Pertama, Cet.2, h. 136.

Zulfiani, Feronika, T., Suartini, K. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Cet. 1, 2009.


(1)

4 2. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa, Sampel penelitiannya adalah kelas XI, teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling.

3. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian ini diarahkan untuk memperoleh informasi mengenai profil Keterampilan Generik Sains siswa pada pembelajaran Inkuiri Terstruktur. Penelitian ini menitikberatkan pada observasi profil KGS siswa dengan performance assesment, observasi KGS dengan daftar checklist LKS, dan kegiatan guru dalam dua kali pertemuan.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah lembar observasi performance asessment, lembar observasi dengan daftar checklist LKS, dan lembar observasi kegiatan guru.

5. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil observasi dianalisis dengan menggunakan analisis data deskriptif. Analisis data deskriptif, yaitu data yang diperoleh dianalisis dan dipaparkan dalam bentuk deskripsi.

Analisis deskriptif pada penelitian digunakan untuk mengolah data skor ketercapaian indikator Keterampilan Generik Sains pada masing-masing kelompok praktikum. Perhitungan persentase dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Purwanto, 2013).

NP =

Keterangan:

NP = nilai persen yang dicari R = skor yang didapat SM = skor maksimum ideal

Tabel 1 Kriteria Tingkat Penguasaan

Tingkat Penguasaan Predikat

86 – 100 % Sangat Baik

76 – 85% Baik

60 – 75 % Cukup 55 – 59 % Kurang ≤ 54 % Kurang Sekali


(2)

5 C. Hasil dan Pembahasan

1. Hasil Observasi

Untuk melatih Keterampilan Generik Sains (KGS) siswa dalam pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri, siswa diberikan LKS yang telah dirancang sesuai tahapan model pembelajaran inkuiri dan mengandung uraian Keterampilan Generik Sains sesuai percobaan yang dilakukan. Keterampilan Generik Sains yang terdapat dalam LKS, seperti pengamatan langsung diberikan melalui 2 indikator, pemodelan melalui 2 indikator, inferensi logika melalui 4 indikator, hukum sebab akibat melalui 3 indikator, dan membangun konsep melalui 1 indikator.

Observasi dilakukan di kelas pada setiap pertemuan. Pertemuan pertama tentang difusi dan pertemuan kedua tentang osmosis. Lembar observasi tersusun atas lima aspek Keterampilan Generik Sains (KGS) dengan indikator yang mengacu pada kegiatan praktikum difusi dan osmosis. Hasil observasi ini berdasarkan pada pengamatan observer dengan memberikan tanda checklist pada kolom 1 jika kelompok melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek KGS, dan checklist pada kolom 0 jika kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan praktikum tidak sesuai dengan indikator setiap aspek KGS.

Lembar observasi KGS terbagi menjadi dua, yaitu observasi menggunakan daftar checklist LKS dan observasi performance selama kegiatan praktikum. Hasil observasi menunjukkan bahwa persentase KGS (Tabel 2) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (osmosis).

Tabel 2 Persentase Hasil Observasi KGS Menggunakan Daftar Checklist LKS Model Inkuiri Terstruktur Aspek KGS

Persentase KGS (%) Pertemuan

I

“Difusi” Kriteria

Pertemuan II

“Osmosis” Kriteria Pengamatan

Langsung 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik Pemodelan 100 Sangat Baik 91.67 Sangat Baik Inferensi Logika 95.83 Sangat Baik 100 Sangat Baik Hukum Sebab

Akibat 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Membangun

Konsep 100 Sangat Baik 100 Sangat Baik

Rerata

99.17 Sangat


(3)

2

Bahkan baik pada pertemuan pertama dan pertemuan kedua, KGS siswa mendapatkan persentase 100% pada aspek pengamatan langsung dan hukum sebab akibat, dan membangun konsep.

Peningkatan tersebut karena pada pertemuan kedua siswa sudah terbiasa dengan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur sehingga persiapan siswa dalam mengikuti pembelajaran lebih matang dengan sumber-sumber belajar yang lengkap dan bervariasi. Jika dilihat KGS siswa berdasarkan nilai Lembar Kerja Siswa (LKS) menggunakan Model Inkuiri Terstruktur memperoleh rata-rata cukup (63,49) baik pada pertemuan pertama maupun pertemuan kedua (66,08) (Tabel 3).

Perbedaan persentase KGS hasil checklist LKS dan Nilai LKS siswa dapat dipahami mengingat pengukuran checklist LKS hanya mengandalkan kemunculkan indikator KGS (Nilai 1 jika kelompok melakukan kegiatan praktikum sesuai dengan indikator setiap aspek KGS, dan checklist pada kolom 0 jika kelompok tidak melakukan atau melakukan kegiatan praktikum tidak sesuai dengan indikator setiap aspek KGS). Sebaliknya, Nilai LKS tidak hanya aspek KGS saja, namun memperhatikan ketepatan materi biologi yang menjadi kajian. Tabel 3 terlihat rata-rata persentase KGS hasil Nilai LKS Siswa pada rentang Cukup (64,78%)

Tabel 3 Nilai LKS Siswa Menggunakan Model Inkuiri Terstruktur

Aspek KGS

Persentase KGS (%) Pertemuan

I

“Difusi” Kriteria

Pertemuan II

“Osmosis” Kriteria Rata-rata

Pengamatan

Langsung 73.33 Cukup 83.33 Baik 78.33

Pemodelan 62.50 Cukup 54.17 Kurang 58.34

Inferensi

Logika 54.76 Kurang 55.00

Kurang 54.88

Hukum Sebab

Akibat 68.52 Cukup 71.21

Cukup 69.87

Membangun

Konsep 58.33 Kurang 66.67

Cukup 62.50


(4)

7

Persentase hasil observasi performance siswa juga terlihat sangat baik pada pertemuan pertama dan kedua dengan persentase observasi sebesar 100% (Tabel 4). Demikian halnya hasil observasi terhadap kegiatan guru menunjukkan bahwa guru sudah melaksanakan setiap tahap kegiatan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur pada setiap pertemuan (Tabel 5).

Tabel 4 Persentase Hasil Observasi Performance Siswa Selama Proses Belajar Mengajar

Tahapan

Persentase (%) Pertemuan I

“Difusi”

Pertemuan II “Osmosis”

Pendahuluan Membawa perlengkapan praktikum 100 100

Inti Menggunakan alat dan bahan sesuai dengan

prosedur 100 100

Menggunakan sebanyak mungkin indera dalam mengamati percobaan/fenomena alam (KGS)

100 100

Penutup Membersihkan alat yang telah dipakai 100 100

Membersihkan meja praktikum dari sampah

dan bahan yang telah dipakai 100 100

Mngembalikan alat ketempat semula dalam

keadaan kering 100 100

Rerata 100 100

Tabel 5 Hasil Observasi Kegiatan Guru Selama Proses Belajar Mengajar Tahapan

Inkuiri Terstruktur

Pertemuan I

“Difusi” Pertemuan II “Osmosis”

Menyajikan pertanyaan atau masalah √ √

Berhipotesis

Contoh hipotesis yang dibuat siswa: *Suhu berpengaruh terhadap laju difusi

*Tingkat konsentrasi larutan mempengaruhi terjadinya laju osmosis

√ √

Melakukan percobaan untuk memperoleh

informasi √ √

Mengkomunikasikan hasil percobaan √ √

Membuat kesimpulan √ √


(5)

8

Pengamatan Langsung menempati posisi paling tinggi dalam hasil persentase Nilai LKS Keterampilan Generik Sains, yaitu sebesar 73,33% pada pertemuan pertama dan 83,33% pada pertemuan kedua. Menurut Brotosiswoyo keterampilan generik pengamatan langsung dan tak langsung termasuk kategori mudah dikuasai (Zakiyah, 2013). Inferensi Logika menempati posisi paling rendah dalam hasil persentase Nilai LKS Keterampilan Generik Sains (KGS), yaitu sebesar 54,76% pada pertemuan pertama dan 55% pada pertemuan kedua dengan kriteria kurang. Rendahnya hasil persentase yang diperoleh pada aspek inferensi logika menunjukkan bahwa Keterampilan Generik Sains inferensi logika merupakan salah satu Keterampilan Generik Sains yang cukup sulit untuk dikembangkan dan model pembelajaran Inkuiri Terstruktur belum cukup untuk meningkatkan aspek inferensi logika karena dalam aspek inferensi logika siswa dituntut untuk bisa membuat penjelasan berdasarkan rujukan, memecahkan masalah berdasarkan rujukan, menarik kesimpulan berdasarkan rujukan dan berkaitan hal itu siswa masih kurang dalam keterampilan decision making dan berpikir kreatif sehingga Keterampilan Generik inferensi logika menjadi kurang. Terlepas dari hasil tersebut, Drury mengungkapkan dalam Jurnal FMIPA UPI bahwa Keterampilan Generik merupakan keterampilan yang dapat diterapkan pada beragam bidang studi dan untuk memperolehnya diperlukan waktu yang relatif lama (Rahman, T.,2014).

Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pertama, Keterampilan Generik Sains merupakan keterampilan yang harus dilatih karena tidak mudah untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains khususnya pada aspek inferensi logika. Kedua, untuk mengembangkan Keterampilan Generik Sains menggunakan model apapun mengkontruksi proses pembelajar merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan seperti teknik penilaian kelompok atau individu yang akan digunakan dalam proses pembelajaran. Teknik penilaian kelompok untuk mengukur Keterampilan Generik Sains dirasakan belum cukup karena Keterampilan Generik Sains setiap siswa kurang terkontrol dengan baik karena Keterampilan Generik Sains akan diperoleh apabila siswa melaksanakan pembelajaran yang secara efektif dan aktif melibatkan siswa dalam setiap proses pembelajaran. Dipertegas oleh Brotosiswoyo, seperti yang dikutip dalam Nuryani Y. Rustaman bahwa Keterampilan Generik merupakan hasil belajar yang tertinggal apabila seseorang belajar sains dengan benar ( Rustaman, N.Y., 2014).

PENUTUP

Keterampilan Generik Sains (KGS) yang diukur menggunakan daftar checklist LKS Inkuiri Terstruktur setiap kelompok praktikum menunjukkan kriteria sangat baik dan


(6)

9

memiliki persentase sebesar 99,17% pada pertemuan pertama (Difusi) dan 98,33% pada pertemuan kedua (Osmosis). Berdasarkan Nilai LKS KGS pada Model Pembelajaran Inkuiri Terstruktur dengan persentase aspek KGS tertinggi ke rendah sebagai berikut Pengamatan Langsung (78,33%), Hukum Sebab Akibat (69,87%), Membangun Konsep (62,5%), Pemodelan (58,34%) dan Inferensi Logika (54,88%).

DAFTAR PUSTAKA

Agustinaningsih, W., Sarwanto, dan Suparmi. Pengembangan Instruksi Praktikum Berbasis Keterampilan Generik Sains Pada Pembelajaran Fisika Materi Teori Kinetik Gas Kelas XI IPA SMA Negeri 8 Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013, Jurnal Inkuiri, Vol. 3, No. 1, Solo: Universitas Sebelas Maret, 2014.

Brett Freudenberg, Mark Brimble, Craig Cameron, WILL and Generic Skill Development: The Development of Business Student’s Generic Skills Through Work Integrated Learning, Asia-Pacific Journal of Cooperative Education, Volume 12, No.2, 2011, p. 81.

Hayatus Zakiyah, Adlim, dan A. Halim, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Pada Materi Titrasi Asam Basa Untuk Meningkatkan Keterampilan Generik Sains Mahasiswa, Jurnal Pendidikan Sains Indonesia, Aceh: PPs Unsyiah, 2013, h. 2. Maya Suci Irawati, Pengembangan LKS Berorientasi CTL pada Materi Sistem Pencernaan di

Kelas VIII SMP, Ejurnal Unesa, Vol. 2, No. 3, 2013, h. 172.

Purwanto, Ngalim. Prinsip-Prinsip dan Taknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013.

Rahman, Taufik. “Profil Kemampuan Generik Perencanaan Percobaan Calon Guru Hasil Pembelajaran Berbasis Kemampuan Generik Pada Praktikum Fisiologi Tumbuhan”, Jurnal, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).

Rustaman, Nuryani Y. Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah Dalam Pendidikan Sains dan Asesmennya, (tersedia: http://file.upi.edu, 26 Januari 2014).

Tim Penulis Pekerti Bidang MIPA, Hakikat Pembelajaran MIPA dan Kiat Pembelajaran Matematika di Perguruan Tinggi, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2001), Cet. 1, h. 6-21.

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta, Bumi Aksara: 2010), Edisi Pertama, Cet.2, h. 136.

Zulfiani, Feronika, T., Suartini, K. Strategi Pembelajaran Sains. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Cet. 1, 2009.