BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sepsis 2.1.1. Definisi
Systemic Inflammatory Response Syndrome SIRS adalah respon tubuh
secara klinis terhadap inflamasi, yang termasuk dua atau lebih dari gejala berikut: Temperatur 38° C atau 36° C, Denyut jantung 90xmenit, Laju
pernafasan 20xmenit atau Pa02 32 mmHG, Hitung lekosit 12.000mm3 atau 4.000mm3, atau 10 neutrofil yang imatur Tazbir, 2012; Perman,
Goyal, Gaieski, 2012. Sepsis adalah respon tubuh terhadap adanya infeksi yang timbul bersama dengan manifestasi klinis dari suatu infeksi sistemik.
Sepsis berat severe sepsis didefinisikan sebagai sepsis dengan disfungsi organ atau hipoperfusi jaringan Dellinger, et al., 2013, sedangkan dikatakan syok
septik septic shock apabila hipotensi tidak dapat dikompensasi setelah dilakukan resusitasi cairan Napitupulu, 2010.
Tubuh memiliki respon terhadap invasi terhadap mikroba, respon ini dapat berupa respon lokal atau respon sistemik. Respon sistemik ini disebut
SIRS Systemic Inflammatory Response Syndrome, yang memiliki ciri-ciri klasik berupa: demam atau hipotermi, leukositosis atau leukopenia, takipnu dan
takikardi. SIRS dengan infeksi yang dicurigai atau terbuktikan disebut sebagai sepsis Munford dalam Fauci, 2008.
2.1.2. Epidemiologi dan Faktor Resiko
Menurut sebuah tinjauan tahun 2009, dari data pasien internasional yang menderita sepsis, dengan data lebih dari 11.000 pasien dari 37 negara. Dari
pasien tersebut, 57 mengalami infeksi bakteri gram negatif, 44 mengalami infeksi bakteri gram positif, dan 11 mengalami infeksi jamur beberapa
mengalami infeksi campuran, maka totalnya adalah 100 Stearns- Kurosawa, et al., 2013.
Universitas Sumatera Utara
Paru-paru adalah sumber utama daripada infeksi pada 47 pasien, diikuti dengan abdomen 23, saluran kemih 8. Sebagian pasien memiliki
komorbiditas comorbidities, termasuk diabetes 24, penyakit paru kronis atau kanker 16, gagal jantung kongestif congestive heart failure 14,
dan penurunan fungsi ginjal 11. Mortalitas dari database adalah mendekati 50, yang menunjukkan sepsis masih bertahan sebagai sindroma yang
mematikan Stearns-Kurosawa, et al., 2013. Faktor resiko untuk mengembangkan sepsis bergantung pada
munculnya kondisi komorbiditas yang berasosiasi dengan penurunan sistem imun dan atau dengan terapi imunosupresif. Tempat terjadinya infeksi primer
dan jenis mikroba tertentu yang menginfeksi memainkan peran tambahan, dimana faktor genetik mungkin jugalah penting. Usia lanjut, penurunan fungsi
limpa, alkoholisme dengan penyakit hati yang signifikan, penyakit ginjal kronik, penggunaan obat secara intravena, malnutrisi, infeksi HIV, diabetes mellitus
dan keganasan merupakan predisposisi untuk infeksi spesifik, sering dengan peningkatan keparahan. Kemoterapi kanker, terapi imunosupresif setelah
transplantasi organ dan terapi pengguanaan steroid yang lama juga meningkatkan resiko terjadinya sepsis Taljaard, 2010.
2.1.3. Etiologi
Sepsis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, protozoa, atau riketsia Powell dalam Behrman, 1996. Menurut Uthman 1997, sepsis
dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Menurut Munford dalam Fauci 2008, kultur darah dapat mendeteksi
bakteri atau jamur pada 40-70 kasus syok septik dan 20-40 pada kasus sepsis berat. Bakteri gram negatif atau gram positif mencakup 70 dari kasus
sepsis jika gagal terdeteksi, harus dilakukan tes mikroskopik pada jaringan lokal. Sehingga terkadang sulit untuk mendeteksi bakteri dalam darah pada kasus
sepsis.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Patogenesis