Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah pengrajin yang sudah lama dan yang baru beberapa tahun terakhir bergabung dengan APIKRI jumlahnya
hampir sama. Pengrajin mendapatkan informasi tentang kemitraan ini dari internet dan beberapa dari sosialisasi yang dilakukan dibeberapa acara. Permasalahan
pengrajin hampir sama, terutama mengalami masalah dalam pemasaran, karena sudah kalah saing dengan pengrajin yang memiliki usaha lebih besar. Ternyata pada
saat dilapangan, pengrajin yang bergabung dalam kemitraan mengalami pasang surut dimana ada yang memutuskan untuk tidak bekerjasama lagi dan ada pula
pengrajin yang baru bergabung melakukan kerjasama. Hal tersebut dikarenakan ada pengrajin yang merasa sudah dapat berjalan sendiri tanpa bantuan dari APIKRI, ada
juga pengrajin yang beralih profesi dengan menjadi pengusaha lain karena tidak sanggup menjalani usaha pada bidang kerajinan. Adapun pengrajin yang belum
bergabung merupakan pengrajin baru yang pasarnya masih pasar lokal dan masih kesulitan melakukan pemasaran karena persaingan, sehingga memutuskan untuk
bekerjasama dengan harapan dapat membantu pengrajin dalam pemasaran produk mereka.
C. Kemitraan APIKRI Dengan Pengrajin Mitra di Kabupaten Bantul
Apikri didedikasikan sebagai organisasi perniagaan berkeadilan fair trade organizationFTO yang merupakan kombinasi antara pengembangan masyarakat
dan pengembangan pasar bagi usaha mikro kecil. Keberadaan APIKRI dilatari permasalahan kemiskinan kebanyakan masyarakat, khususnya pelaku usaha mikro
kecil. Baik yang disebabkan dari dalam dirinya sendiri kewirausahaan, pemasaran,
produksi, modal, manajemen dan lain-lain maupun hambatan dari luar dirinya kebijakan, iklim usaha dan sebagainya.
Kemitraan yang terjalin antara Asosiasi Pengembangan Industri Kerajinan Rakyat Indonesia APIKRI dengan pengrajin mitra dalam memproduksi produk
kerajinan merupakan perjanjian tidak terikat yang termasuk kedalam golongan pola kemitraan dagang umum. Kemitraan ini tidak mengandung kontrak didalamnya,
sehingga tidak mengikat pihak pengrajin mitra yang mana pengrajin mitra tetap bisa memasarkan kerajinannya kepada pihak manapun. Pada pola kemitraan ini,
APIKRI berlaku sebagai pihak pemasaran yang mencari dan menjamin pasar atas barang yang akan dihasilkan pengrajin, sedangkan pengrajin bertugas memenuhi
pesanan produk yang dipesan oleh pihak APIKRI. Namun selain sebagai pihak pemasaran, APIKRI juga berperan sebagai pihak yang diharapkan dapat
mengembangkan kemampuan para pengrajin. Sebenarnya APIKRI sendiri tidak mengerti teori yang mereka gunakan untuk kerjasama tersebut, namun APIKRI
menyesuaikan dengan kebutuhan yang telah dikeluhkan oleh pengrajin. Seperti pada awal pendirian APIKRI, temuan masalah dan perhatian pemecahannya
terfokus pada masalah pemasaran. Karena banyak pengrajin yang mengeluh dengan pasar yang sudah dikuasai oleh pengrajin-pengrajin yang lebih besar, sehingga
pengrajin kecil bingung untuk memasarkan barang hasil produksinya. Sejalan dengan pemecahan masalah pemasaran, permasalahan lain pun muncul seperti
masalah keuangan, minimnya kemampuan pengrajin, minimnya ketersediaan alat dan SDM, dan masalah lainnya. Sehingga APIKRI bukan hanya berperan sebagai