Konsep franchise fee dan royallty fee pada waralaba bakmi Tebet menurut prinsip Syariah

(1)

KONSEP FRANCHISE FEE DAN ROYALTY FEE PADA WARALABA BAKMI TEBET MENURUT PRINSIP SYARIAH

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE. Sy)

Oleh:

ANNISA DYAH UTAMI NIM : 206046103806

JURUSAN PERBANKAN SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010


(2)

Puji syukur kehadirat Allah Swt. Penulis panjatkan atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah dilimpahkan pada kita semua. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini yang berjudul "KONSEP FRANCHISE FEE DAN ROYALTY FEE PADA WARALABA BAKMI TEBET MENURUT PRINSIP SYARIAH " bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH.,MA.,MM, Dekan Fakultas

Syariah dan Hukum

2. Ibu Dr Euis Amalia, M.Ag ,Ketua Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Ah Azharudin Latief, M.Ag.MH, Sekretaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Djawahier Hejazziey,SH.,MA,Koordinator Teknis Program Non regular dan Bapak Drs.H. Ahmad Yani,M.Ag, Sekretaris Teknis Program Non reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak A.M Hasan Ali, M.A dan Bapak Muzazin, SE.M.Ag, dosen pembimbing skripsi penulis, terima kasih atas dukungan dan motivasi bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Terima kasih kepada owner Bakmi Tebet Bapak Dr. Ir. Wahyu Saidi, MSC, Pak Yusuf dan Pak Hafizh dari manajemen Bakmi Tebet yang telah banyak membantu dan meluangkan memberikan informasi,data,dalam menyelesaikan

ii   


(3)

skripsi ini.

7. Untuk Staf kordinator teknis program Non Reguler, Kak Syafii S.EI dan kak Vida S. Ag, terima kasih atas semua informasi yang diberikan selama penulisan skripsi ini berlangsung.

8. Untuk Staf perpustakaan, terutama kepada bapak Zuhri.SH. dan Mas Farhan terima kasih atas kemudahan, arahan dan bantuannya kepada penulis dalam memperoleh data-data kepustakaan dalam penulisan skripsi ini.

9. Untuk orang tuaku tercinta. Ibundaku HJ. Herlina Damayanti Noor dan ayahanda Bambang Edi Hermanto, kedua adikku, Ririn dan Afin serta seluruh keluarga besar penulis, khususnya Tante Reni dan keluarga, terima kasih atas curahan cinta dan kasih sayangnya, yang tiada henti mendoakan, menyemangati baik moril maupun materil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan tak lupa, ini untuk mu Ibu. Letihmu, Keringatmu masih tergambar jelas dalam benakku, semoga aku dapat mempersembahkan yang terbaik untukmu. Perjuangan yang tanpa lelah, pengorbanan yang tiada dapat diukur, doa yang tiada letih. Terima kasih Ibu.

10. Untuk Rivaldi Pragola, SE.Sy dan keluarga. Ini untuk mu… Ini buah dari doa, semangat, dorongan kamu. Terima kasih untuk semangat yang tidak pernah lelah diberikan ya abang..

11. Untuk Teman-teman seperjuanganku, PS.C, sahabat-sahabatku, Sila, Mitra, Dita, Devi, 5 Star, dan semua teman-teman yang tidak saya bisa sebutkan satu- persatu, terima kasih untuk semua dukungannya

12. Untuk Mas Aan dan Mas To’ terima kasih untuk bantuannya dalam pengeditan skripsiini, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.

Ciledug, 12 Agustus 2010

Annisa Dyah Utami iii 


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan ... 8

E. Tinjauan Kajian Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II KONSEP WARALABA DAN KEADILAN DALAM ISLAM A. Konsep Waralaba 1. Pengertian Waralaba, Franchisee Fee, dan Royalty fee ... 18

2. Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee ... 25

3. Mekanisme Pembayaran Franchisee fee ... 27

4. Mekanisme Pembagian Royalty Fee ... 28

B. Konsep Keadilan Kerjasama Dalam Islam 1. Pengertian Keadilan ... 31

2. Manfaat Keadilan ... 35

3. Konsep Keadilan dalam Islam ... 36

4. Konsep Kerjasama dalam Islam ... 39

BAB III PENERAPAN ROYALTY FEE DAN FRANCHISE FEE PADA RESTAURAN BAKMI TEBET A. Sejarah dan Perkembangan Restauran Bakmi Tebet ... 46

B. Sistem Pembayaran Franchise Fee pada Restauran Bakmi Tebet .... 54

C. Sistem Pembayaran Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet ... 58

iv   


(5)

BAB IV ROYALTY FEE DAN FRANCHISE FEE DALAM PERSPEKTIF KEADILAN KERJASAMA ISLAM

A.Pelaksanaan Sistem Waralaba Bakmi Tebet ... 60 B.Mekanisme pembayaran franchise fee ... 62 C.Mekanisme pembagian royalty fee ... 63 D.Respon Franchisee terhadap Penetapan Franchise Fee dan

Pembayaran Royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet ... 74 BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan ... 88 B.Saran ... 90 DAFTAR PUSTAKA ... 91 LAMPIRAN

v   


(6)

Tabel 1.1 Distribusi Responden Berdasarkan Cabang ... 74 Tabel 1.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 75 Tabel 1.3 Gambaran Identitas dan Karateristik Pengetahuan Franchisee

(Menurut Pengetahuan Adanya Waralaba Bakmi Tebet) ... 76 Table 1.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Bergabung dengan Bakmi

Tebet ... 76 Table 1.5 Distribusi Responden Berdasarkan Franchise fee yang dibayarkan

Kepada Manajemen Bakmi Tebet ... 77 Table 1.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sistem Pembayaran Franchise

fee ... 77 D.1 Tanggapan Responden Atas Gambaran Umum dan Pengetahuan Responden Terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam

Table 2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden Mengenai Waralaba ... 78 Table 2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Franchise fee pada Waralaba ... 79 Table 2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Royalty fee pada Waralaba ... 80 Table 2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Pemahaman Responden

Mengenai Konsep Waralaba dalam Perspeeektif Islam ... 80

vi   


(7)

vii   

Table 2.5 Distribusi Responden Berdasakan Konsep Keadilan Kerjasama Secara Umum ... 81 D.3 Respon Responden Terhadap Penerapan Franchise fee dan Pembagian Royalty fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet

Table 3.1 Pendapat Responden Mengenai Besar Franchise fee yang Dibayarkan ... 82 Table 3.2 Pendapat Responden Mengenai Konsep Keadilan Terhadap Besar

Franchise fee ... 83 Table 3.3 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap

Royalty fee yang harus dibayar ... 84 Table 3.5 Pendapat Responden Konsep Keadilan Terhadap Penetapan Royalty

Fee ... 84 Table 3.6 Pendapat Responden Mengenai Kepuasan Responden Terhadap

Penetapan Royalty fee sebesar3,5% ... 86 Table 3.7 Pendapat Responden Mengenai Kinerja Manajemen Bakmi Tebet ... 87


(8)

A. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama yang paling sempurna dari semua agama di dunia. Islam mengatur semua hal, dari tata cara beribadah kepada Allah SWT, hingga urusan duniawi seperti bermuamalah. Sejak zaman Nabi Muhammad SAW, berdagang merupakan hal yang ladzim dilakukan. Begitupun yang dilakukan oleh Rasulullah, beliau sejak kecil berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Islam mempunyai konsep tersendiri dalam berbisnis, dalam hal ini berdagang. Dimana bahwa dalam berdagang seorang penjual harus mempunyai etika bisnis yang baik seperti tidak menipu terhadap pembeli,menjual barang yang jelas kuantitas dan kualitasnya, serta tidak mengambil keuntungan yang diluar batas kewajaran. Islam juga mengatur tentang konsep syirkah atau kerjasama dalam berdagang. Bagi seorang muslim, mu’amalah adalah persoalan duniawi yang bagi pelakunya diberi kebebasan untuk mengembangkan dan berkreasi menurut perkembangan zaman. Meskipun demikian, kebebasan dalam bermuamalah dan syirkah tidak boleh keluar dalam prinsip prinsip Islam seperti keduanya dilakukan atas dasar mendahulukan manfaat dan menghilangkan mudharat1. Seperti misalnya seorang muslim tidak boleh berdagang minuman keras yang tentu saja lebih banyak mudharatnya dibandingkan dengan       

1

Darmawan Budi Suseno,Waralaba Syariah, (Jakarta,CAKRAWALA,2008,Cet pertama), h. 105


(9)

manfaatnya. Selain itu dalam bersyirkah seorang muslim dituntut untuk selalu adil dengan rekan bisnisnya. Adil disini maksudnya adalah bahwa untung rugi dalam suatu usaha ditanggung bersama. Keadilan merupakan sifat yang selalu diterapkan oleh Rasulullah dalam berdagang, sehingga sudah selayaknya kita mengikuti sifat beliau yang mulia tersebut dalam kegiatan sehari-hari terutama dalam bersyirkah. Dunia bisnis Islam memberikan pelajaran agar selalu memegang asas keadilan dan keseimbangan. Selain itu juga telah dicontohkan aplikasi nilai-nilai Islam dalam mengelola bisnis oleh Nabi Muhammad SAW agar berhasil baik di dunia ataupun di akhirat. Nilai-nilai bisnis Islam telah menjadi tren baru dalam mengendalikan tujuan dan harapan ekonomi dalam jangka panjang, yang selalu mengedepankan kejujuran, kepercayaan, keadilan (profesional) dan komunikatif akan membawa spirit moral dalam bisnis sehingga melahirkan suatu bisnis ataupun usaha yang transparan2.

Ilmu pengetahuan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Begitu pun dengan gagasan tentang bermua’malah. Pada zaman dahulu, berdagang hanya dilakukan dengan cara-cara sederhana seperti berdagang dipasar atau menjajakan barang dagangannya door to door. Namun, sekarang terdapat berbagai macam variasi yang dibuat oleh seorang wirausahawan dalam menjajakan produk dagangannya.

Seorang penjual bahkan tidak harus bertemu dengan si pembeli. Ini adalah salah satu inovasi pemasaran dalam bermua’malah. hal ini dapat kita temukan pada       

2

Naika “Etika Bisnis dalam Islam” artikel diakses pada 24 Maret 2010 dari http://naika-permata.blogspot.com/2009/12/etika-bisnis-dalam-islam.html


(10)

bisnis E commerce misalnya. Selain bisnis E commerce ada juga bisnis Multi Level Marketing yang pada konsepnya menjual barang secara langsung kepada pelanggan melalui jaringan. Selain E commerce dan Multi level Marketing terdapat juga bisnis yang semakin berkembang dewasa ini yaitu bisnis waralaba, atau lebih kita kenal dengan istilah franchise.

Salah satu wirausahawan yang berhasil dalam menangkap peluang pasar dan mengembangkan cara bisnis dengan metode franchise ini adalah Isaac M. Singer. Isaac M Singer (1811-1875) menandai munculnya franchise di Amerika dengan bisnis mesin jahitnya. Dia menggunakan franchise untuk menambah jangkauan distribusi pasarnya dengan cepat. Format franchisenya adalah dengan memberikan hak penjualan mesin jahitnya dan tanggung jawab pelatihan kepada franchisee-nya.3

Waralaba sesungguhnya mengandalkan pada kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha pemberi waralaba.4 Format bisnis waralaba ini terdiri atas konsep bisnis yang menyeluruh, sebuah proses permulaan dan pelatihan mengenai seluruh aspek pengelolaan bisnis sesuai dengan konsep franchise dan proses bantuan yang terus menerus.5

      

3

Tri Wahyudi, All About Business, artikel diakses pada 24 maret 2010 dari http://yud71bisnis.blogspot.com/2009/10/sejarah-waralaba.html

4

Gunawan Widjaja, Waralaba,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2003) h.4 5

Martin Mendelsohn, Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, (Jakarta, PT Pustaka Binaman Press Indo 1993), h.4


(11)

Waralaba merupakan sistem keterkaitan usaha vertikal antara pemilik paten yang menciptakan paket teknologi bisnis pewaralaba (franchisor) dengan penerima hak pengelolaan operasional bisnis, terwaralaba (franchisee). Jadi sesungguhnya waralaba dapat dikatakan sebagai teknik menjual “Sukses” dari usaha yang sudah berhasil. Dalam bisnis waralaba seperti yang telah dibahas diatas, seorang terwaralaba harus membayar sejumlah royalty fee kepada pewaralaba sebagai timbal balik karena telah mengizinkan terwaralaba ini berusaha dengan merek dagangnya. Dan sebaliknya pihak terwaralaba atau licence franchisee dari pihak pewaralaba untuk menggunakan kekhasan usaha atau spesifikasi usaha pewaralaba tersebut.6

Berbicara tentang waralaba tentu tak bisa lepas dari konsep franchise fee dan royalty fee yang ada pada waralaba tersebut. franchise fee adalah biaya investasi awal. Biaya ini termasuk biaya set up, biaya iklan, dan biaya pelatihan.7 Sedangkan Royalty fee adalah Kontribusi bagi hasil dari pendapatan terwaralaba (biasanya dari penjualan)8. Lebih jelasnya. royalty fee adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh yang merupakan persentase dari omzet penjualan9.

Dengan masuknya waralaba asing seperti Mc’D, Texas, Pizza Hut, dan lain-lain, menumbuhkan minat pengusaha lokal untuk mewaralabakan usahanya, salah       

6

Ibid h. 9. 7

Peni.R.Pramono, Cara Memilih Waralaba yang Menjanjikan Profit, (Jakarta, PT.Elex Media Komputindo, 2007) h. 15.

8

Jaya Setiadi,”Yuk Bisnis” artikel diakses pada 27 Desember 2009 dari http://yukbisnis.com/content/view/116/47/

9


(12)

satu pengusaha lokal tersebut adalah Bapak Wahyu Saidi dengan usaha waralaba milikya yakni Bakmi Tebet. Bakmi Tebet didirikan beliau pada tahun 2001 dengan membuka Restauran Bakmi di Menara Kadin, yang merupakan usaha bersama beliau dengan rekan bisnisnya pada saat itu. Namun ternyata manajemen Bakmi Gajah Mada tidak mewaralabakan usahanya. Oleh karena itu, beliau berusaha membuka usaha bakmi yang cita rasanya tidak jauh berbeda dengan cita rasa Bakmi Gajah Mada, yakni Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet. Pada awal berdirinya usaha bakmi ini, Beliau tidak menggunakan nama Bakmi Tebet, namun menggunakan nama Bakmi Langgara yang terkesan nuansa Islaminya. Untuk membedakan segmentasi target konsumen, maka pak Wahyu Saidi memutuskan untuk membagi dua usaha Bakminya. Nama Bakmi Langgara dipakai untuk waralaba yang berada di wilayah Jakarta, sedangkan nama Bakmi Tebet dipakai untuk waralaba yang berada diluar Jakarta.. dai awal pendiriannya sampai dengan saat ini terbukti Bakmi Tebet sudah mulai dikenal masyarakat dengan cabangnya yang sampai saat ini berjumlah 19.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji waralaba Bakmi Tebet ini dilihat dari penetapan Franchise fee dan Royalty fee dimana pada zaman Rasulullah bisnis waralaba ini belum ada, dan hal tersebut dikaitkan dengan prinsip keadilan dalam syirkah dimana waralaba merupakan salah satu bentuk variasi dalam syirkah. Untuk meneliti keadilan dalam pembagian royalty dan franchisee fee penulis juga menggunakan sudut pandang terwaralaba (franchisee) sebagai pihak yang menginvestasikan dananya pada usaha waralaba. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh mengenai penerapan Franchise fee


(13)

dan royalty fee pada waralaba yang diterapkan oleh Bakmi Tebet dalam sebuah skripsi dengan judul “Konsep Franchise Fee dan Royalti Fee Pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dikemukakan sebelumnya dan agar permasalahan tidak melebar dalam penulisan skripsi ini, maka penulis merasa perlu untuk memberikan batasan dan rumusan masalah terhadap objek yang dikaji. Penelitian ini akan dilaksanakan di Restaurant Bakmi Tebet yang merupakan Restaurant yang mengembangkan jaringannya dalam bentuk waralaba. Penulis merasa perlu untuk meneliti lebih jauh apakah waralaba Bakmi Tebet menerapkan sistem waralaba yang sesuai syariah di dalamnya.

Adapun batasan masalah terhadap penulisan ini hanya mengenai penerapan royalty fee dan franchise fee yang diterapkan oleh Restaurant Bakmi Tebet dan mengkaji apakah hal tersebut sudah dilakukan sesuai dengan hukum ekonomi Islam, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem pelaksanaan waralaba, pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Bakmi Tebet?

2. Apakah penerapan pembayaran franchise fee dan pembagian royalty fee pada Restauran Bakmi Tebet sudah memenuhi prinsip keadilan kerjasama dalam Islam? 3. Bagaimana respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang


(14)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Untuk mengetahui penerapan pembayaran franchise fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam.

2. Untuk mengetahui penerapan pembagian royalty fee pada Restaurant Bakmi Tebet disesuaikan dengan prinsip keadilan kerjasama dalam Islam.

3. Untuk mengetahui respon franchisee terhadap franchise fee dan royalty fee yang diterapkan bakmi Tebet.

Dengan tujuan yang disebutkan diatas, maka diharapkan dapat diambil manfaat antara lain:

1. Secara akademis untuk menambah khazanah pengetahuan dibidang ekonomi, khususnya ekonomi kontemporer seperti waralaba.

2. Bagi praktisi bisnis waralaba ini, diharapkan mendapatkan pengetahuan lebih mendalam mengenai aplikasi waralaba syariah dalam penerapannya.

3. Bagi masyarakat luas, diiharapkan skripsi ini dapat menjadi salah satu referensi bagi siapapun yang ingin mengetahui konsep berbisnis dalam waralaba syariah.

D. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian.


(15)

Jenis penelitian ini bersifat deskriftif yang terdiri dari kualitatif dan kuantitatif guna memperoleh data-data tersebut, penulis menggunakan penelitian lapangan (field research) dan penelitian kepustakaan (library research).

2. Populasi dan sampel. a. Populasi

Populasi adalah totalitas dari semua objek atau individu yang memiliki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti10. Populasi dalam penelitian ini adalah franchisee atau terwaralaba waralaba Bakmi Tebet. Jumlah seluruh terwaralaba pada waralaba Bakmi Tebet adalah 19 orang.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil melalui cara-cara tertentu yang juga memilki karateristik tertentu, jelas dan lengkap yang dianggap bisa melalui populasi. Sampel dari penelitian ini adalah sebanyak 4 orang, dikarenakan dari semua rerwaralaba Bakmi Tebet hanya 4 saja yang bersedia mengisi angket. Adapun 15 terwaralaba lainnya berhalangan untuk mengisi angket dikarenakan kesibukan masing-masing yang padat, sehingga dirasa cukup mewakili dengan responden sebanyak 4 orang ini. Adapun penarikan sampelnya dilakukan dengan cara random sampling (pengampilan sample       

10

M Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi dan Aplikasinya, (Jakarta;Ghalianesia, 2002, Cet ke 1,) h. 58.


(16)

secara acak )atau probabilitas sampling artinya semua unit populasi mempunyai kesempatan untuk dijadikan sampel atau suatu sampel yang ditarik sedemikian rupa dimana suatu elemen (unsure) individu dari populasi, tidak didasarkan pada kepentingan pribadi, tetapi tergantung kepada aplikasi kemungkinan.

3. Teknik pengumpulan data.

a. Penelitian kepustakaan. (library research). Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan, yaitu suatu teknik penelitian untuk memperoleh data dari buku, jurnal, artikel maupun majalah dan internet yang berhubungan dengan permasalahan diatas.

b. Penelitian Lapangan (field research). Penelitian di lapangan dimaksudkan untuk mendapatkan data primer, yaitu dengan cara :

1. Kuisioner (angket)

Kuisioner atau angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari respoden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui.11 Pertanyaan kuisioner sebagian bersifat tertutup dimana pilihan atau alternatif jawaban tersedia dan sebagian lagi bersifat terbuka untuk menggali informasi yang mungkin muncul diluar pertanyaan yang tersedia.

2. Wawancara       

11

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 edisi Revisi cet. Ke 12) h.112.


(17)

10 

Wawancara atau interview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara dan jawaban-jawabannya dicatat atau direkam.12. wawancara dilakukan dengan responden yang representatif adalah terwawancara menduduki jabatan sebagai kepala bidang penelitian yang dianggap layak mewakili waralaba Bakmi Tebet. Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan pemilik waralaba Bakmi Tebet dan asisten beliau.

4. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode yaitu kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif dilakukan dengan mewawancarai langsung pemilik Bakmi Tebet dan Asisten beliau. Analisis dan pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif analitis, dimana data-data yang diperoleh dipaparkan lalu diinterpretasikan dan dianalisis. Dengan menggunakan metode deskriptif analitis, penulis berusaha untuk memecahkan permasalahan yang ada sekarang berdasarkan data data yang diperoleh secara langsung di lapangan. Permasalahan yang ada adalah mengenai konsep franchisee fee dan royalty fee yang menurut beberapa pakar ekonomi Islam kurang adil bagi terwaralaba dan hanya menguntungkan pihak pewaralaba,disinilah letak permasalahannya dan jalan untuk memecahkan masalah yang ada adalah dengan meneliti langsung bisnis waralaba syariah dan menganalisis konsep franchise fee dan royalty fee dan yang       

12


(18)

digunakan dan melihat secara riil apakah franchise fee dan royalty fee ini memberatkkan pihak terwaralaba atau tidak.

Sedangkan metode kuantitatif dijalankan dengan membagikan kuisioner kepada 4 pengusaha mitra waralaba Bakmi Tebet yang dikunjungi secara acak dari semua cabang Bakmi Tebet. Untuk cabang yang berada diluar Jakarta Penulis melakukan wawancara dengan media telpon dikarenakan keterbatasan biaya dan keterbatasan waktu. Seluruh data yang penulis peroleh dari wawancara, angket dan dan kepustakaan diseleksi dan disusun setelah itu penulis melakukan klasifikasi data yaitu usaha menggolongkan data berdasarkan katagori tertentu. Setelah data-data yang ada diklasifikasikan lalu diadakan analisis data dalam hal ini data yang dikumpulkan penulis adalah kualitatif kemudian diolah menjadi data kuantitatif, maka teknik yang digunakan adalah analisa statistic deskriptif yang akan disajikan dalam bentuk uraian dan tabel.

Data-data yang telah terkumpul diperiksa kembali mengenai kelengkapan jawaban yang diterima, kejelasannya, konsistensi jawaban atau informasi yang biasa disebut editing. Kemudian data-data tersebut ditabulasi, yakni disusun kedalam bentuk tabel dengan menggunakan statistic persentasi sebagai berikut: P = F/N X 100%

Keterangan:

P : Besarnya persentase

F : Frekuensi (jumlah jawaban responden) N : Jumlah responden


(19)

12 

5. Pedoman Penulisan Laporan

Pedoman penulisan laporan ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis,Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta Press Tahun 2007

E. Tinjauan Kajian Pustaka

Pembahasan mengenai waralaba telah dilakukan penelitian sebelumnya. Terdapat enam penelitian yang dapat dijadikan sebagai fokus tinjauan kepustakaan berkenaan dengan topik yang dipilih penulis dalam penelitian ini.

No Nama dan Judul

Skripsi

Isi Skripsi Perbedaan dengan Penulis

1 Siti Musrofah dengan

judul “ Konsep Maslahah Mursalah dalam Dunia Bisnis dengan Sistem Franchise

Waralaba”, Jakarta 2008

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa sistem franchise sesuai dengan kaidah Maslahah Mursalah karena memiliki banyak kelebihan atau kemaslahatan

walaupun tidak sempurna secara

Penulis lebih fokus untuk membahas waralaba dilihat dari aplikasi franchise fee dan royalty fee didalamnya apakah sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.


(20)

keseluruhan namun dapat meminimalisasi segala resiko usaha, mengambil maslahah dan dan menjauhkan mudharat.

2 Sisca Novianti

dengan judul “Bisnis Franchising dalam Kajian Hukum Ekonomi Islam”.

Jakarta 2005

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa kegiatan bisnis franchise merupakan

suatu bentuk muamalah baru dalam

Islam yang diperbolehkan

sepanjang tidak bertentangan dengan syariat.

Penulis lebih fokus terhadap konsep franchise fee dan royalty

fee yang diterapkan didalamnya.

3 Syarah Septiana

dengan judul “Konsep

dan Aplikasi Franchise dalam Perspektif Hukum Ekonomi

Islam”.(Studi kasus LKS Berkah Madani) Jakarta 2008

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa LKS Berkah Madani menjalankan usaha franchisenya sesuai dengan syariah Islam dan adil dalam menerapkan royalty fee bagi terwaralaba

Perbedaannya adalah Syarah Septiana menjadikan LKS Berkah

Madani sebagai objek penelitiannya sedangkan penulis menjadikan Restaurant Bakmi Tebet

sebagai objek penelitiannya.

Perbedaan yang kedua adalah penulis juga tertarik untuk membahas franchise fee dimana hal ini belum diteliti oleh


(21)

14 

Syarah Septiana dalam penelitiannya.

4 Dewi Irma Fitriana

dengan judul “Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Lembaga Pendidikan PRIMAGAMA” Jakarta 2009.

dari penelitian ini didapatkan bahwa pengelolaan

kelembagaan waralaba Primagama secara umum disusun berdasarkan strategi 7

P yaitu: product, people, physical, process, place, price, dan promotion. Dan dalam hal ini, waralaba PRIMAGAMA tidak melanggar ketentuan syariah Islam dalam penerapannya.

Penulis lebih fokus untuk membahas aplikasi franchise fee

serta royalty fee didalamnya apakah sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.

5 Ulfa Treni Juliana

dengan judul ” Analisis Sistem Waralaba dilihat Dari Transaksi Bisnis Syariah (Studi Kasus Bakmi Langgara Cabang

Rawamangun)” Jakarta 2009

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa sistem yang diterapkan oleh Bakmi Langgara sudah sesuai dengan prinsip Islam, dalam hal bahan baku, sumber daya manusia, manajemen, dan kontrak kerjasama.

Kendati skripsi yang akan dibahas penulis memiliki persamaan karena menggunakan studi kasus bakmi Tebet yang merupakan anak

perusahaan dari waralaba Bakmi Langgara, namun terdapat perbedaan mendasar bahwa penulis lebih fokus pada


(22)

penerapan franchisee fee dan royalty fee yang diterapkan oleh Bakmi Tebet, serta meneliti respon Franchisee terhadap penerapan franchise fee dan royalty fee yang diterapkan manajemen Bakmi Tebet.

6 Muhammad Sadli

dengan judul ” Perbandingan Kinerja Sistem Waralaba dengan Konsep Bagi Hasil dan Royalty Fee” Jakarta 2009.

Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan kinerja sistem antara waralaba Konvensional dan Waralaba

Syariah.dimana pada waralaba konvensional bisa jadi mengambil keuntungan sebanyak banyaknya dari terwaralaba

Perbedaan dengan skripsi penulis terletak pada perbedaan studi kasus dan pokok penelitian. Dimana penulis mengambil studi kasus pada waralaba Bakmi Tebet dan pokok penelitian bertujuan untuk mencari keadilan

pada penetapan franchise fee dan royalty

fee dilihat dari sudut pandang franchisor dan franchisee.


(23)

16 

F. Sistematika Penulisan 1. BAB I Pendahuluan.

Dalam bab ini dijelaskan latar belakang permasalahan, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, tinjauan kajian terdahulu, dan sistematika penulisan.

2. BAB II Konsep Waralaba dan keadilan dalam Islam

Dalam bab ini akan dibahas tinjauan umum tentang pengertian waralaba, royalty fee, franchisee fee, manfaat waralaba, franchise fee, royalty fee, mekanisme pmbayaran franchise fee,mekanisme pembagian royalty fee ,konsep keadilan kerjasama dalam Islam,pengertian keadilan, manfaat keadilan dalam Islam, dan konsep kerjasama dalam Islam.

3. BAB III Penerapan Franchise Fee dan Royalty Fee pada Restauran Bakmi Tebet Dalam bab ini akan dibahas mengenai kondisi internal Restaurant Bakmi Tebet yang meliputi sejarah pendirian, ,aplikasi Franchisee fee dan royalty fee. Pada Restauran Bakmi Tebet

4. BAB IV Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan dibahas lebih jauh mengenai Franchise fee dan Royalty fee dalam perspektif keadilan kerjasama Islam, serta bagaimana respon franchisee tentang konsep franchise fee dan royalty fee pada manajemen bakmi Tebet.


(24)

Dalam bab ini penulis menyimpulkan seluruh permasalahan yang telah dibahas dan atas dasar hal tersebut diajukan pula beberapa saran sebagai pertimbangan.


(25)

BAB II

KONSEP WARALABA DAN KEADILAN DALAM ISLAM

A. Konsep Waralaba

1. Waralaba

Secara bebas dan sederhana, waralaba didefinisikan sebagai hak istimewa (privilege) yang terjalin dan atau diberikan oleh pemberi waralaba (franchisor) kepada penerima waralaba (franchisee) dengan sejumlah kewajiban atau pembayaran. Dalam format bisnis, pengertian waralaba adalah pengaturan bisnis dengan system pemberian hak pemakaian nama dagang oleh franchisor kepada pihak independen atau franchisee untuk menjual produk atau jasa sesuai dengan kesepakataan.1

Franchise sendiri berasal dari bahasa latin yaitu francorum rex yang artinya “bebas dari ikatan”, yang mengacu pada kebebasan untuk memiliki hak usaha. Sedangkan pengertian franchise berasal dari bahasa perancis abad pertengahan, diambil dari kata “franc” (bebas) atau “francher” (membebaskan) yang secara umum diartikan sebagai pemberian hak istimewa. Oleh sebab itu pengertian franchise diinterpretasikan sebagai pembebasan dari pembatasan tertentu atau kemungkinan untuk melaksanakan tindakan tertentu, yang untukorang lain dilarang.2

Menurut Dr Martin mendelsonh, pakar waralaba asal Amerika Serikat, format bisnis franchise adalah modal izin dari satu orang (franchisor) kepada orang       

1 

Adrian Sutedi, Hukum Waralaba,( Bogor: Ghalia Indonesia, 2008), h. 6 2 

Ibid.,h 6 


(26)

lain (franchisee) yang memberikan haknya (dan bisanya mempersyaratkan). Franchisee mengadakan bisnis dibawah nama dagang franchisor, meliputi seluruh elemen yang dibutuhkan untuk membuat orang yang sebelumnya belum terlatih

dalam berbisnis yang dikembangkan / dibangun oleh franchisor dibawah brand

miliknya, dan setelah trainning untuk menjalankannya berdasarkan pada basis yang

ditentukan sebelumnya dengan pendampingan yang berkelanjutan. Amir Karamoy

mengatakan bahwa secara hukum waralaba berarti persetujuan legal atas pemberian hak atau keistimewaan untuk memasarkan suatu produk / jasa dari pemilik (waralaba) kepada pihak lain terwaralaba yang diatur daklam suatu pemainan tertentu.3

Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan

Waralaba ialah Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor) memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.4

Waralaba di Indonesia saat ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 16 tahun 1997 tanggal 18 Juni 1997 tentang WARALABA yang kemudian diganti dengan peraturan pemerintah no42 tahun 2007 tentang WARALABA, dan keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor: 259/MPP/Kep/7/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba yang diperkuat dengan peraturan       

3

Lukman Hakim, Info Lengkap Waralaba (Jakarta: PT.Buku Kita, 2008 cet 1). h.13-17 4


(27)

20   

menteri perdaganganNomor 12/M-Dag/Per/3/2006.5 Dalam PP tersebut ditegaskan

bahwa “waralaba” (franchise) adalah perikatan antara pembeli waralaba dengan penerima waralaba, dimana penerima waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas usaha yang dimiliki pemberi waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pembeli waralaba dengan sejumlah kewajiban menggunakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh pemberi waralaba kepada penerima waralaba. Dalam peraturan ini juga dijelaskan bahwa pemberi waralaba ( franchisor) adalah badan usaha atau perorangan yang memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimliki pemberi waralaba. Sedangkan penerima waralaba (franchisee) adalah badan usaha atau perseorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau cirri khas yang dimiliki pemberi waralaba.6

2. Franchise fee

Terkait dengan biaya biaya yang timbul dalam bisnis waralaba, umumnya seorang terwaralaba berkewajiban menanggung berbagai macam biaya yang timbul dari pelaksanaan perjanjian waralaba seperti franchise fee. Franchise fee adalah       

5

Gunawan Widjaja, Waralaba, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, 2003) h.147 6


(28)

jumlah yang harus dibayar sebagai imbalan atas pemberian hak intelektual pemberi waralaba, yang dibayar untuk satu kali ( one time fee) , yaitu pada saat bisnis waralaba akan dimulai atau pada saat penandatanganan akta perjanjian waralaba. Nilai franchisee fee ini sangat bergantung pada jenis waralaba. Semakin terkenal suatu waralaba semakin mahal franchisee fee yang harus dibayarkan.7

Menurut International Franchise Association Fee untuk memulai

sebuahwaralaba bisa serendah $ 8000 atau bahkan setinggi $5 juta. Sedangkan franchise fee waralaba lokal berkisar antara 10-400 juta rupiah. Biaya ini biasanya mencakup initial fee, renovasi, supply, dan inventory, deposit,biaya sebelum memulai bisnis, biaya pelatihan dan modal kerja. Biaya lain yang akan muncul adalah royalty fee yang besarnya antara 2-15% dari penjualan.8

Pembayaran franchisee fee jumlah dan jangka waktunya dicantumkan di

dalam perjanjian. Pembayaran yang telah diserahkan sepenuhnya menjadi milik pewaralaba dan tidak dapat dikembalikan kecuali disebutkan dalam perjanjian.franchisee fee diperlukan oleh pewaralaba untuk membantu terwaralaba untuk operasional usaha waralaba.Franchise fee diperlukan franchisor untuk membantu franchisee dan terdiri dari:

a. Bantuan pra-operasi dan awal operasi bisnis terwaralaba. b. Pembuatan manual operasi untuk digunakan terwaralaba.

      

7

Adrian Sutedi,ibid.,h.73 8


(29)

22   

c. Penyelenggaraan pelatihan awal (initial training ) dan biaya konsultasi, khususnya pada operasi bisnis waralaba.

d. Biaya promosi/iklan, khususnya untuk promosi menjelang pembukaan perusahaan

(grand opening terwaralaba). e. Survey pemilikan/seleksi lokasi.9

Pemberian waralaba senantiasa dikaitkan dengan suatu bentuk imbalan tertentu. Secara umum dikenal dua macam kompensasi yang dapat diminta oleh franchisor dari franchisee yaitu sebagai berikut:

1) Kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compesansation).

Berikut ini adalah kompensasi yang termasuk kompensasi langsung dalam bentuk moneter:

a. Lump-sum payment. Suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu (precalculated amount) yang wajib dibayarkan oleh franchisee untuk diberikan kepada franchisor pada saat persetujuan waralaba disepakati.

b. Royalty, pembayaran oleh pihak franchisee kepada pihak franchisor sebagai imbalan, yang besarnya dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang atau jasa berdasarkan perjanjian waralaba, baik yang disertai dengan jumlah minimum atau maksimum atau tidak.

2) Kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect moneter

compensation) yang meliputi sebagai berikut:       

9

Darmawan Budi Suseno, Waralaba Syariah , (Yogyakarta: CAKRAWALA, Cet


(30)

a. Keuntungan dari penjualan barang modal atau bahan mentah setengah jadi, dan termasuk barang jadi yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba (exclusive purchase arrangement)

b. Pembayaran dalam bentuk dividen atau bunga pinjaman dimana franchisor

memberikan bantuan financial baik dalam bentuk ekuitas (equity participation) atau dalam bentuk pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang.

c. Cost shifting atau pengalihan atas sebagian biaya yang harus dikeluarkan oleh franchisor. Pengalihan ini biasanya dilakukan dalam bentuk kewajiban franchisee untuk mengeluarkan semua biaya yang diperlukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran maupun untuk mempertahankan perlindungan atas hak kekayaan intelektual paket yang diwaralabakan kepadanya.

Dari berbagai macam kompensasi yang telah dijelaskan, berdasarkan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 1997, kompensasi yang diizinkan dalam pemberian waralaba ialah dalam bentuk kompensasi langsung dalam bentuk moneter.10

3. Royalty Fee

Adalah jumlah uang yang dibayarkan secara periodik oleh terwaralaba kepada

pewaralaba sebagai imbalan dari pemakaian hak waralaba oleh terwaralaba yang merupakan persentasi dari omset penjualan terwaralaba . sama seperti franchise fee, nilai royalty fee ini sangat bervariatif, tergantung pada jenis waralaba.Royalty fee yang ditarik oleh pewaralaba secara rutin diperlukan untuk membiayai pemberian       

10  


(31)

24   

bantuan teknik selama kedua belah pihak terikat dalam perjanjian.Biaya royalty dihitung dari porsentasi omset yang didapat setiap bulannya.11

Selain Franchise fee dan Royalty fee ada beberapa biaya yang umumnya ada

dalam bisnis waralaba, diantaranya adalah sebagai berikut: a. Direct expenses

Merupakan biaya langsung yang harus dikeluarkan oleh terwaralaba

sehubungan dengan pengoperasian suatu usaha waralaba, misalnya terhadap biaya pelatihan manajemen dan keterampilan tertentu.

b. Marketing dan advertising fees

Sebagian pewaralaba juga memberlakukan advertising fee (biaya periklanan)

untuk membiayai pos pengeluaran dan belanja iklan dari pewaralaba yang disebarluaskan secara nasional maupu internasional. Besarnya advertising fee maksimum 3% dari penjualan.

Biaya ini dikenakan dengan alasan bahwa tujuan dari jaringan waralaba

adalah membentuk suatu skala ekonomi yang demikian besar sehingga biaya-biaya per outletnya menjadi sedemikian efisien untuk bersaing dengan usaha sejenis.Mengingat iklan dirasakan manfaatnya oleh seluruh jaringan maka setiap anggota jaringan diminta memberikan kontribusi dalam bentuk advertisisng fee.12 c. Assignment fee

      

11

Adrian Sutedi,Ibid h. 73 12 


(32)

Meupakan biaya yang harus dibayar oleh franchisee kepada franchisor jika pihak franchisee mengalihkan bisnisnya kepada pihak lain, termasuk bisnis yang merupakan objek franchisee. Oleh franchisor, biaya tersebut biasanya dimanfaatkan untuk kepentingan penetapan pembuatan perjanjian penyerahan, pelatihan, franchisee baru, dan sebagainya.13

B. Manfaat Waralaba, Franchise fee dan Royalty Fee

Martin Mendelson dalam Franchising: Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee merumuskan keuntungan-keuntungan dan kerugian-kerugian pemberian waralaba. Menurut Mandelson keuntungan-keuntungan bagi pemberi waralaba adalah:

1. Pemberi waralaba akan lebih mudah untuk melakukan eksploitasi wilayah yang

belum masuk lingkungan organisasinya.

2. Penerima waralaba akan mengkonsentrasikan diri secara lebih optimum pada

bisnis yang diwaralabakan tersebut, oleh karena mereka adalah pemilik bisnis itu sendiri. Penerima waralaba yang berpikiran tajam, bermotivasi kuat dan tajam pengamatannya dalam meminimalkan biaya serta memaksimalkan penjualan memiliki nilai lebih yang jauh lebih banyak daripada yang harus dan dapat diselesaikan oleh seorang manajer yang harus dibayar pemberi waralaba.

      

13


(33)

26   

3. Pemberi waralaba cenderung untuk tidak memiliki asset outlet dagang sendiri.

Tanggung jawab bagi asset tersebut diserahkan pada penerima waralaba yang memilikinya.14

Sedangkan hal-hal yang merugikan yang mungkin dapat dihadapi oleh pemberi waralaba meliputi antara lain:

1. Beberapa penerima waralaba menganggap dirinya cenderung independen. Seorang

penerima waralaba yang memperoleh keberhasilan, usahanya berjalan dengan baik, dan memperoleh pendapatan sesuai yang diharapkannya, cenderung membuatnya berpikir bahwa ia tidak membutuhkan pemberi waralaba lagi. Akan timbul suatu keyakinan pada dirinya bahwa factor keberhasilannya berasal dari inisiatifnya sendiri dalam menjalankan usahanya dengan baik. Sikap seperti ini akan menjadi masalah dan tantangan bagi pemberi waralaba.

2. Pemberi waralaba harus memiliki keyakinan untuk menjamin bahwa standar

kualitas barang dan jasa dijaga melalui rantai waralaba. Pemberi waralaba harus dapat menyediakan staf pendukung lapangan yang akan bertindak sebagai penyelia dari standar-standar tersebut serta untuk memberikan bantuan bagi penerima waralaba untuk mengatasi masalah yang mungkin akan dihadapi oleh penerima waralaba.

3. Hindari timbulnya kemungkinan kekuraangpercayaan diantara pemberi waralaba

dengan penerima waralaba.

      

14 


(34)

4. Pemberi waralaba harus yakin bahwa orang yang telah diseleksi sebagai waralaba sesuai untuk tipe waralaba tertentu dan mempunyai kapasitas untuk menerima tanggung jawab dan tekanan untuk memiliki dan menjalankan bisnisnya sendiri.15

Selain itu, Manfaat waralaba banyak sekali, terutama untuk terwaralaba. Karena terwaralaba tidak memerlukan pengetahuan dasar dan pengetahuan khusus. Karena dalam menjalankan usaha waralaba ini, terwaralaba menerima bantuan, seperti pelatihan bagi staf terwaralaba dari perwaralaba, diberikan bantuan pembelian peralatan, bahkan terwaralaba mendapatkan pengetahuan khusus serta pengalaman dari organisasi dan manajemen kantor pusat pewaralaba, walaupun ia tetap mandiri.

C. Mekanisme Pembayaran Franchise fee

Setiap waralaba memilki mekanisme pembayaran yang berbeda. Ada pewaralaba yang mengharuskan terwaralaba untuk membayar penuh uang franchisee fee, namun ada juga pewaralaba yang mengizinkan terwaralaba untuk membayar franchisee fee secara berangsur. Pembayaran franchisee fee biasanya dilakukan didepan, dalam arti pembayaran dilakukan setelah penandatanganan perjanjian waralaba antara pewaralaba dan terwaralaba.

Franchisee fee ini digunakan oleh pewaralaba sebagai biaya investasi awal, dimana digunakan untuk mempersiapkan segala sesuatu untuk membuka usaha waralaba tersebut, seperti untuk membeli peralatan masak bagi waralaba yang terkait       

15 


(35)

28   

dengan usaha food and beverages, untuk biaya iklan, bahkan untuk biaya pelatihan yang diberikan pewaralaba terkait dengan usaha yang dijalankannya.

D. Mekanisme Pembagian Royalty Fee

Dalam franchise sebagai suatu format bisnis yang dituangkan dalam suatu perjanjian antara franchisor sebagai pemilik dari hak intelektual, brand, logo dan sistem operasi dan franchisee sebagai penerima (konsep, sistem, penemuan, proses, methode/cara (HAKI), logo, merk/nama) royalti fee wajib dibayarkan oleh franchisee kepada franchisor sesuai yang diperjanjikan dan dalam hal ini wajib dibayarkan setiap bulan/triwulan, yang diambil dari penjualan dengan tingkat persentase tertentu. Besar royalty fee tergantung jenis usaha serta hitung-hitungan dari franchisor yang mencakup aspek feasibility atau kelayakannya suatu usaha franchise. 16

Selain itu, menurut Anang Sukandar, ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) besarnya royalti fee yang wajar adalah yang seperti di luar negeri, yakni antara 1%-12%. Kalau lebih dari itu sudah tidak wajar. Dan prosentase tersebut harus diambil dari omset kotor bukan profit. Bila dihitung dari profit akan menyusahkan karena profit itu sudah masuk dalam pembukuan sehingga perhitungan harus memperhatikan banyak aspek.Keberadaan royalti fee sudah seharusnya dijadikan sumber utama pendapatan franchisor demi kelangsungan usahanya, karena bagaimanapun juga franchisor membutuhkan dana tersebut untuk membiayai segala       

16 

Gunawan Widjaja., Ibid h.108-109


(36)

pengeluaran untuk men-support usahanya seperti: membayar biaya supervisi, biaya monitoring dan biaya on going asistensi secara terus menerus.17

Jadi bisa disimpulkan franchisor harus bisa membuat untung bukan dari franchisor tetapi melalui franchisee. Maksudnya adalah Franchisee untung maka dia sebagai franchisor juga untung. Jadi hubungan franchisor dan franchisee harus win-win, tidak hanya memungut royalti fee kemudian dilepas begitu saja.Sebab itu, sudah sewajarnya dalam franchise ada royalti fee. Dan sebagai usaha franchise sudah selayaknya terbuka alias tidak menutup berapa keuntungan yang didapat. Kalau sampai ada yang menutup-nutupi keuntungan namanya bukan franchise. Meskipun royalti fee sewajarnya ada dan harus ada dalam franchise namun penetapannya harus sama untuk setiap franchisee. Jadi tidak boleh ada diskriminasi meskipun franchisor memiliki franchisee di beberapa daerah dan omsetnya berbeda-beda. Misalnya, kalau franchisor mematok royalti fee 5% maka semua franchisee harus membayar 5%. Karena itu, franchisee harus memiliki omset yang memadai. 18

Setiap waralaba memilki mekanisme pembagian royalty fee tersendiri. Pada umumnya dalam perjanjian waralaba menyebutkan bahwa terwaralaba membayar sejumlah biaya waralaba (royalty fee) kepada pewaralaba berdasarkan besarnya penjualan. Isinya antara lain mengenai:

1. Dasar pembayaran biasanya berdasarkan penjualan kotor

      

17 

Anang Sukandar, Aspek Royalty fee pada franchise, artikel ini dikutip pada 16 Mei 2010, dari http://bisnis2121.com/2008/content/view/192/73/ 

18 


(37)

30   

2. Tingkat royalty seminimum mungkin, terutama ditempat terwaralaba memperoleh

hak atas wilayah tertentu / exclusive territory tanpa persyaratan tingkat kuota terendah

3. Pembayaran secara periodic ( mingguan, bulanan, kuartalan, dan sebagainya).

4. Waktu pembayaran (misalnya setiap hari kamis, atau berdasarkan penjualan pada

minggu sebelumnya, setiap tanggal sepuluh berdasarkan penjualan pada bulan sebelumnya dan sebagainya.19

Sedangkan besarnya franchisee fee dan royalty fee masing masing memang

berbeda. Tidak semua jenis fee atau royalty disyaratkan oleh pewaralaba. Setiap pewaralaba mempunyai kebijakan sendiri dalam menentukan jenis fee atau royalty fee. Sebagai perbandingan lihat tabel dari beberapa perusahaan:

Tabel 4.1

Joining fee perusahaan waralaba

Nama Joining fee Royalty fee

Mc Donald’s $42.500 8% dari penjualan

CFC Rp 40-60 juta 7 % dari penjualan

Es Teler 77 Rp 50-100 juta 10 % dari penjualan

5 a Sec Rp 400-500 /10 thn

Sumber: (republika 1996:9)       

19


(38)

1. Perlu dipikirkan pajak yang harus dibayar akibat pembayaran royalty fee dan franchise fee.

2. Perlu dipikirkan jika ada bunga atas keterlambatan pembayaran fee, apakah bunga tersebut cukup masuk akal (reasonabie).

3. Perlu dipikirkan jika ada ceiling berupa minimum monthly payment, apakah adil

atau tidak.20

B. Konsep Keadilan Kerjasama dalam Islam 1. Pengertian Keadilan

Salah satu dari prinsip dalam bermuamalah yang harus menjadi akhlak dan harus tertanam dalam diri pengusaha adalah sikap adil (Al Adl). Cukuplah bagi alQu’ran telah menjadikan semua tujuan risalah langit adalah melaksanakan keadilan. ‘Adl (Yang Maha Adil) adalah termasuk diantara nama-nama Allah (Asma’ Al-Husna). Lawan kata dari keadilan adalah kezaliman (al-dzulm), yaitu sesuatu yang diharamkan Allah atas diri-Nya sebagaimana telah diharamkan-Nya atas hamba-hamba-Nya. Allah mencintai orang-orang yang berbuat zalim, bahkan melaknat mereka.21 Firman-Nya:

☺       

20

Andrian Sutedi, Ibid, h. 74 21


(39)

32   

Artinya: “ dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat Dusta terhadap Allah?. mereka itu akan dihadapkan kepada Tuhan mereka, dan Para saksi akan berkata: "Orang-orang Inilah yang telah berdusta terhadap Tuhan mereka". Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zalim”(surat Al Huud: 8)

Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan juga dapat berarti suatu tindakan yang tidak berat sebelah atau tidak memihak ke salah satu pihak, memberikan sesuatu kepada orang sesuai dengan hak yang harus diperolehnya. Bertindak secara adil berarti mengetahui hak dan kewajiban, mengerti mana yang benar dan yang salah, bertindak jujur dan tepat menurut peraturan dan hukum yang telah ditetapkan serta tidak bertindak sewenang-wenang.22

Keadilan pada dasarnya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara penuntutan hak dan menjalankan kewajiban. Berdasarkan segi etis, manusia diharapkan untuk tidak hanya menuntut hak dan melupakan atau tidak melaksanakan kewajibannya sama sekali. Sikap dan tindakan manusia yang semata-mata hanya menuntut haknya tanpa melaksanakan kewajibannya akan mengarah pada pemerasan atau perbudakan terhadap orang lain.23

      

22

Gading Mahendrata, Keadilan Dalam Islam dan Bisnis, artikel ini diakses pada 1 Juni 2010 dari http://gadingmahendradata.wordpress.com/2009/11/27/keadilan-dalam-islam-dan-bisnis/

23


(40)

Keadilan dalam Islam bukanlah prinsip yang sekunder. Ia adalah dasar dan fondasi yang kokoh yang memasuki semua ajaran dan hukum Islam yang berupa aqidah, syariah, dan akhlak (moral).Ketika Allah memerintahkan tiga hal. Keadilan merupakan hal pertama yang disebutkan.

⌧ ⌧ ☺

⌧ )

ﺤﻨﻟا

: 90 (

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (surat An Nahl : 90)

Ketika Allah memerintahkan dua hal, keadilan salah satu yang disebut. Firman Allah

☺ ☺

☺ ⌧

)

ﻰﺋﺎﺴﻨﻟا

: 58 (

Artinya:” Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (An-nisa ayat 58)

Ketika allah memerintahkan satu hal, keadilan merupakan hal yang diperintahkan tersebut. Allah berfirman


(41)

34   

☺ ☺⌧

)

فاﺮﻋﻻا

: 29 (

Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di Setiap sembahyang dan sembahlah Allah dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana Dia telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)".(Al A’raaf ayat 29)

Implementasi sikap adil dalam bisnis merupakan hal yang sangat berat baik dalam industri perbankan, asuransi, maupun dalam bentuk bentuk perdagangan dan bisnis lainnya. Mungkin karena itulah Allah SWT demikian sering menekankan sikap adil ini ketika berbicara muamalah (bisnis). Sikap adil misalnya, dibutuhkan ketika seorang praktisi dibutuhkan ketika seorang praktisi perbankan syariah menentukan nisbah mudharabah, musyarakah, wakalah, wadiah dan sebagainya. Sikap adil juga diperlukan ketika asuransi syariah menentukan bagi hasil dalam surplus underwriting, penentuan bunga teknik( bunga teknik tidak ada dalam asuransi syariah) dan bagi hasil investasi antara perusahaan dan peserta24. Pada dasarnya, berbisnis apapun asalkan halal harus selalu berlaku adil bagi orang lain yang ikut andil dalam bisnis tersebut.

Begitu pula dengan bisnis waralaba. Keadilan sangat diperlukan dalam penentukan franchise fee dan royalty fee. Dalam penentuan franchisee fee, seorang pewaralaba harus adil untuk menentukan berapa besar biaya yang dibutuhkan dalam menjalankan bisnisnya tersebut. Tidak boleh ada biaya terselubung dalam hal       

24


(42)

tersebut. Dan hendaknya pemilik waralaba juga bijak dalam menentukan pengeluaran terwaralaba sehingga tidak membebankan rekan bisnisnya. Demikian pula dalam penentuan royalty fee.

2. Manfaat Keadilan dalam Konsep Bisnis Islam

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah SAW diutus Allah SWT untuk membangun keadilan. Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al Quran memerintahkan kepada kaum muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, sebagai berikut :

⌧ ☺ ☺

)

ةﺪ ﺋﺎﻤﻟا

: 8 (

Artinya : Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S Al Maidah : 8)


(43)

36   

Menegakkan keadilan dalam berbisnis tentu sangat disukai oleh Allah SWT. Dengan berlaku adil, tentu saja banyak manfaat yang kita dapatkan, seperti, bisnis kita InsyaAllah akan mendapatkan berkah dari Allah SWT, rekan bisnis akan selalu percaya dengan kuantitas dan kualitas barang yang akan kita perdagangkan, karena mereka yakin kita akan berlaku adil terhadap mereka.

3. Konsep Keadilan Bisnis dalam Islam

Bisnis diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan yang dilakukan oleh manusia untuk memperoleh pendapatan atau penghasilan atau rizki dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginan hidupnya dengan cara mengelola sumber daya ekonomi secara efektif dan efisien.Skinner mendefinisikan bisnis sebagai pertukaran barang. jasa, atau uang yang saling menguntungkan atau memberi manfaat. Menurut Anoraga dan Soegiastuti, bisnis memiliki makna dasar sebagai “the buying and selling of goods and service”. Sementara dalam pandangan Straub dan Attner, bisnis tak lain adalah suatu organisasi yang menjalankan aktivitas produksi dan penjualan barang-barang dan jasa-jasa yang diinginkan oleh konsumen untuk memperoleh profit.25

Secara umum ajaran Islam menawarkan nilai-nilai dasar atau prinsip-prinsip umum yang penerapannya dalam bisnis disesuaikan dengan perkembangan zaman dan mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Dalam Islam terdapat nilai-nilai       

25


(44)

dasar etika bisnis, diantaranya adalah tauhid, khilafah, ibadah, tazkiyah dan ihsan. Dari nilai dasar ini dapat diangkat ke prinsip umum tentang keadilan, kejujuran, keterbukaan (transparansi), kebersamaan, kebebasan, tanggungjawab dan akuntabilitas.26

Adil sangat diperlukan dalam kegiatan perniagaan supaya tidak merugikan salah satu pihak atau bisa mengeksploitasi orang lain. Berbuat adil akan lebih dekat pada takwa sehingga akan terhindar dari hal hal yang akan mengarah pada perbuatan dosa. Dalam Alquran kata adil disebut berkali kali. Artinya, Islam sangat menjunjung tinggi nilai keadilan, termasuk di dalamnya adil ketika melakukan perniagaan. Walaupun mungkin telah disebutkan dalam bab-bab sebelumnya, tetapi perlu digarisbawahi lagi bahwa ada satu hal mendasar dalam penataan hubungan antara manusia yang Islami, yaitu tidak ada yang dizalimi dan tidak ada yang menzalimi atau dalam perkataan lainditegakkan konsep ‘adil’. Al-Quran menegaskan bahwa keadilan adalah salah satu alasan Allah mengirim rasul-Nya pada manusia. Seperti pada firman Allah SWT sebagai beikut:

      

26

Gading Mahendradata,ibid

   


(45)

38   

⌦ )

ﺪ ﺪﺤﻟا

: 25 (

Artinya : Sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya Padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha kuat lagi Maha Perkasa.(QS. Al-Hadid (57): 25).

Rasulullah Muhammad SAW pernah mengatakan bahwa sebagian besar rezeki manusia di peroleh dari aktifitas perdagangan. Hal ini disabdakan beliau dalam hadist yang diriwayatkan oleh Habsyi AL Harabi “berdaganglah kamu sebab dari sepuluh bagian penghidupan Sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang”. Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari masing masing pihak. Mereka yang terlibat dalam aktifitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun kerugian dari kegiatan tukar menukar secara bebas itu.27

Oleh karena itu, agar diperoleh suatu keharmonisan dalam system perdagangan, diperlukan suatu :perdagangan yang bermoral”. Rasulullah SAW secara jelas telah banyak memberi contoh tentang sistem perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id menegaskan: saudagar yang jujur dan dapat dipercaya

      

27


(46)

akan dimasukan dalam golongan para nabi, golongan orang orang jujur dan golongan para syuhada. Hadist tersebut menyatakan bahwa dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang dipegang oleh orang lain. 28

Berdasarkan hadist tersebut tampak jelas bahwa Muhammad SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adil serta bersikap baik dalam setiap transaksi perdagangan.dalam hal ini kunci keberhasilan dan setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya adalah dimilikinya sifat sifat terpuji beliau yang sangat dikenal penduduk mekah kala itu, yaitu jujur siddiq), menyampaikan (tabligh), dapat dipercaya (amanah) dan bijaksana (fathanah). Sifat terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang (Afzalurrahman, 2000). Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting seseorang dalam melakukan perdagangan, disamping menjaga hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para pelanggan. Pedagang yang tidak jujur meskipun mendapat keuntungan dagang yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para pelanggan sehingga lama

kelamaan akan memundurkan dan mematikan usahanya.29

4. Konsep Kerjasama dalam Islam       

28

Era Muslim, “Media Islam Rujukan” dikutip pada 11 Agustus 2010 dari

www.eramuslim.com/.../hadist-hadist-tentang-keutamaan-dan-keadilan-sahabat.htm - 29


(47)

40   

Kerjasama dalam Islam disebut dengan syirkah. Syirkah menurut bahasa berarti pencampuran. Secara terminologi definisi syirkah adalah akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerjasama dalam modal dan keuntungan.dengan adanya akad syirkah yang disepakati diantara kedua belah pihak, semua pihak yang mengikatkan diri berhak hukum terhadap harta syarikat itu dan berhak mendapatkan keuntungan terhadap harta yang disepakati.30 Akad syirkah diperbolehkan menurut para ulama fiqh, berdasarkan kepada firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 12 yang berbunyi:

Artinya: …Maka mereka berserikat dalam sepertiga harta…(Q.S An-Nisa ayat 12) Konsep kerjasama dalam Islam ada 2 macam:

a. Syirkah AlMusyarakah. secara etimologi asy syirkah berarti percampuran yaitu

percampuran antara sesuatu dengan yang lainnya sehingga sulit dibedakan.31

Sedangkan menurut terminology adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal /expertise) denggan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

      

30

A.H Azarudin Latif, Fiqh Muamalat, (Penerbit: UIN Jakarta Press, Jakarta, 2005) h. 129 31

Antonio syafii, Bank syariah dari teori ke praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 48


(48)

b. Syirkah ada dua jenis syirkah al Amlak (kepemilikan) dan syirkah al uqud (akad / kontrak). Syirkah kepemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam syirkah ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan asset tersebut. Sedangkan syirkah akad tercipta dengan kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian.

Syirkah akad menjadi:

1) Syirkah al-‘Inan

Para ulama fiqih sepakat bahwa syirkah al-‘inan hukumnya boleh. Dalam syirkah ini modal yang digabungkan oleh masing-masing pihak tidak harus sama jumlahnya, demikian juga halnya dalam soal tanggung jawab, kerja, keuntungan serta kerugian yang terjadi jumlahnya tidak harus sama dan dilakukan berdasarkan kontrak atau perjanjian.Syirkah al-‘inan merupakan jenis syirkah yang paling banyak diterapkan dalam dunia bisnis, hal ini dikarenakan keluasan ruang lingkupnya dan sistem pelaksanaannya yang fleksibel. Berikut ini beberapa karakteristik dari syirkah al-‘inan :

a. Besar penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus sama.

b. Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam

pengelolaan usaha, tetapi ia juga dapat menggugurkan hak tersebut dari dirinya.


(49)

42   

c. Pembagian keuntungan dapat didasarkan pada persentase modal

masing-masing, tetapi dapat pula atas dasar negosiasi.

d. Kerugian dan keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal

masing-masing.

2) Syirkah al-Mufawadhah

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan ikut berpartisipasi dalam pekerjaan. Demikian pula tanggung jawab dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak. Beberapa syarat dalam syirkah al-mufawadhah adalah sebagai berikut :

a. Nilai masing-masing pihak harus sama.

b. Persamaan wewenang dalam bertindak. Dengan demikian tidak sah

perserikatan anak kecil dengan orang dewasa.

c. Persamaan agama. Maka tidak sah perserikatan antara orang muslim dengan

non muslim.

d. Setiap pihak atau mitra harus dapat penjamin atau wakil pihak yang lainnya

dalam pembelian dan penjualan barang yang diperlukan.

3) Syirkah al-Abdan (al-A’mal)

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang memiliki keahlian atau profesi yang sama untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dimana keuntungan dibagi bersama. Misalnya, kerjasama dua orang arsitek untuk menggarap proyek atau kerjasam dua orang penjahit untuk menerima order seragam kantor. Profesi dan


(50)

keahlian ini bisa sama dan juga bisa berbeda, misalnya tukang kayu dengan tukang besi, mereka menyewa tempat untuk perniagaannya dan bila mendapat keuntungan dibagi menurut kesepakatan bersama. Dalam syirkah ini para mitra hanya menyumbangkan keahlian dan tenaga untuk bisnis tanpa memberikan modal. Syirkah ini lazim disebut juga syirkah al-sanaa’i (syirkah para tukang) atau syirkah al-taqabbul (syirkah penerimaan).

4) Syirkah al-Wujuh

Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayaan) dalam melakukan suatu usaha. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang tersebut secara tunai. Sedangkan keuntungan yang diperoleh dibagi sama. Syirkah semacam ini mirip dengan makelar yang banyak dilakukan orang pada zaman modern sekarang ini. Dalam perserikatan ini pihak yang berserikat membeli suatu barang hanya didasarkan kepada kepercayaan yang kemudian barang tersebut mereka bayar dengan tunai.

1. Sama halnya dengan syirkah abdan, dimana para mitra hanya menyumbangkan

keahlian dan tenaganya untuk mengelola bisnis tanpa memberikan modal, dalam syirkah wujuh para mitra juga hanya menyumbangkan goodwill, credit worthiness dan hubungan-hubungan (kontak-kontak) mereka untuk mempromosikan bisnis mereka tanpa menyetorkan modal. Oleh karena itu biasanya kedua bentuk kemitraan ini terbatas hanya digunakan untuk usaha kecil saja.


(51)

44   

1. Syarat Akad. Karena musyarakah merupakan hubungan yang dibentuk oleh para

mitra melalui kontrak/akad yang disepakati bersama, maka otomatis empat syarat akad yaitu: 1) syarat berlakunya akad (In’Iqod), 2) syarat sahnya akad (Shihah) 3) syarat terealisasinya akad (Nafadz) dan 4) syarat lazim juga harus dipenuhi. Misalnya para mitra usaha harus memenuhi syarat pelaku akad (ahliyah dan wilayah), akad harus dilaksanakan atas persetujuan para pihak tanpa adanya tekanan, penipuan, atau penggambaran yang keliru dan sebagainya.

2. Pembagian proporsi keuntungan. Dalam pembagian proporsi keuntungan, harus

dipenuhi hal-hal berikut:

a. Proporsi keuntungan yang dibagikan kepada mitra usaha harus disepakati

diawal kontrak/akad. Jika proporsi belum ditetapkan, akad tidak sah menurut syariah.

b. Rasio / nisbah keuntungan untuk masing-masing mitra usaha harus ditetapkan sesuai dengan keuntungan nyata yang diperoleh dari usaha, dan tidak ditetapkan berdasarkan modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk mitra tertentu, atau tingkat keuntungan tertentu yang dikaitkan dengan modal investasinya.

3. Penentuan proporsi keuntungan. Dalam menentukan proporsi keuntungan terdapat

beberapa pendapat para ahli hokum Islam sebagai berikut:

a. Imam Malik dan Imam Syafi’i berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi

diantara mereka menurut kesepakatan yang ditentukan sebelumnya dalam akad sesuai dengan proporsi modal yang disertakan.


(52)

       

b. Imam Ahmad berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari

proporsi modal yang mereka sertakan.

c. Imam Abu Hanifah yang dapat dikatakan sebagai pendapat tengah-tengah

berpendapat bahwa proporsi keuntungan dapat berbeda dari proporsi modal pada kondisi normal. Namun demikian mitra yang memutuskan untuk menjadi sleeping partner, proporsi keuntungannya tidak boleh melebihi proporsi modalnya.32

 

32 


(53)

BAB III

A. Sejarah dan perkembangan Restauran Bakmi Tebet

Sebuah gagasan cemerlang kerap muncul disaat yang tepat. Awalnya Dr.Ir.H Wahyu Saidi, Msc adalah murni seorang pekerja mapan di sebuah perusahaan pembangunan jalan tol. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia dua belas tahun lalu telah memaksanya untuk beralih profesi menjadi seorang pengusaha.Ketika perusahaan tempatnya bekerja gulung tikar, dengan jabatan manajer tentulah sulit baginya mencari pekerjaan diperusahaan lain dengan gaji dan jabatan yang setimpal. Maka pilihannya adalah berhenti, dan mencoba berusaha sendiri. Mulailah ia memasuki agribisnis dengan bertanam cabe, ternak ayam, pembesaran ikan, membuka bimbingan belajar, dan membuka usaha makanan Palembang.1

Pada tahun 1996, Pak Wahyu saidi mengawali usahanya dengan membuka rumah makan ikan patin, menu khas Palembang tempat kelahirannya. Namun ternyata hasil yang diperoleh masih jauh dari ekspetasi awal. Hal ini dikarenakan karena menu ikan patin dirasa kurang fleksibel. Dalam artian bahwa penggemar hidangan ini hanya terbatas pada orang dewasa dan hanya nikmat bila dihidangkan di siang hari. Seharusnya yang diusahakan adalah makanan untuk semua umur dan semua waktu. Belajar dari pengalaman inilah Pak Wahyu Saidi kemudian mulai mencari alternatif menu lain yang lebih fleksibel dan populer. Tentunya hidangan       

1

Bud’s, “Doktor Jualan Bakmi” ,artikel ini diakses pada 25 Juni 2010 pada http://www.apakabar.ws/forums/viewtopic.php?f=1&t=39630&start=0


(54)

tersebut harus dapat di nikmati oleh seluruh kalangan baik orang tua maupun anak-anak dan dapat dinikmati kapan saja. Setelah melalui serangkaian pengamatan dibeberapa tempat makan, maka Pak Wahyu akhirnya memilih bakmi sebagai menu andalannya.2

Walaupun demikian, pak wahyu berkeyakinan bahwa usaha makanan adalah usaha yang paling mudah dan beresiko relative kecil karena semua kebutuhan bahan bakunya dapat diperoleh sesuai dengan kebutuhan. Sepanjang jalan di Margonda, Depok ditelusuri untuk survey. Pilihan jatuh pada usaha Bakmi, karena menurutnya selain banyak yang menggemari makanan tersebut yang dapat dinikmati sepanjang hari.3

Bapak Wahyu Saidi mulai belajar membuat bakmi yang lezat. Patokannya adalah Bakmi Gajah Mada (GM). Bapak Wahyu menyatakan kekagumannya pada restaurant yang sangat terkenal dan banyak penggemarnya itu. Sayangnya Bakmi GM tidak membuat waralaba. Tapi Pak Wahyu tak hilang akal, ia mengundang para pakar kuliner analis rasa juga pensiunan koki bakmi GM.. Segala cara dilakukan beliau untuk mendapatkan rahasia bumbu tersebut. Dan akhirnya berhasil didapatkan dengan mengeluarkan dana yang tidak sedikit yaitu sekitar Rp 200 juta rupiah hanya untuk bumbu bakmi saja. Pak Wahyu berhasil memperoleh bumbu penyedap bakmi dan 33 jenis hidangan lain, kendati cita rasanya tentu tak seratus persen menyamai bakmi GM.

      

2 

Bud’s,ibid

3


(55)

48   

Pada bulan Januari tahun 2002 ia mulai membuka gerai bakmi di Menara Kadin. Lokasi itu diperoleh berkat pertemanannya dengan seorang pengusaha. Gerai pertama itu diberi nama “Langgara”. Omsetnya pada hari pertama sebanyak Rp 66.000. Tak lama kemudian dibukanya lagi satu warung dijalan Pemuda dengan omset hari pertama Rp 200.000.Kemudian menyusul gerai dikawasan Rawamangun Jakarta Timur, lalu dikawasan Setia Budi, Jakarta Selatan. Tapi gerai baru ini menggunakan nama “Bakmi Tebet” yang diambil dari sebuah nama kawasan yang berkonotasi Jakarta, untuk menciptakan kesan bagi orang yang berdomisili di luar Jakarta.

Di bisnis bakminya pak Wahyu sengaja membidik kalangan menengah ke bawah. Hal ini berbeda dari beberapa rumah makan bakmi terkemuka yang lebih banyak menjadikan kalangan menengah ke atas sebagai target utama konsumen mereka. Pak wahyu mengambil peluang ini dengan menjual makanannya dengan harga yang relatif murah.4 Untuk bisnis bakminya yang berada di luar Jakarta, bapak Wahyu menggunakan merek Bakmi Tebet dengan alasan bahwa biasanya segala sesuatu yang “berbau” Jakarta disukai oleh orang daerah, karena Tebet merupakan salah satu nama kawasan di Jakarta, maka Pak Wahyu memutuskan untuk menggunakan nama Bakmi Tebet bagi restaurannya diluar Jakarta.5

Walaupun Bakmi Tebet dan Bakmi Langgara merupakan satu produk yang sama, namun dalam pengelolaanya, tetap mempunyai manjemen dan strategi yang       

4 

Majalah sharing, bisnis waralaba Islami. 5


(56)

berbeda. Di karenakan target pasar yang berbeda pula. Meski bisnisnya terus berkembang pak wahyu mengaku masih menghadapi kendala terutama masalah keterbatasan sumber daya manusia. Saat ini banyak lulusan akademi pariwisata yang enggan masuk ke dapur mie miliknya. Sehingga ia memilih tenaga tamatan SMA yang bersedia menjadi karyawannya. Enam bulan pertama menggeluti bisnis ini, beliau masih ragu karena perekonomian mulai membaik, godaan kerja banyak, sementara penghasilan dibandingkan dengan tawaran hanya sekitar 30 %, sementara itu berjualan bakmi juga tifak mempunyai suatu kebanggaan.

Setelah satu tahun berjalan, beliau mulai merasa senang dengan bisnis yang dijalaninya tetapi keraguan masih tinggi. Namun dibalik keraguan itu, beliau tetap berusaha terus untuk untuk mengembangkan bisnisnya dengan membuka cabang ke 5, penghsilan beliau setara dengan ataupun sebelum krisis moneter. Hal ini juga yang membuat semangat untuk terus ,membuka cabang lagi. Dan keyakinan berbisnis mulai dirasakan setelah membuka cabang yang ke 10.6

Konsep waralaba mulai dikembangkan pada saat membuka cabang ke 11. Tapi sebenarnya lebih pada konsep Joint Operation, Partnership Waralaba baru dimulai ketika membuka cabang yang ke 12. Bagi mereka yang minat untuk berbisnis dimakanan ini cukup menyediakan dana sekitar kurang dari Rp 100 juta. Ia berkeyakinan modal akan kembali dalam waktu enam bulan sampai satu tahun apabila bisnis

      

6


(57)

50   

Bila ingin mencicipi pasar bakmi yang cukup besar, tawaran waralaba Bakmi tebet ini bisa menjadi pilihan. Modalnya relative terjangkau. Diharapkan usaha ini bias balik modal dalam waktun Sembilan bulan hingga 1,5 tahun. Dia memang bukan makanan asli Indonesia. Tapi panganan bernama bakmi ini sudah lekat dengan masyarakat Indonesia. Penggemarnya banyak dan tak kenal kasta. Abang becak maupun tukang ojek bisa menikmati bakmi pengkolan di gerobak. Ibu rumah tangga ataupun anak kos bias mencegat tukang bakmi keliling diperumahan mereka. Para bos pun biasa menyantapnya direstauran.7

Tak heran ada banyak restaurant yang khusus menyajikan bakmi sebagai menu utama. Sebut saja bakmi GM yang sudah taka sing lagi ditelinga kita. Ada juga bakmi Gang Kelinci, Bakmi Japos, bakmi golek, hingga Bakmi Margonda. Diluar nama nama beken itu, diluar masih banyak rumah makan bakmi yang diam diam tumbuh membesar dikawasan jabotabek hingga ke berbagai daerah. Contohnya Bakmi langgara yang juga beken dengan nama Bakmi Tebet, dua merek dengan satu nama.8

Sulur sulur bakmi tebet disekitar Jakarta sudah mencapai 32 cabang. Menu andalan Bakmi Tebet tak jauh beda denggan menu restaurant bakmi lain. Ada bakmi kuah, ada pula bakmi goreng dengan aneka varian. Tampilan dan rasanya mirip dengan bakmi GM namun dengan harga yang sedikit lebih murah. Wahyu Saidi       

7

Wahyu saidi, asiknya berbisnis restaurant panduan untuk sukses, Penerbit: Enno Media 2007 h. 5

8

Nugroho Dewanto, Artikel “ Doktor Bakmi Waralaba “ Majalah Tempo no 40 /XXXIII/ 29 nov -5 des 2004


(58)

pemilik Bakmi Tebet mengakui bahwa bakmi GM masih menjadi patokan penggemar bakmi seluruh Indonesia.”bila tidak bisa menyamai bakmi GM, minimal kita bisa menyerupainya dengan racikan sendiri” kata bapak wahyu.

Perkembangan cara waralaba Bakmi Langgara ini sangat cepat terutama diluar kota Jakarta khusus nya di pulau jawa dan luar pulau jawa. Hal ini dikarenakan bakmi ayam merupakan jenis makanan yang belum dikenal. Sehingga kompetitornya masih terbilang sedikit. Serta untuk pasar bakmi ayam ini diluar Jakarta dan diluar pulau Jawa terbuka lebar. Hal ini yang terlihat dari perkembangan cara waralaba ini adanya peningkatan permintaan bahan baku yang sangat signifikan serta dari royalty fee yang juga semakin meningkat.9

Merek itu diciptakan agar mudah diingat orang karena berpengaruh pada persepsi yang akan terus diingat. Merk juga sebaiknya mengandung arti baik diciptakan sendiri maupun yang sudah diketahui umum. Karena arti itu berhubungan dengan produk yang ditawarkan pada konsumen. Wahyu mencontohkan nama bakmi langgara yang terkesan nuansa islamnya. Itu sengaja dilakukan karena selama ini makanan bakmi identik dengan makanan non-muslim pihaknya sendiri tidak bias mengklaim bakmi sebagai makanan umat muslim karena nantinya yang non-muslim tidak akan menyukai bakminya.10

      

9

Skripsi Ulfa Treni Juliana, Analisis Sistem Waralaba Dilihat dari Transaksi Bisnis Syariah (Studi kasus Bakmi Langgara) hal 58

10


(59)

52   

Pendirian restoran ini tidak pernah direncanakan secara akademis seperti: pemakaian grafik-grafik ROI dan planning tetapi pendirian restoran dimulai dari sebuah mimpi dan dibuat sesuatunya secar berbeda. Perkembangan restoran dipikirkan selama 24 jam sehingga bakmi berasal dari Jakarta bisa masuk ke Depok, Jabotabek, Bandung lalu Cirebon, Cilegon, Jateng, Pekanbaru serta Palembang. Tahapan-tahapan tersebut memerlukan pengetahuan managerial karena menyangkut SDM, distribusi, dan pengontrolan.11

Untuk bisnis ini beliau memakai tenaga ahli di bidang managerial dan tenaga ahli untuk bumbu misalnya koki, tenaga untuk marketing dan pengembangan restaurant.Pemilihan lokasi restoran sebaiknya di jalan dan di dekat persimpangan ditengah keramaian, dekat sekolah favorit, dekat pasar, dekat pertokoan, tempat ibadah, dan bila perjalanan pulang berada di sebelah kiri jalan. Dalam mengembangkan bisnis bakmi langgara dan bakmi tebet bapak wahyu saidi melakukan beberapa cara yaitu:

• Meningkatkan kemampuan karyawan antara lain dengan pelatihan

• Memberi kompensasi yang memadai

• Membuka cabang yang sebanyak-banyaknya

• Memfokuskan pada masakan mie12

Sampai dengan tahun 2005 bakmi Tebet dan Bakmi Langgara telah memilki 102 cabang, termasuk di 14 kota diluar Jakarta. Selain itu ekspansi Internasional juga       

11 

Majalah Sharing Bisnis waralaba Islami, grup langgara: intinya bagi hasil yang adil, h.112 12


(60)

dilakukan ditahun 2006 dengan membuka restauran baru di Kairo dan Mekah. Meski demikian, tidak hanya cerita sukses saja yang mengiringi perjalanan bisnisnya. Pada tahun 2007, bisnis Bakmi Tebet tidak berjalan baik. Namun hingga sekarang 19 cabang yang berada diluar Jakarta dan di Jakarta tetap beroperasi13.

Menurut Pak Wahyu Saidi sebagai owner Bakmi Tebet, banyak cabang yang tutup dikarenakan salah pilih tempat yang strategis,masyarakat sudah jenuh dengan bakmi karena semakin banyak restaurant yang membuka bisnis dengan cirri khas bakmi, dan salah pilih partner merupakan kendala dalam pengembangan bisnisnya. Namun demikian bukan berarti bisnis Bakmi Tebet bangkrut, masa-masa sekarang adalah masa keterpurukan yang pasti suatu saat ada jalan keluar dan sukses seperti beberapa tahun lalu. Dengan banyaknya cabang yang tutup, manajemen Bakmi Tebet sekarang mulai lebih hati-hati dalam memilih franchisee sebagai rekan bisnis dalam mengelola waralaba Bakmi Tebet. Pada tahun 2010, Pak Wahyu juga mengembangkan sayap bisnisnya dengan membuka banyak usaha, seperti Taman Resto, Sari Bundo masakan Padang, My Way Steak, dan lain-lain.dari sini dapat kita lihat bahwa peluang bisnis selalu terbuka walaupun kita dalam keadaan terpuruk asalkan kita mau berusaha.

Dari sisi Diferensiasi Pak Wahyu Saidi mampu menciptakan sesuatu yang berbeda dalam produknya. Dalam hal ini produk-produk atau menu makanan yang dijual Bakmi Tebet senantiasa mengikuti selera pasar dan selalu dilakukan inovasi.       

13 


(61)

54   

Walaupun pada mulanya Bakmi Tebet menyajikan menu makanan ala Bakmi GM, namun pada perjalanannya, Pak Wahyu Saidi pun melakukan berbagai inovasi baik dalam hal pelayanan, produksi dan bahkan dalam hal pemasaran.14

B. Sistem pembayaran franchisee fee

Sistem pembayaran franchisee fee pada waralaba bakmi Tebet tidak jauh berbeda dengan waralaba lainnya. Pak Saidi, selaku franchisor bakmi tebet menentukan jumlah franchisee fee yang harus dibayarkan oleh franchisee.

Sistem pembayaran franchisee fee pada waralaba Bakmi Tebet adalah sebagai berikut:

1) Sebelum melakukan perjanjian waralaba, Pak Saidi menawarkan prospectus kepada franchisee, dimana prospectus tersebut adalah berkas penawaran yang diberikan oleh franchisor kepada calon franchisee. Dalam sebuah prospectus tersebut terdapat data-data yang berhubungan dengan usaha waralaba yang akan dijalankan. Data-data yang ada dalam perjanjian waralaba tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Unit bisnis yang ditawarkan, termasuk didalamnya target pasar yang akan dibidik

b. Biaya-biaya yang akan dibutuhkan : termasuk didalamnya syarat lokasi untuk memulai usaha waralaba tersebut

      

14 

Arwinto.P.Nugroho,dkk, Membedah Peta Persaingan Bisnis Bakmi Studi Kasus Bakmi Tebet, Penerbit: Enno Media, 2008. Hal 7-8.


(1)

merupakan usaha walaba Pak Wahyu yang cabangnya mayoritas di luar Jakarta. Pembagian nama ini pun juga mempunyai tujuan untuk membagi segmentasi pasar, yakni untuk cabang diseputar wilayah Jakarta kita beri nama Bakmi Langgara, sementara untuk cabang diluar Jakarta kita beri nama Bakmi Tebet. 3) P : Kapan tepatnya Pak Wahyu mewaralabakan usahanya?

J : Pak Wahyu mulai mewaralabakan usahanya mulai tahun 2002, dengan cabang sebanyak 4 restauran, seiring dengan suksesnya nama Bakmi Langgara, maka dibukalah cabang dengan Nama Bakmi Tebet untuk daerah luar kota Jakarta, hingga mencapai 102 cabang di berbagai kota di Indonesia. Bahkan Pak Wahyu berhasil membuka cabang di Mekkah dan Kairo Mesir pada tahun 2006.

4) P: Apakah semua cabang tersebut berjalan sukses?

J: Sampai tahun 2007 awal semua berjalan sukses, namun pertengahan 2007 banyak cabang yang tutup, dikarenakan banyak faktor, seperti kontrak waralaba sudah habis dan franchisee tidak meneruskan usaha waralabanya, salah pilih tempat lokasi, dan banyak faktor lainnya.

5) P: Apakah Pak Wahyu memiliki usaha lain yang diwaralabakan seperti Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet?

J : Selain waralaba Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet, Pak Wahyu memiliki beberapa usaha yang juga diwaralabakan, seperti misalnya Soto Suroboyoan, Cendol Gading,My Way Steak, Bebek Tunjungan yang semuanya merupakan usaha yang diwaralabakan. Selain itu, Pak Wahyu juga sedang berekspansi dengan membuka Taman Resto, yang meruapakan kawasan wisata kuliner yang saat ini baru berada di Bekasi


(2)

LAMPIRAN 3

DAFTAR PERTANYAAN (Questionaire)

Pada kesempatan ini penulis ingin meneliti Bakmi Tebet dari segi manajemen waralaba Bakmi Tebet. Penulis juga ingin melakukan penelitian dari segi kepuasan franchisee terhadap penetapan franchisee fee dan royalty fee yang harus dibayarkan kepada franchisor (Bakmi Tebet). Tujuan dari pengedaran kuisioner ini adalah untuk membantu penulis dalam pengumpulan data yang ditujukan untuk menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis dan aplikasi Royalty Fee dan Franchise Fee pada Waralaba Islami (Studi Kasus Bakmi Tebet)”

Sebelumnya penulis ingin menjelaskan terlebih dahulu tentang waralaba. Waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.Dalam hal ini, ciri khas usaha yang dimanfaatkan oleh pihak franchisee adalah brand Bakmi Tebet yang didirikan oleh Dr.Ir.H.Wahyu Saidi, Msc.

Kuisioner ini ditunjukkan kepada franchisee yang menjadi rekan bisnis manajemen Bakmi Tebet. Daftar pertanyaan ini ditujukan untuk diisi sesuai dengan keadaan dan pendapat anda. Anda cukup melingkari pada pilihan yang tersedia sesuai dengan pendapat anda. Terima kasih atas kerjasama anda karena telah bersedia untuk mengisi angket ini.


(3)

Bagian I. Gambaran Umum dan Pengetahuan Franchisee terhadap Waralaba Bakmi Tebet

1. Nama Cabang: 2. Pimpinan cabang: 3. Alamat cabang:

4. Darimana anda tahu tentang waralaba Bakmi Tebet? a. Teman

b. Brosur/Majalah/Koran c. Media Televisi

d. Media Internet

5. Sudah berapa lama anda bergabung dengan manajemen Bakmi Tebet? a. Kurang dari 1 tahun

b. 1-5 tahun c. 5-10 tahun d. > 10 tahun

6. Berapa besar franchise fee yang anda bayarkan untuk bergabung dengan waralaba Bakmi Tebet?

a. 25-50 juta b. 50-75 juta c. 75-100 juta d. > 100 juta

7. Bagaimana sistem pembayaran franchise fee yang anda bayarkan kepada franchisor?

a. angsuran b. tunai

Bagian II. Gambaran Umum dan Pengetahuan Franchisee terhadap Konsep Waralaba dan Kerjasama dalam Islam

1. Seberapa besar pemahaman anda tentang waralaba? a. tidak paham


(4)

c. paham

d. sangat paham

2. Seberapa besar pemahaman anda tentang konsep franchise fee pada waralaba? a. Tidak paham

b. Kurang paham c. Paham

d. Sangat paham

3. Seberapa besar pemahaman anda tentang konsep Royalty fee pada waralaba? a. Tidak paham

b. Kurang paham c. Paham

d. Sangat paham

4. Seberapa besar pemahaman anda tentang waralaba dalam perspektif Islam? a. Tidak paham

b. Kurang paham c. Paham

d. Sangat paham

5. Seberapa besar pemahaman anda tentang keadilan dalam kerjasama secara umum?

a. Tidak paham b. Kurang paham c. Paham

d. Sangat paham

Bagian III. Respon Frachisee Terhadap Penetapan Franchisee Fee dan Pembagian Royalty Fee yang Diterapkan Manajemen Bakmi Tebet

1. Apakah anda setuju dengan besarnya franchise fee yang harus dibayarkan diawal perjanjian waralaba?

a.Tidak setuju b. Kurang setuju c.Setuju


(5)

2. Bagaimana pendapat anda tentang besarnya pembayaran franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet?

a.Tidak adil b. Kurang adil c. Adil

d. Sangat adil

3. Apakah anda merasa puas dengan penetapan franchise fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet?

a. Tidak puas b. Kurang puas c. Puas

d. Sangat puas

4.Apakah anda setuju dengan besarnya Royalty Fee yang harus dibayarkan kepada manajemen Bakmi Tebet setiap bulannya?

a.Tidak setuju b.Kurang setuju c.Setuju

d.Sangat setuju

5. Bagaimana pendapat anda tentang besarnya pembayaran royalty fee yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet?

a. Tidak adil b. Kurang adil c. Adil

d. Sangat adil.

6. Apakah anda merasa puas dengan penetapan royalty fee (3,5% /perbulan) yang ditetapkan manajemen Bakmi Tebet?

a. Tidak puas b. Kurang puas


(6)

c. Puas

d. Sangat puas

7. Bagaimana menurut anda kinerja manajemen Bakmi Tebet ? a. Tidak bagus

b. Kurang bagus c. Bagus

d. Sangat bagus