Kontrak waralaba dalam perspektif hukum positif dan hukum syariah : studi kasus pada bakmi raos dan bakmi tebet

(1)

(2)

(3)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 (satu) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, 23 Juni 2011


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur bagi Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan, Nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya. Alhamdulillah atas rahmat dan karunia kekuatan yang diberikan Allah hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Kontrak Waralaba Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Syariah (Studi Kasus Pada Bakmi Raos Dan Bakmi Tebet).Skripsi ini tersusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki, karenanya penulis mengucapkan terima kasih untuk saran dan kritik yang diberikan. Penulis juga menyadari bahwasanya penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof.Dr.H.M. Amin Suma, SH, M.A, M.M selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M. Ag, selaku Ketua Jurusan dan Bapak Mu‟min Roup, S.Ag., MA selaku Sekretaris Jurusan Prodi Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum.

3. Bapak Muhammad Maksum, S.Ag., MA dan Bapak M. Nuzul Wibawa S.Ag., MH selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang ditengah kesibukannya dengan


(5)

sabar dan penuh perhatian membimbing serta memberikan dukungan moril sehingga skripsi ini selesai.

4. Bapak Drs. Noryamin Aini, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan di tengah kesibukannya.

5. Bapak Rudianto selaku General Manager PT. Raos Aneka Pangan dan Ibu Hj. Titi Budiarti S.Pd, selaku pemilik Bakmi Tebet yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di tempat usahanya.

6. Pimpinan Perpusatakaan yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan.

7. Para dosen pengajar di Fakultas Syariah dan Hukum yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis dan teman-teman lainnya agar lebih mendalami materi perkuliahan.

8. Ayahanda penulis Aiptu. Syahriani dan Ibunda Eni Sugiarti yang telah memberikan kasih sayangnya dan menjadi inspirasi penulis sehingga penulis bisa menjadi seperti sekarang ini. Terima kasih untuk semua pengorbanan yang telah diberikan.

9. Kakakku Era Natida Amd, dan adikku Renanda Ulfa yang telah memberikan dorongan semangat agar penulis segera merampungkan studi di kampus ini. Terima kasih buat doanya. Maaf kalau penulis suka iseng kalau di rumah, maklum lagi stres .


(6)

10.Teman-teman seperjuangan selama di UIN semuanya khususnya anak-anak jurusan Perbankan Syariah kelas D tahun 2007 ( terutama buat Darto, Ipul. Becek, Neily, Citra dll) yang telah menemani penulis selama menempuh pendidikan. Banyak kisah yang telah kita lewati bersama semoga tidak akan dilupakan selama-lamanya (lebay mode). Tetap kompak ya !!!

11.Teman-teman KKN kelompok 101 E-Baduy yang sudah memberikan pengalaman luar biasa selama KKN di Cicakal (kalo diinget mah seru, tapi kalo suruh ulangin lagi mah ente-ente aja dah..hihihi) jaga silaturahmi terus ya 

12.Untuk anak-anak the Kobong‟s family yang selalu menemani penulis di kala sedang pusing mikirin tugas kuliah. Thanks bro, kapan-kapan kita ngebolang lagi.

13.Semua pihak yang telah membantu baik selama penulis menjalani kuliah maupun saat menulis skripsi, yang tidak dapat disebutkan satu persatu karena memang banyak sekali, penulis mengucapkan terima kasih .

Jakarta, Juli 2011


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 5

D. Review Kajian Terdahulu 6

E. Kerangka Teori dan Konseptual 8

F. Metode Penelitian 12

G. Sistematika Penulisan 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Syirkah

1.Pengertian Syirkah 16

2.Rukun Syirkah 17

3.Bentuk Syirkah 17


(8)

1.Pengertian Waralaba (Franchise) 19

2.Waralaba Sebagai Bisnis 21

3.Waralaba Sebagai Perjanjian 23

C. Perjanjian Dalam Hukum Positif Dan Hukum Syariah

1.Pengertian Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah 26

2.Syarat Sah Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah 29

3.Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Positif Dan Hukum Syariah 32

4.Prestasi Dan Wanprestasi 37

5.Berakhirnya Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah39

6.Penyelesaian Sengketa 41

BAB III PROFIL WARALABA

A.Profil Bakmi Raos 44

B. Sistem Waralaba Pada Bakmi Raos 47

C.Profil Bakmi Tebet 49

D.Sistem Waralaba Bakmi Tebet 52

BAB IV ANALISA


(9)

B.Analisis Kontrak Pada Waralaba Bakmi Raos dan Bakmi Tebet Dilihat Dari Syarat Sah Dan Asas-Asas Perjanjian Dalam Perspektif Hukum Positif 61

C.Analisis Struktur dan Substansi Isi Kontrak Pada Waralaba Bakmi Raos Dan Bakmi Tebet Dalam Perspektif Hukum Positif 71

D. Analisis Kontrak Pada Waralaba Bakmi Raos Dan Bakmi Tebet

Dalam Perspektif Hukum Syariah 78

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan 84

B. Saran 85

DAFTAR PUSTAKA 87


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Waralaba atau yang biasa disebut franchise yaitu perusahaan atau seseorang (franchisee) yang diberikan hak untuk menggunakan merek, cipta, paten untuk menyalurkan produk/ jasa pihak franchisor) dengan memberikan imbalan (fee)1 atau dengan kata lain franchise adalah perikatan/ perjanjian dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual (HKI) atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki oleh pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain dalam

rangka penyediaan dan atau penjualan barang atau jasa.2

Perjanjian waralaba sebagaimana tercantum dalam PP RI No.16 Tahun 1997 yang kemudian diubah menjadi PP RI No.42 Tahun 2007 tentang Waralaba pasal 4 ayat (1) dan (2) mengatur bahwa waralaba diselenggarakan berdasarkan perjanjian tertulis antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dengan memperhatikan hukum Indonesia dan menggunakan Bahasa Indonesia.

Waralaba (franchise) sendiri adalah sebuah format usaha baru yang saat ini sedang menjamur di Indonesia. Fenomena ini dapat kita buktikan dengan semakin banyaknya usaha-usaha waralaba di Indonesia, baik yang merupakan waralaba asing

1

Siti Nurviani, Waralaba sebagai suatu perikatan atau perjanjian, artikel diakses pada 21 Juni 2011 dari http://www.untukku.com/artikel-untukku/waralaba-sebagai-suatu-perikatan-atau-perjanjian-untukku.html

2


(11)

seperti KFC, Mc Donald ataupun waralaba lokal seperti Indomart, Klenger Burger dan merk waralaba lainnya. Perkembangan ini sepatutnya memberi nilai positif bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia kerena dapat menghasilkan devisa bagi negara.

Bisnis sinergi seperti ini memang dianggap menguntungkan. Jaringan pemasaran dan omset dapat berkembang lebih cepat sehingga memperoleh kepercayaan yang luas dari masyarakat terhadap citra bisnis waralabanya tanpa harus mengeluarkan modal sendiri. Pewaralaba juga akan mendapat keuntungan berupa

management fee dan royalty fee.3

Konsep franchise berkembang karena di satu sisi ada pengusaha yang sudah berhasil dalam menjalankan bisnisnya, tetapi kekurangan modal untuk mengembangkan usaha lebih besar lagi. Dan di sisi lain ada pihak yang memiliki modal, tetapi belum/tidak memiliki pengalaman atau keahlian dalam berbisnis di bidang tersebut.4

Dikarenakan adanya kepentingan antara dua belah pihak yang terlibat dalam bisnis waralaba inilah maka terjadilah suatu bentuk kerjasama bisnis. Bentuk kerjasama yang melibatkan antara pengusaha yang kekurangan modal dengan pihak yang ingin membuka usaha dengan tidak/belum memiliki pengalaman atau keahlian berbisnis. Kedua pihak ini melakukan kesepakatan yang biasanya disahkan dalam sebuah kontrak atau perjanjian bisnis. Waralaba merupakan suatu perjanjian yang

3

Siti Najma, Bisnis Syariah dari Nol (Jakarta:Hikmah,2007), hal.176

4Hertanto Widodo, “Franchise Syariah why not?”, artikel diakses pada 20 Desember 2010 dari


(12)

bertimbal balik karena baik pemberi waralaba maupun penerima waralaba,keduanya berkewajiban untuk memenuhi prestasi tertentu.5

Melalui kontrak tercipta perikatan atau hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak yang membuat kontrak. Dengan kata lain, para pihak terikat untuk mematuhi kontrak yang telah mereka buat. Kontrak sangat bermanfaat sebagai pegangan, pedoman, dan alat bukti bagi pihak pembuatnya.adanya kontrak yang baik mencegah terjadinya perselisihan, karena semua perjanjian sudah diatur dengan jelas sebelumnya.6

Pada praktek saat ini banyak waralaba konvensional yang memakai konsep yang cenderung menguntungkan bagi pewaralaba dan merugikan terwaralaba, misalnya dalam penetapan royalty fee. Waralaba konvensional umumnya memberikan kewajiban royalty fee pada terwaralaba walaupun terwaralaba dalam kerugian. Tentu saja hal ini sangat merugikan pihak mitra selaku franchisee.

Namun saat ini banyak pewaralaba muslim mencoba memodifikasi sistem waralaba konvensional supaya lebih adil. Bakmi langgara milik Wahyu Saidi misalnya tidak mengenakan royalty fee bila terwaralaba memiliki omzet kurang dari Rp 15 juta perbulan.7

Dari uraian penjelasan diatas itulah maka penulis ingin meneliti kontrak bisnis pada waralaba konvensional dan waralaba syariah. Yang menjadi alasan pemikiran

5

Gunawan Widjaja, Waralaba, cetakan ke-2 (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003), hal.77

6

Frans Satriyo Wicaksono, Panduan lengkap membuat surat-surat kontrak

(Jakarta:Visimedia.2008), hal.2

7


(13)

penulis adalah karena saat ini banyak sudah lembaga-lembaga yang mencantumkan label syariah pada nama mereka, contohnya bank syariah, hotel syariah, rumah makan syariah dan lain-lain. Salah satu yang mengikuti tren tersebut adalah waralaba syariah. Fenomena penggunaan label syariah ini dikarenakan syariah sendiri sudah menjadi kebutuhan bagi masyarakat.

Tapi pada kenyataannya masih banyak usaha yang mengaku memakai sistem syariah tapi sebenarnya tidak syariah. Karena itu penulis ingin mengkaji lebih jauh dari penerapan prinsip syariah pada usaha waralaba yang tertuang dalam kontrak. Suatu kontrak bisnis mencerminkan bagaimana suatu kerjasama berjalan. Karena dari kontrak bisnis dijelaskan berbagai macam aspek, mulai dari hak dan kewajiban, wanprestasi sampai penyelesaian sengketa. Dari kontrak inilah maka dapat dilihat secara keseluruhan apakah ketentuan pelaksanaan kegiatan bisnis dilakukan sesuai kaidah hukum syariah atau tidak, karena bisa saja pihak yang bekerjasama mengklaim bahwa usaha mereka telah sesuai syariah tetapi dalam kontrak bisnisnya banyak ditemukan penyimpangan.

Sebagai studi kasus, penulis akan mengambil contoh dari kontrak bisnis pada dua waralaba yang bergerak di bidang kuliner, yaitu Bakmi Raos dan Bakmi Tebet. Bakmi Raos adalah seperti waralaba yang memiliki konsep waralaba secara umum. Didirikan oleh H. Bimada pada tahun 2002, waralaba ini bergerak di bidang usaha

bakmi, dengan semboyan “Berani Diadu Rasanya”. Waralaba kedua adalah Bakmi

Tebet yang didirikan oleh Bapak Wahyu Saidi, seorang doktor yang membuka usaha penjualan bakmi. Dalam konsep bisnisnya, bakmi Tebet mencoba menerapkan sistem


(14)

syariah dalam pengelolaannya. Membagi hasil, bukan membagi untung, kira-kira begitu konsepnya.

Dari penjabaran di atas maka penulis ingin mencoba membahas tentang perbandingan kontrak bisnis kedua waralaba ini, baik ditinjau dari sudut pandang hukum perjanjian positif sekaligus hukum perjanjian dalam Islam yang meliputi segala aspek yang umum termuat dalam suatu perjanjian kerjasama (syirkah). Maka dari itu skripsi ini mengambil judul “Kontrak Waralaba Dalam Perspektif Hukum Positif Dan Hukum Syariah (Studi Kasus Pada Bakmi Raos Dan Bakmi Tebet)”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah dijabarkan maka masalah yang akan coba dibahas dibatasi hanya meliputi kontrak bisnis pada waralaba Bakmi Tebet dan Bakmi Raos dan aplikasi konsep dari kontrak bisnis waralaba dengan perumusan masalah sebagai berikut:

a.Bagaimana aplikasi konsep kontrak yang diterapkan pada waralaba Bakmi Raos dan Bakmi Tebet?

b.Apakah kontrak waralaba pada bakmi Raos dan Bakmi Tebet telah dibuat sesuai dengan standar kaidah hukum positif dan hukum syariah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya.


(15)

Berdasarkan penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya baik bagi penulis sendiri maupun bagi pihak lain. Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan di berbagai bidang ilmu khususnya bidang ilmu hukum dalam bidang perjanjian waralaba dan ilmu ekonomi bisnis dalam hal waralaba.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi para pihak yang bergerak di bidang waralaba serta memberikan suatu pengetahuan kepada para pembaca skripsi ini mengenai waralaba waralaba beserta isi perjanjiannya.

D. Review Kajian Terdahulu

Dari hasil penelusuran yang telah dilakukan pada literatur yang sudah ada, penulis menemukan beberapa penelitian terdahulu mengenai waralaba seperti:

Judul Skripsi Pembahasan Skripsi Perbedaan

1.Skripsi tahun 2009 milik Dewi Irma Fitriana yang

berjudul ”Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Lembaga

Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai konsep dan strategi pengelolaan lembaga primagama berdasarkan 7P (product, people, physical, process, place, price, dan

promotion). Lebih

Perbedaan dengan

skripsi penulis adalah

skripsi penulis

membahas mengenai struktur dan substansi dari isi kontrak bisnis waralaba syariah.8

8

Skripsi Dewi Irma Fitriana.”Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Lembaga Pendidikan


(16)

Pendidikan

Primagama”.

menitikberatkan kepada

manajemen pengelolaan

2.Skripsi tahun 2009 milik Ulfa Treni Juliana, yang

berjudul ”Analisis

Sistem Waralaba

Dilihat dari

Transaksi Bisnis

Syariah”.

Dalam skripsi tersebut dijelaskan mengenai penerapan sistem pengelolaan dalam hal bahan baku, SDM, manajemen dan kontrak kerjasama.

Skripsi yang coba dibahas penulis adalah mengenai hak dan kewajiban pihak yang terlibat dalam kontrak, konsep bagi hasil, dan hal-hal lainnya yang

umum ditemukan

dalam kontrak bisnis.9

3.Skripsi tahun 2010 milik Anisa Dyah Utami yang

berjudul “Konsep

Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi

Tebet menurut

Prinsip Syariah”.

Skripsi tersebut membahas mengenai penerapan franchise fee dan royalty serta meneliti

respon para terwalaba

(franchisee).

Perbedaannya dengan milik penulis adalah lebih diutamakan pada isi kontrak perjanjian selain pengelolaan waralaba10

9

Skripsi Ulfa Treni Juliana, Analisis Sistem Waralaba Dilihat dari Transaksi Bisnis Syariah, ,(Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2009)

10

Skripsi Anisa Dyah Utami,Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi Tebet menurut Prinsip Syariah,(Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2010)


(17)

E. Kerangka Teori dan Konseptual

Waralaba berasal dari kata “wara” yang berarti lebih istimewa dan laba berarti untung. Jadi kata waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/ istimewa.11

Menurut istilah waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba. Selain pengertian waralaba, perlu dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan

franchisor dan franchisee.

Franchisor atau pemberi waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang memberikan hak untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimilikinya kepada penerima waralaba.

Franchisee atau penerima waralaba adalah orang perseorangan atau badan usaha yang diberikan hak oleh pemberi waralaba untuk memanfaatkan dan/atau menggunakan waralaba yang dimiliki pemberi waralaba.12

Sedangkan kontrak atau perjanjian merupakan suatu peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.13

11

Darmawan Budi Suseno, Sukses Usaha Waralaba Mudah, risiko Rendah dan Menguntungkan

(Yogyakarta: Cakrawala.2007). hal. 19

12

Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba


(18)

Dalam penulisan naskah kontrak tersebut diperlukan kejelian dalam menangkap berbagai keinginan pihak-pihak, memahami aspek hukum, dan bahasa kontrak. Penulisan kontrak perlu mempergunakan bahasa yang baik dan benar dengan berpegang pada aturan tata bahasa yang berlaku. Dalam penggunaan bahasa, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing harus tepat, singkat, jelas dan sistematis.

1. Anatomi Kontrak Bisnis

a. Bagian I

Merupakan keterangan mendasar meliputi: judul, tanggal, para pihak, kata sepakat menggunankan latar belakang (recital), mengenai sesuatu untuk apa perjanjian diadakan, tidak melangar hukum (sesuatu sebab yang halal) dan pasal 1 yang isinya tentang definisi.

b. Bagian II

Merupakan bagian dari kontrak berisi tentang isi kontrak yang khas. Bagian inilah yang membedakan isi kontrak yang satu dengan kontrak yang lain. Yang dapat dilakukan adalah mengkoleksi contoh-contoh kontrak atau literatur-literatur tentang kontrak dalam suatu check list berikut contohnya.

c. Bagian III

Merupakan suatu bagian kontrak yang berisi pasal-pasal yang harus ada di semua kontrak yang dibuat meliputi isi kontrak yang prinsip antara lain yaitu:

13

Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak (Jakarta: PT RajaGrafindo


(19)

wanprestasi (even of default), peringatan (notice) atau somasi, ganti rugi atau denda,

force majeure atau keadaan darurat, Penyelesaian sengketa (settlement of dispute), bahasa yang dipakai, ketentuan amandemen untuk kontrak jangka panjang, the entire agreement (kalimat dari keseluruhan perjanjian), penutup dan tanda tangan.

2. Syarat Sahnya Kontrak

Dari bunyi Pasal 1338 ayat (1) jelas bahwa perjanjian yang mengikat hanyalah perjanjian yang sah. Supaya sah pembuatan perjanjian harus mempedomani Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian yaitu

a.Kesepakatan

b.Kecakapan

c.Hal tertentu

d.Sebab yang dibolehkan

Istilah perjanjian/kontrak dalam hukum Indonesia disebut akad dalam hukum Islam.14 Akad adalah pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum objeknya. Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum.

14

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat


(20)

Adapun yang dimaksud dengan istilah hukum kontrak/akad syari‟ah disini

adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum di bidang muamalah khususnya perilaku dalam menjalankan hubungan ekonomi antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum secara tertulis berdasarkan hukum Islam.15

Dalam hukum kontrak syariah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi penegakan dan pelaksanaannya. Asas-asas perjanjian tersebut diklasifikasikan menjadi asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum dan asas-asas perjanjian yang berakibat hukum dan sifatnya khusus. Adapun asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum adalah:

1)Asas Ilahiah atau Asas Tauhid

2)Asas Kebebasan (Al-Hurriyah)

3)Asas Persamaan Atau Kesetaraan

4)Asas Keadilan (Al „Adalah)

5)Asas Kerelaan (Al-Ridha)

6)Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)

7)Asas Tertulis (Al Kitabah)

15

Gemala Dewi dkk , Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cetakan ke-2 (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2006), hal.3


(21)

Sedangkan asas-asas perjanjian yang berakibat hukum dan bersifat khusus adalah:

1)Asas Konsensualisme atau Asas Kerelaan (mabda‟ ar-rada‟iyyah)

2)Asas Kebebasan Berkontrak (mabda‟ hurriyah at-ta‟aqud)

3)Asas Itikad Baik

4)Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sunt Servanda)

5)Asas Kepribadian (Personalitas)

F. Metode Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian diadakan di kantor pusat PT Raos Aneka Pangan yang beralamat di Kodam Bintaro Permai No 9 R dan Bakmi Langgara cabang ke-10 yang beralamat di Jalan Nusantara, Depok Jaya, Depok.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif berupa perbandingan antara dua objek penelitian. Penelitian ini adalah membandingkan dua kontrak bisnis pada dua waralaba yaitu bakmi Raos dan bakmi Tebet apakah sesuai dengan perjanjian yang diatur dalam hukum positif dan hukum syariah di Indonesia.


(22)

3. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer diperoleh dari objek penelitian langsung, bukan melalui sumber-sumber lain. Data ini diperoleh melalui observasi langsung dan atau melalui wawancara pada objek penelitian.

b. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh bukan melalui objek penelitian langsung, tapi dari sumber lain, misalnya melalui literatur-literatur seperti dokumen, buku, website dan lain-lain.

4. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara

Adalah percakapan dengan maksud tertentu percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

b. Dokumentasi

Metode dokumentasi dilakukan dengan cara mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya.


(23)

c. Teknik Analisis Data

Adapun metode pengolahan data yang digunakan adalah komparasi antara kontrak bisnis pada waralaba bakmi Raos dan bakmi Tebet apakah telah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum perjanjian positif dan syariah. Perbandingan di sini meliputi asas perjanjian, struktur dan substansi kontrak dilihat dari hukum positif dan hukum syariah.

4. Teknik Penulisan

Penulisan skripsi ini ditulis dengan mengikuti “Pedoman Penulisan Skripsi UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta”

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dibuat dengan dibagi secara garis besar meliputi beberapa bagian yaitu:

1. Bab I Pendahuluan: adalah bagian yang berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review kajian terdahulu, kerangka konsep, metode penelitian, dan sistematika penulisan

2. Bab II Kajian Kepustakaan: adalah bagian yang membahas tentang tinjauan umum mengenai waralaba, tinjauan umum tentang perjanjian menurut hukum positif, dan tinjauan umum tentang perjanjian menurut hukum syariah


(24)

3. Bab III Profil Waralaba: adalah bagian yang membahas mengenai hasil penelitian yang dilakukan secara independen dalam artian tidak dicampur dengan opini peneliti.

4. Bab IV Analisa: adalah bagian yang berisi analisis data penelitian yang telah didapatkan guna menjawab masalah penelitian.

5. Bab V Kesimpulan: adalah bagian kesimpulan yang ditarik dari pembuktian atau uraian yang telah ditulis sebelumnya dan berkaitan erat dengan pokok masalah penelitian. Kesimpulan adalah jawaban masalah berdasarkan data yang diperoleh


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Mengenai Syirkah

1. Pengertian Syirkah

Secara harfiah makna “syirkah” adalah “ikhtilath” (percampuran)16, sedangkan pengertian syirkah dapat didefinisikan oleh Wahbah al-Zuhaily dalam Fiqh al-Islamiy wa adillatuh Juz IV, al-syirkah menurut fuqaha Malikiyah, al-syirkah adalah kebolehan (atau izin) bertasharruf bagi masing-masing pihak yang berserikat.maksudnya masing-masing pihak saling memberikan izin kepada pihak lain dalam mentasharrufkan harta (objek) perserikatan. Menurut ulama fuqaha Hanabilah, al-syirkah adalah persekutuan dalam hak dan tasharruf.menurut fuqaha

Syafi‟iyah, al-syirkah adalah berlakunya hak atas sesuatu bagi dua pihak atau lebih dengan tujuan persekutuan. Sedang menurut fuqaha Hanfiyah. Al-syirkah adalah akad antara para pihak yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.17 Atau syirkah

adalah ikatan kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih dalam perdagangan18

Secara umum landasan dasar syariah mengenai syirkah dapat dilihat pada

ayat-ayat Al Qur‟an dan hadits berikut :

16

Sayid Sabiq, Fikih Sunnah, Jilid 13, Penerjemah H. Kamaluddin A. Marzuki (Bandung: Al-Ma‟arif,1987), hal.193

17Ghufron A. Mas‟adi,

Fiqh Muamalah Kontekstual,(Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2002), hal. 192

18


(26)

a Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh (Shaad: 24)

b Dari Abu Hurairah, RasulullH SAW bersabda, sesungguhnya Allah azza wa

jalla berfirman,”Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah

satunya tidak mengkhianati lainnya.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)19

2. Rukun Syirkah

Beberapa ketentuan umum mengenai syirkah/musyarakah sebagaimana diatur dalam fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 mengenai musyarakah adalah sebagai berikut :

1. Ijab dan Qabul. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad)

2. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum

3. Obyek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian)

4. Biaya Operasional dan Persengketaan

3. Bentuk Syirkah

Syirkah secara umum terbagi dalam tiga bentuk, yaitu syirkah ibahah, syirkah amlak, dan syirkah uqud20

19Ghufron A. Mas‟adi,


(27)

1.) Syirkah Ibahah, yaitu persekutuan hak semua orang untuk dibolehkan menikmati manfaat sesuatu yang belum ada di bawah kekuasaan orang

2.) Syirkah Amlak (Milik),yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih untuk memiliki suatu benda. Syirkah Amlak terbagi dua, yaitu:

a) Syirkah Milik Jabriyah yang terjadi tanpa keinginan para pihak yang bersangkutan, seperti persekutuan ahli waris

b) Syirkah Milik Ikhtiyariyah yang terdiri atas keinginan para pihak yang bersangkutan

3.) Syirkah Uqud yaitu persekutuan antara dua orang atau lebih yang timbul dengan adanya perjanjian. Syirkah Uqud terbagi menjadi 5, yaitu syirkah „inan, syirkah

„amal, syirkah mufawadhah, syirkah wujuh21, dan syirkah mudharabah22

a) Syirkah‟Inan adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpertisipasi dalam kerja. Namun porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, berbeda sesuai dengan kesepakatan mereka.

b) Syirkah „Abdan adalah kontrak kerjasama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu

20

Gemala Dewi dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, cetakan ke-2, hal.118

21

Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid jilid 2. Penerjemah Abu Usamah Fakhtur (Jakarta: Pustaka Azzam,2007), hal. 496

22

Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4 (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1996), hal.380


(28)

c) Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan secara sama

d) Syirkah Wujuh adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal sama sekali tetapi mereka mempunyai keahlian bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan,dan menjual barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepada penyuplai yang disediakan oleh setiap mitra

e) Syirkah Mudharabah adalah kerjasama antara tenaga dan harta, seseorang (pihak pertama/pemilik modal/shohibul mal) memberikan hartanya kepada pihak lain (pihak kedua/pengelola/mudharib) yang digunakan untuk berbisnis, dengan ketentuan bahwa keuntungan yang diperoleh akan dibagi masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan. Bila terjadi kerugian maka

ketentuannya berdasarkan syara‟ bahwa kerugian dibebankan kepada harta, dan

tidak dibebankan sedikit pun kepada pengelola

B. Tinjauan Umum Mengenai Waralaba 1. Pengertian Waralaba (Franchise)

Pengertian Franchise berasal dari bahasa Perancis affranchir yang berarti to free yang artinya membebaskan. Dalam bidang bisnis franchise berarti kebebasan


(29)

yang diperoleh seorang wirausaha untuk menjalankan sendiri suatu usaha tertentu di wilayah tertentu.23

Franchise ini merupakan suatu metode untuk melakukan bisnis, yaitu suatu metode untuk memasarkan produk atau jasa ke masyarakat. Selanjutnya disebutkan pula bahwa franchise dapat didefinisikan sebagai suatu sistem pemasaran atau distribusi barang dan jasa, di mana sebuah perusahaan induk (franchisor) memberikan kepada individu atau perusahaan lain yang berskala kecil dan menengah (franchisee), hak – hak istimewa untuk melaksanakan suatu sistem usaha tertentu dengan cara yang sudah ditentukan, selama waktu tertentu, di suatu tempat tertentu.

Adapun definisi franchise menurut Asosiasi Franchise International adalah

“suatu hubungan berdasarkan kontrak antara franchisor (pemberi warlaba / pewaralaba) dengan franchisee (penerima waralaba/terwaralaba). Pihak franchisor menawarkan dan berkewajiban memelihara kepentingan terus-menerus pada usaha franchise dalam aspek-aspek pengetahuan dan pelatihan. Sebaliknya franchisee

memiliki hak untuk beroperasi di bawah merek atau nama dagang yang sama, menurut format dan prosedur yang ditetapkan oleh franchisor dengan modal dan sumber daya franchisee sendiri.24

Istilah franchise ini selanjutnya menjadi istilah yang akrab dengan masyarakat, khususnya masyarakat bisnis Indonesia dan menarik perhatian banyak pihak untuk

23

Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis (Jakarta:PT. Rineka Cipta, 2003), hal.56

24

Deden Setiawan, Franchise Guide Series Kiat Memilih Usaha Dengan Biaya Kecil Untung Besar (T.tp.Dian Rakyat,2007), hal.2


(30)

mendalaminya kemudian istilah franchise dicoba di Indonesiakan dengan istilah

„waralaba‟ yang diperkenalkan pertama kali oleh Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (LPPM) sebagai padanan istilah franchise. Waralaba

berasal dari kata “wara” yang berarti lebih istimewa dan laba berarti untung. Jadi kata

waralaba berarti usaha yang memberikan keuntungan lebih/ istimewa

Jadi pada dasarnya waralaba (franchise) merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara, prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi.

2. Waralaba Sebagai Bisnis

Dalam bentuknya sebagai bisnis, waralaba memiliki dua jenis kegiatan:25

1) Waralaba produk dan merek dagang

Dalam waralaba produk dan merek dagang, pemberi waralaba memberikan hak kepada penerima waralaba untuk menjual produk yang dikembangkan oleh pemberi waralaba yang disertai dengan pemberian izin menggunakan merek dagang milik pemberi waralaba. Atas pemberian merek izin penggunaan merek dagang tersebut biasanya pemberi waralaba memperoleh suatu bentuk pembayaran royalty fee di

25


(31)

muka, dan selanjutnya pemberi waralaba memperoleh keuntungan (yang selanjutnya disebut royalti berjalan) melalui penjualan produk yang diwaralabakan kepada penerima waralaba. Dalam bentuknya yang sederhana ini, waralaba produk dan merek dagang serinkali mengambil bentuk keagenan, distributor atau lisensi penjualan.

2) Waralaba format bisnis

Agak berbeda dengan waralaba produk dan merek dagang, waralaba format bisnis menurut pengertian yang diberikan oleh Martin Mandelson dalam Franchising:

Petunjuk Praktis bagi Franchisor dan Franchisee, waralaba format bisnis

adalah:”pemberian sebuah lisensi oleh seseorang (pemberi waralaba) kepada pihak

lain (penerima waralaba),lisensi tersebut memberi hak kepada penerima waralaba untuk berusaha dengan menggunakan merek dagang/nama dagang pemberi waralaba, dan untuk menggunakan seluruh paket, yang terdiri dari seluruh elemen yang diperlukan untuk membuat seorang yang sebelumnya belum terlatih dalam bisnis dan untuk menjalankannya dengan bantuan yang terus menerus atas dasar-dasar yang

telah ditentukan sebelumnya.” Martin Mandelson meyatakan bahwa waralaba format bisnis ini terdiri atas:26

26

Martin Mendelson, Franchising : petunjuk praktis bagi franchisor dan franchisee (Jakarta : Pustaka Binawan Pressindo, 1993), hal.4


(32)

a Konsep bisnis yang menyeluruh dari pemberi waralaba

b Adanya proses permulaan dan pelatihan atas seluruh aspek pengelolaan bisnis, sesuai dengan konsep pemberi waralaba

c Proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus dari pihak pemberi waralaba

3. Waralaba Sebagai Perjanjian

Dalam franchise ada dua pihak yang terlibat yaitu franchisor atau pemberi waralaba dan franchisee atau penerima waralaba di mana masing – masing pihak terikat dalam suatu perjanjian yaitu perjanjian waralaba.

Perjanjian waralaba adalah perjanjian formal. Hal tersebut tersebut dikerenakan perjanjian waralaba disyaratkan tertulis sesuai dalama Pasal 4 PP RI No.42 Tahun 2007 tentang waralaba untuk dibuat secara tertulis dalam bahasa Indonesia dan mengikuti hukum yang berlaku di Indonesia. Hal ini diperlukan sebagai perlindungan bagi kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian waralaba tersebut. Selain itu suatu waralaba diwajibkan memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

a memiliki ciri khas usaha;

b terbukti sudah memberikan keuntungan;

c memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis;


(33)

e adanya dukungan yang berkesinambungan; dan

f Hak Kekayaan Intelektual yang telah terdaftar.

Secara umum dikenal adanya dua macam atau jenis kompensasi yang dapat diminta oleh pemberi waralaba (franchisor) dari penerima waralaba (franchisee). Pertama, kompensasi langsung dalam bentuk moneter (direct monetary compensation) adalah lump sum payment dan royalty. Lump sum payment adalah suatu jumlah uang yang telah dihitung terlebih dahulu yang wajib dibayarkan oleh penerima waralaba (franchisee) pada saat persetujuan pemberian waralaba disepakati. Sedangkan royalti adalah jumlah pembayaran yang dikaitkan dengan suatu presentasi tertentu yang dihitung dari jumlah produksi dan/atau penjualan barang dan/atau jasa yang diproduksi atau dijual berdasarkan perjanjian, baik disertai dengan ikatan suatu jumlah minimum atau maksimum jumlah royalti tertentu atau tidak.

Kedua, kompensasi tidak langsung dalam bentuk nilai moneter (indirect and nonmenetary compensation). Meliputi antara lain keuntungan sebagai akibat dari penjualan barang modal atau bahan mentah, yang merupakan satu paket dengan pemberian waralaba, pembayaran dalam bentuk deviden ataupun bunga pinjaman dalam hal pemberi waralaba juga turut memberikan bantuan finansial, baik dalam bentuk ekuitas atau dalam wujud pinjaman jangka pendek maupun jangka panjang,


(34)

waralaba, perolehan data pasar dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh penerima lisensi dan lain sebagainya.27

Pasal 5 PP No.42 Tahun 2007 manegaskan bahwa klausul waralaba setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut :

a nama dan alamat para pihak;

b jenis Hak Kekayaan Intelektual;

c kegiatan usaha

d hak dan kewajiban para pihak;

e bantuan, fasilitas, bimbingan operasional, pelatihan, dan pemasaran yang diberikan Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba;

f wilayah usaha;

g jangka waktu perjanjian;

h tata cara pembayaran imbalan;

i kepemilikan, perubahan kepemilikan, dan hak ahli waris;

j penyelesaian sengketa; dan

k tata cara perpanjangan, pengakhiran, dan pemutusan perjanjian.

27


(35)

Selanjutnya pemberi waralaba harus menyampaikan klausul perjanjian kepada penerima waralaba paling singkat dua minggu sebelum penandatangan perjanjian waralaba.28

C. Perjanjian Dalam Hukum Positif Dan Hukum Syariah

1. Pengertian Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah

Kontrak dalam Hukum Indonesia, yaitu Burgerlijk Wetboek (BW) disebut

overeenkomst yang bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.

Menurut Peter Mahmud Marzuki dalam suatu kesempatan perkuliahan Magister Hukum UGM, bahwa perjanjian mempunyai arti yang lebih luas daripada kontrak. Kontrak merujuk pada suatu pemikiran akan adanya keuntungan komersil yang diperoleh kedua belah pihak. Sedangkan perjanjian dapat saja berarti social agreement yang belum tentu menguntungkan kedua belah pihak secara komersil.29

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, perjanjian adalah “persetujuan tertulis atau dengan lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.30 Perjanjian menurut Kamus

Hukum adalah “persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, tertulis maupun

28

Peraturan Menteri Perdagangan RI No.31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba Pasal 5 Ayat 3

29

Hasanuddin Rahman, Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis : Contract Drafting, (T.tp, Citra Aditya Bakti, 2003) hal.2

30

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hal. 458


(36)

lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi persetujuan yang telah dibuat bersama.31

Pengertian perjanjian atau kontrak diatur di pasal 1313 KUH Perdata pasal 1313

KUH Perdata berbunyi “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Ada tiga sumber norma yang ikut mengisi suatu perjanjian, yaitu undang-undang, kebiasaan dan kepatutan sebagaimana termuat dalam Pasal 1339 KUH Perdata.

Dalam Islam, perjanjian umumnya disebut dengan akad. Setidaknya ada dua istilah dalam Al Qur,an yang berhubungan dengan perjanjian, yaitu istilah al-„aqdu

(akad) dan al-„ahdu (janji). Pengertian akad secara bahasa adalah ikatan, mengikat. Kata al-„aqdu terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 1, bahwa manusia diminta untuk memenuhi akadnya.

Menurut Fathurrahman Djamil, istilah al-„aqdu ini dapat disamakan dengan istilah verbintenis dalam KUH Perdata. Sedangkan istilah al-„ahdu dapat disamakan dengan istilah perjanjian atau overeenkomst, yaitu suatu pernyataan dari seorang untuk mengerjakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan orang lain. Istilah ini terdapat dalam QS. Ali Imran ayat 76.32

Para ahli hukum Islam memberikan definisi akad sebagai “pertalian antara Ijab

dan Qabul yang dibenarkan oleh syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap

31

Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hal. 363

32


(37)

objeknya”. Atau akad adalah pertemuan ijab dan kabul sebagai pernyataan kehendak

dua pihak atau lebih untuk melahirkan suatu akibat hukum objeknya.33

Abdoerraoef mengemukakan terjadinya suatu perikatan melalui tiga tahap yaitu sebagai berikut :

1. Al „Ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk melaksanakan janjinya tersebut, seperti yang difirmankan oleh Allah SWT dalam QS. Ali Imran ayat 76

2. Persetujuan,yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan pihak pertama. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan janji pihak pertama

3. Apabila dua buah janji dilaksanakan maksudnya oleh para pihak, maka

terjadilah apa yang dinamakan „akdu‟ oleh Al Qur‟an yang terdapat dalam QS.

Al-Maidah ayat 1. Maka, yang mengikat masing-masing pihak sesudah

pelaksanaan perjanjian bukan lagi perjanjian atau „ahdu itu, tetapi „akdu

Perbedaan yang terjadi dalam proses perikatan antara Hukum Islam dan KUH Perdata adalah pada tahap perjanjiannya. Pada Hukum Perikatan Islam, janji pihak pertama terpisah dari janji pihak kedua (merupakan dua tahap), baru kemudian lahir

33

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih


(38)

perikatan. Sedangkan pada KUH Perdata, perjanjian antara pihak pertama dan kedua adalah satu tahap yang kemudian menimbulkan perikatan antara mereka. Dalam hukum perikatan Islam titik tolak yang paling membedakannya adalah pentingnya unsur ikrar (ijab dan qabul) dalam tiap transaksi. Apabila dua janji antara para pihak tersebut disepakati dan dilanjutkan dengan ikrar, maka terjadilah perikatan.34

2. Syarat Sah Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah

Selanjutnya untuk sahnya suatu perjanjian menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diperlukan empat syarat yaitu :

a. Kesepakatan ( toesteming / izin ) kedua belah pihak.

b. Kecakapan Bertindak

c. Mengenai suatu hal tertentu

d. Suatu sebab yang halal (Geoorloofde oorzaak)

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang-orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat-syarat obyektif karena mengenai perjanjiannya sendiri atau obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu

Apabila syarat pertama dan kedua tidak terpenuhi maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Artinya, bahwa salah satu pihak dapat mengajukan kepada pengadilan

34


(39)

untuk membatalkan perjanjian yang disepakatinya. Tetapi apabila para pihak tidak ada yang keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Syarat ketiga dan keempat tidak terpenuhi maka perjanjian itu batal demi hukum. Artinya bahwa dari semula perjanjian itu dianggap tidak ada atau batal demi hukum.35

Ada beberapa syarat untuk kontrak yang berlaku umum tetapi di atur di luar pasal 1320 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut :

a. Kontrak harus dilakukan dengan itikad baik

b. Kontrak tidak boleh bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku

c. Kontrak harus dilakukan berdasarkan asas kepatutan

d. Kontrak tidak boleh melanggar kepentingan umum

Apabila kontrak dilakukan dengan melanggar salah satu dari 4 (empat) prinsip tersebut, maka konsekuensi yuridisnya adalah bahwa kontrak yang demikian tidak sah dan batal demi hukum ( null and void ).

Sedangkan dalam hukum Islam, para ulama fikih menetapkan beberapa syarat umum yang harus dipenuhi oleh suatu akad. Disamping itu, setiap akad juga memiliki syarat-syarat khusus. Akad jual-beli memiliki syarat tersendiri, sedangkan akad

al-wadi‟ah, al-hibah dan lain-lain demikian juga. Adapun syarat-syarat umum suatu akad itu adalah:36

35

Salim HS, Hukum Kontrak:Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar

Grafika,2003), hal.35

36

M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, (Jakarta: PKES, 2008) ,hal.83


(40)

1) Pihak-pihak yang berakad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf) atau jika obyek akad itu merupakan milik orang yang tidak atau belum cakap bertindak hukum, maka harus dilakukan oleh walinya.

2) Obyek akad itu diakui oleh syara‟. Untuk obyek akad ini disyaratkan pula: (i)

berbentuk harta; (ii) dimiliki seseorang; dan (iii) bernilai menurut syara‟.

3) Akad itu tidak dilarang oleh nash (ayat atau hadits) syara‟

4) Akad yang dilakukan itu memenuhi syarat-syarat khusus yang terkait dengan akad itu.

5) Akad dapat memberikan faidah.

6) Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadinya qabul.

7) Ijab dan qabul mesti bersambung sehingga bila seseorang yang berijab sudah berpisah sebelum adanya qabul, maka ijab tersebut menjadi batal.

Dalam hal rukun akad, ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun akad adalah

ijab dan qabul. Adapun yang mengadakan akad atau hal-hal lainnya yang menunjang terjadinya akad tidak dikategorikan rukun sebab keberadaannya sudah pasti.37. Ulama selain Hanafiyah berpendapat bahwa akad memiliki beberapa rukun, yaitu:38

37Rachmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah : Untuk IAIN, STAIN,PTAIS dan Umum

(Bandung: Pustaka Setia,2004), hal.45

38

M. Nadratuzzaman Hosen dkk, Materi Dakwah Ekonomi Syariah, (Jakarta: PKES,


(41)

1) „Aqid ialah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak terdiri dari satu orang, terkadang terdiri dari beberapa orang

2) Ma‟qud „alaih ialah benda-benda yang diakadkan

3) Maudhu‟ al-„aqd ialah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad

4) Shighat al-„aqd ialah ijab dan qabul

3. Asas-Asas Perjanjian Dalam Hukum Positif Dan Hukum Syariah

Menurut Hukum Perdata, sebagai dasar hukum utama dalam berkontrak,dikenal 5 (lima) asas penting sebagai berikut :39

a. Asas Kebebasan Berkontrak ( Freedom of contract )

Asas kebebasan berkontrak dapat dianalisis dari ketentuan Pasal 1338 ayat (1)

KUH Perdata, yang berbunyi: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”

b. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat ( 1 ) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi

39


(42)

cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.

Dalam perjanjian tertulis, bentuk dari konsensualitas salah satunya adalah dengan pembubuhan tanda tangan dari pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian tersebut. Tanda tangan selain sebagai persetujuan kesepakatan, juga sebagai persetujuan tempat, waktu, dan isi perjanjian. Tanda tangan juga sebagai tanda kesengajaan para pihak untuk berkontrak sebagai bukti suatu peristiwa.40

c. Asas Pacta Sunt Servanda

Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas

pacta sunt servanda dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat ( 1 )KUH Perdata yang bunyinya : Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang.

d. Asas Itikad Baik (Goede Trouw)

Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat ( 3 ) KUH Perdata

Pasal 1338 ayat ( 3 ) KUH Perdata berbunyi “ Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan

40

Frans Satriyo wicaksono, Panduan Lengkap Membuat Surat-Surat Kontrak, (Jakarta:


(43)

debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.

e. Asas Kepribadian ( Personalitas )

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam pasal 1315 dan pasal 1320 KUH Perdata.

Sedangkan dalam hukum syara‟, asas-asas yang harus terdapat dalam hukum perikatan Islam, Fathurrahman Djamil mengemukakan enam asas, yaitu asas kebebasan, asas persamaan atau kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran, dan asas tertulis.41 Namun, ada asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk perbuatan muamalat, yaitu asas ilahiah atau asas tauhid.

a. Asas Ilahiah atau Asas Tauhid

Kegiatan muamalah termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah akan lepas dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki tanggung jawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab kepada pihak kedua,tanggung jawab kepada diri sendiri, dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Kegiatan muamalat termasuk perbuatan perikatan, tidak akan lepas dari nilai ketauhidan.

41


(44)

b. Asas Kebebasan ( Al-Hurriyah )

Terdapat kaidah fiqhiyah yang artinya,”Hukum asal dari segala sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang mengharamkannya”.42 Kaidah fiqih tersebut bersumber hadits riwayat al Bazar dan at-Thabrani yang artinya: “Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan Allah adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalah dari Allah pemaaf-Nya. Sungguh

Allah itu tidak melupakan sesuatupun”.43

c. Asas Persamaan Atau Kesetaraan

Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan. Tidak diperbolehkan terdapat kezaliman yang dilakukan dalam kontrak tersebut. Sehingga tidak diperbolehkan membeda-bedakan manusia berdasar perbedaan warna kulit, agama, adat dan ras.

d. Asas Keadilan (Al „Adalah)

Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.

42

Ahmad Sudirman Abbas, Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh ,(Jakarta:Adelina

Bersaudara,2004), hal.63

43


(45)

e. Asas Kerelaan (Al-Ridha)

Dalam QS.an-Nisa (4): 29, dinyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar suka sama suka atau kerelaan antara masing-masing pihak, tidak boleh ada tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement. Jika hal ini tidak dipenuhi maka transaksi tersebut dilakukan dengan cara yang batil.

f. Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)

Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak. QS.al-Ahzab (33): 70 disebutkan yang artinya, ”Hai orang –orang yang beriman, bertaqwalah kamu

kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar”. Suatu perjanjian dapat dikatakan benar apabila memiliki manfaat bagi para pihak yang melakukan perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya.

g. Asas Tertulis (Al Kitabah)

Suatu perjanjian hendaknya dilakukan secara tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terjadi persengketaan. Dalam QS.al-Baqarah (2); 282- 283 dapat dipahami bahwa Allah SWT menganjurkan kepada manusia agar suatu perjanjian dilakukan secara tertulis, dihadiri para saksi dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perjanjian dan yang menjadi saksi tersebut. Selain itu dianjurkan pula jika suatu perjanjian dilaksanakan tidak secara tunai maka dapat dipegang suatu benda sebagai jaminannya


(46)

4. Prestasi Dan Wanprestasi

Istilah prestasi dalam hukum kontrak adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah dibuat para pihak dengan kesepakatan bersama. Suatu kontrak yang bermakna prestasi ada tiga yaitu :44

a menyerahkan suatu barang

b melakukan suatu perbuatan

c tidak melakukan suatu perbuatan.

Sedangkan wanprestasi menurut Subekti adalah apabila si berutang (debitur) tidak melakukan apa yang dijanjikannya, alpa atau lalai atau ingkar janji atau juga melanggar perjanjian, bila melakukan atau berbuat sesuatu yang tidak boleh dilakukannya maka dikatakan melakukan wanprestasi. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitur disebabkan oleh dua kemungkinan alasan, yaitu:

a. Karena kesalahan debitur, baik dengan sengaja tidak dipenuhi kewajiban maupun karena kelalaian

b. Karena keadaan memaksa (overmacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur.

Mariam Darus menyebutkan wujud dari tidak memenuhi perikatan (wanprestasi) terbagi tiga yaitu:45

44


(47)

1) Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan,

2) Debitur terlambat memenuhi perikatan,

3) Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan

Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatikan apakah dalam perikatan itu ditentukan tenggang waktu pelaksaanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan

prestasi “tidak ditentukan”, perlu memperingatkan debitur supaya ia memenuhi

prestasi. Tetapi dalam hal telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238 KUH Perdata debitur dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perikatan. Kreditur dapat menuntut debitur yang telah melakukan wanprestasi hal-hal sebagai berikut :46

a) Kreditur dapat meminta pemenuhan prestasi saja dari debitur;

b) Kreditur dapat menuntut prestasi disertai ganti rugi kepada debitur (Pasal 1267 KUH Perdata);

c) Kreditur dapat menuntut dan meminta ganti rugi, hanya mungkin kerugian karena keterlambatan

d) Kreditur dapat menuntut pembatalan perjanjian;

45

Mariam Darus, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan

(Bandung:Alumni,2005), hal.23

46

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak,(Jakarta:Sinar Grafika, 2008), hal.99


(48)

e) Kreditur dapat menuntut pembatalan disertai ganti rugi kepada debitur. Ganti rugi itu berupa pembayaran uang denda.

Seorang debitur yang dituduh lalai dan dituntut hukuman kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya dari hukuman yang akan diberikan dengan mengajukan beberapa alasan. Pembelaan tersebut ada tiga macam, yaitu:

a Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force majeur)

b Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (Exceptio non adimpleti contractus)

c Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi (rechtverwerking)

5. Berakhirnya Perjanjian Menurut Hukum Positif Dan Hukum Syariah

Dalam Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan tentang cara berakhirnya suatu

perikatan, yaitu: “Perikatan-perikatan hapus karena :

a. pembayaran;

b. karena penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;

c. karena pembaharuan hutang;

d. karena perjumpaan hutang atau kompensasi;


(49)

f. karena pembebasan hutangnya;

g. karena musnahnya barang yang terhutang;

h. karena kebatalan atau pembatalan;

i. karena berlakunya suatu syarat batal,

j. karena lewatnya waktu, hal mana akan diatur dalam suatu bab tersendiri”.

Menurut Salim,dalam prakteknya dikenal pula cara berakhirnya kontrak yaitu:47

a. Jangka waktu berakhir;

b. Dilaksanakan obyek perjanjian;

c. Kesepakatan ke dua belah pihak;

d. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak;

e. Adanya putusan pengadilan.

Sedangkan dalam Islam, selain telah tercapai tujuannya, akad dipandang berakhir apabila terjadi fasakh (pembatalan) atau telah berakhir waktunya. Fasakh

terjadi dengan sebab-sebab sebagai berikut.48

a Di-fasakh, karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara‟

b Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis

47

Salim HS, Hukum Kontrak, Teori & Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika, 2008,), hal.163

48


(50)

c Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan

d Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh akad tidak dipenui oleh pihak-pihak yang bersangkutan

e Karena habis waktunya

f Karena tidak mendapat izin pihak yang berwenang

g Karena kematian

6. Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian perselisihan dalam Hukum Perjanjian Positif maupun Hukum Perikatan Islam, pada prinsipnya boleh dilaksanakan dengan jalan perdamaian (shulhu), yang kedua dengan jalan arbitrase (tahkim), dan yang terakhir melalui proses peradilan (al-Qadha)

Teori Perbandingan Hukum Perjanjian Menurut Hukum Positif Dengan Hukum Syariah

Perjanjian Menurut Hukum Positif

Perjanjian Menurut Hukum Syariah

Definisi Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

Pertalian antara Ijab dan Qabul yang

dibenarkan oleh syara‟ yang

menimbulkan akibat hukum

terhadap objeknya Sumber

Rujukan

Undang-undang, Kebiasaan dan Kepatutan


(51)

Asas-asas Pokok

a Asas Konsensualisme b Asas Kebebasan Berkontrak c Asas Itikad Baik

d Asas Kepastian Hukum

e Asas Kepribadian (Personalitas)

a Asas Ilahiah atau Asas Tauhid

b Asas Kebebasan c Asas Persamaan d Asas Keadilan e Asas Kerelaan f Asas Kejujuran g Asas Tertulis

Syarat Sah Tidak bertentangan dengan UU Tidak bertentangan dengan syara‟ dan ketentuan Ulil Amri (UU) Subjek

Perjanjian

Harus sudah dewasa, sehat akal pikiran,dan tidak dilarang oleh sesuatu peraturan perundang-undangan untuk melakukan suatu perbuatan tertentu

Pihak-pihak yang berakad itu telah cakap bertindak hukum (mukallaf) atau jika obyek akad itu merupakan milik orang yang tidak atau belum cakap bertindak hukum, maka harus dilakukan oleh walinya

Objek Perjanjian

Suatu sebab tertentu dan halal menurut UU

Obyek akad itu diakui oleh syara‟. Untuk obyek akad ini disyaratkan pula: (i) berbentuk harta; (ii) dimiliki seseorang; dan (iii) bernilai menurut

syara‟

Berakhirnya Perjanjian

a Pembayaran;

b Karena penawaran pembayaran

tunai diikuti dengan

penyimpanan atau penitipan c Karena pembaharuan hutang; d Karena perjumpaan hutang atau

kompensasi;

e Karena percampuran hutang; f Karena pembebasan hutangnya; g Karena musnahnya barang yang

terhutang;

h Karena kebatalan atau

pembatalan;

i Karena berlakunya suatu syarat batal, yang diatur dalam bab kesatu buku ini;

j Karena lewatnya waktu, hal

a Di-fasakh, karena adanya

hal-hal yang tidak

dibenarkan syara‟

b Dengan sebab adanya khiyar, baik khiyar rukyat, cacat, syarat, atau majelis

c Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan

d Karena kewajiban yang ditimbulkan oleh akad tidak dipenui oleh pihak-pihak yang bersangkutan

e Karena habis waktunya f Karena tidak mendapat izin


(52)

mana akan diatur dalam suatu

bab tersendiri”.

pihak yang berwenang g Karena kematian Penyelesaian

Sengketa

a Jalur Perundingan

b Jalur Perwasitan (arbitrase) c Jalur Pengadilan

a Jalan Perundingan b Arbitrase


(53)

BAB III

PROFIL WARALABA

A. Profil Bakmi Raos

Mengusung bendera PT Raos Aneka Pangan, yang kemudian menjadi wadah Bakmi Raos Group, Bima memulai usaha pada 2003. Ia ingin menyediakan makanan yang bermutu dan terjangkau secara harga oleh semua lapisan masyarakat. Di samping menciptakan lapangan pekerjaan bagi para pedagang kecil kaki lima yang ingin sukses bersama.49

Bimada sosok yang ulet menapaki karir bisnis dari tangga terbawah. Awalnya ia menjadi pekerja di sebuah perusahaan freight forwarder di bilangan Jakarta Utara. Namun setelah mengetahui istrinya mengidap penyakit kanker, ia putuskan untuk mengubah arah hidupnya.

Tahun 2002 ia mulai mencoba berbisnis dengan membeli franchise restoran bakmi bersama kakaknya. Langkah pertamanya langsung tersandung. Restoran franchisenya bangkrut dalam tempo setahun.

Gagal di franchise, ia membuka gerobak mie ayam di Villa Bintaro, Jakarta Selatan. Usaha ini dalam tiga bulan juga bangkrut. Padahal ia sudah ikut kursus membuat mie di beberapa tempat. Meski gagal, ia masih memikirkan usaha sejenis.

49

Hasil wawancara dengan Bpk Rudiyanto, General Manager PT Raos Aneka Pangan, Selasa, 10 Mei 2011


(54)

Suatu waktu, seorang teman menawarinya resep membuat bakmi. Resep inilah yang menjadi cikal bakal Bakmi Raos. Setelah merasa cocok, Bima merekrut orang yang mau berjualan bakmi dengan gerobak.

Mulanya tiga gerobak ia buat dengan modal Rp 10 juta, dengan sistem bagi hasil usaha. Dari harga Rp 6.000 per mangkuk yang terjual, ia mendapat margin Rp 1.500 per mangkuk, dan pedagang Rp 1.000. Jika sehari 40 mangkuk bakmie terjual, maka dan dalam sebulan (dihitung 25 hari kerja), maka si pedagang bisa mendapatkan uang Rp 1 juta. Ini tentunya cukup menggiurkan pedagang. Apalagi telah diberi fasilitas penginapan dan uang makan. Pendapatan si pedagang pun akan utuh.

Pola usaha itu terus berkembang. Dari hanya tiga gerobak, bertambahlah menjadi sepuluh. Dalam tempo setahun, Bima sudah memiliki 193 gerobak. Jumlah pedagang yang dilatihnya mencapai 700-an orang. Sayangnya, sejalan waktu sebagian besar pedagang itu mengundurkan diri.

Para pedagang kecil yang ia bina berasal dari Cirebon, Sukabumi dan wilayah lainnya. Semua diberi penginapan, tapi sebagian dari mereka justru hanya numpang tidur dan memilih berjualan rokok di kawasan Blok M.

Akhirnya model ini tak bertahan lama. Bima pun memilih untuk membangun usaha secara profesional, tanpa mengandalkan para pedagang yang tidak serius. Kemudian produk bakminya ia waralabakan.


(55)

Bima membangun pola kemitraan. Dengan pola ini, ia tak lagi perlu menggaji mitranya. Mereka cukup membeli mie dan minyak goreng dari Bima plus gerobak yang ia rancang. Kemitraan ini terus berkembang hingga menghasilkan jaringan mitra di mana-mana.

Kini usaha bakmi ayamnya berkembang pesat dengan omset hingga miliar per tahunnya. Warung di garasi pun kini menjelma menjadi sebuah perusahaan bernama PT. Raos Aneka Pangan dengan brand Bakmi Raos. Perusahaan milik Bimada itu juga telah mendapat penghargaan 'Dji Sam Soe Award 2006'. PT Raos Aneka Pangan kini memiliki aset sekitar Rp 250-Rp 500 juta dengan omset usaha pertahun mencapai Rp 1-3 Miliar. Usaha itu kini melebarkan sayap hingga di Medan, Lampung, Samarinda, Balikpapan, Manado, Surabaya, Bogor, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Batam, Cirebon.

Usahanya tersebut kini telah mencapai ratusan kedai dengan karyawan tetap 27 orang. Bimada juga memiliki 80 pedagang mi gerobak binaan. "Dulu ada 123 pedagang yang kita subsidi diberi gerobak dan mi dengan menyicil Rp 300 ribu selama 10 bulan tapi banyak yang justru kabur bawa pulang panci saya," cerita Bimada kepada detikFinance disela-sela 'Dji Sam Soe Award 2006' di Gedung SPC, Jakarta, Selasa (26/6/2007).50

Bimada mengaku terkejut bahwa usahanya membina pengusaha kecil bisa berbuah penghargaan. Bimada menggeser 234 finalis yang terpilih mengikuti ajang

50

Arin Widiyanti, “Bakmi Raos, Berkah Dari Garasi”, artikel diakses pada tanggal.11 Mei 2011 dari http://www.detikfinance.com/read/2007/06/26/174512/798048/68/bakmi-raos-berkah-dari-garasi


(56)

ini. "Saya buktikan dari 8 gerobak digarasi rumah sekarang omset bisa miliaran. Mie saya racik sendiri di home industry di rumah tanpa bahan pengawet. Kelebihannya pada minyaknya dan mi nya yang khas," ujarnya bangga. Seiring dengan perkembangan perusahaan, kini PT Raos Aneka Pangan (RAP), mengembangkan beberapa varian makanan dengan konsep kemitraan. Saat ini PT RAP telah berkembang menjadi lebih dari 300 outlet, mini resto dan restoran.

B. Sistem Waralaba Pada Bakmi Raos

Dengan dukungan sistem manajemen yang handal dan karyawan yang berdedikasi tinggi, PT RAP terus berusaha mengembangkan dan menyempurnakan layanan dalam rangka mengatisipasi kebutuhan para mitra usaha. PT RAP didukung dengan good management, team tenaga ahli yang berpengalaman serta teknologi yang mutakhir. PT RAP selalu meningkatkan kemampuan dan pengetahuan karyawan

dalam bidang kuliner serta kemampuan manajerial sebagai standart “workforce”. PT RAP ke depan diharapkan akan menjadi perusahaan terkemuka dalam bidang jasa kuliner dengan kualitas service dan produk yang khas, istimewa dan terjamin dengan

menetapkan “Bakmi Raos” sebagai brand yang dapat berkompetisi dalam bidang

kuliner. PT RAP juga memiliki sertifikasi halal MUI No. 030520704, sertifikasi halal MUI No. 030530804 dan Sertifikasi Nasional Indonesia LTI PB-SNI Pr-019-2007.

Pembukaan gerai dilakukan dengan pola kemitraan dimana permodalan seluruhnya/sebagian ditanggung oleh para mitra dan management PT RAP


(57)

melakukan pengelolaan sistem manajemen. Basic concept kerjasama adalah sebagai berikut:

 Seluruh/sebagian permodalan untuk penyediaan tempat, pembangunan resto, penyediaan bahan baku, penggajian dan biaya overhead lainnya sampai promosi ditanggung oleh mitra.

 PT RAP melakukan pengelolaan resto mulai dari set up tempat, interior, pelatihan karyawan, sampai dengan menjalankan operasional sehari-hari. Termasuk juga untuk melakukan program dalam rangka peningkatan penjualan secara teknis.

Adapun tahapan proses kemitraan adalah sebagai berikut

a. Mengisi formulir kemitraan dan kontrak kerjasama

b. Survey lokasi, kelayakan usaha dan konsep

c. Perencanaan renovasi dan promosi

d. Implementasi pekerjaan renovasi

e. Persiapan pembukaan resto/gerai

f. Promosi


(58)

Sebagai modal awal pihak mitra yang ingin membuka gerai bakmi Raos diwajibkan untuk menyetor dana awal sebesar Rp.75.000.000 - Rp. 80.000.000. Besarnya dana tergantung oleh beberapa hal diantaranya lokasi usaha, keadaan ekonomi mitra dan lain-lain.51 Biaya tersebut dikeluarkan untuk biaya-biaya seperti renovasi tempat, peralatan resto, dan modal kerja

Pembayaran modal awal ini dapat dilakukan dengan cara pembayaran pertama sebesar 50% yang dibayarkan pada saat ditandatanganinya kontrak kerjasama dan pembayaran kedua sebesar 50% dibayarkan pada saat pembukaan gerai (soft opening)

Selain itu dalam penetapan royalty fee, pihak PT Raos Aneka Pangan menetapkan sebesar 5% dari penghasilan kotor perbulan dikurangi pajak-pajak yang diperoleh dari mitra sesudah bulan ke 6 pengoperasian outlet/gerai dan dibayarkan paling lambat 7 hari bulan berikutnya. Bilamana terjadi keterlambatan dalam melunasi pembayaran royalty fee tersebut akan dikenakan bunga sebesar 1% perhari keterlambatan dari jumlah yang terutang.52

C. Profil Bakmi Tebet

Kesalahan orang dalam menjalankan bisnis adalah ketika dia tidak menjalankan bisnis tersebut. Sebab, kegagalannya mencapai 100 persen. Sedangkan kalau kita menjalankan, untung 10 persen saja sudah lumayan. Wahyu Saidi, pemilik Bakmi Langgara, Tebet, My Way Steak & Crispy, Es Cendol Gading dan Soto Suroboyo-an

51

Hasil wawancara dengan Bpk Rudiyanto, General Manager PT Raos Aneka Pangan, Selasa, 10 Mei 2011

52

Lihat surat perjanjian waralaba pada PT Raos Aneka Pangan Pasal 11 tentang Keuangan, Pajak, dan Biaya Waralaba


(59)

Haji Wasdi (Wahyu Saidi) menerapkan filosofi itu dalam mula mengembangkan bisnisnya.

Doktor Manajemen dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pernah menjadi karyawan di Dipasena dan salah satu pengembang jalan tol. Namun, saat krisis moneter menerpa, perusahan tempatnya bekerja tutup. Jadilah dia seorang yang tanpa pekerjaan. "Mau melamar ke tempat lain sudah susah wong di tempat lama saja saya sudah manajer dan punya gaji lumayan besar. Banyak perusahaan yang mau menerima, tapi masalahnya itu tadi gajinya nggak cocok," jelasnya.

Salah satu pilihan kemudian, jatuh pada menjalankan usaha. Pikir punya pikir, usaha apa yang paling cocok. Mulai dari dagang cabe, buncis, pembesaran ikan, buka warung makan ikan patin hingga buka warung Palembang sudah dilakoninya. Bapak Wahyu merasa senang di bisnis makanan, karena itu beliau merasa harus tetap melanjutkan bisnis tersebut tetapi mencari jenis makanan yang dimakan orang setiap saat yang artinya dari pagi sampai malam dan diminati segala golongan umur. Beliau sempat menganalisa beberapa makanan yang akan dijual, mulai soto ayam, sate, bakmi, bakso dan banyak yang lainnya.

Pilihan kemudian jatuh pada bisnis mie. Hampir seluruh restoran dan kedai yang menjajakan mie pernah disantapnya. Namun, hanya bakmi Gajah Mada (GM) yang berkesan. "Rasanya unik dan lain dari yang lain," katanya.


(60)

Upaya mengajak kerjasama dengan pemilik GM telah dilakukan, namun GM tidak mewaralabakan bisnisnya. Bukan Wahyu kalau putus asa, berbagai langkah dan cara dia lakukan hanya untuk mendapatkan resep mie dari GM.

"Untuk memperoleh resep tersebut, saya habiskan tidak kurang dari Rp 200 juta. Ya, namanya orang mau usaha itu modal yang terpakai untuk marketing intelligence. Setelah dapat saya revisi dan saya perbarui. Lahirlah mie yang lebih lezat dari GM," jelasnya53.

Tahun 2001, Wahyu membuka Bakmi Langgara di Menara Kadin. Kebetulan tempatnya dapat gratis, dengan pola bagi hasil. Nama Langgara ia pakai untuk menunjukkan bakmi racikannya itu ditanggung halal. Ternyata, kedai bakmi yang memakan investasi Rp 200 juta-kebanyakan untuk bumbu dan bahan baku-sukses berat. Kursi-kursi di gerainya tak pernah sepi dari pengunjung yang terlihat asyik menyantap hidangan bakmi.

Awalnya, Wahyu menawarkan waralaba untuk dua jenis gerai bakmi. Satu, Bakmi Langgara untuk kalangan menengah ke atas. Dua, Bakmi Tebet untuk menengah ke bawah. Sayang, upaya dia membidik dua segmen itu tak mengena. Lambat laun, Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet membaur menjadi satu. Sekarang ini Wahyu membagi nama Bakmi Langgara untuk wilayah selatan dan Depok. Untuk

53

Suara Karya Online,"Kisah Sukses Wahyu Saidi Pemilik Bakmi Langgara” atikel diakses pada tanggal 21 Juni 2011 dari http://pasarmuslim.com/kisahsukses.php?bid=87


(61)

wilayah lainnya dan luar kota, nama Bakmi Tebet-menunjukkan bahwa ini bakmi dari Jakarta-menjadi trademark-nya.

D. Sistem Waralaba Pada Bakmi Tebet

Mau nama Bakmi Langgara atau Bakmi Tebet, Wahyu mengutip biaya waralaba yang sama. Yakni, Rp 90.000.000 pada tahun 2003 sampai tahun 2008. Biaya ini sudah termasuk initial fee atau franchise fee untuk lima tahun sebesar Rp. 50.000.000 dan Rp.40.000.000 untuk menyediakan berbagai perlengkapan memasak, perlengkapan makan, dan dekorasi gerai, termasuk bahan baku seperti mie, bakso, minyak dan lain-lain. Namun semenjak tahun 2009, pihak Bakmi Tebet hanya mewajibkan mitranya hanya membayar franchise fee sebesar Rp. 25.000.000 untuk penggunaan HKI dan mengurus segala biaya-biaya yang keluar sebelum usaha beroperasi. Biaya-biaya untuk pengadaan keperluan gerai yang akan dibuka, adalah diluar dari biaya pemberian HKI, misalnya untuk pembelian bahan baku, dipisahkan biayanya.

Di samping menyediakan modal, tentu saja di terwaralaba perlu mencari lokasi usaha yang pas. Wahyu selaku pewaralaba akan ikut mensurvei dan memutuskan apakah lokasi itu layak atau tidak. Pusat keramaian dan lokasi yang banyak dikunjungi orang untuk makan, seperti mal dan pusat keramaian lain, terbilang lokasi yang pas.

Bila semua persiapan sudah beres, gerai pun bisa jalan. Terwaralaba harus membayar royalty fee kepada Wahyu. Besarnya 3,5% dari omzet bulanan. Tapi,


(62)

jangan khawatir, bila omzet per bulan Anda belum mencapai Rp 15 juta (royalti fee ini berlaku pada periode 2003 – 2008), Anda tak perlu membayar royalti itu.. Namun pada tahun 2009 besaran royalti fee 3,5% untuk penghasilan kotor sebesar Rp. 30.000.000, tapi itu cuma dibayar bila mitra sudah mendapatkan laba.54

54

Hasil wawancara dengan Ibu Titi Budiarti, Pemilik Bakmi Langgara dan Bakmi Tebet (adik Bapak Wahyu Saidi), tanggal 02 Juli 2011


(1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Waralaba sebagai bentuk perjanjian dikarenakan melibatkan pihak-pihak yang

berkontrak sehingga melahirkan suatu perikatan yang nantinya menimbulkan

kewajiban dan hak yang berlaku untuk pihak yang terlibat. Maka dari itu

perjanjian yang dibuat haruslah mengikuti peraturan yang berlaku dan tidak

melanggar norma-norma hukum yang berlaku di Indonesia.

2. Kontrak bisnis pada waralaba bakmi Raos dan bakmi Tebet bila disimpulkan

sudah sesuai dengan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di Indonesia dan sah

menurut kacamata hukum perjanjian positif Indonesia. Namun kontrak bisnis

pada bakmi Tebet bila dibandingkan dengan kontrak bisnis bakmi Raos, masih

kurang lengkap dalam memuat beberapa hal yang umumnya terdapat pada

perjanjian tertulis menurut hukum positif di Indonesia.

3. Dalam hukum perjanjian syariah, kontrak bisnis pada waralaba bakmi Tebet

lebih sesuai dengan syariah bila dibandingkan dengan kontrak bisnis pada

bakmi Raos. Walaupun kontrak bisnis bakmi Tebet ada beberapa sedikit

kekurangan tapi secara umum tidak terlalu berpengaruh terlalu besar kepada


(2)

B. Saran

1. Hendaknya para franchisor (pewaralaba) dalam membuat suatu kontrak bisnis

tidaklah terlalu “menekan” pihak franchisee (terwaralaba) karena akan sangat

merugikan. Hendaknya franchisor memberikan kebebasan kepada pihak

franchisee untuk sama-sama menentukan isi perjanjian waralaba agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Selain itu, walaupun secara umum kontrak bisnis

pada waralaba adalah kontrak bawah tangan, hendaknya juga melibatkan saksi

dari dalam penandatanganan kontrak agar lebih dapat dipercaya mengenai

keabsahan kontrak.

2. Dengan semakin menjamurnya lembaga-lembaga usaha yang berlabel syariah

di Indonesia, bukan tidak mungkin akan semakin banyak pula

waralaba-waralaba yang menerapkan sistem syariah. Maka dari itu, hendaknya juga

memperhatikan operasional dan kontrak bisnis yang dibuat agar sesuai dengan

syariah dan mengatur hal-hal yang memang diperlukan dengan lebih terperinci

untuk menghindari persengketaan di kemudian hari, karena bagaimanapun

juga,perjanjian tertulis lebih kuat dalam pembuktian di mata hukum

dibandingkan dengan perjanjian tidak tertulis.

3. MUI sebagai wadah bagi para ulama Indonesia dalam merumuskan tentang

berbagai hal-hal yang berkaitan dengan fenomena-fenomena kehidupan yang

terjadi dimasyarakat muslim Indonesia yang bersifat kontemporer/baru,


(3)

mengeluarkan fatwa mengenai penjualan langsung berjenjang syariah atau

multi level marketing dan usaha-usaha lainnya. Penerbitan fatwa ini

dimaksudkan untuk menjadi acuan mengenai tata cara waralaba yang sesuai

syariah.

4. Skripsi ini membahas tentang hal-hal yang masih sangat umum yang terdapat

dalam hukum perjanjian menurut hukum positif dan hukum Islam. Masih

banyak sekali yang dapat digali dari suatu kontrak bisnis seperti pengaplikasian

asas-asas dalam hukum perjanjian, penyelesaian sengketa perjanjian, dan

lain-lain. Maka dari itu alangkah baiknya bila dikemudian hari ada yang mencoba


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Ahmad Sudirman. Qawaid Fiqhiyyah Dalam Perspektif Fiqh. Jakarta:Adelina Bersaudara, 2004.

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

Badrulzaman, Mariam Darus. KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan dengan Penjelasan. Bandung:Alumni,2005

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Dewi ,Gemala. dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia.Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2006. Cet-2

Fitriana, Dewi Irma.”Strategi Pengembangan Bisnis Waralaba Lembaga Pendidikan

Primagama”. Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum,Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009

Hosen, M. Nadratuzzaman dkk. Materi Dakwah Ekonomi Syariah. Jakarta: PKES, 2008.

HS, Salim. Hukum Kontrak:Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta: Sinar Grafika,2003.

HS, Salim. dkk. Perancangan Kontrak Dan Memorandum of Understanding (MoU). Jakarta:Sinar Grafika,2007

Juliana, Ulfa Treni. “Analisis Sistem Waralaba Dilihat dari Transaksi Bisnis

Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum,Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta,2009

Lathif, AH. Azharudin. Fiqh Muamalat.Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.

Lathif, Ah. Azharudin dan Nahrowi. Pengantar Hukum Bisnis. Jakarta:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.

Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa MUI Nomor: 1/MUNAS VII/MUI/5/2005 tentang Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI)


(5)

Mas‟adi, Ghufron A. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada,2002.

Mendelson, Martin. Franchising : petunjuk praktis bagi franchisor dan franchisee. Jakarta : Pustaka Binawan Pressindo, 1993

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Muljadi, Kartini dan Widjaja, Gunawan. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004.

Naihasy ,Syahrin.Hukum Bisnis. Yogyakart: Mida Pustaka, 2005. Najma,Siti. Bisnis Syariah dari Nol. Jakarta:Hikmah,2007.

Nurviani,Siti. “Waralaba sebagai suatu perikatan atau perjanjian”. Artikel diakses pada 21 Juni 2011 dari http://www.untukku.com/artikel-untukku/waralaba-sebagai-suatu-perikatan-atau-perjanjian-untukku.html.

Rahman, Afzalur Doktrin Ekonomi Islam Jilid 4. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,1996.

Rahman, Hasanuddin. Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisnis : Contract Drafting. T.tp: Citra Aditya Bakti, 2003.

Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid Jilid 2. Trj. Abu Usamah Fakhtur. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007.

Sabiq,Sayid. Fikih Sunnah, Jilid 13. Trj. Kamaluddin A. Marzuki. Bandung: Al-Ma‟arif, 1987.

Setiawan, Deden. Franchise Guide Series Kiat Memilih Usaha Dengan Biaya Kecil Untung Besar . T.tp.Dian Rakyat,2007

Simatupang, Richard Burton. Aspek Hukum Dalam Bisnis. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.

Suara Karya Online. "Kisah Sukses Wahyu Saidi Pemilik Bakmi Langgara”. Artikel diakses pada tanggal 21 Juni 2011 dari http://pasarmuslim.com/kisahsukses.php?bid=87


(6)

Suseno, Darmawan Budi. Sukses Usaha Waralaba Mudah, risiko Rendah dan Menguntungkan. Yogyakarta: Cakrawala.2007.

---. “waralaba dan ekonomi syar‟i (1)”. Artikel diakses pada tanggal 12 Mei 2011 dari http://pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1647-waralaba-dan-ekonomi-syari-1.html

Syafe‟i, Rachmat. Fiqh Muamalah : Untuk IAIN, STAIN,PTAIS dan Umum. Bandung:

Pustaka Setia, 2004.

Utami, Anisa Dyah. “Konsep Franchise Fee dan Royalty Fee pada Waralaba Bakmi Tebet Menurut Prinsip Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah Dan Hukum ,Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,2010.

Wawancara dengan Bpk Rudiyanto. Jakarta 10 Mei 2011.

Wibowo, Eko. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Jaringan Waralaba (Studi Kasus pada Yayasan Soroban Mental Aritmatika Indonesia Semarang).” Jurnal Sains Pemasaran Indonesia Vol. VI No.1. Mei 2007

Wicaksono, Frans Satriyo. Panduan lengkap membuat surat-surat kontrak .Jakarta:Visimedia.2008

Widiyanti, Arin. “Bakmi Raos, Berkah Dari Garasi”. Artikel diakses pada tanggal.11

Mei 2011 dari

http://www.detikfinance.com/read/2007/06/26/174512/798048/68/bakmi-raos-berkah-dari-garasi.html.

Widjaja, Gunawan. Waralaba.Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,2003, cet-2.

Widodo, Hertanto. “Franchise Syariah why not?”. Artikel diakses pada 20 Desember 2010 dari http://hertantowidodo.com /franchise-syariah-why-not.html.