40
B. Aqidah Akhlak
1. Pengertian Aqidah Akhlak.
Aqidah adalah percaya dalam hati, diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan kebenaran. Percaya dalam dalam hati berarti percaya
dan yakin bahwa Allah itu ada dan Esa. Diucapkan dengan lisan yaitu dengan mengucap syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan Nabi
Muhammad adalah utusan Allah. Kemudian dibuktikan denganperbuatan dengan amal saleh. Aqidah mengandung arti bahwa pada orang yang
beriman, tidak ada rasa keraguan dalam hati atau ucapan di mulut dan perbuatan. Melainkan secara keseluruhan menggambarkan iman kepada
Allah, yakni tidak ada niat, ucapan dan perbutan yang dikemukakan oleh orang yang beriman itu, kecuali yang sejalan dengan kehendak Allah.
50
Menurut Al-Buraikan aqidah adalah keimanan yang tidak mengandung pembatal perkataan, tidak mengandung pembatal berarti tidak ada
satupun pada diri orang beriman kecuali hanya iman kepada-Nya dan pembatal-pembatal seperti syak keragu-raguan, zhan dugaan, wahan,
jahl kebodohan, khata‟ kesalahan dan nisyan kelupaan tidak termasuk
dalam batasan ini.
51
Secara etimologis Lughatan akhlaq bahasa arab adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti perangai, budi pekerti, tingkah lakutabiat.
Berakar dari kata khalaq yang artinya menciptakan seakar dengan kata
50
Rosihon Anwar, dkk. Pengantar Studi Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011, hlm. 127-128.
51
Ibrahim Bin Muhammad Al Buraikan. Pengantar Study Aqidah Ahlu As Sunnah Wa Al Jama‟ah, Solo: Pustaka Amanah, 2002, hlm. 15.
41 khaliq pencipta, makhluk yang diciptakan dan khalq pencipta. Secara
terminologis akhlak adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang lahirmacam-macam perbuatan buruk atau baik, tanpa membutuhkan
pemikiran dan pertimbangan. Akhlak mengalir dan datang secara spontanitas tanpa memerlukan pemikiran dan persiapan yang matang.
52
Kemudian Akhlak adalah segala sesuatu yang telah tertanam atau terpatri dalam diri seseorang dengan kuat, yang akan melahirkan perilaku
atau perbuatan yang tanpa melalui pemikiran atau renungan terlebih dahulu.
53
Akhlak merupakan perbuatan atau perilaku yang dibiasakan dalam kehidupan sehari-hari, perbuatan tersebut mengalami pengulangan dan
berubah menjadi kebiasaan.
54
Dengan demikian aqidah akhlak adalah sesuatu yang diucapkan dengan lisan, diyakini dalam hati, dan dilakukan dengan perbuatan tanpa
adanya keraguan sedikitpun. seperti pendapat yang pertama menurut Rosihon anwar dkk, bahwa aqidah ini sudah mengakar dalam hati. Selain
percaya juga harus diucapkan dengan lisan, dan dibuktikan dengan perbuatan. Perbuatan dalam hal ini adalah amal shalih, amal yang nanti
akan bermuara pada akhlak yang terpuji, akhlak dimana yang mengalir dan bernafaskan nilai keIslaman. Sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, dan
52
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlaq, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam LPPI, 2001, hlm. 1-2.
53
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, hlm. 6.
54
Asren Nasution, Membangun Karakter Bangsa Bercermin pada Sosok Jenderal Besar Soedirman, Jakarta: Prenada, 2012, hlm. 32.
42 memunculkan sifat atau perbuatan baik dan buruk. Perbuatan baik atau
buruk tersebut mengalami pengulangan setiap harinya, sehingga memunculkan kebiasaan dan dari pada itu dalam bertindak tanpa
membutuhkan pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu.sifat yang tertanam dalam jiwa yang melahirkan bermacam-macam perbuatan, baik
atau buruk tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan. Jika akhlak dipupuk dengan baik, akan melahirkan manusia yang berakhlak terpuji,
manusia yang berkarakter dihadapan Allah dan dihadapan manusia lainnya.
2. Sumber Aqidah Akhlak
Sumber aqidah Akhlak adalah Al- Qur’an dan Sunnah.
55
Artinya apa yang disampaikan oleh Allah dalam Al-
Qur’an dan Rasulullah dalam sunnahnya wajib diimani diyakini dan diamalkan, bukan hanya sekedar
pengetahuan dan wawasan. Berikut adalah sumber-sumber aqidah akhlak: a.
Sumber aqidah akhlak dalam Al-Qur’an terdapat pada: Sumber aqidah di dalam Al-
Qur’an terdapat pula dalam Qs. Ali Imran, 3: 19.
55
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam LPPI, 2000, hlm. 6.
43 artinya:
“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam. Tiada berselisih orang-orang yang telah diberi Al
Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, karena kedengkian yang ada di antara mereka. Barangsiapa yang kafir
terhadap ayat-ayat Allah maka sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-
Nya”. Qs. Ali Imran, 3: 19
56
Berdasar tafsir Al-Mishbah, sesungguhnya semua agama dan syariat yang didatangkan oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam
menyerahkan diri, tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk amal agak berbeda, hal ini pulalah yang selalu
diwasiatkan oleh para nabi. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya, dan disertai
keimanan, tanpa memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada. Kata akhlak memiliki banyak arti, antara lain: ketaatan,
ketundukan, balasan, perhitungan. Kata tersebut juga berarti agama oleh karena itu agama seseorang bersikap tunduk dan taat, serta akan
diperitungkan amal perbuatannya dan akan mendapat balasan dan ganjaran. Sesungguhnya agama yang disyari’atkan di sisi Allah adalah
Islam. Terjemahan atau makna tersebut belum sepenuhnya jelas, bahkan dapat menimbulkan kerancuan sehingga harus dihubungkan
dengan ayat sebelumnya. Ayat yang sebelumnya menegaskan bahwa Tiada Tuhan yakni penguasa yang memiliki dan mengatur seluruh
56
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 40.
44 alam kecuali Dia Yang Maha Perkasa lagi Bijaksana. Dengan
demikian ketaatan dan ketundukan kepada-Nya suau keniscayaan yang tidak terbantahkan. Hanya keIslaman yaitu penyerahan diri secara
penuh kepada Allah yang diakui dan diterima di sisi-Nya. Agama atau ketaatan kepada-Nya, ditandai dengan penyerahan
diri secara mutlak kepa da Allah. Islam dalam arti “penyerahan diri”
merupakan hakikat yang ditetapkan Allah dan diajarkan oleh Nabi Adam hingga Nabi Muhammad. Ayat ini menurut Ibnu Katsir
mengandung pesan dari Allah bahwa tiada agama di sisi-Nya, yang diterima-Nya dari seorangpun kecuali Islam mengikuti rasul-rasul
yang diutus-nya hingga berakhir dengan Muhammad saw. Dengan kehadiran Nabi Muhammad telah tertutup semua jalan menuju Allah
kecuali jalan dari arah beliau, sehingga siapa saja yang menemui Allah setelah diutusnya Muhammad saw dengan cara penganut agama selain
syariat yang disampaikan, maka tidak diterima oleh-Nya sebagaimana dalam firman-Nya:
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima agama itu darinya, dan dia di
akhirat termasuk orang- orang yang rugi”. Qs. Ali Imran 3: 85
57
dengan demikian Islam adalah agama yang bersumber dari Allah yang diajarkan oleh Nabi dan Rasul Allah untuk disebar luaskan pada
seluruh umat. Kemudian dalam Qs. Al-Ahzab, 33: 21 dijelaskan pula.
57
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
2, Jakarta: Lentera Hati, 2000, hlm. 38.
45 Artinya:
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap
rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Qs. Al-Ahzab, 33: 21
58
Ayat tersebut mengarah kepada orang-orang beriman, memuji sikap mereka yang meneadani Nabi saw. Ayat tersebut menyatakan:
“Sesungguhnya telah ada bagi kamu pada diri Rasulullah yakni Nabi Muhammad saw suri tauladan yang baik bagi kamu yakni bagi orang
yang senantiasa mengharap rahmat kasih sayang Allah dan kebahagiaan hari kiamat, serta teladan bagi mereka yang berzikir
mengingat kepada Allah dan menyebut –nyebut nama-Nya dengan
banyak baik dalam suasana susah maupun senang”. Namun bisa juga ayat ini dianggap suatu kecaman pada orang-orang yang mengaku
memeluk Islam tetapi tidak mencerminkan ajaran Islam. Kecaman itu dikesankan dengan kata Laqad , seakan-akan ayat itu menyatakan:
“kamu telah melakukan kedurhakaan padahal sesungguhnya ditengah kamu semua ada Nabi Muhammad yag mestinya kamu teladani
”. Kalimat liman kana memiliki fungsi menjelaskan sifat orang-orang
yang mestinya meneladani sifat Rasul saw yang mana untuk
58
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2000,
hlm. 336.
46 meneladani Rasul Saw secara sempurna dengan dzikir kepada Allah
dan selalu mengingat-Nya.
59
Ayat yang mulia ini merupakan prinsip atau pijakan yang utama dalam meneladani Rasulullah, baik dalam ucapan, perilaku,
maupun perbuatannya. Ayat ini merupakan perintah Allah kepada manusia agar meneladani Nabi Saw. Peristiwa Al-Ahzab, yaitu
meneladani kesabaran, upaya, dan penantiannya atas jalan keluar yang diberikan Allah. Shalawat serta salam selalu tercurahkan pada Allah
hingga haru kiamat, karena itu Allah berfirman kepada orang-orang yang hatinya kalut dan guncang dalam peristiwa al-ahzab.
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah suri tauladan yang baik bagimu”. Maksudnya adalah mengapa kamu tidak mengikuti dan
meneladani perilau Rasulullah? Kemudian Allah berfirman, “Yaitu
bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan hari kiamat, dan dia banyak mengingat Allah”.
60
Sesunggu hnya semua agama dan syari’at yang didatangkan
oleh para Nabi, ruh atau intinya adalah Islam meyerahkan diri, tunduk dan menurut. Meskipun dalam beberapa kewajiban dan bentuk
amal agak berbeda, hal ini pulalah yang selalu diwasiatkan oleh para nabi. Orang muslim hakiki adalah orang yang bersih dari kotoran
syirik, berlaku ikhlas dalam amalnya, dan disertai keimanan, tanpa
59
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
11, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 242.
60
Muhammad Nasib Ar-Ri fa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid
3, Jakarta: Gema Insani, 2000, hlm. 841
47 memandang dari agama mana dan dalam zaman apa ia berada.
Diisyaratkan Din karena dua hal: 1
Meluruskan hati dengan cara memperbaiki amal dan ikhlas dalam berniat baik karena Allah atau untuk menolong sesama.
Menerapkan kata ikhlas dalam kehidupan sehari-hari tidaklah mudah, sebab harus diiringi dengan niat tanpa mengharap imbalan
apapun dari manusia dan berserah diri pada Allah bahwa apa yang dilakukan semata-mata hanya karena Allah.
2 Untuk membersihkan rohani dan membebaskan akal dari berbagai
kotoran akidah, yang menganggap hal-hal gaib itu berkuasa atas diri makhluk. Sehingga dengan kekuatan gaib tersebut, seseorang
bisa mengatur makhluk hidup sekehendaknya yang bertujuan agar orang tunduk dan menyembah siapa saja yang dianggap bukan
Tuhan. Masalah ibadah di syari’atkan untuk mendidik ruh akhlak agar
orang tersebut mudah melaksanakan kewajiban agama. Orang-orang ahlul kitab tidak keluar dari Islam yang dibawa oleh para Nabi dan
mereka, sebagaimana sudah kami rincikan sehingga mereka terpecah menjadi beberapa sekte yang saling bermusuhan dalam masalah
agama. Pada hal agama adalah satu, tidak ada persengketaan, kecuali karena kelakuan aniaya dan melewati batas yang dilakukan para
pemimpin mereka. Bila saja tidak ada unsur aniaya dan fanatisme mereka terhadap sebagian lainnya dalam masalah sekte, dan upaya
48 mereka menyesatkan orang-orang yang menentangnya dengan cara
menafsirkan nas-nas agama berdasarkan pendapat dan hanya nafsu, serta mewakilkan sebagian atau merubahnya, maka tidak akan terjadi
perselisihan antar mereka. Penjelasan diatas menerangkan bahwa sumber aqidah Islam adalah Al-
Qur’an dan Al-Sunnah, Al-Qur’an yang menjelaskan tentang aqidah terdapat pada Qs. Ali Imran 3: 19,
dan Qs. Al-Ahzab, 33: 21. b.
Al-Sunnah. Al-Sunnah dijadikan sumber yang kedua, ini didasarkan pada
firman Allah Swt yang menegaskan pentingnya seorang muslim mengikuti perintah dan larangan Rasulullah Saw dan menjadikannya
sebagai sumber rujukan dan teladan dalam kehidupan sehari-hari, sebagai ekspresi kecintaan dan sayangnya kepada Allah Swt. Sumber
aqidah akhlak yang terdapat dalam Sunnah adalah
Artinya: “Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Dariyi
Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Saw bersabda: Agama adalah nasihat”. Kami bertanya: “Untuk siapa?”, Beliau menjawab: “Untuk
49 Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, untuk para pemimpin, dan masyarakat
pada umumnya”. HR. Buhkori dan Muslim
61
Kemudian hadits-hadits yang merujuk pada sumber aqidah akhlak, antara lain:.
Artinya: “Dari An Nawwas bin Sam‟an r.a, dari Nabi Saw, bersabda: “kebajikan adalah budi pekerti yang baik, sedangkan dosa
adalah sesuatu yang membimbangkan dalam hatimu dan kamu tidak senang jika ada orang yang melih
atnya”. HR. Muslim
62
Kemudian dari HR. Ahmad.
قاخأا مراكم ممتأ تثعب امنإ
Artinya: “Sesungguhnya
aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak”. HR. Ahmad
Dengan demikian secara lengkap aqidah akhlak bersumber pada Al-
Qur’an dan Al-Sunnah sebagai sumber aqidah Islam tidak memiliki keraguan sedikitpun, kebenarannya mutlak tidak perlu
dipertanyakan lagi dan wajib diimani seluruh makhluk. Sumber aqidah berdasarAl-
Qur’an dan Hadits ini digunakan sebagai pedoman
61
Al Imam Yahya bin Syarafuddin An Nawawi. Hadits Arba‟in An Nawawiyyah, Jakarta:
PT. Aliansi Belajar Mandiri, 2009, hlm. 11.
62
Al Imam Yahya bin Syarafuddin An Nawawi. Hadits Arba‟in An Nawawiyyah, Jakarta:
PT. Aliansi Belajar Mandiri, 2009, hlm. 37.
50 manusia, untuk mendapatkan rahmat dan nikmat Allah manusia harus
bersikap baik dengan sesama, sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah. Allah dan Rasul tidak mengajarkan untuk menyakiti
sesama, karena orang beriman adalah orang yang tidak menyakiti orang lain. Pembentukan akhlak dapat dikatakan mudah apabila selalu
berpegang teguh pada prinsip bahwa Allah akan membantu, dan yakin dapat berubah menjadi lebih baik.
c. Hati Nurani.
Hati nurani manusia yang bersih dapat dijadikan sebagai sumber akhlak, sesuai dengan fitrahnya yang cenderung kepada
kebenaran dan kebaikan. Pada hakikatnya hati nurani manusia penuh dengan cinta kasih, manusia memiliki hati nurani yang dapat
membedakan antara hal yang baik dan yang buruk.
63
Hati nurani mengantarkan manusia menuju cinta kasih antara satu dengan yang
lainnya, mengenai manusia yang melakukan keburukan itu adalah pilihan dari manusia itu sendiri.Sumber akhlak berpangkal pada hati
nurani terdapat dalam Al- Qur’an:
63
Sudarno, Shobron, dkk, Studi Islam 1, Surakarta: LPID UMS, 2012, hlm. 91-95.
51 Artinya:
“Maka jika mereka tidak menjawab tantanganmu ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa
nafsu mereka belaka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari
Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang zalim”. Qs. Al-Qashah, 28: 50
64
Ayat lalu menentang kaum musyrikin untuk mendatangkan sesuatu yang melebihi petunjuk Al-
Qur’an, pada ayat ini menegaskan bahwa: maka jika mereka menuduh wahyu Ilahi sebagai sihir dan
Rasul-Nya adalah penyihir tidak menyambut tantanganmu untuk mendatangkan satu kitab yang melebihi al-
qur’an. Semisal dengannya atau jika mereka tidak menyambut ajakanmu untuk beriman, maka
ketahuilah wahai Nabi Muhammad atau siapapun bahwa mereka tidak lagi memiliki dalih atau alasan penolakan. Dengan demikian jika
mereka tetap menolak, maka sesungguhnya mereka tidak melakukan sesuatu kecuali senantiasa hanya mengiuti secara sungguh-sungguh
bahwa nafsu mereka yang mendorong kepada kekufuran dan kedurhakaan, demikian pula mereka pada hakikatnya tidak
memperoleh petunjuk bahkan mereka adalah orang-orang sesat, dan siapakah yang lebih sesat dari pada orang-orang itu yang telah
bersungguh-sungguh mengikuti hawa nafsunya tanpa sedikitpun petunjuk dari Allah dan tanpa memiliki pijakan yang logis? Pastilah
64
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 313.
52 tidak ada yang lebih sesat dari mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada mereka dan kepada orang-orang yang zalim.
65
serta dalam Qs. Al-Naaziat, 79: 40-41.
Artinya: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran
Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggalnya”. Qs. Al-Naaziat, 79:
40-41
66
Ayat ini menjelaskan tentang keadaan orang-orang yang taat dengan menyatakan: Dan adapun yang takut kepada kebesaran atau
keagungan Tuhan
pencipta dan
pemelihara-Nya sehingga
mendorongnya untuk beramal shaleh dan menghalangi nafsu, yaki menahan diri dari keinginan hawa nafsunya maka sesungguhnya
surgalah yang menjadi tempat tinggalnya. Kata maqam pada mulanya berarti tempat berdiri, kata ini digunakan dalam arti keadaan yang
sedang dialami. Ayat ini menjelaskan tentang keadaan siapa saja yang takut menghadapi keadaannya berada disisi Tuhan dalam menghadapi
perhitungan-Nya dihari kemudian, ketakutan yang menjadikannya patuh dan taat kepada-Nya maka dialah yang tinggal disurga Allah.
65
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
10, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 365.
66
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 467.
53 Sedang bila memahami keadaan yang sedang dialami berkaitan dengan
Allah, berarti keagungan Allah. Setiap orang dapat mempeluas makna keaungan Allah sehingga mencakup semua bagian rahmat dan murka-
Nya. Mengingat rahmat Allah akan menambah semangat dan optimis dalam menjauhi larangan Allah. Takut yang dimaksud disini adalah
bukan takut kepada siksa Allah melainkan rasa takut akan ibadah yang tidak tulus kepada Allah yang belum mencapai puncak pengabdiannya.
Kemudian hawa nafsu adalah keinginan nafsu yang bertentangan dengan tuntunan agama. Ia dilukiskan oleh al-
qur’an sebagai selalu mendorong kepada hal-hal yang bersifat buruk kecuali mereka yang
dipelihara Allah Qs. Yusuf 12: 53 yang mendorong manusia menuju kebinasaannya. Apabila seseorang mampu menahan nafsunya
itu sekaligus seagai obat penyakit yang diakibatkan nafsunya.
67
Bersumber pada Al- Qur’an, hati nurani tersebut dapat sesuai dengan
fitrahnya, yang tercantum pada Qs. Al-Qalam, 68: 4, Qs. Al-Qashaah, 28: 50 dan Qs. Al-Naaziat, 79: 40-41. Manusia sebagai makhluk
Allah yang beradab, mengembalikan konsep akhlak bersumber pada hati nurani pada Al-
Qur’an dan Hadits. Jika Hati nurani sesuai dengan fitrahnya, akan dapat menuntun hati nurani manusia untuk memilih
kejalan Tuhan-Nya dan tidak merugikan orang lain. Yang terpenting adalah mengenai pengendalian nafsu, bagi siapa saja yang dapat
mengendalikan nafsu, dia akan selamat dan justru nafsu itu sendiri
67
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
15, Jakarta: Lentera Hati, 2003, hlm. 48-49.
54 adalah obat bagi penyakitnya. Mengingat rahmat Allah akan
menambah semangat dan optimis dalam menjalani hidup. 3.
Tujuan, Fungsi, dan Ruang Lingkup Aqidah Akhlak. Pandangan hidup yang paling mendasar adalah agama, agamalah yang
mengajarkan keimanan dan ketakwaan. Manusia hidup memiliki tujuan yang sama, yaitu mengharap rahmat dan surga dari Allah. Begitu juga
aqidah akhlak memiliki tujuan, yaitu membentuk kepribadian manusia.
68
Adapun tujuan aqidah akhlak adalah:
69
a. Untuk mengikhlaskan niat dan ibadah kepada Allah semata. Karena
Dia adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagi-Nya, maka tujuan dari ibadah haruslah diperuntukkan hanya kepada-Nya.
b. Membebaskan akal dan pikiran dari kekacauan yang timbul dari
kosongnya hati dari akidah. Karena orang yang hatinya kosong dari akidah ini, adakalanya kosong hatinya dari setiap akidah serta
menyembah materi yang dapat di indera saja dan adakalanya terjatuh pada berbagai kesesatan akidah dan khurafat.
c. Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak
goncang dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai Tuhan yang
mengatur, Hakim yang membuat tasyri. Oleh karena itu hatinya
68
Sri Narwanti. Pendidikan Karakter Pengintegrasian 18 Nilai Pembentuk Karakter Dalam Mata Pelajaran, Yogjakarta: Diva Press, 2011, hlm. 4.
69
Aziz. Aqidah-Pengertian, Nama, Sumber, Tujuan, Manfaat ilmu, dan Aqidah, http:azisabd.blogspot.com201110akidah.html
, Di akses pada tanggal 04-11-2015, Pukul 06.13 WIB.
55 menerima takdir-Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak
mencari pengganti yang lain. d.
Meluruskan tujuan dan perbuatan dari penyelewengan dalam beribadah kepada Allah dan bermuamalah dengan orang lain. Karena
diantara dasar akidah ini adalah mengimani para Rasul, dengan mengikuti jalan mereka yang lurus dalam tujuan dan perbuatan.
e. Bersungguh-sungguh dalam segala sesuatu dengan tidak
menghilangkan kesempatan beramal baik, kecuali digunakannya dengan mengharap pahala. Serta tidak melihat tempat dosa kecuali
menjauhinya dengan rasa takut dari siksa. Karena diantara dasar akidah ini adalah mengimani kebangkitan serta balasan terhadap
seluruh perbuatan.
Artinya: Dan masing-masing orang memperoleh derajat- derajat sesuai dengan yang dikerjakannya. Dan Tuhanmu tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan. QS. Al Anam, 6: 132
70
Maisng-masing orang memperoleh derajat yang sesuai dengan apa yang dikerjakan
nya, ini pun dapat ditafsirkan dengan “setiap jin dan manusia yang kafir memiliki peringkat di dalam neraka yang
sesuai dengan perbuatannya. Hal ini senad dengan firman Allah “Masing-masing mendapat siksaan yang berlipat ganda”. Kemudian
70
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 115.
56 ibnu jarir menafsirkan bahwa setiap peringkat itu merupakan buah
amal mereka yang ditetapkan pada sisi Allah untu dibalas berdasarkan amal itu pada saat mereka bertemu dengan Dia dan saat kembali pada-
Nya.
71
f. Menciptakan umat yang kuat yang mengerahkan segala yang mahal
maupun yang murah untuk menegakkan agamanya serta memperkuat tiang penyanggahnya tanpa peduli apa yang akan terjadi untuk
menempuh jalan itu.
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang
–rang yang benar. QS. Al Hujurat, 49 : 15
72
QS. Al Hujurat, 49 : 15 menjelaskan tentang siapa yang benar-benar sempurna berimannya, Allah berfirman Sesungguhnya
orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan menyaksikan kebenaran Rasul-Nya dalam segala apa
yag disampaikannya kemudian walau berlanjut masa yang
71
Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,
Jakarta: Gema Insani Perss, 1999, hlm. 291.
72
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 413.
57 berkepanjangan, hati mereka tidak disentuh oleh ragu walau mereka
mengalami aneka ujian dan bencana dan disamping sifat batiniah itu mereka juga mereka membuktikan kebenaran iman mereka melalui
berijtihad yakni berjuang membela kebenaran dengan mengorbankan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang
yang benar dalam ucapan dan perbuatan mereka.
73
g. Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat dengan memperbaiki individu-
individu maupun kelompok-kelompok serta meraih pahala dan kemuliaan.
Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal baik, baik lelaki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan balasan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala
yang paling baik dari apa yang telah mereka kerjakan. QS. An Nahl, 16: 97
74
Ayat ini merupakan janji Allah bagi orang yang mengerjakan amal shaleh, yaitu amal yang sejalan dengan kitab Allah dan sunnah
Rasul-Nya baik laki-laki maupun perempuan, baik manusia maupun
73
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
13, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 267.
74
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 222.
58 jin sedang kalbunya merasa tetram denga keimanan kepada Allah dan
Rasul-Nya. Janji itu adalah bahwa Allah akan memberinya kehidupan yang baik di dunia dan akhirat dengan balasan yang lebih baik dari
amalnya.
75
Tujuan dari aqidah akhlak adalah untuk membentuk manusia yang berakhlak mulia, berjuang dijalan Allah dan hanya untuk Allah
semata. Sehingga tercapai kehidupan yang aman, damai dan sejahtera. Keimanan yang teguh tersebut akan membentuk keyakinan bahwa
hanya Allah yang dapat memberikan rizky, pertolongan, dan kenikmatan hidup.
Fungsi aqidah adalah dasar, fondasi mendirikan bangunan semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh
fondasi yang dibuat. Jika fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk tidak ada bangunan tanpa fondasi.
76
Selanjutnya fungsi aqidah adalah:
1 Menuntun dan mengemban dasar keTuhanan yang dimiliki
manusia sejak lahir. 2
Memberikan pedoman hidup yang pasti. 3
Memberikan ketenangan dan ketentraman jiwa.
77
75
Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 2,
Jakarta: Gema Insani Perss, 1999, hlm. 1063.
76
Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah, Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam LPPI, 2000, hlm. 10.
77
Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2011, hlm. 131.
59 fungsi akhlak adalah menginginkan suatu masyarakat yang
berakhlak mulia. Akhlak mulia ini sangat ditekankan karena di samping akan membawa kebahagiaan bagi individu, sekaligus
membawa kebahagiaan bagi masyarakat.
78
Jadi fungsi aqidah adalah sebagai pedoman hidup manusia, untuk mengokohkan bangunan iman
seseorang. Sehingga ia menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, untuk mendapat ketenangan jiwa. Ketenangan
merupakan buah keimanan, ketenangan hati serta ketentraman jiwa. Jadi dapat disimpulkan bahwa, fungsi akhlak adalah Menjauhi
hal yang negatif dan menggantinya dengan hal positif sehingga menimbulkan ketenangan dalam jiwa.Sehingga jika dipadukan fungsi
aqidah akhlak adalah untuk mengokohkan fondasi keimanan dan membentuk akhlak mulia, serta Meningkatkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah swt. Manusia diperintahkan untuk amar ma’ruf nahi munkar. Kemudian Ruang lingkup aqidah akhlak, adalah
sebagai berikut: 1
Akhlak Kepada Allah Akhlak kepada Allah adalah pengakuan dan kesadaran
bahwa “Laa Ilaaha Ilallah” tiada Tuhan selain Allah SWT, Allah
adalah Tuhan yang bersih dari segala sifat kekurangan. Allah
berfirman dalam Qs. Adz-Zariyat, 51: 56.
78
Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Raja Grafindo, 2000, hlm. 169-170.
60 Artinya:
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-
Ku”. Qs. Adz- Zariyat, 51: 56
79
Ayat tersebut menggunakan kata persona Aku setelah sebelumnya menggunakan persona ketiga DiaAllah. Ini bukan
saja bertujuan menekankan pesan yang dikandungnya tetapi juga untuk mengisyaratkan bahwa perbuatan
–perbuatan Allah melibatkan malaikat atau sebab-sebab lainnya, penciptaan,
pengutusan Rasul, turunnya siksa, rezeki yang dibagikan-Nya melibatkan malaikat dan sebab-sebab lainnya, sedang disini karena
penekanannya adalah beribadah kepada-Nya semata-mata, maka redaksi yang digunakan berbentuk tunggal dan tertuju kepada-Nya
semata-mata tanpa memberi kesan adanya keterlibatan selain Allah. Ibadah bukan sekedar ketaatan dan ketundukan tetapi ia
adalah satu ketundukan dan ketaatan yang mencapai puncaknya akibat adanya rasa keagungan dalam jiwa seseorang terhadap siapa
yang kepadanya ia mengabdi. Ia juga merupakan dampak dari keyakinan bahwa pengabdian itu tertuju kepada yang memiliki
kekuasaan yang tidak terjangkau arti hakikatnya. Ibadah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan kesempurnaan yang kembali
kepada penciptaan itu. Allah menciptakan manusia, sedang Allah sama sekali tidak membutuhkannya. Adapun tujuan Allah
79
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 417.
61 berkaitan dengan dzat-Nya yang maha tinggi. Dia menciptakan
manusia dan jin karena Dia adalah dzat yang maha agung hanya Dia yang patut dan pantas disembah.
80
Dan Allah berfirman dalam Qs. Thaha, 20: 14.
Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada
Tuhan yang hak selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku”. Qs. Thaha, 20: 14
81
Pada ayat tersebut menggunakan “Aku” adalah kata yang
tepat untuk memperkenalkan Tuhan Yang Maha Esa. Ini karena kata Allah mencakup segala sifat-sifat-Nya, bahkan Dialah yang
menyandang sifat-sifat tersebut. Jika seseorang telah mengenal Allah dengan pengenalan yang sesunguhnya, maka otomatis akal
dan pikiannya, jiwa dan hatiya akan terpanggil untuk mendekakan kepada-Nya dan karena itu lanjutan ayat diatas mengajak agar
beribadah dan menyembah-Nya dengan menyebut bentuk ibadah dan ketundukan yang paling jelas yaitu melaksanakan shalat.
82
Akhlak terhadap Allah adalah dengan selalu bersyukur atas nikmat yang diberikan, mendirikan sholat, dan selalu berfikir
80
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
13, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 355-357.
81
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 250.
82
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
8, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 283-284.
62 optimis bahwa setiap kesulitan pasti ada kemudahan, serta
memiliki semangat dalam menjalani hidup. 2
Akhlak Kepada Diri Sendiri Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban terhadap
dirinya sendiri, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi maka akan mendapat kerugian dan kesulitan. Dengan demikian kewajiban
manusia terhadap dirinya sendiri. Menurut Ali 1998: 357, akhlak terhadap diri sendiri
antara lain: memelihara kesucian diri, menutup aurat, jujur dalam perkataan dan perbuatan, ikhlas, sabar, rendah hati, malu jika
melakukan perbuatan jahat, menjauhi dengki, menjauhi dendam, berlaku adil terhadap diri sendiri dan orang lain, menjauhi segala
perkataan dan perbuatan yang sia-sia. Firman Allah tentang akhlak terhadap diri sendiri terdapat
dalam Qs. Al A’raf, 7: 31.
Artinya: ““Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang
indah di Setiap memasuki masjid, Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih- lebihan”. Qs. Al A’raf, 7: 31
83
83
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 122.
63 Ayat ini adalah ayat bantahan terhadap kaum musyrikin
yang melakukan tawaf di Baitullah sambil telanjang secara sengaja; laki-laki bertawaf pada siang hari dan perempuan pada
malam hari. Maka Alla Ta’ala berfirman: “Hai anak Adam, pakailah perhiasanmu setiap kai memasuki majid”. Yang dimaksud
“perhiasan” adalah pakaian untuk menutupi kubul dan dubur. Perhiasan lainnya adalah perabot rumah tangga yang bagus dan
barang-barang. Kaum musyrikin disuruh mengenakan baju setiap kali mau memasuki masjid. Berdasarkan ayat ini di sunnah yang
semakna dengan ayat ini, maka disunnatkan untuk mempercantik diri setiap kali melakukan shalat, terutama shalat jum’at dan shalat
idul fitri. Memakai parfum dan bersiwak merupakan perlengkapan dalam mempercantik diri.
84
Sedangkan hadits yang menjelaskan akhlak terhadap diri sendiri adalah:
ا ْيإْلا م ةف اظَّلا
Artinya: “
Kebersihan itu adalah satu sebagian dari ima
n”. HR. Imam Ahmad dan Turmudzi
Dengan demikian akhlak terhadap diri sendiri tidak hanya terfokus dalam jasmaninya saja, namun terhadap rohani. Disiplin,
menuntut ilmu, taat, patuh pada peraturan, tidak mudah marah,
84
Muhammad Nasib Ar- Rifa’i, Kemudahan dari Allah Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid
2, Jakarta: Gema Insani Perss, 1999, hlm. 353-354.
64 bersih, rapi dan selalu memperhatikan keharmonisan hidup
merupakan akhlak terhadap diri sendiri. 3
Akhlak Kepada Sesama Manusia Akhlak terhadap sesama manusia meliputi: akhlak terhadap
Rasulullah Saw, terhadap kedua orang tua, terhadap keluarga serta karib kerabat, terhadap tetangga, dan masyarakat. Akhlak terhadap
sesama manusia dapat dijalin dengan memelihara hubungan baik dengan sesama, antara lain: Dengan tolong-menolong, suka
memaafkan kesalahan orang lain, menepati janji, lapang dada, menegakkan keadilan dan berlaku adil dengan diri sendiri dan
orang lain.
85
Ayat Al- Qur’an yang menjelaskan untuk berbuat baik
kepada sesama manusia terdapat dalam Qs. Al Isra’, 17: 23.
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya
kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu
85
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm. 357-370.
65 membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan
yang mulia”. Qs. al Isra’, 17: 23
86
Akhlak terhadap sesama manusia adalah saling mengerti dan memahami antar sesama, tidak hanya memikirkan kepentingan diri
sendiri. Ayat diatas menuntut agar apa yang disampaikan kepada kedua orang tua bukan saja yang benar dan tepat, bukan saja juga
yang sesuai dengan adat kebiasaan yang baik dalam suatu masyarkat, tetapi ia juga harus yang terbaik dan termulia, dan
kalaupun eandainya orang tua melakukan suatu “kesalahan” terhadap anak, maka kesalahan itu harus dianggap tidak
adadimaafkan dalam arti dianggap tidak pernah ada dan terhapus dengan sendirinya karena tidak ada orang tua yang bermaksud
buruk terhadap anaknya.
87
Berdasar pada Qs. al Isra’, 17: 23, bahwa akhlak terhadap manusia tidak hanya terfokus pada orang
lain yang berada diluar keluarga, namun berbakti kepada kedua orang tua dan menyayangi saudara merupakan kewajiban akhlak
terhadap sesama manusia. 4
Akhlak Terhadap Lingkungan Akhlak terhadap lingkungan merupakan segala sesuatu yang
ada disekitar manusia baik binatang, tumbuh-tumbuhan dan benda
86
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 227.
87
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al- Qur‟an Volume
13, Jakarta: Lentera Hati, 2002, hlm. 446.
66 tak bernyawa.
88
Firman Allah yang menjelaskan tentang kewajiban untuk menjaga lingkungan, terdapat dalam Qs. Ar Rum, 30: 41-
42.
Artinya: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut
disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan
mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar. Berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-
orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang- orang yang mempersekutukan Allah”. Qs. Ar Rum, 30: 41-
42
89
Akhlak terhadap lingkungan dapat diwujudkan dengan cara menjaga dan memelihara kebersihan dan keseimbangan alam, tidak
menebang pohon sembarangan, menjaga habitat hewan yang berada dihutan, mengadakan reboisasi penanamanpenghijauan kembali.
Agar yang dijelaskan dalam Qs. Ar Rum, 30: 41-42 tentang akibat
88
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012, hlm. 7-11.
89
Departemen Agama RI. Al- Qur‟an dan Terjemahnya. Bandung: Diponegoro, 2000.
hlm. 326.
67 kerusakan alam yang ditimbulkan manusia tidak terjadi. Ayat tersebut
menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya fasad itu, ini berarti daratan dan lautan menjadi arena kerusakan, misalnya dengan terjadina
pembunuhan dan perampokan di kedua tempat itu, dan dapat juga berarti bahwa darat dan laut sendiri telah mengalami kerusakan,
ketidak seimbangan serta kekurangan manfaat. Laut telah tercemar kelestariannya, sehingga ekosistimnya mati dan hasil laut berkurang.
Daratan semakin panas sering terjadi kemarau panjang, kemudian keseimbangan lingkungan rusak.
Ayat diatas tersebut tidak menyebut udara, mungkin yang ditekankan disini adalah apa yang nampak sebagaimana makna
zhahara yang telah disinggung diatas apalagi ketika turunnya ayat ini, pengetahuan manusia belum menjangkau hingga luar angkasa.
Kemudian sanksi atas bencana dan perusakan ini tidak hanya dialami oleh masyarakat mekah kala itu, namun ini merupakan sunnatullah
bagi siapa saja yang melanggar baik dahulu, sekarang, atau yang akan datang. Untuk itu wahai Nabi Muhammad katakanlah kepada siapa pun
yang meragukan hakikat diatas bahwa: “Berjalanlah di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu.
Kebanyakan dari
mereka itu
adalah orang-orang
yang mempersekutukan A
llah”. Jika diperhatikan lebih teliti, dapat dilihat puing-puing kehancuran mereka. Itu disebabkan karena kebanyakan
dari ereka adalah orang-orang yang mempersekutukan Allah sehingga
68 kebanyakan pula melakukan kedurhakaan yang mengakibatkan
kerusakan alam serta merajalela kedurhakaannya.
90
Ayat tersebut mengingatkan sebagai pemimpin dibumi harus dapat menjaga
keseimbangan alam, bukan malah merusak. Demi keuntungan sendiri banyak manusia menghalalkan segala cara untuk dapat meraih
keuntungan berlipat. Seperti kasus akhir ini, banyak terjadi kebakaran hutan di daerah sumatera dan kalimantan, entah ini unsur disengaja
atau tidak seharusnya hutan yang merupakan jantung dunia harus dijaga dengan baik. Akibat kebakaran hutan ini udara sangat tercemar,
banyak koban jiwa berjatuhan. Banyak balita meninggal akibat kejadian ini. Dengan kasus ini peserta didik dapat mengambil
hikmahnya, bahwa untuk menjadi kaya tidak harus dengan mengorbankan orang lain. Melainkan dengan bekerja keras, berdo’a,
dan pantang menyerah.
C. Pendidikan Karakter.