ANALISIS STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN DAYA SAING PADA INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

(1)

ANALISIS STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN DAYA SAING PADA INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH DALAM MENGHADAPI

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)

STRATEGIES AND PROGRAMS ANALYSIS TO INCREASE THE COMPETITIVENESS OF LEADING INDUSTRIES IN CENTRAL JAVA PROVINCE IN THE FACE OF ASEAN ECONOMIC COMMUNITY(AEC)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembanguan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

PUSPITA TRI JAYANTI 20130430131

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2016


(2)

SKRIPSI

ANALISIS STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN DAYA SAING PADA INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH DALAM

MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) STRATEGIES AND PROGRAMS ANALYSIS TO INCREASE THE COMPETITIVENESS OF LEADING INDUSTRIES IN CENTRAL JAVA

PROVINCE IN THE FACE OF ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

Diajukan oleh PUSPITA TRI JAYANTI

20130430131

Telah disetujui Dosen Pembimbing Pembimbing

Dr. Masyhudi Muqorobin, M.Ec.,Akt.


(3)

SKRIPSI

ANALISIS STRATEGI DAN PROGRAM PENINGKATAN DAYA SAING PADA INDUSTRI UNGGULAN PROVINSI JAWA TENGAH DALAM

MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA) STRATEGIES AND PROGRAMS ANALYSIS TO INCREASE THE COMPETITIVENESS OF LEADING INDUSTRIES IN CENTRAL JAVA

PROVINCE IN THE FACE OF ASEAN ECONOMIC COMMUNITY (AEC)

Diajukan oleh PUSPITA TRI JAYANTI

20130430131

Skripsi Ini Telah Dipertahankan dan Disahkan di depan Dewan Penguji Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Tanggal 23 Desember 216

Yang terdiri dari

Lilies Setiyartiti, Dr., M.Si. Ketua Tim Penguji

Agus Tri Basuki, SE., M.Si_ Hudiyanto, Drs.

Anggota Tim Penguji 1 Anggota Tim Penguji 2 Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr. Nano Prawoto,SE. Msi. NIK. 143 016


(4)

PERNYATAAN Dengan ini saya,

Nama : Puspita Tri Jayanti Nomor Mahasiswa : 20130430131

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul: “ANALISIS STRATEGI DAN

PROGRAM PENINGKATAN DAYA SAING PADA SEKTOR INDUSTRI UNGGULAN DI PROVINSI JAWA TENGAH DALAM MENGHADAPI MASYARAKAT EKONOMI ASEAN (MEA)” tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta,...


(5)

Motto

“Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahap pertama dia akan sombong.

Jika dia memaski tahap kedua, dia akan tawadhu. Dan jika dia memasuki tahap ketiga, dia akan merasa dirinya tidak ada apa-apanya.” (Umar Bim Khattab)


(6)

Persembahan

Skripsi ini Kupersembahkan untuk... Ibu, Bapak, Mas Rama tercinta

Junan, Kak Minda, Kiki, Sasa, Nana yang selalu ada Almamater Tercinta


(7)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. Karena dengan Nikmat dan Ridho-Nya saya dapat menyelasaikan skripsi untuk studi S1 ini dengan

judul “Analisis Strategi dan Program Peningkatan Tingkat Daya Saing Pada Industri Unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam Menghadapi MEA”.

Penulisan Skripsi ini dilakukan guna memenuhi syarat lulus sarjana ekonomi jurusan ilmu ekonomi dan studi pembangunan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Peneliti mengambil topik ini dengan harapan mampu memberikan masukan bagi setiap industri ataupun Pemerintah dalam meningkatkan daya saing pada jenis industri unggulannya. Saya yakin semangat dan dukungan dari berbagai pihak merupakan kunci dari keberhasilan skripsi ini. Oleh karenanya saya mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1. Dr. Masyhudi Muqorobin, M.Sc., Ak. Selaku dosen pembimbing, yang telah memberikan waktu, tenaga, dan pikirannya di sela-sela kesibukan. 2. Romi Bhakti Hartanto, SE., M.Ec. Selaku dosen pembimbing informal. 3. Ibu dan Bapak yang menjadi semangat terbesarku untuk menyelasaikan skripsi ini, terima kasih untuk doa yang tidak pernah putus dipanjatkan untuk saya.

4. Teruntuk seluruh keluarga Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan 2013 UMY. Semoga kekeluargaan kita selalu terjalin hingga nanti.


(8)

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak. Mohon maaf jika ada salah-salah kata dalam penulisan. Kritik, saran, dan pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Semoga kita selalu dalam Lindungan dan Nikmat-Nya.

Yogyakarta,...


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... Error! Bookmark not defined.

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... 1

HALAMAN PENGESAHAN ... 2

HALAMAN PERNYATAAN ... 3

HALAMAN MOTTO ... 4

HALAMAN PERSEMBAHAN ... 5

INTISARI ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... 6

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ... 10

DAFTAR GAMBAR...xiv BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Rumusan Masalah ... Error! Bookmark not defined. C. Batasan Masalah ... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian ... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. A. Landasan Teori ... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. C. Model Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB III METODE PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Objek/Subjek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Jenis Data ... Error! Bookmark not defined. C. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. D. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... Error! Bookmark not defined.


(10)

4. Analisis Shift Share ... Error! Bookmark not defined. BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... Error! Bookmark not defined.

A.Gambaran Perkembangan Integrasi Ekonomi di Kawasan ASEAN. Error! Bookmark not defined.

B.Gambaran Perekonomian di Provinsi Jawa Tengah .... Error! Bookmark not defined.

C.Gambaran Perkembangan Industri Provinsi Jawa Tengah ... Error! Bookmark not defined.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Error! Bookmark not defined.

A. Analisis SLQ ... Error! Bookmark not defined. B. Analisis DLQ ... Error! Bookmark not defined. C. Analisis Gabungan SLQ dan DLQ ... Error! Bookmark not defined. D. Analisis Shift Share ... Error! Bookmark not defined. E. Analisis RCA ... Error! Bookmark not defined. F. Analisis SWOT Balanced Scorecard Error! Bookmark not defined. BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ... Error! Bookmark not defined. A. Simpulan ... Error! Bookmark not defined. A. Saran ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR PUSTAKA ... Error! Bookmark not defined. LAMPIRAN ... Error! Bookmark not defined.


(11)

DAFTAR TABEL

TABEL 1.1. Perkembangangan Peringkat Daya Saing negara-negara ASEAN dari tahun 2010-2015 ... Error! Bookmark not defined. TABEL 1.2. Peringkat Daya Saing Industri Negara-Negara ASEAN Tahun 2013

... Error! Bookmark not defined. TABEL 1.3. Peringkat Daya Saing Provinsi di Indonesia 2013-2014 ... Error!

Bookmark not defined.

TABEL 1.4. Nilai PDRB Industri Pengolahan di Pulau Jawa Tahun 2010-2014 (Milyar Rupiah ) ... Error! Bookmark not defined. TABEL 1.5. Nilai Net Ekspor Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2014 (Ribu

Rupiah) ... Error! Bookmark not defined. TABEL 2.1. Tahapan Penting Integrasi Ekonomi . Error! Bookmark not defined. TABEL 5.1. Perkembangan Nilai SLQ dari tahun 2010-2014 ... Error! Bookmark

not defined.

TABEL 5.2. Hasil Analisis DLQ tahun 2010-2014 ... Error! Bookmark not defined.

TABEL 5.3. Hasil Analisis Shift Share tahun 2010-2014 ... Error! Bookmark not defined.

TABEL 5.4. Hasil analisis RCA di tingkat nasional ... Error! Bookmark not defined.

TABEL 5.5. Hasil Analisis RCA di tingkat ASEAN... Error! Bookmark not defined.

TABEL 5.6. Sasaran Strategis, Indikator Sasaran, Ukuran Pemacu Kinerja, dan Inisiatif Strategis ... Error! Bookmark not defined. TABEL 5.7. Program Strategik ... Error! Bookmark not defined.


(12)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1.1. Distribus PDB atas dasar harga berlaku di Indonesia Tahun 2013- 2015 ... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 2.1. Model Diamond Daya Saing Global ... Error! Bookmark not

defined.

GAMBAR 2.2. Kerangka Keunggulan Komparatif ... Error! Bookmark not defined.

GAMBAR 2.3. Kerangka Keunggulan Komparatif ... Error! Bookmark not defined.

GAMBAR 3.1. Matriks Analisis Kombinasi SLQ dan DLQ ... Error! Bookmark not defined.

GAMBAR 3.2. TOWS Matriks ... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4.1. Negara-negara di Kawasan ASEAN... Error! Bookmark not

defined.

GAMBAR 4.2. Peta Provinsi Jawa Tengah ...Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4.3. PDRB Provinsi Jawa Tengah Menurut Harga Konstan, dan

Menurut Harga Berlaku... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4.4. Jumlah Industri Besar dan Sedang Tahun 2010-2014 ... Error!

Bookmark not defined.

GAMBAR 4.5. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha ... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 4.6. Ekspor Beberapa Jenis Industri Jawa Tengah ke ASEAN ... Error!

Bookmark not defined.

GAMBAR 5.1. Matriks Analisis Kombinasi SLQ dan DLQ ... Error! Bookmark not defined.

GAMBAR 5.2. Hasil Gabungan Analisis SLQ dan DLQ .... Error! Bookmark not defined.


(13)

GAMBAR 5.3. Perkembangan nilai RCA di tingkat nasional tahun 2010-2014 ... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 5.4. Perkembangan nilai RCA di Tingkat ASEAN Tahun 2010-2014

... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 5.5. Hasil Formulasi Matriks TOWS ... Error! Bookmark not defined. GAMBAR 5.6. Pemetaan Strategis ... Error! Bookmark not defined.


(14)

(15)

INTISARI

Sejalan dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015, maka setiap jenis industri harus memiliki tingkat daya saing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dengan metode SLQ, DLQ, gabungan SLQ dan DLQ, serta Shift Share untuk mengetahui keunggulan kompetitifnya. Tujuan kedua dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui seberapa besar tingkat daya saing yang dimiliki setiap jenis industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah di tingkat nasionl dan ASEAN dengan menggunakan analisis RCA. Sedangkan tujuan lainnya, yaitu untuk merumuskan suatu strategi ataupun program untuk meningkatkan daya saing dengan menggunakan alat analisis SWOT Balanced Scorecard.

Dari penelitian ini, didapatkan hasil bahwa jenis industri unggulan di Jawa Tengah diantaranya adalah, industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri tekstil industri pakaian jadi, industri kayu, industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, industri furnitur, serta industri pengolahan lainnya.

Jenis industri yang memiliki tingkat daya saing baik di tingkat nasional maupun di tingkat ASEAN antara lain industri pakaian jadi, industri kayu serta industri pencetakan dan reproduksi media rekaman. Sedangkan industri tekstil, serta industri furnitur memiliki tingkat daya saing hanya di tingkat nasional. Strategi peningkatan daya saing industri unggulan dalam menghadapi MEA yakni berupa SO Strategy dengan memperluas pangsa ekspor yang bersifat non tradisional. ST Strategy dengan meningkatkan kualitas produk. WO Strategy

dilakukan dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terampil dan dapat memenuhi permintaan pasar. WT Strategy dilakukan dengan memberikan insentif kepada industri-industri. Program peningkatan daya saing industri unggulan dalam menghadapi MEA yaitu dengan cara Firm Equity, Organizational Capital, dan Human Capital.

Kata Kunci: Daya Saing, Industri Unggulan, SLQ, DLQ, Shift Share, SWOT Balanced Scorecard, MEA.


(16)

ABSTRACT

Due to the establishment of ASEAN Economic Community, then every kind of industies in Central Java Province shall have and retain a high level of competitiveness. This thesis aims to know what kind of industry which can be categorized in leading industries, particularly in Central Java Province through SLQ, DLQ, and combination of the two as well as the Shift Share the competitive eminence. The second purpose of this thesis is to ascertain how much the level of competitiveness that recently retained by every leading industry in Central Java Province, either national or ASEAN level through RCA. Other purpose of this thesis is to summarize whether strategy or scheme to increase and intensify the competitiveness due to the ASEAN Economic Community through SWOT Balanced Scorecard analysis.

From the research that has been conducted, showed that there are industry in Cental Java Province which is included as a leading industy. Among them are, beverage, tobacco processing, textile, apparel, timber, wood, printing and reproduction of recorded media, furniture, and other manufacturing industries.

The type of Industry that have a good level at either national or ASEAN level are apparel, timber, wood, as well as printing and reproduction of recorded media. While textile and furniture has a level of competitiveness at national level only. The strategy to improve industrial competitiveness in the face of AEC namely in the form of SO Strategy to expand the non traditional’s export; ST Strategy in which product quality can be improved; WO Strategy that is conducted by enhancing the quality of skilled human resources to meet market demand; WT Stategy conducted by providing incentivies to industries who are able to perform and increase proportion of raw materials. Firm Equity, Organizational Capital and Human Capital are ways to do the program of improving industial competitiveness in the face of ASEAN Economic Community

Keywords: Competitiveness, Leading Industry, SLQ, DLQ, Shift Share, SWOT Balanced Scorecard, AEC.


(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun perdagangan ekonomi dunia yang menjadi pokok dari kekuatan pasar. Perkembangan pada tingkat daya saing baik dalam skala nasional maupun internasional tidak akan terlepas dari daya saing di tingkat regional.

Menurut Cahyono (2014), tingkat daya saing merupakan hal yang paling pokok yang harus dimiliki oleh setiap negara. Tingginya tingkat daya saing pada suatu negara, nantinya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi serta kesejahteraan yang meningkat. Setiap negara terlebih dahulu harus memantapkan perekonomiannya untuk dapat bersaing dengan negara lain. Perekonomian yang fundamental mampu meningkatkan mental pemerintah dalam rangka menghadapi globalisasi.

Globalisasi ekonomi akan terjadi apabila terdapat hubungan ketergantungan pada dua negara atau lebih yang berimplikasi pada sinergi negara-negara dunia tersebut meningkat. Begitu juga dengan hubungan yang erat akan terjalin antara perekonomian nasional dan internasional. Dengan munculnya globalisasi dapat memberikan berbagai dampak, yaitu produk dalam negeri dapat dengan mudah masuk pasar internasional yang memberikan dampak positif bagi negara tersebut, sebaliknya barang-barang


(18)

2

produk luar negeripun dapat dengan mudah masuk ke dalam pasar domestik. Dampak lain yang merugikan pasar domestik tersebut, dapat terjadi apabila suatu negara tidak memiliki kekuatan daya saing yang baik, dan untuk menghindari hal itu, tentunya setiap wilayah dituntut untuk dapat memiliki daya saing yang kompetitif. Untuk memiliki daya saing yang kompetitif, tentunya dibutuhkan strategi yang tepat, seperti membentuk suatu integrasi ekonomi untuk negara suatu kawasan. Kondisi geografis maupun historis suatu kawasan akan menjadi faktor pendorong integrasi ekonomi. Selain itu, integrasi ekonomi juga digunakan sebagai alat dalam memperoleh akses pasar yang luas serta mampu mendorong pertumbuhan untuk meningkatkan kesejahteraan kawasan ataupun negara-negara anggota suatu kawasan.

Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) pertama kali dibentuk pada tahun 1967, yang pada mulanya lebih berfokus pada kerja sama yang berorientasi pada dunia politik dalam rangka meningkatkan keamanan dan perdamaian negara-negara di kawasan Asia Tenggara.Namun seiring berjalannya waktu, orientasi tersebut berubah menjadi kerjasama yang bersifat regional dalam rangka memperkuat stabilitas ekonomi maupun sosial di kawasan Asia Tenggara. Untuk memperkuat daya saing kawasan dalam menghadapi kompetisi global dan regional, negara-negara kawasan ASEAN telah sepakat dalam meningkatkan integrasi ekonomi melalui Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang telah diselenggarakan pada akhir tahun 2015. Kesepakatan dalam peningkatan integrasi tersebut semakin kuat dengan adanya krisis keuangan pada tahun 1997-1998. Dimana muncul persepsi para


(19)

3

investor asing yang mengatakan bahwasannya perekonomian negara-negara Asia Tenggara memang memiliki keterkaitan satu sama sama lain. Dorongan lainnya juga muncul dari kesadaran bahwa setiap negara tidak akan mampu berdiri sendiri yang menjadikan tren regionalisme semakin meningkat.

Deklarasi ASEAN Concord II diselenggarakan pada tahun 2003. Para petinggi ASEAN menyepakati pembentukan Masyarakat ASEAN 2020 yang mengandung tiga pilar, yakni Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN, Masyarakat Sosial dan Budaya ASEAN, serta Masyarakat Ekonomi ASEAN. Namun di tahun 2007, para petinggi ASEAN sepakat untuk melakukan percepatan realisasi pilar yang ketiga yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tahun 2015. Dimana para petinggi ASEAN sepakat jika proses integrasi ekonomi regional dipercepat melalui Cetak Biru (Blue Print) Masyarakat Ekonomi ASEAN di tahun 2007 dengan begitu, program MEA pada tahun 2015 dapat terlaksana.

MEA merupakan suatu bentuk realisasi terhadap integrasi ekonomi. Adapun visi dari ASEAN tersebut adalah aliran bebas barang dimana pada tahun 2015 perdagangan barang dapat dilakukan secara bebas tanpa adanya hambatan, baik itu tarif maupun non-tarif. Dengan demikian, kondisi tersebut mampu menjadikan kawasan ASEAN sebagai basis produksi yang kompetitif, sekaligus menjadi pasar potensial dengan sekitar lima ratus juta orang penduduknya.

Menurut Djaafara (2012), MEA merupakan wujud strategi yang dilakukan ASEAN dalam menjadi key player pada persaingan internasional.


(20)

4

Selain itu, mampu memperkuat kedudukan ASEAN agar kestabilan tetap terjaga dan mampu memperoleh manfaat pada kerjasama regional dalam forum internasional. Negara-negara di kawasan ASEAN harus berbekal strategi maupun persiapan yang baik dalam rangka mengahadapi MEA. Hal tersebut dikarenakan manfaat integritas ekonomi tidak dapat secara langsung dirasakan dikarenakan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara di kawasan ASEAN yang memiliki kondisi perekonomian yang berbeda setiap negaranya, seperti halnya, tingkat pembangunan, sistem perekonomian, serta pendapatan perkapita. Oleh karenanya, diperlukan peran pemerintah yang senantiasa melakukan peningkatkan volume perdagangan di negara-negara kawasan ASEAN maupun di luar negara-negara kawasan ASEAN.

Pertumbuhan ekonomi yang positif dari munculnya MEA akan sulit dicapai jika negara-negara di kawasan ASEAN tidak memiliki persiapan tingkat daya saing dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Pertumbuhan tersebut tidak lepas dari produtivitas negara-negara kawasan ASEAN. Produktivitas tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti, institusi, kebijakan serta faktor yang mempengaruhi daya saing. Perkembangan daya saing di negara-negara kawasan ASEAN dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(21)

5 TABEL 1.1.

Perkembangangan Peringkat Daya Saing negara-negara ASEAN dari tahun 2010-2015

NO Nama

Negara

Global Competitiveness Index

2010 2011 2012 2013 2014 2015

1 Brunei D. 28 28 28 26 - -

2 Cambodia 109 97 85 88 95 90

3 Laos - - - 81 93 83

4 Malaysia 26 21 25 24 20 18

5 Myanmar - - - 139 134 131

6 Philippines 85 75 65 59 52 47

7 Singapore 3 2 2 2 2 2

8 Thailand 38 39 38 37 31 32

9 Indonesia 44 46 50 38 34 37

10 Vietnam 59 65 75 70 68 56

Sumber: World Economic Community (2015)

Pada tahun 2014, Indonesia menduduki peringkat 34 dan turun menjadi peringkat 37 pada tahun 2015. Terdapat kesenjangan dalam daya saing yang cukup lebar antara negara-negara kawasan ASEAN lain seperti Singapura yeng menduduki peringkat dua, Malaysia pada peringkat 18 serta Thailand pada peringkat 37. Peringkat daya saing tersebut diukur dengan menggunakan beberapa indikator yang telah ditentukan oleh World Economic Forum yaitu pengelolaan institusi secara tepat, kondisi dan situasi makro, pembangunan infrastruktur, kondisi dan situasi makro, pendidikan atas pelatihan, kesehatan dan pendidikan dasar, efisiensi pasar maupun tenaga kerja, pengembangan


(22)

6

pasar uang, skala pasar, lingkungan bisnis dan inovasi, serta kesiapan teknologi.

Ketimpangan yang terjadi pada tingkat daya saing tersebut dapat dihindari dengan cara meningkatan daya saing pada sektor-sektor ekonomi baik di tingkat nasional maupun tingkat regional. xPeringkat daya saing industri di negara-negara kawasan ASEAN dapat dilihat pada Tabel 1.2 di bawah ini.

TABEL 1.2

Peringkat Daya Saing Industri Negara-Negara ASEAN Tahun 2013

Negara Daya Saing Industri (DSI) Indeks DSI Ekspors Manufaktur Per kapita Indeks (EMP) Sumbangan Ekspor Manufaktur Terhadap Total Ekspor (SETE) Indeks (SETE)

Singapura 1 0,341 1 32,285.9 2 89,8

Malaysia 2 0,170 2 6,201.9 4 80,7

Thailand 3 0,167 3 2,998.6 3 88

Indonesia 4 0,087 7 438.8 7 60,1

Vietnam 5 0,071 4 1,128.9 5 78,4

Filipina 6 0,067 6 495.6 1 90,3

Kamboja 7 0,020 8 428.64 6 70,2

Brunei D. 8 0,019 5 887.4 8 3,2

Sumber: United Natios Industrial Development Organization (2016)

Berdasarkan Tabel 1.2, dapat dijelaskan bahwa pada tahun 2013 daya saing Indonesia berada pada peringkat empat. Peringkat tersebut dapat


(23)

7

berimplikasi pada rendahnya tingkat daya saing produk industri dalam negeri yang rendah, sedangkan produk industri negara seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand yang memegang peringkat tiga besar dalam tingkat daya saing industri. Tiga negara tersebut dapat dengan mudah mengambil alih pasar domestik. Rendahnya tingkat daya saing Indonesia dapat dilihat dari rendahnya peringkat ekspor manufaktur per kapita dimana Indonesia menempati peringkat ke-tujuh, begitu juga dengan sumbangan ekspor manufaktur terhadap total ekspor yang menduduki peringkat yang sama. Hal ini yang memperkuat pernyatan bahwa tingkat daya saing di Indonesia masih rendah di negara ASEAN.

Daya saing di tingkat nasional tidak lepas dari pengaruh daya saing tingkat regional. Pada Tabel 1.3 dijelaskan sepuluh peringkat daya saing provinsi di Indonesia pada tahun 2013-2014

TABEL 1.3.

Peringkat Daya Saing Provinsi di Indonesia 2013-2014

Peringkat 2014 Peringkat 2013 Provinsi Skor 2014

1 1 DKI Jakarta 3,3580

2 2 Jawa Timur 1,8152

3 3 Kalimantan Timur 1,5566

4 5 Jawa Tengah 1,3262

5 4 Jawa Barat 1,0834

6 6 D.I. Yogyakarta 0,7047

7 11 Sulawesi Selatan 0,6684


(24)

8

9 10 Riau 0,3731

10 14 Sulawesi Utara 0,3109

Sumber: World Scientific Publishing(2014)

Dari Tabel 1.3 peringkat pertama daya saing provinsi di Indonesia diduduki oleh DKI Jakarta dengan skor 3,3580, sedangkan Jawa Tengah menduduki peringkat ke empat di tahun 2014 naik satu tingkat dari tahun 2013. Asia Competitiveness Institute (ACI) mendefinisikan indikator dalam pengukuran tingkat daya saing provinsi di Indonesia dengan melalui empat pendekatan. Pendekatan tersebut antara lain, kondisi ekonomi makro yang stabil (ekonomi regional, pasar terbuka, daya tarik investor asing), perencanaan pemerintah dan Institusi (regulasi pemerintah, fiskal, serta hukum), kondisi finansial bisnis, dan tenaga kerja (produktivitas, sumber daya manusia yang baik, bisnis yang efisien), serta kualitas hidup dan pembangunan sarana dan prasarana (pendidikan, kondisi sosial yang stabil, tinggi teknologi).

Sektor industri pngolahan merupakan salah satu dari seluruh sektor-sektor ekonomi yang ada yang memiliki andil besar dalam pembangunan ekonomi. Peranan sektor industri dalam pembangunan nasional dapat dilihat dari kontribusi masing-masing subsektor terhadap laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusi industri dapat dilihat dari presentase seluruh sektor dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Berikut adalah data PDB Indonesia mulai tahun 2013-2015 dapat dilihat pada Gambar 1.1.


(25)

9 Sumber: BPS Indonesia (2015)

GAMBAR 1.1.

Distribusi PDB atas dasar harga berlaku di Indonesia Tahun 2013-2015 (Persen)

Dari Gambar 1.4, dapat dilihat bahwa sektor industri pengolahan merupakan sektor yang paling besar dalam memberikan kontribusinya terhadap PDB Indonesia yaitu sebesar 20,41 persen dari total PDB seluruh sektor diikuti oleh pertanian, peternakan, perdagangan diurutan selanjutnya.

Hal ini selaras dengan visi dari pembangunan industri di tingkat nasional yang terdapat pada Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 mengenai Kebijakan Industri Nasional yang akan menjadikan negara Indonesia menjadi negara industri yang tangguh pada tahun 2025, Kementerian Perindustrian (2012).

Kementerian Perindustrian menetapkan dua pendekatan yang berkaitan dengan pembangunan daya saing industri di tingkat nasional yang tangguh dan utuh antara nasional maupun regional. Pendekatan yang dilakukan yaitu

23,72 23,37

20,41

0 5 10 15 20 25

2013 2014 2015

Pertanian, Peternakan Industri Pengolahan Pertambangan dan Penggalian Listrik, Gas, dan Air Bersih

Konstruksi Perdagangan, Hotel

Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Real Estate, Jasa Keuangan Jasa-jasa


(26)

10

dengan pendekatan top-down dan bottom-up. Pada pendekatan top-down

yaitu mengembangkan beberapa klaster industri yang direncanakan oleh pusat dan diikuti oleh daerah yang kemudian diseleksi berdasarkan potensi yang dimiliki Indonesia dan daya saing secara global. Sedangkatan pada pendekatan bottom-up, dalam hal ini pusat membantu mengembangkan kompetensi industri yang dimiliki oleh daerah, sehingga daerah juga akan memiliki tingkat daya saingnya. Pengembangan kompetensi ini yang dinamakan daya saing industri unggulan.

Menurut Alisjahbana (2014), koridor ekonomi yang mempunyai potensi industri nasional adalah koridor Pulau Jawa. Hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah industri yang berkembang di koridor tersebut.

TABEL 1.4.

Nilai PDRB Industri Pengolahan di Pulau Jawa Tahun 2010-2014 (Milyar Rupiah)

Provinsi 2010 2011 2012 2013 2014

Banten 107.806 117.850 126.818 142.544 148.148

DKI Jakarta 152.651.051 170.047.903 188.822.070 209.779.300 239.596.847

Jawa Barat 403.571 448.520 487.760 544.183 604.374

Jawa Tengah

215.156 241.531 263.739 294.967 336.070

D.I. Yogyakarta

9.215 10.280 10.242 11.563 12.614

Jawa Timur

292.708 326.628 365.694 397.997 445.296


(27)

11

Berdasarkan Tabel 1.4 di atas, dapat diketahui bahwa Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi pada sektor industri pengolahan walaupun masih tertinggal dengan provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur yang nilai PDRB ke tiga daerah tersebut lebih tinggi dibanding PDRB Jawa Tengah. Namun PDRB Jawa Tengah masih lebih unggul dibandingkan dengan D.I. Yogyakarta dan Banten. Meskipun demikian, nilai PDRB industri pengolahan secara keseluruhan mengalami tren yang positif dari tahun ke tahun.

Kinerja dari sektor-sektor perekonomian di daerah akan mempengaruhi daya saing daerahnya. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sektor industri memberikan kontribusi yang besar bagi Indonesia oleh karena itu sektor industri disebut sebagai sektor unggulan yang mana dapat menghasilkan barang yang dapat diperdagangkan di pasar global, sehingga apabila terjadi penurunan produktivitas pada sektor industri di Provinsi Jawa Tengah, maka berimplikasi pada penurunan daya saing di Provinsi tersebut. Pengaruh dari penurunan daya saing perdagangan global di Jawa Tengah secara keseluruhan dapat dilihat dari nilai net ekspor di Jawa Tengah, dimana net ekspor didapatkan dari kinerja ekspor maupun impor yang dilakukan.

TABEL 1.5.

Nilai Net Ekspor Provinsi di Pulau Jawa Tahun 2012-2014 (Ribu Rupiah)

Provinsi 2012 2013 2014

Banten -2.027.160 -2.445.240 -1.949.710 DKI Jakarta -36.990.644 -31.335.256 -21.755.450


(28)

12

Jawa Tengah -9.384.502 -10.449.430 -10.167.430 D.I. Yogyakarta 1.283.264 1.709.972 1.380.178 Jawa Timur -9.351.685 -9.537.688 -4.171.689 *)Data tidak tersedia

Sumber: Badan Pusat Statistik tiap provinsi di Pulau Jawa

Pada tahun 2012-2014, Provinsi Jawa Tengah memiliki net ekspor terendah kedua setelah DKI Jakarta, hal ini disebabkan karena jumlah ekspor di Jawa Tengah lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah impor yang berimplikasi pada defisit neraca perdagangan yang besar di Jawa Tengah. Dengan begitu dapat dilihat pada perdagangan internasional Provinsi Jawa Tengah berada pada tingkat daya saing yang rendah karena impornya yang masih mendominasi kegiatan perdagangan internasional di Provinsi Jawa Tengah. Dengan rendahnya tingkat daya saing tersebut, perlu untuk melakukan kajian ulang mengingat telah berlangsungnya program MEA. Jika tidak dilakukan evaluasi ataupun kajian mengenai tingkat daya saing di Provinsi Jawa Tengah maka peluang keuntungan yang dapat diperoleh oleh produsen, konsumen, ataupun perekonomian secara keseluruhan maka tidak akan bisa dirasakan manfaatnya secara optimal. Dengan demikian peningkatan daya saing industri di Provinsi Jawa Tengah dinilai sebagai hal yang penting mengingat program MEA telah berlangsung.

Peningkatan daya saing pada sektor industri pengolahan yang merupakan salah satu penghasil ekspor haruslah diupayakan perkembangannya, dengan cara menjadikan sektor industri pengolahan di


(29)

13

Provinsi Jawa Tengah menjadi prioritas perdagangan pada pasar tunggal MEA. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah akan bertekad dalam mengembangkan kemampuan ekspornya. Sehubungan dengan uraian di atas

maka peneliti mengajukan penelitian menegenai “Analisis Strategi dan

Program Peningkatan Daya Saing Pada Industri Unggulan Provinsi Jawa

Tengah dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, permasalahan yang terjadi dalam penelitian sebagai berikut:

1. Program MEA telah berlangsung, namun tingkat daya saing di Indonesia pada sektor industri pengolahan masih rendah untuk tingkat ASEAN.

2. Kinerja industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah memberikan kontribusi yang besar dalam globalisasi perdagangan. Namun, tingkat daya saing untuk Provinsi Jawa Tengah di tingkat internasional masih berada di bawah, dilihat dari nilai net ekspor yang negatif yang menandakan mengalami defisit anggaran pada neraca perdagangannya.

3. Manfaat yang ditimbulkan dengan adanya MEA tidak bisa dirasakan secara optimal apabila Provinsi Jawa Tengah mengalami kinerja industri yang rendah dan tidak dapat bersaing dengan negara-negara kawasan ASEAN lainnya.


(30)

14

Dari permasalahan yang terjadi diatas, didapatkan solusi-solusi yang dapat menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, yaitu dengan cara melakukan penelitian untuk melihat bagaimana kondisi sektor industri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah terutama pada sektor industri unggulannya, dimana sektor unggulan tersebut akan menjadi sektor prioritas pada perdagangan internasional dalam menghadapi MEA.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, maka penelitian ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

1. Apa jenis industri yang menjadi produk unggulan di Provinsi Jawa Tengah?

2. Apa jenis industri yang memiliki keunggulan kompetitif di Provinsi Jawa Tengah?

3. Bagaimana kondisi daya saing untuk industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka menghadapi MEA? 4. Apa strategi yang digunakan untuk meningkatkan daya saing

industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam rangka menghadapi MEA?

5. Apa program strategis yang akan dibuat dalam rangka meningkatkan daya saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi MEA?


(31)

15 C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang tujuannya untuk mengindari meluasnya pembahasan dalam studi ini maka peneliti membatasi masalah pada tahun penelitian pengukuran daya saing Provinsi Jawa Tengah dalam lima tahun terakhir yakni pada tahun 2010-2014.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian dalam menganalisis strategi daya saing pada sektor industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengidentifikasi subsektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi terbesar yang nantinya akan dijadikan industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah.

2. Untuk mengetahui jenis industri apa saja yang memiliki keunggulan kompetitif di Provinsi Jawa Tengah.

3. Untuk mengetahui kondisi daya saing pada industri unggulan di Jawa Tengah dalam menghadapi MEA.

4. Untuk dapat merumuskan strategi yang digunakan dalam rangka meningkatkan daya saing pada sektor industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi MEA.

5. Untuk dapat merumuskan program yang akan digunakan dalam rangka peningkatan daya saing pada sektor industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi MEA.


(32)

16 E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat untuk berbagai kalangan. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini ada dua yaitu manfaat teoritis dan juga manfaat praktis sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis a. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan yang berkaitan dengan tingkat daya saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah serta strategi dan program yang akan dibuat untuk meningkatkan daya saing tersebut agar mampu menghadapi MEA. b. Bagi Perguruan Tinggi

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta serta memperluas kekayaan ilmu pengetahuan khususnya yang berkaitan dengan tingkat daya saing industri untuk tingkat regional serta solusi dan program yang akan dibuat dalam rangka meningkatkan daya saing. c. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan mampu menyalurkan informasi mengenai tingkat daya saing industri unggulan Provinsi Jawa Tengah serta strategi dan program peningkatannya dalam menghadapi MEA. 2. Manfaat Praktis


(33)

17

Penelitian ini diharapkan mampu menyalurkan informasi yang berguna berkenaan mengenai strategi dan program peningkatan daya saing industri unggulan.

b. Bagi Perindustrian dan Perdagangan

Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan solusi dalam penyususnan ataupun pembuatan kebijakan strategi maupun program peningkatan sektor industri pengolahan khususnya dalam hal peningkatan daya saing dalam menghadapi MEA.

c. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan mampu menjadi solusi bagi perusahaan dalam menyusun kebijakan dan strategi-strategi ataupun program untuk peningkatan daya saing dalam menghadapi MEA.


(34)

1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Teori Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan dalam memproduksi barang dan jasa oleh produsen dengan kualitas yang baik dan biaya terjangkau, serta mampu mendapatkan keuntungan yang cukup agar mampu menjadikan usaha tersebut sustainable atau berkelanjutan. Dalam teori daya saing, berhubungan erat dengan perdagangan internasional. Pada pembahasan teori daya saing akan dibahas mengenai model Diamond

sebagai berikut.

a. Model Diamond

Model ini pertama kali ditemukan oleh Porter pada tahun 1990. Model ini merepresentasikan substansi dari nilai daya saing. Faktor yang paling penting dari daya saing internasional yaitu produktivitas, dan standar hidup dari suatu populasi secara langsung yang dapat meningkatkan produktivitas. Produktivitas dipengaruhi oleh kemampuan tenaga kerja, teknologi pembangunan, kualitas produk, dan minimalisasi biaya produksi. Pada tingkat nasional. Produktivitas dapat meningkat ketika industri-industri yang ada melakukan upgrading untuk


(35)

2

meningkatkan efisiensinya. Misalnya, peningkatan pada teknologi dapat mendorong suatu produktivitas. Dengan begitu, industri dapat berkompetisi dengan baik pada pasar internasional. Jadi, suatu negara harus berfokus pada industri-industri yang dapat memberikan keuntungan besar bagi negara tersebut. Untuk mengembangkan model Diamond dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; (1) faktor kondisi, (2) permintaan, (3) industri yang bersangkutan, (4) strategi dari perusahaan, struktur serta persaingan, Barragan (2005). Empat faktor tersebut mampu meningkatkan daya saing industri internasional.

Sumber:mengadopsi dari M.E.The Competitive Advantage of Nations.

GAMBAR 2.1.

Model Diamond Daya Saing Global

Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan

Faktor kondisi

Industri yang bersangkutan

Kondisi Permintaan Kesempatan


(36)

3

Enam variabel dari model Diamond di atas yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Faktor kondisi merupakan faktor pada produksi dan kebutuhan infrasutruktur yang dilakukan untuk bersaing di dunia industri. Keahlian tenaga kerja maupun sumber daya alam juga termasuk di dalam faktor pembangunan yang mampu mendapatkan keuntungan. Faktor pertama terkait dengan sumber daya alam dan kondisi geografis. Sedangkan, faktor kedua yang dibentuk oleh masyarakat suatu negara seperti keahlian pekerja, infrastruktur tinggi teknologi, penelitian dan pembangunan institusi, dan lain-lain. Faktor kedua, diekspektasikan akan menjadi faktor yang paling berpengaruh pada keunggulan kompetitif yang berkelanjutan.

2) Faktor permintaan ditekankan pada syarat pembeli, seperti, kualitas produksi, harga, dan pelayanan di ranah industri. Hal ini membuat industri-industri yang ada bersiap dalam menghadapi kompetisi internasional.

3) Industri terkait dan pendukung merupakan hubungan antara penyediadan distributor yang bekerjasama dengan industri untuk mendukung persaingan internasional. Persaingan akan sulit dilakukan apabila industri tidak memiliki akses untuk menghubungkan efisiensi harga dengan peningkatan kualitas.


(37)

4

4) Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan berkaitan dengan kompetisi domestik. Apakah suatu industri dengan kompetisi domestik yang tinggi tersebut akan berpengaruh pada peningkatan produktivitas yang dibutuhkan pada persaingan internasional.

5) Kesempatan, bersangkutan dengan masalah eksternal seperti peperangan, bencana alam yang berpengaruh pada keuntungan negara ataupun industri.

6) Pemerintah, semua tata tertib maupun kebijakan yang dibuat oleh pembuat kebijakan pada tingkat pemerintahan dapat menguntungkan negara beserta industrinya, ataupun sebaliknya. Usaha pemerintah untuk melindungi industri-industri dalam negeri dari industri luar tidak selalu memberikan harapan baik bagi produktivitas ataupun kualitas. Karena, ketika pasar bebas mendapatkan tempatnya, para perusahaan belum menyiapkan diri mereka untuk berkompetisi. Di sisi lain, pemerintah yang bekerja untuk memperbaiki birokrasi untuk pembukaan bisnis baru akan memberikan harapan baru bagi semangat para pengusaha.Dengan cara yang sama, pemerintah bekerja sama dengan perusahaan asing untuk transfer teknologi.

2. Teori Basis Ekonomi

Perekonomian regional dibagi menjadi sektor basis dan sektor non basis. Pada sektor basis, kegiatan ekspor maupun pemasaran


(38)

5

barang dan jasa dilakukan pada luar batasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan pada sektor non basis, kegiatan pemasaran dilakukan untuk masyarakat yang berada di dalam batasan perekonomian, atau dengan kata lain pemasaran yang dilakukan hanya untuk kebutuhan local. Dengan begitu, pendapatan masyarakat lokal menjadi faktor penentu dari teori ini. Dampak dari adanya sektor basis dan non basis tersebut dapat menimbulkan hubungan sebab akibat yang mampu mendudukung teori basis ekonomi. Analisis basis dan non basis didasarkan pada multiplier effect.

Terdapat beberapa metode dalam memilah antara sektor basis maupun non basis:

a. Metode Pengukuran Langsung

Metode ini dilakukan secara langsung kepada pelaku bisnis, ke mana dan dari mana pelaku bisnis akan memasarkan produk yang akan mereka produksi dan membeli bahan sebagai kebutuhan dalam menghasilkan produk. Namun, metode ini memiliki dampak yaitu pemborosan pada dana produksi, waktu, serta tenaga kerja. Karena resiko yang dapat ditimbulkan pada metode pengukuran langsung cukup besar, para ekonom lebih memilih untuk menggunakan metode pengukuran tidak langsung.


(39)

6

b. Metode Pengukuran Tidak Langsung

Terdapat empat metode pengukuran tidak langsung yaitu, Metode Pendekatan Asumsi, location Quotient, Metode Campuran, serta Metode Kebutuhan Minimum.

1) Metode Pendekatana Asumsi, pada pendekatan ini didasarkan pada kondisi daerah yang bersangkutan. 2) Metode Location Quotient, merupakan metode komprasi

antara lapangan kerja/nilai tambah pada wilayah terntu dengan wilayah atasnya. Metode ini hemat biaya dan juga mudah cara penerapannya.

3) Metode Campuran, merupakan percampuran antara dua metode di atas.

4) Metode Kebutuhan Minimum. Pada metode ini menggunakan distribusi minimum dari tenaga kerja wilayah yang bersangkutan.

Sektor basis ekonomi bersifat dinamis, maksudnya adalah dari tahun ke tahun tidak menuntut kemungkinan sektor basis dapat berubah menjadi sektor non basis pada tahun berikutnya. Semakin dominan sektor basis di wilayah tersebut maka arus kas ke wilayah tersebut juga semakin besar. Sektor basis akan berhadapan langsung dengan permintaan yang berasal dari luar, sedangkan pada sektor non basis


(40)

7

tidak berhadapan langsung, melainkan melalui perantara sektor basis terlebih dahulu.

Secara teoritis dan empiris, menemukan pentingnya dari suatu kegiatan ekspor sebagai faktor penentu pertumbuhan ekonomi regional, Berry (1967). Beberapa daerah banyak yang melakukan kegiatan impor untuk mengatasi masalah- masalah di daerahnya. Untuk menggantikan impor tersebut, suatu daerah harus melakukan ekspor untuk mengembalikan ke daerah lain. Dengan demikian, basis ekonomi pada daerah tersebut akan menjadi produksi barang dan jasa untuk ekspor. Jika suatu daerah berada pada titik ekuilibrium dimana ekspor sama dengan impor, hal yang paling berpengaruh dalam pergeseran ekuilibrium adalah kegiatan impor, sedangkan kegiatan ekspor akan menjadi hal yang sangat penting terutama untuk jangka pendek. Aktivitas ekspor pada daerah dipengaruhi oleh kegiatan masyarakat daerah tersebut. Berfluaktuasinya jumlah ekspor dan impor dipengaruhi oleh kondisi perekonomian daerah.

Menurut Domanski (2010), dalam analisis basis ekonomi, kegiatan diklasifikasikan secara eksogen. Hal tersebut dapat membahayakan industri ekspor yang mana nasib baik akan ditentukan oleh kekuatan dari luar daerah. Sedangkan industri ekspor lainnya ditentukan oleh faktor endogen atau masyarakat. Keuntungan dari industri yang ditentukan oleh faktor endogen atau masyarakat yaitu dengan nilai total ekspor yang dikalikan dengan jumlah masyarkatnya.


(41)

8

3. Teori Integrasi Ekonomi

Kata integrasi ekonomi, lebih spesifik kepada integrasi ekonomi secara regional maupun internasional. Mengingat integrasi ekonomi internasional bersangkutan dengan globalisasi, sedangkan pada integrasi ekonomi regional bersangkutan dengan batasan-batasan perdagangan. Jadi, pada negara-negara anggota yang berintegrasi, hambatan pada perdagangan dihapuskan. Sedangkan pada negara yang bukan anggota yang telah berintegrasi memiliki hak apakah negara tersebut akan memberlakukan batasan perdagangannya atau tidak. Integrasi ekonomi terjadi ketika dua atau lebih negara yang saling bergantung satu sama lainnya.

Menurut Salvatore (1997), integrasi ekonomi adalah suatu kebijakan komersial yang secara diskriminatif mengurangi atau bahkan menghapus hambatan-hambatan perdagangan hanya kepada para negara anggota kesepakatan. Integrasi ekonomi tidak dapat bekerja tanpa adanya ekonomi, politik, dan kerja sama institusi.

Salvatore (1997), menjelaskan mengenai integrasi ekonomi dalam beberapa bentuk.

a. Area Perdagangan Bebas.

Setiap negara yang telah berintegrasi menjadi negara anggota sepakat untuk menghilangkan hambatan-hambatan perdagangan, seperti hambatan tarif dan hambatan yang bersifat kuantitatif lainnya. Namun untuk masing-masing


(42)

9

negara anggota tetap berhak dalam penetapan aturannya dalam tarif terhadap negara-negara yang bukan anggota. Suatu kawasan perdagangan bebas akan berintegrasi dalam bidang ekonomi yang paling longgar terlebih dahulu. Maka dalam pandangan Salvatore, integrasi ekonomi yang paling longgar adalah Pengaturan Perdagangan Preferensial (Preferential Trade Arrangements) serta untuk area perdagangan bebas tersebut akan menjadi tahapan yang selanjutnya.

b. Pengaturan Perdagangan Preferensial (Prefential Trade Arrangements)

Pengaturan Perdagangan Preferensial dibentuk berdasarkan penurunan hambatan yang terjadi pada perdagangan antar negara. Hal ini juga mampu membedakan antara negara-negara anggota dan yang bukan negara anggota.

c. Persekutuan Pabean (Customs Union)

Merupakan pengurangan ataupun penghapusan pada hambatan dalam perdagangan, ditambah dengan penyelarasan peraturan perdagangan, misalnya dengan pemberian tarif dengan negara bukan anggota. Hal ini sering disebut sebagai Common External Tariffs. Pada persekutuan pabean juga mampu menyeragamkan


(43)

10

kebijakan perdagangan negara-negara anggota dan negara bukan anggota.

d. Common Market

Merupakan suatu bentuk integrasi yang mana tidak hanya berisikan perdagangan berupa barang melainkan juga berisi tentang arus faktor produksi. Contohnya, tenaga kerja dan modal yang dibebaskan dari hambatan perdagangan. Integrasi ekonomi pada suatu kawasan mampu menghasilkan berbagai macam manfaat bagi negara-negara anggota seperti, mendorong perkembangan industri domestik, meningkatnya manfaat perdagangan melalui perbaikan terms of trade dan membuat efisiensi perekonomian di kawasan tersebut. Uni Eropa dianggap sebagai kawasan yang terdepan dalam hal model integrasi ekonomi. Uni Eropa berkembang dengan integrasi antara kebijakan fiskal maupun kebijakan moneter, dimana kebijakan moneter tersebut diatur oleh Bank Sentral yang berwenang mengeluarkan mata uang tunggal bersama seperti

euro.

Untuk mewujudkan integrasi ekonomi diperlukan beberapa tahapan penting, Bela Balassa (1961).


(44)

11

TABEL 2.1.

Tahapan Penting Integrasi Ekonomi

Tahap Penjelasan

Tahap 1

Perdagangan Bebas dengan dengan pemberlakuan tarif sendiri untuk negara non-anggota (Free Trade Area)

-Penghapusan tarif dan kuota untuk kegiatan impor negara-negara anggota -Negara anggota tetap memberlakukan tarif nasional

Tahap 2

Perdagangan bebas dengan

pemberlakukan tarif bersama untuk negara non-anggota

-Menekankan diskriminasi negara anggota dalam pasar produk

-Penyamaan tarif untuk negara anggota dan negara non-anggota

Tahap 3

Penyatuan pasar

-Persekutuan pabean menghapus hambatan faktor produksi

Tahap 4

Penyatuan secara ekonomi

-Penghapusan perbedaan untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi antar kebijakan

Tahap 5

Penyatuan secara ekonomi yang dikuatkan olehkomitmen politik

-Penyatuan kebijakan fiskal, moneter, sosial

-Pembentukan otoritas sentral yang aturannya mengikat seluruh anggota Sumber: Balassa dalam Burmansyah (2014)

Pasar tunggal memiliki tingkat integrasi yang sedikit lebih tinggi dari pada pasar bersama. Pasar tunggal merupakan prinsip atau hukum satu harga dalam barang, jasa, dan juga faktor-faktor pasar dalam suatu wilayah, sehingga dalam pasar tunggal dilakukanlah penyeragaman peraturan dan prosedur antar negara-negara anggota. Penyeragaman tersebut akan terjadi pada bidang moneter, fiskal, finansial, dan juga penanggulangan permasalahan terkait ekonomi lainnya.


(45)

12

4. Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional merupakan usaha dalam penyerapan pertumbuhan produksi di tengah penurunan permintaan domestik dalam mengindari perang saudara di suatu negara (dalam negeri). Perdagangan bebas disetujui pertama kali oleh perjanjian yang bersifat multilateral seperti contoh, WTO (World Trade Organization), atau yang bersifat bilateral maupun regional yang biasa disebut BFTA (Bilateral Free Trade Agreement) dan juga RTA (Regional Trade Agreement). Dengan perjanjian yang telah disepakati mengenai perdagangan bebas, seluruh strategi pembangunan ekonomi mengarah pada kesepakaan tersebut.

Teori ini tentu bersangkutan dengan liberalisasi, yang mana pada mulaya bersifat sebagai jalur masuknya barang dan investasi dari luar negeri ke dalam negeri. Berbeda halnya dengan setelah terbentuknya perjanjian yang telah disebutkan sebelumnya, perdagangan bebas tidak hanya membahas barang maupun investasi asing lagi, melainkan jasa, Hak Atas Kekayaa Intelektual (HAKI), lalu lintas tenaga kerja, infrastruktur, dan lain sebagainya.

Semula pertukaran yang adil bukanlah indikator dari suatu perdagangan, namun lebih fokus kepada usaha perluasan pasar yang merupakan implikasi dari adanya kelebihan produksi (over production) yang berasal dari negara-negara maju mengarah kepada negara-negara


(46)

13

berkembang. Oleh karena itu, segala macam bentuk hambatan baik itu tarif maupun bukan tarif harus dihilangkan.

Perdagangan internasional pada umumnya memiliki tiga model pada perekonomian. Pertama, berdasarkan penjelasan dari arus perdagangan antara sedikitnya dua negara. Kedua, berkenaan pada seberapa besar keuntungan maupun kerugian dalam ekonomi. Ketiga, fokus pada dampak dari kebijakan perdagangan ekonomi. Namun, teori yang paling sering digunakan dalam perdagangan internasional yaitu pada model pertama. Teori perdagangan secara klasik menjelaskan kegiatan ekspor dan impor antar negara. Negara-negara tersebut akan mendapat keuntungan jika mampu menyediakan sumber daya yang tidak dimiliki oleh negara lain.

Teori perdagangan internasional dibagi atas beberapa teori pendukung yaitu, teori perdagngan merkantilis, teori keunggulan absolut, teori biaya oportunitas, Salvatore (1997).

a. Teori Perdagangan Merkantilis

Para penganut merkantilisme berpendapat bahwa untuk suatu negara mampu menjadi negara kaya apabila negara tersebut mampu memaksimalisasi jumlah ekspor dan meminimalisasi jumlah impor. Kelebihan ekspor yang telah dihasilkan akan dibentuk dalam aliran emas lantakan, ataupun emas dan perak (logam mulia). Pada zaman merkantilis, kekayaan bukan dianalogikan sebagai uang. Namun dalam bentuk emas dan perak.


(47)

14

Sehingga negara tersebut dikatakan negara kaya apabila jumlah emas dan peraknya mampu didapatkan dalam jumlah besar. Namun, tidak setiap negara memiliki surplus ekspor dikarenakan jumlah emas dan perak di tiap negara berbeda-beda, maka suatu negara mendapat keuntungan dengan cara mengorbankan negara lain. Hal inilah yang dapat memicu konflik kepentingan nasional.

Keinginan para kaum merkantilis dalam mengakumulasikan jumlah emas dan perak dianggap rasional, karena tujuan utama dari kaum merkantilis yaitu mendapatkan kekuasaan dan kekuatan negara. Dengan meningkatnya cadangan emas, yang berarti meningkat pula kekuasaan di negara tersebut mampu mempertahankan angkatan bersenjata yang besar dan semakin baik dan dapat melakukan konsolidasi kekuatan di negara tersebut. Tidak sampai di situ, dengan meningkatnya konsolidasi kekuatan angkatan bersenjata maka suatu negara mampu menaklukkan sejumlah koloni. Semakin banyaknya logam mulia juga dapat dikaitkan dengan semakin besarnya kegiatan bisnis dikarenakan berjalannya sirkulasi uang (dalam bentuk koin emas) di negara tersebut. Maka pada zaman merkantilis, intervensi pemerintah sangat diperlukan dalam bentuk mendorong jumlah ekspor dan menekan jumlah impor suatu negara tersebut


(48)

15

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Adam Smith. Setiap negara mampu mendapatkan keuntungan perdagangan internasional karena negara tersebut melakukan spesialisasi pada produksi dan mengekspor barang ketika negara tersebut memiliki keunggulan absolut. Sebaliknya, mengimpor apabila negara tersebut tidak memiliki keunggulan absolut. Jadi, jika suatu negara memiliki keunggulan absolut di negaranya secara efisien, dibandingkan dengan negara lain yang memiliki kerugian absolut, atau dengan kata lain kurang efisien dalam memproduksi suatu komoditas. Maka, dua negara tersebut dapat melakukan spesialisasi pada produksi yang memiliki keunggulan absolut, agar nantinya dapat menukarkan kerugian absolutnya ke negara lain, Salvatore (1997).

Suatu negara dikatakan mempunyai keunggulan absolut apabila negara tersebut dapat menghasilkan satu macam barang dengan biaya yang secara absolut lebih rendah dari negara lain. Dengan cara tersebut, negara mampu memaksimalisasi jumlah output produksi secara efisien.Dengan output yang meningkat dapat dilihat seberapa besar keuntungan yang diperoleh suatu negara dengan cara spesialisasi dalam suatu perdagangan internasional.

Jadi, berbeda halnya dari kaum merkantilis yang percaya pada suatu negara hanya dapat memperoleh keuntungan dengan


(49)

16

cara mengorbankan negara lain. Dalam konteks ini justru perdaganganlah kunci dari efisiensi sumber daya dunia , dan setiap negara mampu memperoleh keuntungan dengan adanya perdagangan tanpa harus ada yang dikorbankan. Teori ini menimbulkan tekanan sosial dikarenakan harga barang-barang impor yang lebih murah mampu mematikan pasar domestik yang harganya cenderung lebih tinggi dari barang impor.

c. Keunggulan Komparatif

Perdagangan internasional, melalui alokasi sumber daya, peningkatan pendapatan, tabungan, dan investasi mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi pada suatu negara sekalipun dalam kondisi full employment. Di sisi lain, negara berkembang, memungkinkan untuk melakukan transformasi teknologi dengan negara maju yang tinggi teknologi. Selain itu, perdagangan yang dilakukan dengan cara spesialisasi akan mendapatkan keuntungan tidak hanya dari industri ekspor saja melainkan dari semua sektor industri. Berkembangnya pasar domestik akan diikuti dengan perkembangan fasilitas produksi. Perusahaan domestik akan mengambil keuntungan dari faktor internal maupun eksternal dari skala ekonomi.

Skala ekonomi yang bersifat eksternal berkenaan dengan kebijakan oleh industry, peran pemerintah dalam hal perbaikan infrastruktur, pendidikan, serta tenaga kerja terdidik. Sedangkan


(50)

17

internal, berkenaan dari eksistensi industri rumahan atau home industries. Berikut dapat dilihat kerangka dari keunggulan komparatif.

Sumber: Gupta (2015) GAMBAR 2.2.

Kerangka Keunggulan Komparatif

Perusahaan berspesialisasi dalam industri yang memiliki keunggulan komparatif pada tumpu yang kuat untuk memperoleh keunggulan kompetitif pada produk standar, ataupun produk yang dibedakan dalam industri. Pada kerangka di atas, teknologi, sumber daya, permintaan, dan penambahan kebijakan merupakan empat faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif pada suatu negara dalam komoditas/pelayanan pada negara lain.

Lingkungan bisnis

Permintaan dan ukuran pasar Penambahan kebijakan nasional perdagangan /

kebijakan internasional WTO, IMF, World Bank…

Kuantitas dan kualitas dari fisik dan sumber daya

Teknologi/ skala ekonomi/ industri


(51)

18

d. Keunggulan Kompetitif

Suatu negara dapat dikatakan negara industri apabila mampu mengembangkan ekspor dan investasi asingnya dengan baik serta melakukan inovasi pada aktivitas perusahaan.

Sumber: Gupta (2015) GAMBAR 2.3.

Kerangka Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif pada industri dimotori oleh perusahaan, faktor spesifik, lingkungan yang kompetitif, dan dorongan terhadap inovasi dan pengembangan. Perbedaan mendasar yang membedakan kerangka keunggulan komparatif dengan keunggulan kompetitif yaitu

1) Pada keunggulan kompetitif ditekankan pada

“pembentukan” faktor produksi dan inovasi oleh perusahaan. Sedangkan pada keunggulan komparatif,

Strategi inovasi dikaitkan dengan faktor permintaan,

dan diferensiasi produk Strategi inovasi

dikaitkan dengan faktor penyediaan,

dan industri pendukung

Lingkungan bisnis, kebijakan pemerintah, dan industri pendukung

Kompetensi, sumberdaya untuk keuntungan yang berasal dari keunggulan komperatif yang dikonversi menjadi keunggulan kompetitif


(52)

19

“diwarisinya” faktor produksi serta teknologi pada tingkat nasional.

2) Pada keunggulan kompetitif ditekankan pada sisi permintaan, keberhasilan perusahaan terbentuk karena adanya diferensiasi produk dengan beberapa keunikan karakteristik pada industri yang sama, sedangkan pada keunggulan komparatif ditekankan pada ukuran pasar pada produk setiap industri.

3) Pada keunggulan kompetitif ditekankan pada pengambilan keuntungan yang bersifat monopoli, sedangkan pada keunggulan komparatif ditekankan pada model tradisional pada suatu kompetisi.

Dengan demikian, secara umum kerangka keunggulan kompetitif mengandalkan pendekatan bottom-up sedangkan pada kerangka keunggulan komparatif mengandalkan pendekatan top-down

1. Pertumbuhan Ekonomi Regional

Berbeda halnya dengan pembangunan ekonomi yang memiliki makna luas, pertumbuhan di sini membahas mengenai perkembangan hasil produksi dan pendapatan. Suatu perekonomian dapat dikatakan tumbuh maupun berkembang apabila memenuhi indikator peningkatan produksi dan pendapatan dari tahun sebelumnya. Artinya, perkembangan baru akan terjadi apabila jumlah suatu barang dan jasa


(53)

20

mengalami tren meningkat pada tahun selanjutnya. Dengan begitu, cara melihat jumlah barang mengalami peningkatan yaitu dengan cara penghapusan pengaruh perubahan harga-harga terhadap nilai pendapatan daerah untuk berbagai tahun. Cara tersebut dapat dilakukan dengan mengitung pendapatan daerah berdasarkan harga konstan.

Untuk melihat laju pertumbuhan ekonomi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:

Pertumbuhan Ekonomi Daerah = � =PDRBt−PDRBt−1

PDRBt−1 × %

Pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional, terdapat beberapa teori pendukung yang terkait dengan penelitian ini, yaitu; (1) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (2) Teori Basis Ekspor Richardson; (3) Teori Pusat Pertumbuhan (The Growth Pole Theory), Soleh (2012). a. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat

Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Samuelson 1955 yang menjelaskan bahwa masing-masing daerah penting untuk mengetahui sektor ataupun komoditi apa yang memiliki potensi besar yang mampu dikembangkan dalam waktu cepat, bisa disebabkan karena potensi alam yang memang dimiliki, ataupun sektor tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang mampu untuk dikembangkan. Dengan begitu, modal yang sama besarnya mampu mengasilkan nilai output yang lebih besar, dan dengan waktu produksi yang lebih cepat.


(54)

21

Produk-produk yang memiliki potensi besar tersebut harus diekspor baik ke luar daerah maupun ke luar negeri. Dengan terdorongnya sektor yang memiliki potensi besar untuk perekonomian, maka sektor-sektor lain juga akan ikut terdorong untuk mengembangkan perekonomian secara keseluruhan.

b. Teori Basis Ekspor Richardson

Dalam teori ini menjelaskan pembagian pekerjaan di suatu wilayah menjadi dua, yaitu pekerjaan yang bersifat pelayanan, dan juga pekerjaaan yang bersifat dasar. Kegiatan yang bersifat dasar yaitu suatu kegiatan yang hasilnya akan diekspor ataupun dijual ke luar daerah. Sedangkan pada pekerjaan yang bersifat pelayanan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk melayani kebutuhan masyarakat domestik, Tarigan (2005).

Pada teori basis ekspor ini, membagi asumsi menjadi dua, yaitu; (1) Asumsi pokok yang menjelaskan bahwa faktor ekspor merupakan satu-satunya faktor independen terhadap pendapatan. Hal ini berarti hanya peningkatan jumlah ekspor yang mampu mempengaruhi atau mendorong pendapatan daerah, dan untuk sektor-sektor lain, akan meningkat apabila jumlah pendapatan daerah meningkat secara keseluruhan; (2) Mengenai fungsi


(55)

22

pengeluaran dan impor yang bertolak dari titik nol yang menyebabkan garis tidak berpotongan, Tarigan (2005).

c. Teori Pusat Pertumbuhan

Pada teori ini menjelaskan bahwa strategi pembangunan investasi perlu untuk dilakukan pemusatan pada sektor yang menjadi sektor unggulan yang mampu mendorong pembangunan daerah. Sektor ini biasa disebut sebagai sektor kutub pertumbuhan. Sektor industri basis dianggap sebagai sektor kutub pertumbuhan. Ketika satu kutub berkembang maka kutub-kutub lain akan ikut berkembang dalam mendorong perekonomian.

Pada kenyataannya, sektor-sektor yang menjadi motor pembangunan wilayah cenderung bersifat sentralisasi yang dilakukan di daerah perkotaan. Pembangunan seperti infrastruktur dibangun di pusat kota. Hal ini yang menyebabkan urbanisasi dimana orang-orang di desa berpindah ke kota karena ketimpangan yang terjadi antara kota dan desa. Daerah perkotaan cenderung dengan industri yang maju dibandingkan dengan pedesaan yang cenderung dengan pertaniannya. Perlu adanya desentralisasi pembangunan agar ketimpangan yang terjadi tidak teralu lebar.


(56)

23

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut ini disajikan beberapa penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi atas penelitian yang dilakukan.

Soleh (2012), melakukan penelitian mengenai daya saing ekspor pada sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode analisis input-output yang berguna dalam menganalisis sektor unggulan. Selain itu juga menggunakan analisis RCA yang berguna dalam mengukur tingkat daya saing suatu wilayah. Hasil dari penelitian ini yaitu memperlihatkan bahwa ada enam belas sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah. Dari sektor-sektor unggulan tersebut, sektor manufaktur yang memiliki kontribusi paling besar bagi perekonomian. Dari hasil analisis daya saing ekspor (Revealed Comparative Advantage) dapat dilihat bahwa sektor unggulan di Jawa Tengah yang mempunyai nilai daya saing ekspor adalah industri kayu dan bahan bangunan dari kayu, barang mineral bukan logam, permintalan, semen, dan industri kapur.

Ariyanto (2013), melakukan mengenai daya saing sektor unggulan di Provinsi Jawa. Penelitian ini menggunakan metode Location Quotient (LQ),

Revealed Comparative Advantage (RCA), Harga Satuan Ekspor (HSE). Hasil dari penelitian ini dilihat dari analisis LQ yang menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Tengah yaitu pertanian, industri pengolahan, listrik, air dan gas, perdagangan, hotel dan restoran, serta jasa-jasa. Dari hasil RCA sektor yang memilki daya saing dan memiliki nilai harga satuan ekspor (HSE) yang tinggi yaitu kain, tenunan dari serat buatan, pakaian, kulit, peralatan


(57)

24

pengontrol dan pendistribusian listrik. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa sektor unggulan yang mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui ekspor dan memiliki daya saing ekspor yang baik serta memilki harga jual yang tinggi yaitu pada sektor industri.

Arruan (2014), meneliti mengenai industri unggulan dan peranannya di Provinsi Sulawesi Utara. Analisis ini menggunakan metode Location Quotient (LQ), dan Base Multiplier Effect. Hasil dari analisis LQ dilihat dari angka produksi yang memperlihatkan bahwa industri makanan dan minuman, penerbitan, pencetakan dan media rekaman, serta industri furnitur dan pengolahan lainnya merupakan industri unggulan di Sulawesi Utara. Sedangkan dilihat dari penyerapan tenaga kerja terdapat tiga industri unggulan yaitu industri makanan dan minuman, penerbitan, pencetakan dan media, dan juga industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih. Berdasarkan analisis base multiplier effect terhadap sektor industri manufaktur yang membahas mengenai peranan industri unggulan terhadap perekonomian di daerah Provinsi Sulawesi Utara, dari situ dapat dilihat besaran angka efek pengganda yang dilakukan oleh industri basis dalam meningkatkan output pada sektor industri manufaktur, dan banyaknya tenaga kerja yang terserap oleh industri basis di Provinsi Sulawesi Utara meningkatkan produktivitas industri dan outputsektor manufaktur.

Irmawati (2015), melakukan penelitian mengenai strategi daya saing industri unggulan dalam menghadapi AEC. Metode penelitian ini menggunakan analisis SLQ, DLQ, Shift Share, RCA, dan SWOT. Hasil dari


(58)

25

penelitian ini, jenis-jenis industri yang merupakan industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah yaitu industri minuman, pengolahan tembakau, tekstil, pakaian jadi, kayu, pencetakan, industri furnitur, dan juga industri pengolahan lainnya. Untuk lima industri unggulan yang berupa industri tekstil, kayu, pakaian jadi, pencetakan, dan juga industri furnitur mampu bersaing pada tingkat nasional dan di tingkat ASEAN. Sedangkan, untuk industri minuman hanya mampu bersaing pada tingkat nasional. Untuk industri pengolahan tembakau belum memiliki kekuatan daya saing di kedua tingkatan, baik nasional maupun ASEAN. Strategi yang dilakukan untuk meningkatkan daya saingnya, Strategi S-O: mengoptimalisasikan penggunaan untuk bahan baku domestik dalam pembuatan produk yang lebih kreatif. Strategi W-O: efektivitas produksi dalam rangka optimalisasi penggunaan energi. Strategi S-T: Peningkatan kualitas produksi. Strategi W-T: Pemetaan sarana logistik yang bersifat positif.

Fafurida, dkk (2016) melakukan penelitian mengenai peningkatan daya saing di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi Asean Economic Community dengan menggunakan analisis SWOT. Hasil dari analisis didapatkan formulasi strategi sebagai berikut Strategi S-O, mengoptimalisasi bahan mentah untuk digunakan pada teknologi. Strategi W-O, meningkatkan efisiensi produksi dan memperbaiki kualitas produk. Strategi S-T, meningkatkan kualitas produk dan memastikan penyediaan dari bahan mentah. Strategi W-T, memetakan fasilitas logistik dan meningkatkan proporsi bahan lokal


(59)

26

Secara umum, persamaan dalam penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu terletak pada tujuan dari penelitian yang membahas mengenai kegiatan unggulan, daya saing dan strategi peningkatan daya saing tersebut. Kesamaan lainnya juga terdapat pada metode analisis yang digunakan dalam penelitian yaitu pada metode industri unggulan menggunakan Location Quotient dan Shift Share, Revealed Comparative Advantage (RCA) dalam melihat besarnya daya saing, serta perumusan strategi untuk meningkatkan daya saing dengan metode Strength Weakness Opportunities Threats (SWOT).

Selain persamaan, terdapat juga beberapa perbedaan diantaranya tempat penelitian, pada penelitian terdahulu ada yang mnggunakan Provinsi Jawa Tengah sebagai tempat penelitian, tetapi ada juga yang menggunakan daerah lain. Perbedaan selanjutnya yaitu terletak pada objek penelitian. Pada penelitian sebelumnya membahas mengenai daya saing pada sektor unggulan secara keseluruhan, namun pada penelitian ini lebih difokuskan pada sektor industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi MEA. Perbedaan lainnya yaitu pada rumusan strategi dengan analisis SWOT Blanced Scorecard yang digunakan dimana ikut merumuskan program tidak hanya strateginya yang bersangkuan dengann kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada industri Provinsi Jawa Tengah terkait dengan daya saingnya, sehingga analisisnya menjadi lebih lengkap sedangkan pada penelitian terdahulu hanya membahas dua atau satu analisis saja.


(60)

27

C. Model Penelitian

Dilihat dari teori- teori yang telah dipaparkan sebelumnya, yang didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu sebagai bahan acuan pada penelitian ini, maka dirumuskan kerangka proses penelitian sebagai berikut.

Program Masyarakat Ekonomi ASEAN sedang berlangsung, namun daya pada sektor industri masih tertinggal oleh negara-negara ASEAN lainnya.

Potensi yang besar ditemukan pada sektor industri di Provinsi Jawa Tengah.

Provinsi Jawa Tengah memiliki angka net ekspor negatif, yang mengindikasikan terjadinya defisit neraca perdagangan.

Keunggulan daerah dalam sektor kegiatan tertentu (Static Location Quetient). Dan Analisis komparasi laju pertumbuhan suatu sektor tingkat daerah dengan tingkat nasional (Dinamic Location Quetient). Serta analisis gabungan SLQ dan

DLQ untuk melihat sektor unggulan

Perumusan daya saing pada sektor industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi MEA

Implikasi positif dari MEA tidak dapat dirasakan secara optimal manakala sektor industri masih kalah bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya.


(61)

28

Sumber: Data Diolah Peneliti

Masyarakat Ekonomi ASEAN telah berjalan hampir satu tahun dari akhir tahun 2015. Namun, daya saing Indonesia pada tingkat nasional ataupun tingkat global masih rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Thailand menurut Worl Economic Community. Untuk tingkat regional, Provinsi Jawa Tengah memiliki potensi yang besar pada industri pengolahan yang menduduki peringkat ke empat untuk PDRB industri pengolahannya oleh Badan Pusat Statistik, dan peringkat yang sama untuk tingkat nasional menurut Asia Competitiveness Institute.

Nilai PDRB untuk industri pengolah di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013-2015 memiliki tren meningkat. Hal ini menandakan Provinsi Jawa Tengah berpotensi besar pada industri pengolahannya. Akan tetapi, hal Analisis sektor

yang memiliki keunggulan

kompetitif (Shift Share)

Mengukur daya saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah

(Revealed Comparative

Advantage)

Menganalisis strategi dan program untuk meningkatkan daya

saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah (SWOT

Balanced Scorecad)

Meningkatnya daya saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah

Industri pengolahan di Jawa Tengah memiliki potensi bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN


(62)

29

ini tidak bersamaan dengan kinerja pada sektor industri yang cenderung mengalami tren menurun oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah, hal inilah yang mempengaruhi daya saing di tingkat daerah dengan penurunan daya saing yang dilihat dari jumlah net ekspor yang bernilai negatif, dan menempati posisi dua terendah di Pulau Jawa .

Implikasi positif dari Masyarakat Ekonomi ASEAN dapat dirasakan apabila sektor industri pengolahannya mampu bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya, terutama difokuskan pada pasar domestik. Oleh karena itu, dengan melihat kesiapan sektor inudstri pengolahan di Provinsi Jawa Tengah mampu mengukur seberapa besar Provinsi Jawa Tengah mampu bersaing di tingkat ASEAN. Dengan demikian, implikasi positif dari adanya Masyarakat Ekonomi ASEAN dapat dirasakan oleh seluruh kalangan masyarakat.

Langkah pertama yang dilakukan adalah mengidentifikasi keunggulan daerah dalam sektor kegiatan tertentu dengan menggunakan Static Location Quetient dan analisis gabungan SLQ dan DLQ. Untuk melihat industri-industri apa saja yang termasuk dalam kategori industri-industri unggulan.

Selanjutnya, mengidentifikasi industri-industri unggulan dilihat dari keunggulan kompetitifnya dengan menggunakan alat analisis Shift Share.

Dengan begitu dapat ditentukan industri-industri unggulan yang mempunyai keunggulan komparatif untuk jangka pendek maupun jangka panjang, dan juga dapat diketahui keunggulan kompetitifnya

Selanjutnya, melihat kesiapan industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan


(63)

30

menggunakan indikator kondisi daya saing industri-industri baik ditingkat nasional maupun ditingkat ASEAN dengan menggunakan alat analisis

Revealed Comparative Advantage (RCA).

Langkah terakhir, yaitu dengan merumuskan strategi dan program untuk meningkatkan daya saing industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN dengan analisis SWOT

Balanced Scorecard. Dengan dilakukannya analisis tersebut, diharapkan mampu meningkatkan daya saing pada industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah secara keseluruhan. Dengan begitu, Provinsi Jawa Tengah mampu mengambil implikasi positif dari keberlangsungan MEA khususnya pada sektor industri pengolahan.


(64)

(1)

8

dan gabus, industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, industri furnitur, industri pengolahan lainnya.

DLQ SLQ

SLQ>1 SLQ<1

DLQ>1 INDUSTRI UNGGULAN 1. Industri Minuman 2. Industri

Pengolahan Tembakau 3. Industri Tekstil 4. Industri Pakaian

Jadi

5. Industri Kayu, Barang Dari Kayu, Dan Gabus

6. Industri Pencetakan Dan Reproduksi Media Rekaman 7. Industri Furnitur 8. Industri

Pengolahan Lainnya

INDUSTRI ANDALAN 1. Industri Makanan

2. Industri Kulit, Barang Dari Kulit, Dan Alas Kaki

3. Industri Kertas Dan Barang Dari Kertas

4. Industri Produk Dari Batu Bara Dan Pengilangan Minyak Bumi

5. Industri Bahan Kimia Dan Barang Dari Bahan Kimia 6. Industri Karet, Barang Dari

Karet Dan Plastik

7. Industri Barang Galian Bukan Logam

8. Industri Logam Dasar 9. Industri Barang Logam,

Bukan Mesin Dan Peralatannya

10.Industri Komputer, Barang Elektronik, Dan Optik 11.Industri Peralatan Listrik 12.Industri Mesin Dan

Perlengkapan Ytdl

13.Industri Kendaraan Bermotor, Trailer, Dan Semi Trailer

14.Industri Alat Angkutan Lainnya

15.Reparasi Dan Pemasangan Mesin Dan Peralatan

DLQ<1 INDUSTRI PROSPEKTIF

1. Industri Farmasi, Produk Obat Kimia

Dan Obat

Tradisional

INDUSTRI TERBELAKANG -

Sumber: analisis SLQ dan DLQ, data diolah

Hasil Analisis Shift Share, Terdapat empat belas jenis industri di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki keunggulan kompetitif. Jenis industri tersebut diantaranya adalah, industri minuman, industri pengolahan tembakau, industri pakaian jadi, industri kulit, barang dari kulit dan alas


(2)

9

kaki, industri kayu , barang dari kayu, dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan dan sejenisnya, industri kertas dan barang dari kertas, industri produk dari batu bara dan pengilangan minyak bumi , industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, industri karet dan plastik, industri komputer, barang elektronik dan optik, industri peralatan listrik, industri pengolahan lainnya, reparasi dan pemasangan mesin dan peralatan.

Hasil Analisis RCA,

Terdapat lima jenis industri di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi daya saing di tingkat nasional yakni industri tekstil, industri pakaian jadi, industri kayu, dan industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, serta industri furnitur.

0 10

2010 2011 2012 2013 2014

Perkembangan Nilai RCA tahun 2010-2014

Nasional

INDUSTRI MINUMAN

INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU INDUSTRI TEKSTIL

INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI KAYU


(3)

10

Terdapat tiga jenis industri unggulan di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi daya saing yang tinggi di tingkat ASEAN. Jenis industri tersebut diantaranya adalah industri pakaian jadi, industri kayu, serta industri pencetakan dan reproduksi media rekaman.

Hasil Analisis SWOT Balanced Scorecard, Strategi peningkatan daya saing industri unggulan dalam menghadapi MEA adalah sebagai berikut:

SO Strategy: Memperluas pangsa ekspor yang bersifat non tradisional

ST Strategy : Meningkatkan kualitas produk. WO Strategy : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang terampil dan dapat memenuhi permintaan pasar.

WT Strategy : Memberikan insentif kepada industri-industri yang mampu melakukan peningkatan proporsi pada bahan baku.

0 2 4 6 8

2010 2011 2012 2013 2014

Perkembangan Hasil Analisis RCA di Tingkat

ASEAN Tahun 2010-2014

Industri minuman

Industri pengolahan tembakau Industri tekstil

Industri pakaian jadi Industri kayu

Industri percetakan dan reproduksi media rekaman Industri furnitur


(4)

11

Program peningkatan daya saing industri unggulan dalam menghadapi MEA adalah sebagai berikut: Firm Equity: Program pengembang industri, program fasilitasi dan standarisasi untuk industri, program akses produk bahan baku di tingkat regional dan nasional, program pengembangan energi baru. Organizational Capital: Program peningkatan pelayanan data dan informasi mengenai industri, program pengenalan teknologi tepat guna, program peningkatan sarana dan prasarana, program peningkatan teknologi yang ramah lingkungan.

Sasaran Strategik Inisiatif Strategik Program Strategik Shareholders value

S1 pertumbuhan hasil keuangan S2 pertumbuhan pendapatan - - Firm Equity F1 Meningkatnya penggunaan energi pada industri yang efisien F2 Meningkatnya jumlah investor yang melakukan relokasi pada industri ke Provinsi Jawa Tengah F3 Produktivitas produk industry

-Peningkatan kualitas dan menekan harga energi agar tidak terlalu tinggi

-Meningkatkan jumlah tenaga kerja yang terampil sesuai dengan bidang industri

- Teknologi non tradisional

-program pengembang industri

-program fasilitasi dan standarisasi untuk industri -program akses produk bahan baku di tingkat regional dan nasional -program pengembangan energi baru

Organizational Capital O1 Penggunaan teknologi O2 Regulasi yang pro bisnis

- Peningkatan pembelian alat-alat maupun mesin-mesin industri yang sesuai dengan bidang industri - Membuat sistem

regulasi yang pro bisnis

-program peningkatan pelayanan data dan

informasi mengenai industri - program pengenalan teknologi tepat guna

-program peningkatan sarana dan prasarana

-program peningkatan teknologi yang ramah lingkungan

Human Capital H1 Meningkatnya

produktivitas tenaga kerja

-Meningkatkan revenue

tenaga kerja

-program pendidikan formal dan non formal

-program pembinaan lingkungan sosial dan pemberdayaan masyarakat -program pengembangan sumber daya manusia -program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan terhadap perempuan dan anak -program kegiatan


(5)

12

Human Capital: Program pendidikan formal dan non formalprogram pembinaan lingkungan sosial dan pemberdayaan masyarakat, program pengembangan sumber daya manusia, program peningkatan kualitas hidup dan perlindungan terhadap perempuan dan anak program kegiatan pendidikan kemasyarakatan.

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, Armida S. 2014. Arah Kebijakan dan Strategi Percepatan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia. Manado: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan PembangunanNasional.

Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2015. Provinsi Banten Dalam Angka 2015.

http://banten.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=21. (20 Oktober 2016). Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. 2015. Provinsi DKI Jakarta Dalam

Angka2015.http://jakarta.bps.go.id/index.php?bWVudT0xOTAwJnBhZ2U9cmFrYnVr dQ (20 Oktober 2015).

Badan Pusat Statistik Provinsi D.I. Yogyakarta. 2015. Provinsi D.I. Yogyakarta Dalam Angka 2015. http://yogyakarta.bps.go.id/index.php?r=arc/view (20 Oktober 2016).

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. 2015. Provinsi Jawa Barat Dalam Angka 2015. http://jabar.bps.go.id/index.php/publikasi/44. (20 Oktober 2016)

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah. 2010-2016. Jawa Tengah Dalam Angka 2010. Semarang: Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Provinsi Jawa Timur Dalam Angka 2015.

http://jatim.bps.go.id/index.php?hal=publikasi_detil&id=57.(20 Oktober 2016).

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2010-2016. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia

Bank Indonesia. 2008. Profil dan Pemetaan Daya Saing Ekonomi Daerah Kabupaten/Kota di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.

Burmansyah, E. 2014. Rezim Baru ASEAN: Memahami Rantai Pasokan dan Masyarakat Ekonomi ASEAN. Yogyakarta: Pustaka Sempu.

Cahyono, Eddy. 2014. Peningkatan Daya Saing Ekonomi & Peran Birokrasi. http://ekonomi.metrotvnews.com/read/2014/10/01/299017/peningkatandaya-saing-ekonomi-peran-birokrasi (17 Oktober 2016).

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah. 2016. Rencana Strategis (Renstra) Dinas Perindustrian Dan PerdaganganProvinsi Jawa Tengah Tahun 2013-2018. Semarang: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah


(6)

13

Djaafara, Rizal A., dkk. 2012. Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 Proses Harmonisasi di Tengah Persaingan. Jakarta: Bank Indonesia.

Domanski, dkk. 2010. MULTIPLIER EFFECTS IN LOCAL AND REGIONAL DEVELOPMENT. Poland: Jagiellonian University

Fafurida, dkk. 2014. Strategi Pengembangan Daerah Growth Pole Melalui Pemanfaatan Potensi Lokal. Semarang: Economics & Business Research Festival

Gupta, S. D. 2015. Comparative Advantage and Competitive Advantage: An Economics Perspective and a Synthesis. Athens Journal of Business and Economics.

Irmawati, Setyani. 2015. Strategi Peningkatan Daya Saing Industri Unggulan Provinsi Jawa Tengah Untuk Menghadapi Asean Economic Community (Aec) 2015.Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Kementerian Perindustrian. 2012. Laporan Kinerja Kementerian Perindustrian. Jakarta: Biro Perencanaan

Kuncoro, Mudrajad. 2007. Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

Rangkuti, F. 2016. SWOT BALANCED SCORECARD. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional Edisi Kelima Jilid 1. (H. Munandar, Penerj.) Jakata:

Erlangga.

United Nations Industrial Development Organization. 2016. Competitive Industrial Performance Index. http://www.unido.org/data1/Statistics/ Research/cip.html. (13 Oktober 2016).

UN Comtrade Database. http://comtrade.un.org/data/ (10 November 2016)

World Economic Forum. 2016. Global Competitiveness Report 2015 – 2016. http://reports.weforum.org/global-competitiveness-report-2015-2016/ economies/. (2 Oktober 2016).

World Scientific Publishing. 2014. Competitiveness Indonesia Provinces. Singapore: Lee Kuan