Proporsi Tinggi Wajah Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa USU Ras Deutromelayu Dengan Fotometri

(1)

KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS

DEUTROMELAYU DENGAN

FOTOMETRI

SKRIPSI

Oleh: VICTOR DAVID

NIM: 080600089

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2013

Victor David

Proporsi Tinggi Wajah Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa USU Ras

Deutromelayu Dengan Fotometri

x + 40 halaman

Perawatan ortodonti saat ini tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan

rahang saja, tetapi juga pada estetika wajah. Tujuan perawatan ortodonti sebagai tiga

serangkai, yaitu “utility”, “stability”, dan “beauty”, dinyatakan oleh Riedel. Penentuan proporsi wajah menjadi salah satu metode untuk mengetahui proporsi

estetika dan keharmonisan wajah. Proporsi wajah terbagi atas dua, yaitu proporsi

vertikal (tinggi) wajah dan proporsi horizontal wajah. Proporsi vertikal wajah dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu jarak dari trichion ke glabella, glabella ke subnasal, dan

subnasal ke menton. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif – analitik dengan populasi penelitian adalah mahasiswa pria dan wanita FKG USU ras Deutromelayu

yang berusia 18-25 tahun dan masih aktif mengikuti pendidikan. Pemilihan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan sampel minimum untuk pria dan wanita

adalah masing-masing 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata proporsi

tinggi wajah pada wanita ras Deutromelayu adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G


(3)

proporsi tinggi wajah pada pria ras Deutromelayu adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84

mm (G – Sn); 68,93 mm (Sn – Me); dan 192,31 mm (TFH/Total facial height). Hasil t – test independen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada

proporsi sepertiga wajah atas (Tri – G), proporsi sepertiga wajah tengah (G – Sn),

proporsi sepertiga wajah bawah (Sn – Me), dan TFH (Total facial height) antara pria dan wanita ras Deutromelayu. Kesimpulannya adalah pria ras Deutromelayu memiliki

proporsi tinggi wajah lebih besar daripada wanita ras Deutromelayu dan perbedaan

proporsi tinggi wajah antara pria dan wanita menunjukkan perbedaan yang bermakna.


(4)

PROPORSI TINGGI WAJAH BERDASARKAN JENIS

KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS

DEUTROMELAYU DENGAN

FOTOMETRI

SKRIPSI

Oleh: VICTOR DAVID

NIM: 080600089

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 29 Oktober 2013

Pembimbing: Tanda tangan

Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort ... NIP: 19520622 198003 1 001


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji pada tanggal 29 Oktober 2013

TIM PENGUJI

KETUA : Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort

ANGGOTA : 1. Erliera, drg., Sp.Ort


(7)

iv

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, skripsi ini selesai disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi.

Pada penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, pengarahan, saran-saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Nazruddin, drg., Sp.Ort., Ph.D selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan waktu dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan motivasi kepada penulis selama masa penyelesaian skripsi ini.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku Ketua Departemen Ortodonti FKG USU.

3. Erliera, drg., Sp.Ort dan Ervina Sofyanti, drg., Sp.Ort selaku tim penguji skripsi yang telah memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Departemen Ortodonti FKG USU atas masukan dan bantuan yang diberikan sehingga skripsi ini dapat berjalan dengan lancar.

5. Drs. Abdul Jalil selaku Pembantu Dekan III FKM USU atas bimbingan dam arahan dalam bidang statistik kepada penulis.

6. Amrin Thahir, drg selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menjalani program akademik.

7. Ching Jie Han, Steven Tiopan, Sylvia, Jesica, Mutia Ukhra, William, Putra, Jacky, Darius dan seluruh teman-teman angkatan 2008, 2009, serta junior - junior yang telah memberikan bantuan, doa, dan dukungan yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.


(8)

v

Tidak lupa teristimewa saya ucapkan terima kasih kepada kedua orang tua, Rusly Affendy dan Melani Arif, dan saudara-saudara saya, Yurika, Andre Budi Affendy, dan Albert Ben Affendy yang telah mendukung dan memotivasi penulis.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak. Penulis juga mengharapkan semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan disiplin ilmu khususnya di Departemen Ortodonti, dan masyarakat.

Medan, 29 Oktober 2013 Penulis,

(Victor David)


(9)

vi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI ...

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fotometri ... 5

2.1.1 Fotometri Intraoral ... 5

2.1.2 Fotometri Ekstraoral ... 7

2.2 Sefalometri ... 8

2.3 Natural Head Position (NHP) ... 10

2.4 Titik-Titik Landmarks Jaringan Lunak Wajah ... 11

2.5 Proporsi Wajah. ... 13

2.5.1 Proporsi Horizontal Wajah ... 13

2.5.2 Proporsi Vertikal Wajah ... 14

2.6 Ras Deutromelayu ... 17


(10)

vii

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian ... 18

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 18

3.3 Populasi Penelitian ... 18

3.4 Sampel Penelitian ... 18

3.5 Besar Sampel ... 19

3.6 Alat dan Bahan ... 20

3.7 Variabel dan Definisi Operasional ... 21

3.8 Pelaksanaan Penelitian ... 22

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 26

BAB 5 PEMBAHASAN ... 30

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 35

6.2 Saran ... 35

DAFTAR PUSTAKA ... 36


(11)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Hasil uji intraoperator dan t – test pada lima sampel ... 26

2 Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada seluruh sampel

(pria dan wanita) ... 27

3 Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada wanita ... 28

4 Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada pria ... 28

5 Hasil t – test independen proporsi tinggi wajah pada mahasiswa

USU ras Deutromelayu berdasarkan jenis kelamin ... 29


(12)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Fotometri intraoral ... 6

2 Fotometri ekstraoral ... 8

3 Sefalogram ... 9

4 Titik-titik Landmarks jaringan lunak wajah ... 11

5 Proporsi wajah bidang horizontal ... 14

6 Proporsi wajah bidang vertikal ... 15

7 Tinggi sepertiga wajah bawah... 15

8 VME yang disertai dengan tampilan gingiva yang berlebihan saat tersenyum ... 16

9 Peningkatan tinggi vertikal dagu yang menyebabkan meningkatnya tinggi anterior bagian bawah wajah ... 16

10 Alat dan bahan penelitian ... 21

11 Tata letak studio mini ... 23

12 Titik – titik proporsi tinggi wajah ... 24


(13)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Kerangka Teori

2 Kerangka Konsep

3 Ethical Clearance

4 Informed Consent (Surat Pernyataan Persetujuan) 5 Kuesioner

6 Lembar Pencatatan Proporsi Tinggi Wajah

7 Hasil Uji Intraoperator dan t – test

8 Hasil Pengukuran Proporsi Tinggi Wajah

9 Uji Normalitas Data


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonsia

Tahun 2013

Victor David

Proporsi Tinggi Wajah Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Mahasiswa USU Ras

Deutromelayu Dengan Fotometri

x + 40 halaman

Perawatan ortodonti saat ini tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan

rahang saja, tetapi juga pada estetika wajah. Tujuan perawatan ortodonti sebagai tiga

serangkai, yaitu “utility”, “stability”, dan “beauty”, dinyatakan oleh Riedel. Penentuan proporsi wajah menjadi salah satu metode untuk mengetahui proporsi

estetika dan keharmonisan wajah. Proporsi wajah terbagi atas dua, yaitu proporsi

vertikal (tinggi) wajah dan proporsi horizontal wajah. Proporsi vertikal wajah dibagi

menjadi tiga bagian, yaitu jarak dari trichion ke glabella, glabella ke subnasal, dan

subnasal ke menton. Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif – analitik dengan populasi penelitian adalah mahasiswa pria dan wanita FKG USU ras Deutromelayu

yang berusia 18-25 tahun dan masih aktif mengikuti pendidikan. Pemilihan sampel

dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan sampel minimum untuk pria dan wanita

adalah masing-masing 23 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata proporsi

tinggi wajah pada wanita ras Deutromelayu adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G


(15)

proporsi tinggi wajah pada pria ras Deutromelayu adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84

mm (G – Sn); 68,93 mm (Sn – Me); dan 192,31 mm (TFH/Total facial height). Hasil t – test independen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna pada

proporsi sepertiga wajah atas (Tri – G), proporsi sepertiga wajah tengah (G – Sn),

proporsi sepertiga wajah bawah (Sn – Me), dan TFH (Total facial height) antara pria dan wanita ras Deutromelayu. Kesimpulannya adalah pria ras Deutromelayu memiliki

proporsi tinggi wajah lebih besar daripada wanita ras Deutromelayu dan perbedaan

proporsi tinggi wajah antara pria dan wanita menunjukkan perbedaan yang bermakna.


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sejak sejarah pertama kali dicatat, manusia selalu berusaha menampilkan dan menjelaskan konsep dari estetika wajah.1 Persepsi dari estetika wajah adalah multifaktorial yang berlandaskan genetik, lingkungan, dan kebudayaan. Estetika wajah dapat didefinisikan sebagai suatu kombinasi kualitas yang dapat memberikan kepuasan untuk indera dan pikiran. Ortodontis memiliki minat khusus dalam hal estetika wajah.2 Estetika wajah dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti hubungan tulang, jaringan lunak, dan oklusi gigi geligi.3,4

Pada dasarnya tujuan perawatan ortodonti adalah untuk menghasilkan fungsi pengunyahan yang maksimal, keseimbangan struktural dan keselarasan estetika wajah yang optimal, oleh Riedel disebut sebagai tiga serangkai yaitu “utility”, “stability “ dan “beauty”.5,6 Akan tetapi, kalangan modern telah menempatkan penampilan fisik sebagai sesuatu yang sangat diutamakan. Keinginan untuk meningkatkan estetika wajah telah menjadi motivasi utama bagi sebagian besar pasien-pasien yang mencari perawatan ortodonti, terlepas dari pertimbangan struktural dan fungsional yang seharusnya juga diperhitungkan. Oleh karena itu, perawatan dalam bidang ortodonti saat ini tidak hanya terfokus pada susunan gigi dan rahang saja tetapi juga pada estetika wajah.5,7,8

Linden (1986) mengemukakan bahwa wajah manusia merupakan sebagian kecil dari kepala secara keseluruhan, dan sangat bervariasi pada penampilannya. Proporsi antara tinggi, lebar, dan kecembungan wajah bervariasi pada setiap individu. Variasi tersebut tidak hanya terlihat pada penampilan luar, tetapi ada perbedaan yang jelas terlihat pada hubungan anteroposterior dan vertikal dari wajah, hidung, maksila, mandibula, dan dagu.9


(17)

Penentuan proporsi wajah menjadi salah suatu metode untuk mengetahui proporsi estetika dan keharmonisan wajah.9 Evaluasi proporsi wajah sangat penting untuk ahli ortodonti dalam menentukan tipe wajah, diagnosis, dan tujuan perawatan.10 Proporsi wajah terbagi atas dua, yaitu proporsi vertikal (tinggi) wajah dan proporsi horizontal wajah. Proporsi vertikal wajah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jarak dari

trichion ke glabella, glabella ke subnasal, dan subnasal ke menton.11 Sedangkan proporsi horizontal wajah dibagi menjadi lima bagian, yaitu lebar kedua mata kiri dan kanan, jarak inner intercanthus dan jarak dari lateral canthus kiri dan kanan ke

helical rim.11

Proporsi wajah dapat ditentukan dari sefalometri dan fotometri.1 Sefalometri digunakan untuk mempelajari hubungan gigi geligi dan struktur tulang muka secara ekstrakranial dan intrakranial.12 Fotometri terdiri atas fotometri ekstra oral dan fotometri intra oral. Fotometri ekstra oral pandangan frontal dapat digunakan untuk menganalisis proporsi wajah, bentuk wajah, jaringan lunak bibir, bukal koridor dan garis senyum, serta asimetri wajah. Sedangkan fotometri ekstra oral pandangan lateral dapat digunakan untuk menganalisis profil wajah (konveksitas wajah), hidung, jaringan lunak bibir, dan dimensi vertikal wajah.5,13

Teck Sim RS. dkk., melakukan penelitian proporsi tinggi wajah terhadap 100 subjek wanita Cina Selatan dan dibandingkan dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan terhadap wanita kulit putih oleh Farkas dkk. Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa tinggi sepertiga wajah atas pada wanita Cina Selatan lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah tengah dan tinggi sepertiga wajah bawah, sedangkan tinggi sepertiga wajah tengah dan tinggi sepertiga wajah bawah hampir sama. Pada wanita kulit putih, sepertiga wajah bawah lebih tinggi dari sepertiga wajah tengah. Wanita kulit putih dan wanita Cina Selatan memiliki tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah bawah.14

Riveiro PF. dkk., melakukan penelitian terhadap 212 subjek yang terdiri dari 50 orang pria dan 162 orang wanita didapatkan tinggi sepertiga wajah bawah ( subnasal-menton) pada pria lebih tinggi daripada wanita, tinggi sepertiga wajah tengah pada pria (glabella-subnasal) lebih tinggi daripada wanita, dan tinggi sepertiga wajah atas


(18)

(trichion-glabella) pada pria lebih tinggi daripada wanita. Pria lebih menunjukkan kesamaan nilai antara ketiga bagian tinggi wajah (trichion-glabella, glabella-subnasal, subnasal-menton) dan mempunyai signifikansi nilai absolut yang lebih besar dari wanita. Secara umum, pria mempunyai tinggi wajah yang lebih besar dari wanita dengan proporsi tinggi sepertiga wajah tengah dan sepertiga wajah bawah adalah 1:1. Sedangkan menurut penelitian Epker, tinggi sepertiga wajah bawah sedikit lebih besar dibandingkan dengan tinggi sepertiga wajah tengah.15

Dalam menentukan keserasian dan keseimbangan wajah pada perawatan ortodonti, umumnya digunakan standar Ras Kaukasoid. Hal tersebut kurang tepat jika diterapkan pada ras lain karena konsep cantik bersifat subjektif, penilaian individu pada satu ras tidak dapat diterapkan pada ras lain.9 Berdasarkan hal ini, faktor ras memegang peranan penting dalam bidang ortodonti. Indonesia termasuk Ras Mongoloid yang dalam persebarannya dibagi atas Ras Protomelayu dan Ras Deutromelayu.9,16 Minimnya penelitian mengenai proporsi tinggi wajah pada Ras Deutromelayu membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proporsi tinggi wajah berdasarkan jenis kelamin pada Ras Deutromelayu.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Berapakah rerata proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu?

2. Apakah terdapat perbedaan antara proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui rerata proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu.

2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu.

1.4 Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah:

Ada perbedaan antara proporsi tinggi wajah antara pria dan wanita Ras Deutromelayu.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai penelitian pendahuluan dalam mencari nilai norma proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu.

2. Untuk membantu menegakkan diagnosis sehingga dapat disusun rencana perawatan ortodonti yang tepat.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Kecantikan wajah merupakan perhatian utama dalam penilaian profil jaringan lunak wajah yang berhubungan dengan perawatan ortodonti.9 Keberhasilan perawatan ortodonti seringkali dikaitkan dengan adanya perbaikan penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Jaringan lunak merupakan faktor penting yang dapat mengubah penampilan estetika wajah. Wajah dengan estetika yang baik atau menyenangkan adalah wajah yang mempunyai keseimbangan dan keserasian bentuk, hubungan, serta proporsi komponen wajah yang baik. Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu dengan metode langsung pada jaringan lunak, sefalometri, radiografi, dan fotometri.17

2.1 Fotometri

Fotometri ortodonti merupakan salah satu dokumen pertimbangan yang penting diambil sebelum, selama, dan sesudah perawatan ortodonti. Jika diambil dengan tepat, maka foto-foto ini dapat memberikan informasi yang berguna mengenai maloklusi, rencana perawatan, dan berbagai catatan klinis lainnya.18 Di bidang ortodonti dikenal dua macam fotometri, yaitu fotometri intra oral dan fotometri ekstra oral.19 Fotometri dapat digunakan untuk menganalisa proporsi wajah, simetri wajah, kecembungan jaringan lunak wajah, serta bentuk wajah.20,21

2.1.1 Fotometri Intra Oral

Fotometri intraoral sangat membantu dalam memberikan informasi dan memotivasi pasien, memantau kemajuan dan hasil perawatan, serta berguna pada kasus-kasus medikolegal yang melibatkan tekstur dan warna gigi.5 Fotometri intra


(21)

oral terdiri dari lima macam, yaitu foto pandangan frontal dalam keadaan oklusi, foto pandangan bukal sebelah kanan dalam keadaan oklusi, foto pandangan bukal sebelah kiri dalam keadaan oklusi, foto oklusal rahang atas, dan foto oklusal rahang bawah.19 Fotometri intra oral dapat dilihat pada gambar 1.

Kegunaan fotometri intra oral, antara lain:5 1. Mencatat struktur dan warna enamel. 2. Memotivasi pasien.

3. Menilai dan merekam penyakit gigi dan struktur jaringan lunak. 4. Memantau kemajuan perawatan.

5. Studi hubungan, yaitu antara sebelum, sesudah, dan setelah beberapa tahun sesudah perawatan, dalam hal meningkatkan perencanaan perawatan.

Gambar 1. Fotometri intra oral. A. Foto pandangan frontal dalam keadaan oklusi, B. Foto pandangan bukal sebelah kanan dalam keadaan oklusi, C. Foto pandangan bukal sebelah kiri dalam keadaan oklusi, D. Foto oklusal rahang atas, E. Foto oklusal rahang bawah22

A B C


(22)

2.1.2 Fotometri Ekstra Oral

Fotometri ekstra oral dianggap sebagai sebuah catatan penting dan harus dilakukan sebelum perawatan dan sesudah selesai perawatan.5 Informasi yang diperoleh dari fotometri ekstra oral dapat digunakan untuk analisis data dalam mengevaluasi kemajuan perawatan.13 Fotometri ekstra oral (Gambar 2) terdiri dari empat macam, yaitu foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan relaks, foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan tersenyum, foto lateral wajah sebelah kanan dengan bibir dalam keadaan relaks, foto oblik wajah 45o atau dikenal juga sebagai foto profil ¾. Tampilan foto frontal wajah biasanya diambil pada posisi

Natural Head Position (NHP).13,19

Kegunaan fotometri ekstra oral, antara lain:5

1. Mengevaluasi hubungan kraniofasial dan proporsi sebelum dan sesudah perawatan.

2. Penilaian profil jaringan lunak. 3. Analisis proporsional wajah. 4. Memantau kemajuan perawatan.

5. Untuk studi longitudinal dalam pengobatan dan pasca retensi. 6. Mendeteksi dan merekam ketidakseimbangan otot-otot. 7. Mendeteksi dan merekam asimetri wajah.

American Board of Orthodontics telah menetapkan beberapa panduan dalam pengambilan fotometri ekstra oral, antara lain:5

1. Memperhatikan kualitas cetakan foto, baik foto hitam putih maupun foto berwarna.

2. Kepala pasien diarahkan secara tepat pada bidang Frankfort Horizontal. 3. Dari pandangan lateral ditampilkan wajah sebelah kanan dengan ekspresi wajah yang serius dan bibir tertutup (posisi istirahat) untuk memperlihatkan otot-otot yang tidak seimbang dan tidak harmonis.

4. Dari pandangan frontal dapat dipilih dengan ekspresi wajah serius atau dengan bibir tersenyum.


(23)

6. Kualitas pencahayaan harus dapat menunjukkan kontur wajah tanpa adanya bayangan di latar belakang.

7. Telinga terlihat untuk manfaat orientasi.

8. Mata terbuka dengan menatap lurus ke depan, serta kacamata dilepas.

Gambar 2. Fotometri ekstraoral. A. Foto frontal dengan bibir dalam keadaan relaks/istirahat, B. Foto frontal wajah dengan bibir dalam keadaan tersenyum, C. Foto lateral wajah dengan bibir dalam keadaan relaks/istirahat, D. Foto oblik wajah 45o23

2.2 Sefalometri

Gambaran sefalometri pertama kali diperkenalkan pada tahun 1922 oleh Pacini. Pada tahun 1931, Hofrath (Jerman) dan Broadbent (Amerika) dalam waktu bersamaan menemukan teknik sefalometri yang telah terstandarisasi dengan menggunakan alat sinar-X dan pemegang kepala yang dinamakan sefalostat atau sefalometer. Sefalometri radiografi diperkenalkan dalam bidang ortodonti sekitar tahun 1930-an, sedangkan metode yang benar untuk aplikasi praktik ortodonti dilakukan 20 tahun kemudian.12

Sefalometri radiografi digunakan untuk mempelajari hubungan gigi geligi dan struktur tulang muka secara ekstrakranial dan intrakranial.12 Radiografi sefalometri merupakan sarana penunjang yang penting di dalam bidang ortodonti untuk


(24)

menganalisa kelainan kraniofasial, menegakkan diagnosa, mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial serta menentukan rencana perawatan yang tepat.24 Sefalometri dibagi menjadi dua menurut analisisnya, yaitu sefalogram frontal dan sefalogram lateral (Gambar 3). Sefalogram frontal adalah gambaran frontal atau anteroposterior dari tengkorak kepala, sedangkan sefalogram lateral adalah gambaran lateral dari tengkorak kepala.25

Kegunaan sefalometri adalah sebagai berikut:5

1. Mempelajari pertumbuhan kraniofasial, yaitu variasi pola pertumbuhan wajah dan perkiraan pertumbuhan di masa depan.

2. Mendiagnosis kelainan kraniofasial. 3. Mempelajari tipe fasial

4. Membuat rencana perawatan.

5. Mengevaluasi dan menilai keberhasilan/kemajuan perawatan.

6. Mengidentifikasi penyebab terjadinya relaps setelah perawatan dan stabilitas maloklusi.

7. Penelitian.


(25)

2.3 Natural Head Position (NHP)

Natural Head Position (NHP) telah digunakan sebagai referensi ekstrakranial ortodonti sejak tahun 1950 dan dianggap lebih baik daripada garis intrakranial karena memiliki variabilitas yang kecil dalam kaitannya terhadap bidang horizontal dan vertikal yang sebenarnya.27,28 Berbagai literatur sering menegaskan bahwa posisi alami kepala mempunyai korelasi dengan morfologi kraniofasial, pertumbuhan di masa depan, dan pernafasan.28 Untuk menilai proporsi wajah, pasien harus diperiksa dalam keadaan Natural Head Position (NHP). Natural Head Position (NHP) adalah merupakan suatu standar orientasi kepala yang dapat dicapai ketika seseorang diminta untuk melihat jauh pada satu titik di depan matanya yang berada pada satu garis lurus yang sejajar. Sumbu visual pada NHP adalah horizontal.23,29 Hal ini memungkinkan garis vertikal ekstrakranial dan garis horizontal yang tegak lurus terhadap vertikal dapat digunakan sebagai garis referensi untuk menganalisis estetika wajah.29

NHP adalah posisi yang stabil karena merupakan posisi kepala yang sebenarnya dari seseorang. Banyak penelitian yang telah dilakukan terhadap reproduktivitas / stabilitas dari NHP dan telah menunjukkan hasil yang positif, baik dalam jangka pendek maupun panjang.27 Orientasi yang diperoleh terkadang tampak tidak wajar untuk pemeriksa, namun, dengan meminta pasien untuk memiringkan kepala ke atas dan ke bawah dan kemudian kembali menatap lurus ke depan pada satu titik di depan matanya, maka NHP dapat diperoleh dengan kondisi yang mirip sebenarnya.23

NHP sangat penting dilakukan pada analisis wajah karena reproduktivitasnya dan sangat sederhana untuk diperoleh. Sebaliknya, bidang Frankfort Horizontal (FH) dan bidang lain yang digunakan untuk mengarahkan kepala dan yang berdasarkan pada kerangka internal “Landmarks” adalah tidak alami dan sulit didapatkan secara klinis.23

Pengambilan foto dengan menggunakan teknik NHP lebih mudah dilakukan dan menghasilkan posisi yang lebih baik terutama dalam menganalisa profil wajah. Hal ini dikarenakan posisi NHP merupakan posisi yang alamiah dari pasien dan bidang Frankfort Horizontal (FH) tidak selamanya berada dalam keadaan


(26)

horizontal/sejajar dengan lantai tetapi terkadang dapat miring ke atas maupun ke bawah. Selain itu, bidang FrankfortHorizontal menghasilkan posisi yang tidak alami dari pasien dan sangat sulit untuk dipertahankan posisinya. Hal ini dapat menghasilkan foto profil wajah yang berbeda, kemungkinan distorsi dan analisa keadaan wajah pasien yang tidak tepat secara signifikan.20,23

2.4 Titik-Titik Landmarks Jaringan Lunak Wajah

Gambar 4. Titik-titik Landmarks

jaringan lunak wajah30

Titik-titik Landmarks jaringan lunak wajah pada daerah midline terbagi atas 12 titik (Gambar 4), yaitu:15,30

1. Tr (Trichion) : batas atas dahi yang ditandai dengan garis rambut frontal. 2. G (Glabella) : bagian paling menonjol di bagian tengah antara alis mata. 3. N (Nasion) : titik terdalam antara dahi dan hidung.

4. Prn (Pronasale) : titik paling menonjol pada ujung hidung. 5. C’ (Columella) : titik paling rendah dan anterior dari hidung. 6. Sn (Subnasale) : titik dimana bibir atas bertemu dengan columella.


(27)

7. Ls (Labial Superior) : titik yang merupakan batas mucocutaneous bibir atas. 8. Sto (Stomion) : titik dimana bibir atas berkontak dengan bibir bawah.

9. Li (Labial inferior) : titik yang merupakan batas mucocutaneous bibir bawah. 10. Sl (Sublabiale) : titik pada tengah sulkus nasolabial.

11. Pg (Pogonion) : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. 12. Me (Menton) : titik paling inferior dari jaringan lunak dagu.

Titik-titik Landmarks jaringan lunak wajah yang berpasangan (kanan dan kiri) terbagi atas 19 titik (Gambar 4), yaitu:30

1. Exr, Exl (Exocanthion) : titik eksternal pada komisura mata.

2. Enr, Enl (Endocathion) : titik internal pada komisura mata.

3. Osr, Osl (Orbitale Superius) : titik tertinggi pada bagian bawah alis mata.

4. Orr, Orl (Orbitale) : titik terendah pada bagian inferior dari orbit.

5. Ftr, Ftl (Frontotemporale) : titik lateral pada setiap sisi dahi dari elevasi linea

temporalis.

6. Chkr, Chkl (Cheek) : titik persimpangan antara dataran Camper’s dan garis yang

menghubungkan eksternal canthus dengan komisura labial.

7. Zyr, Zyl (Zygion) : titik paling lateral pada lengkung zygomatic.

8. Alr, All (Alare) : titik paling lateralis dari kontur alar.

9. Acr, Acl (Nasal alar crest) : titik paling lateralis pada cekungan dasar ala nasi.

10. ltnr, ltnl (Inferior terminal of the nostril) : titik inferior pada nostril.

11. Stnr, Stnl (Superior terminal of the nostril) : titik superior pada nostril.

12. Cphr, Cphl (Crista philtri) : titik tertinggi margin dari philtrum, tepat di atas garis

vermillion.

13. Chr, Chl (Cheilion) : komisura labial.

14. Tr, Tl (Tragion) : titik di atas margin tragus.

15. Gor, Gol (Gonion) : titik paling lateral pada sudut mandibula.

16. Prar, Pral (Preaurale) : titik paling anterior dari telinga.

17. Sar, Sal (Superaurale) : titik tertinggi pada daun telinga.

18. Par, Pal (Postaurale) : titik paling posterior pada daun telinga.


(28)

2.5 Proporsi Wajah

Proporsi wajah yang ideal telah dijelaskan sejak zaman kuno oleh seniman Romawi dan Yunani.13 Proporsi wajah yang paling dasar mulai dipelajari oleh mahasiswa seni menggambar wajah pada kala itu. Yunani kuno mengajarkan bahwa perawakan manusia yang ideal harus sama dengan delapan kali tinggi kepala. Sedangkan panjang leher adalah sekitar satu setengah dari panjang kepala. Jarak ini diukur dari supraeksternal notch ke dagu dan dari dagu ke titik vertex dari tengkorak.31

Dalam usaha untuk memperoleh suatu keharmonisan wajah, harus ada integrasi antara berbagai proporsi wajah agar keseimbangan wajah secara keseluruhan dapat tercapai. Tidak ada satu pun komponen wajah yang dapat berdiri sendiri ataupun tidak berintegrasi dengan komponen lainnya, karena setiap perubahan yang terjadi pada salah satu bagian/komponen wajah akan mempengaruhi atau memberikan efek yang nyata pada bagian wajah lainnya secara keseluruhan.31

2.5.1 Proporsi Horizontal Wajah

Bidang horizontal dan vertikal digunakan sebagai referensi untuk mengevaluasi proporsi wajah. Proporsi antara bidang horizontal dan vertikal ini dapat dievaluasi dari foto frontal. Untuk mengevaluasi lebar wajah secara horizontal dapat dilakukan dengan membagi wajah menjadi lima bagian yang sama secara vertikal, yaitu jarak dari medial canthus ke lateral canthus kiri dan kanan (lebar kedua mata), jarak inner intercanthus dan jarak dari lateral canthus kiri dan kanan ke helical rim. (Gambar 5).13,29,31 Lebar mata seharusnya sama dengan seperlima dari lebar wajah. Sedangkan garis yang ditarik vertikal dari lateral canthus kiri dan kanan dapat memperkirakan lebar leher.31


(29)

Gambar 5. Proporsi wajah bidang horizontal31

2.5.2 Proporsi Vertikal Wajah

Bidang vertikal atau tinggi wajah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu dari bagian atas batas garis rambut (trichion) ke glabella, glabella ke subnasal, dan subnasal ke jaringan lunak menton (Gambar 6). Secara vertikal, jarak antara trichion - glabella,

glabella - subnasal, dan subnasal - menton biasanya berada dalam kisaran 55 mm sampai 65 mm.

Ratio proporsi tinggi wajah yang ideal adalah 1/3:1/3:1/3.13,31,32 Namun, ketiga

bagian dari komponen tinggi wajah ini jarang memiliki nilai yang sama. Pada ras Kaukasoid, tinggi sepertiga wajah atas lebih besar dari tinggi sepertiga wajah tengah, serta tinggi sepertiga wajah bawah lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas dan sepertiga wajah tengah. Sedangkan di Asia Timur, tinggi sepertiga wajah tengah seringkali lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas dan sama dengan tinggi sepertiga wajah bawah, serta tinggi sepertiga wajah bawah lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas. Pada pria, tinggi sepertiga wajah bawah memiliki proporsi yang sedikit lebih besar daripada tinggi sepertiga wajah tengah.11,29


(30)

Gambar 6. Proporsi wajah bidang vertikal31

Sepertiga wajah bawah juga terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sepertiga atas dari subnasal ke stomion, sepertiga tengah dari stomion ke lipatan labiomental, dan sepertiga bawah dari lipatan labiomental ke menton. Ketiga bagian ini didefinisikan sebagai bibir atas, bibir bawah, dan dagu (Gambar 7).11

Gambar 7. Tinggi sepertiga wajah bawah11


(31)

Peningkatan tinggi wajah anterior bagian bawah dapat disebabkan oleh:29

1. Vertical maxillary excess (VME), merupakan akibat dari perkembangan maxilla ke inferior yang berlebihan. Keadaan ini sering diikuti dengan “gummy smile”, baik pada posisi istirahat maupun saat tersenyum. (Gambar 8).

2. Meningkatnya tinggi vertikal dagu (Gambar 9).

Gambar 8. VME yang disertai dengan tampilan gingiva yang berlebihan saat tersenyum29

Gambar 9. Peningkatan tinggi vertikal dagu yang menyebabkan meningkatnya tinggi anterior bagian bawah wajah29


(32)

2.6 Ras Deutromelayu

Ras adalah kategori untuk sekelompok individu/manusia yang secara turun-temurun memiliki ciri fisik dan ciri biologis yang sama. Dalam klasifikasi mahluk hidup, sekelompok manusia merupakan satu spesies, yaitu homo sapiens. Kelompok manusia yang satu spesies tersebut secara biologis dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok yang lebih kecil (genus), inilah yang disebut ras.33

Penduduk Indonesia terdiri dari kelompok Protomelayu (Melayu Tua) dan Deutromelayu (Melayu Muda). Sekitar tahun 1500 SM, bangsa Protomelayu masuk ke Indonesia melalui dua jalur, yaitu jalur barat (Malaya – Sumatera), dan jalur timur (Filipina – Sulawesi Utara). Bangsa Protomelayu memiliki kebudayaan yang setingkat lebih tinggi daripada kebudayaan Homo sapiens Indonesia. Kebudayaan mereka adalah kebudayaan batu baru atau Neolitikum. Sedangkan bangsa Deutromelayu yang merupakan nenek moyang Indonesia gelombang kedua, mulai masuk sekitar tahun 500 SM melalui satu jalur saja, yaitu jalur barat (Malaya – Sumatera). Mereka memiliki kebudayaan yang lebih tinggi daripada bangsa Protomelayu. Peradaban mereka ditandai dengan kemampuan mengerjakan logam dengan sempurna. Pada mulanya kelompok Protomelayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat. Karena terdesak oleh kelompok Deutromelayu, maka kelompok Protomelayu pindah ke pedalaman.34,35

Kelompok Protomelayu dan Deutromelayu merupakan ras Malayan Mongoloid yang memiliki ciri-ciri antara lain: kulit sawo matang, rambut lurus, badan tinggi ramping, bentuk mulut dan hidung sedang.36 Ras Protomelayu adalah orang-orang yang terdiri dari suku Batak, Dayak, Nias, Kubu, Sasak dan Toraja sedangkan ras Deutromelayu adalah orang-orang yang bersuku Aceh,Minangkabau, Jawa, Madura, Bali,Bugis, Makasar, Manado, Sunda, Melayu, dan Betawi.36,37


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif - analitik untuk mengetahui rerata proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu dan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Departemen Ortodonsia FKG USU yang bertempat di Jalan Alumni No.2 Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan November 2012 – Oktober 2013.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah mahasiswa pria dan wanita FKG USU Ras Deutromelayu yang berusia 18-25 tahun dan masih aktif mengikuti pendidikan.

3.4 Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling

berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi:

a. Mahasiswa pria dan wanita FKG USU

b. Ras Deutromelayu asli (dua keturunan di atas) c. Berusia 18-25 tahun


(34)

d. Belum pernah dirawat ortodonti

e. Relasi molar Klas I Angle dengan overjet dan overbite normal (2-3 mm) f. Crowded ringan dan diastema tidak melebihi 2 mm

g. Tidak memakai gigi tiruan

h. Gigi permanen lengkap (kecuali gigi molar tiga) i. Bibir kompeten

j. Tidak memiliki asimetri wajah Kriteria eksklusi:

a. Riwayat fraktur/trauma

b. Riwayat bedah plastik / maxillofacial

c. Sampel menolak untuk ikut berpartisipasi

3.5 Besar Sampel

Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis dua populasi data numerik:

Keterangan:

n1 = Besar sampel minimum pria

n2 = Besar sampel minimum wanita

Zα = Deviat baku alfa, untuk α = 0,1 Zα = 1,64 Zβ = Deviat baku beta, untuk β = 0,2 Zβ = 0,842 σ2

= Standar deviasi (simpangan baku perkiraan) = 0,295

µ1-µ2 = Selisih rata-rata bermakna sebesar = 40% = 0,4

2 2 1 2 2 2 1

)

(

)

(

2

µ

µ

β

α

σ

+

=

=

n

z

z


(35)

n1 = n2 = 2. 0,295(1,64 + 0,842)2 (0,4)2

n1 = n2 = 22,716 digenapkan menjadi 23

Maka, jumlah sampel minimum untuk pria dan wanita adalah masing-masing 23 orang, sehingga jumlah sampel untuk penelitian ini adalah 46 orang.

3.6 Alat dan Bahan Alat:

a. Tiga serangkai (sonde, kaca mulut, pinset)

b. Kain putih ukuran 0,95 m x 1,10 m sebagai latar belakang c. Meteran

d. Kursi e. Tripod

f. Kamera merek Canon A2400 IS

g. Kaliper digital merek Krisbow dengan ketelitian 0,02 mm h. Penggaris logam merek Joy-Art

i. Pensil merek Staedtler 2B j. Penghapus merek Radar

k. Kalkulator merek Casio fx-350MS Bahan:

a. Kertas foto merek E-Print b. Kuesioner penelitian


(36)

Gambar 10. Alat dan bahan penelitian. (A) Tiga serangkai, (B) Kain putih, (C) Meteran, (D) Kursi, (E) Tripod, (F) Kaliper digital, (G) Alat tulis, (H) Kalkulator, (I) Kertas foto, (J) Kamera

3.7 Variabel dan Definisi Operasional Variabel dalam penelitian ini adalah: a. Jenis kelamin

b. Ras Deutromelayu c. Usia

d. Tiga titik pengukuran vertikal tinggi wajah, yaitu: 1. Trichion-Glabella (Tri-G)

2. Glabella-Subnasal (G-Sn) 3. Subnasal-Menton (Sn-Me)

A B C D

E F G H I


(37)

Definisi operasional:

1. Jenis kelamin adalah perbedaan antara pria dengan wanita secara biologis sejak seseorang lahir.

2. Ras Deutromelayu adalah orang-orang yang bersuku Aceh,Minangkabau, Jawa, Madura, Bali,Bugis, Makasar, Manado, Sunda, Melayu, dan Betawi.

3. Usia adalah satuan waktu umur seseorang yang dihitung dari tahun lahir sampai waktu dilakukan pengambilan foto.

4. Trichion (Tri) adalah batas atas dahi yang ditandai dengan garis rambut frontal.

5. Glabella (G) adalah bagian paling menonjol di bagian tengah antara alis mata.

6. Subnasal (Sn) adalah pertemuan antara columella dengan bibir atas pada dasar hidung.

7. Menton (Me) adalah titik paling inferior dari jaringan lunak dagu. 8. Tinggi 1/3 wajah atas : Tri-G

9. Tinggi 1/3 wajah tengah : G-Sn 10. Tinggi 1/3 wajah bawah : Sn-Me

3.8 Pelaksanaan Penelitian

Pemilihan sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dilakukan dengan alat bantu kuesioner dan pemeriksaan intraoral secara langsung. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam pengambilan foto frontal wajah pada sampel adalah sebagai berikut:

1. Pengaturan tata letak studio mini dalam pengambilan foto frontal sampel dengan menempelkan kain putih ukuran 0,95 m x 1,10 m sebagai latar belakang. Sebuah kursi diletakkan 0,75 m dari latar, serta tripod dan kamera diletakkan 1,5 m dari kursi.


(38)

Gambar 11. Tata letak studio mini

2. Sampel diminta untuk duduk di kursi. Kemudian operator menempelkan kertas berukuran 2 cm x 2 cm di dahi sampel sebagai titik referensi dalam pengaturan pembesaran foto terhadap hasil print dengan perbandingan 1 : 2 ( 1 cm pada foto dan 2 cm pada kondisi sebenarnya).

3. Kamera diatur dalam posisi portrait dan tinggi kamera disesuaikan dengan tinggi kepala pasien.

4. Sebelum dilakukan pengambilan foto, sampel diminta untuk melepaskan kacamata dan benda-benda lain yang menghalangi wajah dan telinga, serta operator harus memastikan bahwa dahi, leher, dan telinga sampel terlihat dengan jelas.

5. Sampel harus menutup bibirnya dalam posisi relaks dan diminta untuk menatap lurus ke lensa kamera untuk mendapatkan posisi NHP (Natural Head Position), serta pastikan garis interpupil sampel berada dalam garis yang sejajar.

6. Kemudian dilakukan pengambilan foto frontal sampel dengan menekan tombol capture pada kamera. Setelah semua sampel terfoto, pencetakan foto

1,5 m


(39)

dilakukan pada kertas foto E-Print dengan ukuran 7,5 cm x 10,5 cm.

7. Pengukuran proporsi tinggi wajah (Tri – G, G – Sn, dan Sn – Me) dilakukan pada foto menggunakan kaliper digital dengan menentukan dan membuat titik-titik dan gari-garis pengukuran tinggi wajah terlebih dahulu pada foto frontal. Titik-titik tersebut adalah Tri, G, Sn, dan Me (Gambar 11 dan 12).

Gambar 12. Titik-titik proporsi tinggi wajah

Gambar 13. Pengukuran proporsi tinggi wajah

Trichion (Tr)

Glabella (G)

Subnasal (Sn)


(40)

8. Sebelum melakukan pengukuran, dilakukan uji intraoperator untuk mengetahui ketelitian peneliti dalam pengukuran. Hal ini dikarenakan setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil yang sama dengan pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan mengambil 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari kedua pengukuran tersebut. Standar deviasi dari pengukuran pertama dan kedua kemudian dicari lagi standar deviasinya. Jika standar deviasi yang didapat menunjukkan angka antara 0 – 1 berarti ketelitian pada pengukuran tersebut masih dapat diterima dan operator layak untuk melakukan penelitian.

9. Pengukuran tinggi wajah pada foto frontal dilakukan sebanyak 10 foto dalam sehari untuk menghindari kelelahan mata operator sehingga hasil yang didapat lebih akurat.

10. Untuk mendapatkan data yang akurat, dilakukan pengukuran sebanyak dua kali pada keseluruhan sampel kemudian dicari titik tengahnya.

11. Hasil pengukuran yang diperoleh kemudian dicatat dalam bentuk linear (mm) pada lembar pencatatan proporsi tinggi wajah, kemudian dilakukan olah data dan analisis data.

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dan ditabulasi dengan bantuan program komputerisasi.

Data dianalisis dengan uji deskriptif untuk mengetahui rerata proporsi setiap komponen yang menyusun tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu dan t – test independen untuk melihat apakah terdapat perbedaan proporsi tinggi wajah antara pria dan wanita Ras Deutromelayu.


(41)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 46 orang yang terdiri dari 23 orang pria dan 23 orang wanita yang diambil dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara ras Deutromelayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dan telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Pengeditan foto frontal sampel dilakukan secara komputerisasi dengan pembesaran titik referensi 1 : 2 yang artinya 1 cm pada foto dan 2 cm pada kondisi sebenarnya. Kemudian pengukuran proporsi tinggi wajah dilakukan pada foto frontal sampel yang telah dicetak pada kertas foto.

Tabel 1. Hasil uji intraoperator dan t – test pada lima sampel

No. Proporsi

tinggi wajah

Rerata pengukuran

(I) / mm

Rerata pengukuran

(II) / mm

Sd (akhir)

Sig. (2-tailed) = p

1. Tri – G 57, 15 57,33 0,03* 0,948*

2. G – Sn 63,47 63,38 0,11* 0,982*

3. Sn – Me 60,88 60,98 0,25* 0,951*

4. TFH (Total

facial height) 181,50 181,70 0,06*

0,974*

* Standar deviasi (Sd) akhir berada di antara nilai 0 – 1

* Signifikansi (p) > 0,05 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan / bermakna

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil uji intraoperator dan t – test yang dilakukan terhadap 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan pengukuran kedua didapatkan ketelitian pada pengukuran proporsi tinggi wajah (Tri – G, G – Sn, dan


(42)

Sn – Me), serta TFH (Total facial height) tersebut masih dapat diterima dan operator layak dalam melakukan penelitian karena standar deviasi (Sd) akhir yang didapatkan dari pengukuran tersebut berada di antara nilai 0 - 1, serta signifikansi (p) > 0,05 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata pengukuran I dan pengukuran II proporsi tinggi wajah.

Berdasarkan pengukuran yang dilakukan pada foto frontal sampel penelitian, didapatkan rerata proporsi tinggi wajah pada seluruh sampel (pria dan wanita) ras Deutromelayu (Tabel 2) adalah 56,28 mm (Tri – G); 62,15 mm (G – Sn); dan 63,17 mm (Sn – Me); serta 181,60 mm (TFH/Total facial height).

Tabel 2. Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada seluruh sampel (pria dan wanita)

No. Pengukuran Jumlah

(orang)

Rerata

(mm) Standar deviasi

1. Tri – G 46 56,28 7,45

2. G – Sn 46 62,15 6,59

3. Sn – Me 46 63,17 8,39

4. TFH (Total facial height)

46 181,60 17,78

Rerata hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada wanita FKG USU ras Deutromelayu (Tabel 3) adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G – Sn); dan 57,41 mm (Sn – Me); serta 170,88 mm (TFH/Total facial height). Sedangkan rerata hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada pria FKG USU ras Deutromelayu (Tabel 4) adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84 mm (G – Sn); dan 68,93 mm (Sn – Me); serta 192,31 mm (TFH/Total facial Height).


(43)

Tabel 3. Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada wanita

No. Pengukuran Jumlah

(orang)

Rerata

(mm) Standar deviasi

1. Tri – G 23 54,02 6,75

2. G – Sn 23 59,45 6,58

3. Sn – Me 23 57,41 5,70

4. TFH (Total facial

height) 23 170,88 16,03

Tabel 4. Hasil pengukuran proporsi tinggi wajah pada pria

No. Pengukuran Jumlah

(orang)

Rerata

(mm) Standar deviasi

1. Tri – G 23 58,54 7,57

2. G – Sn 23 64,84 5,52

3. Sn – Me 23 68,93 6,48

4. TFH (Total facial

height) 23 192,31 12,21

Hasil uji normalitas data (Shapiro – Wilk) pada lampiran 9 menunjukkan bahwa data pengukuran proporsi tinggi wajah pada 23 orang pria dan 23 orang wanita FKG USU ras Deutromelayu memiliki distribusi yang normal (p > 0,05), sehingga uji analitik dapat dilanjutkan dengan t – test independen.


(44)

Tabel 5. Hasil t – test independen proporsi tinggi wajah pada mahasiswa USU ras Deutromelayu berdasarkan jenis kelamin

No. Pengukuran Jenis Kelamin

(P/W)

Rerata

(mm) Sig. (2-tailed) = p

1. Tri – G

P 58,54

0,038*

W 54,02

2. G – Sn

P 64,84

0,004*

W 59,45

3. Sn – Me

P 68,93

0,0001*

W 57,41

4. TFH (Total facial

height)

P 192,31

0,0001*

W 170,88

* Signifikansi (p) < 0,05 : terdapat perbedaan yang signifikan / bermakna

Hasil t – test independen pada tabel 5 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) pada proporsi sepertiga wajah atas (Tri – G) dengan nilai p = 0,038, proporsi sepertiga wajah tengah (G – Sn) : p = 0,004, proporsi sepertiga wajah bawah (Sn – Me) dengan nilai p = 0,0001, dan TFH (Total facial height) dengan nilai p = 0,0001 antara pria dan wanita FKG USU ras Deutromelayu.

Rerata proporsi tinggi wajah pada pria ras Deutromelayu adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84 mm (G – Sn); 68,93 mm (Sn – Me); dan 192,31 mm (TFH/Total facial height). Sedangkan rerata proporsi proporsi tinggi wajah pada wanita ras Deutromelayu adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G – Sn); 57,41 (Sn – Me); dan 170,88 mm (TFH/Total facial height). Hal ini menunjukkan bahwa pria memiliki proporsi tinggi wajah lebih besar daripada wanita.


(45)

BAB 5

PEMBAHASAN

Keharmonisan antara proporsi dan simetri wajah membentuk estetika wajah. Konsep dari estetika wajah bersifat subjektif dan bergantung pada ras dan kebudayaan. Saat ini, jelas terlihat bahwa sesuatu yang dianggap estetik dan dapat diterima sebagai norma dalam suatu ras atau budaya mungkin berbeda untuk ras atau budaya yang lain. Tujuan dari perawatan ortodonti tidak hanya untuk memperbaiki hubungan oklusi gigi geligi yang optimal dalam lengkung rahang, tetapi juga untuk memperoleh wajah yang simetri dan proporsi yang menyenangkan secara estetika.38-40

Proporsi wajah terbagi atas proporsi vertikal (tinggi) wajah dan proporsi horizontal wajah. Proporsi vertikal wajah dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jarak dari

trichion ke glabella, glabella ke subnasal, dan subnasal ke menton. Sedangkan proporsi horizontal wajah dibagi menjadi lima bagian, yaitu lebar kedua mata kiri dan kanan, jarak inner intercanthus dan jarak dari lateral canthus kiri dan kanan ke

helical rim.11 Dalam beberapa tahun terakhir ini, ortodontis sangat bergantung pada fotometri wajah dalam menilai proporsi wajah. Fotometri menjadi komponen catatan rutin ortodontis dalam diagnosis, perencanaan perawatan, dan analisis keberhasilan perawatan ortodonti.41

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu dengan fotometri dan untuk melihat ada tidaknya perbedaan proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu dengan subjek penelitian adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dengan usia minimal 18 tahun karena penelitian oleh Pelton dan Elsasser menunjukkan adanya perubahan vertikal wajah di bawah usia 18 tahun.42 Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penelitian pendahuluan dalam


(46)

mencari nilai norma proporsi tinggi wajah pada pria dan wanita Ras Deutromelayu dan untuk membantu menegakkan diagnosis dan rencana perawatan ortodonti.

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata proporsi tinggi wajah pada seluruh sampel (pria dan wanita) ras Deutromelayu adalah 56,28 mm (Tri – G); 62,15 mm (G – Sn); 63,17 mm (Sn – Me), dan 181,60 mm (TFH/Total facial height). Hal ini menunjukkan bahwa ras Deutromelayu memiliki tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah tengah dan sepertiga wajah bawah, sedangkan tinggi sepertiga wajah tengah dan sepertiga wajah bawah hampir sama. Pada ras Kaukasoid, tinggi sepertiga wajah tengah biasanya lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah atas, dan tinggi sepertiga wajah tengah dan sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah bawah.11

Jarak antara Tri – G, G – Sn, dan Sn – Me jarang memiliki nilai yang sama, masing-masing jarak antara ketiga komponen proporsi tinggi wajah tersebut biasanya berada dalam kisaran 55 mm sampai 65 mm.11,32 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa rerata proporsi tinggi wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutromelayu (Tabel 2) adalah 56,28 mm (Tri – G); 62,15 mm (G – Sn); dan 63,17 mm (Sn – Me).

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata proporsi tinggi wajah pada wanita ras Deutromelayu adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G – Sn); 57,41 (Sn – Me); dan 170,88 mm (TFH/Total facial height). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wanita ras Deutromelayu memiliki tinggi sepertiga wajah tengah lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas dan sepertiga wajah bawah, sedangkan tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah bawah. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Choe KS. dkk., yang menunjukkan bahwa wanita Korea Amerika memiliki tinggi sepertiga wajah tengah (67,9 mm) lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas (57,7 mm) dan sepertiga wajah bawah (66,8 mm), serta tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah bawah.38

Penelitian Teck Sim RS. dkk., terhadap 100 subjek wanita Cina Selatan menunjukkan bahwa wanita Cina Selatan memiliki tinggi sepertiga wajah tengah yang lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas dan sepertiga wajah bawah. Namun,


(47)

memiliki tinggi sepertiga wajah atas lebih besar dari tinggi sepertiga wajah bawah, dimana pada wanita ras Deutromelayu, tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah bawah.14

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata proporsi tinggi wajah pada pria ras Deutromelayu adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84 mm (G – Sn); 68,93 mm (Sn – Me); dan 192,31 mm (TFH/Total facial height). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pria ras Deutromelayu memiliki tinggi sepertiga wajah bawah lebih besar dari tinggi sepertiga wajah atas dan sepertiga wajah tengah, sedangkan tinggi sepertiga wajah atas lebih rendah dari tinggi sepertiga wajah tengah. Naini dan Gill menyatakan bahwa umumnya tinggi sepertiga wajah bawah pada pria lebih besar dari tinggi sepertiga wajah tengah.29 Peningkatan tinggi sepertiga wajah bawah dapat disebabkan oleh perkembangan maksila ke inferior yang berlebihan dan meningkatnya tinggi vertikal dagu.29 Selain itu, dapat juga dipengaruhi oleh jaringan lunak yang menutupi bagian sepertiga wajah bawah, dimana perbedaan profil jaringan lunak tersebut dipengaruhi oleh variasi konveksitas skeletal, ketebalan jaringan lunak, protrusi bibir, dan posisi gigi insisivus bawah.43

Michiels dan Sather menemukan bahwa wajah dengan proporsi vertikal sepertiga wajah bawah yang lebih rendah dinilai lebih menarik dibandingkan dengan proporsi vertikal sepertiga wajah bawah yang lebih tinggi.44

Secara keseluruhan, pria ras Deutromelayu memiliki proporsi tinggi wajah (Tri – G, G – Sn, Sn – Me) dan TFH (Total facial height) yang lebih besar dari wanita ras Deutromelayu. Hal ini sesuai dengan penelitian Riveiro PF. dkk., terhadap 212 subjek yang terdiri dari 50 orang pria dan 162 orang wanita di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Santiago de Compostela yang menunjukkan bahwa tinggi sepertiga wajah bawah (Sn - Me) pada pria (71,4 mm) lebih tinggi daripada wanita (65,4 mm), tinggi sepertiga wajah tengah (G - Sn) pada pria (72,1 mm) lebih tinggi daripada wanita (68,7 mm) , dan tinggi sepertiga wajah atas (Tri - G) pada pria (45,3 mm) lebih tinggi daripada wanita (45,2 mm). Secara umum, pria mempunyai total facial height yang lebih besar dari wanita.15


(48)

Pelton dan Elsasser melakukan penelitian untuk melihat morfologi dentofasial antara pria dan wanita berdasarkan umur dan jenis kelamin dengan subjek penelitian berjumlah 3676 orang pria dan 3153 orang wanita yang berusia 5 – 24 tahun. Mereka menemukan bahwa panjang wajah wanita berhenti mengalami pertumbuhan pada usia 15 tahun, sedangkan pada pria pertumbuhan berhenti pada usia 18 tahun. Faktor inilah yang menyebabkan tinggi wajah pada pria lebih besar daripada wanita.42

Sebelum dilakukan uji analitik pada data-data hasil pengukuran proporsi tinggi wajah, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas pada seluruh data dengan uji Shapiro-Wilk. Hal ini bertujuan untuk mengetahui uji analitik yang tepat dalam pengolahan data. Jika hasil uji normalitas data menunjukkan data terdistribusi normal (p > 0,05), maka uji analitik dilanjutkan dengan t – test independen. Sedangkan apabila data tidak terdistribusi normal, maka uji analitik akan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil uji normalitas data sebagaimana yang terlihat pada lampiran 9 menunjukkan data terdistribusi normal (p > 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji t-independen.

Hasil t – test independen proporsi tinggi wajah pada seluruh sampel ras Deutromelayu berdasarkan jenis kelamin (Tabel 5) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) pada proporsi sepertiga wajah atas (Tri – G), proporsi sepertiga wajah tengah (G – Sn), proporsi sepertiga wajah bawah (Sn – Me), dan TFH (Total facial height) antara pria dan wanita ras Deutromelayu.

Hasil uji statistik proporsi tinggi wajah pada penelitian Riveiro PF. dkk., terhadap 212 subjek yang terdiri dari 50 orang pria dan 162 orang wanita di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Santiago de Compostela menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05) antara tinggi sepertiga wajah atas (Tri – G) antara pria dan wanita, sedangkan tinggi sepertiga wajah tengah (G – Sn) dan tinggi sepertiga wajah bawah (Sn – Me) menunjukkan ada perbedaan yang bermakna (p < 0,05) antara pria dan wanita.15

Analisis proporsi wajah penting bagi ahli bedah plastik pada tahap perencanaan estetika dan rekonstruksi wajah, serta bagi ortodontis dalam diagnosis dan perencanaan perawatan.32,38 Untuk menciptakan wajah yang ideal secara estetika


(49)

tidak bergantung pada perbaikan beberapa bagian spesifik wajah, tetapi lebih kepada pendekatan secara menyeluruh karena setiap bagian pada wajah berkaitan satu sama lain. Para ahli bedah plastik maupun ortodontis harus memperhatikan rerata proporsi dan sudut-sudut (derajat) wajah yang ideal, dimana yang berlaku sesuai dengan ras pasien sehingga tujuan dari prosedur perawatan yang dilakukan dapat tercapai, yaitu wajah yang menarik dan harmonis. Oleh sebab itu, para ahli bedah plastik dan ortodontis harus mengedukasi pasien mengenai pentingnya proporsi wajah bagi estetika, mendiskusikan langkah-langkah perawatan yang paling tepat, dan menyusun rencana perawatan untuk mencapai hasil terbaik.11


(50)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian proporsi tinggi wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutromelayu, dapat disimpulkan bahwa:

1. Rerata proporsi tinggi wajah pada ras Deutromelayu adalah 56,28 mm (Tri – G); 62,15 mm (G – Sn); 63,17 mm (Sn – Me), dan 181,60 mm (TFH/Total facial height).

2. Rerata proporsi tinggi wajah pada pria ras Deutromelayu adalah 58,54 mm (Tri – G); 64,84 mm (G – Sn); 68,93 mm (Sn – Me); dan 192,31 mm (TFH/Total facial height). Sedangkan rerata proporsi proporsi tinggi wajah pada wanita ras Deutromelayu adalah 54,02 mm (Tri – G); 59,45 mm (G – Sn); 57,41 (Sn – Me); dan 170,88 mm (TFH/Total facial height). Hal ini menunjukkan bahwa pria memiliki proporsi tinggi wajah lebih besar daripada wanita.

3. Hasil t – test independen menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) pada proporsi sepertiga wajah atas (Tri – G), proporsi sepertiga wajah tengah (G – Sn), proporsi sepertiga wajah bawah (Sn – Me), dan TFH (Total facial height) antara pria dan wanita ras Deutromelayu.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel yang lebih besar agar didapatkan validitas yang tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada ras atau suku lain di Indonesia.


(51)

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan hasil rerata proporsi tinggi wajah antara ras Deutromelayu dengan ras lain di Indonesia.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan tinggi badan dengan tinggi wajah pada ras Deutromelayu.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

1. Odias RR. Analisis wajah perempuan Suku Batak. Tesis. Medan: USU, 2008: 1-3. 2. Naini FB, Moss JP, Gill DS. The enigma of facial beauty: esthetics, proportions,

deformity, and controversy. Am J Orthod Dentofac Orthop 2006; 130: 277-82. 3. Sarver DM, Ackerman JL. Orthodontics about face: The re-emergence of the

esthetic paradigm. Am J Orthod Dentofac Orthop 2000; 575-6.

4. Wigati C, Andhini KR, Natalia D. Hubungan lebar mesiodistal gigi permanen terhadap kecembungan profil jaringan lunak wajah pada pasien maloklusi kelas I Angle di Malang. Majalah Kesehatan FKUB 2012: 1-5.

5. Singh G. Textbook of orthodontics. 2nd ed. New Delhi: Jaypee, 2007: 3-6, 95,128-30.

6. Riedel, R.A. Esthetics and its relation to orthodontics therapy. Angle Orthod 1970; 20: 168-9.

7. Bonetti GA, Alberti A, Sartini C, Parenti S I. Patients’ self-perception of dentofacial attractiveness before and after exposure to facial photographs. Angle Orthod 2011; 81: 517-20.

8. Rakosi T. An atlas and manual of cephalometric radiography. London: Wolfe Medical Publications Ltd, 1982: 7-8.

9. Heryumani JCP. Proporsi sagital wajah laki-laki dan perempuan dewasa etnik Jawa. M.I. Kedokteran Gigi 2007; 22: 22-7.

10. Karavaka SM, Halazonetis DJ, Spyropoulos MN. Configuration of facial features influences subjective evaluation of facial type. Am J Orthod Dentofac Orthop 2008; 133: 277-82.

11. Prendergast PM. Facial proportions. Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2012: 15-22.

12. Ardhana W. Sefalometri. Bagian Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, 2011: 1-6.


(53)

13. Nanda R. Biomechanics and esthetic strategies in clinical orthodontics. Missouri: Elsevier Saunders, 2005: 44-55.

14. Teck Sim RS, Smith JD, Chan ASY. Comparison of the aesthetic facial proportions of Southern Chinese and white women. Arch Facial Plast Surg 2000; 2: 113-20.

15. Riveiro PF, Quintanilla DS, Chamosa ES, Cunqueiro MS. Linear photogrammetric analysis of the soft tissue facial profile. Am J Orthod Dentofac Orthop 2002; 122: 59-66.

16. Mariana. Proses migrasi. <

content&view=category&id=46%3Ab-proses-migrasi&Itemid=11>. (5 Desember 2012).

17. Mahyastuti RD, Christnawati. Perbandingan posisi bibir dan dagu antara laki-laki dan perempuan Jawa berdasarkan analisis estetik profil muka menurut Bass. M.I.Kedokteran Gigi 2008; 23: 1-7.

18. McKweon HF, Murray AM, Sandler PJ. How to avoid common errors in clinical photography. Journal of Orthodontics 2005; 32: 43-54.

19. Samawi S. A short guide to clinical digital photography in orthodontics. Jordan: Sdoc, 2008: 12-6.

20. Jacobson A. Soft tissue evaluation. In: Patricia BW, ed. Radiographic Cephalometry. Hong Kong: Quintessence Publishing Co, Inc, 1995 : 239-54. 21. Kusnoto H. Penggunaan cephalometri radiografi dalam bidang orthodonti.

Jakarta: Universitas Trisakti, 1977; 1-7, 87-90.

22. Evans S.,dkk. IMI national guidelines orthodontic photography. Institute of Medical Illustrators, 2008: 1-8, 25.

23. Meneghini F. Clinical facial analysis: elemen principles techniques. Berlin Heidelberg: Springer, 2004: 10-2, 17-21, 25.

24. Bishara SE. Textbook of orthodontic. Philaddelphia: W.B. Saunders Company 2001: 44-52.

25. Bhalajhi, S.I. Orthodontics: the art and science. New Delhi: Arya Publishing House, 1998: 1-2, 15, 151-152.


(54)

26. Lima Filho RMA. Brazilian Board of Orthodontics and Facial Orthopedics: certifying excellence. Dental Press J. Orthod 2011; 16: 148-57.

27. Dvortsin DP, Ye Q, Pruim GJ, Dijkstra PU, Ren Y. Reliability of the integrated radiograph method to obtain natural head position in cephalometric diagnosis. Angle Orthod 2011; 81: 889-94.

28. Milosevic SA, Slaj M, Varga ML. Basic principles for taking extraoral photographs. Acta Stomat Croat 2005; 39: 201-4.

29. Naini BF, Gill DS. Facial aesthetics 2. Clinical Assessment. Dent Update 2008; 35: 159-70.

30. Menezes M, Rosati R, Allievi C, Sforza C. A photographic system for the three dimensional study of facial morphology. Angle Orthod 2009; 79: 1070-7.

31. Paper ID.,dkk. Facial plastic and reconstructive surgery. 2nd ed. New York: Thieme Medical Publishers, 2002: 96-101.

32. Arnett GW, Bergman RT. Facial keys to orthodontic diagnosis and treatment planning-part II. Am J Orthod Dentofac Orthop 1993; 103: 395-411.

33. Anonymous. Ras manusia.

34. Daldjoeni N. Ras-ras umat manusia. Bandung : Citra Aditya Bakti 1991: 189-91.

35. Yogi. Bangsa Protomelayu dan Bangsa Deutromelayu.

36. Adicay. Ras Mongoloid

Januari 2013).

37. Rostina T. Analisa profil jaringan lunak menurut metode Holdaway pada mahasiswa FKG USU Suku Deutromelayu. Tesis. Medan: USU, 2009: 2.

38. Choe KS.,dkk. The Korean American Woman’s Face. Arch Facial Plast Surg 2004; 6: 244-252.


(55)

39. Gunes H, Piccardi M. Assessing facial beauty through proportion analysis by image processing and supervised learning. Int J Human Computer Studies 2006; 64: 1184-99.

40. Maple JR, Vig KWL, Beck FM, Larsen PE, Shanker S. A Comparison of providers and consumers perceptions of facial profile attractiveness. Am J Orthod Dentofac Orthop 2005; 128: 690-6.

41. Soo Oh H., dkk. Correlations between cephalometricand photographic measurements of facial attractiveness in Chinese and US patients after orthodontic treatment. Am J Orthod Dentofac Orthop 2009; 136: 762 e1-762 e14. 42. Pelton WJ, Elsasser WA. Studies of dentofacial morphology IV: Profile changes

among 6829 white individual according to age and sex. Am J Orthod Dentofac Orthop 1995; 25: 199-207.

43. Anic Milosevic S, Mestrovic S, Ante, Mladen. Proportions in the upper lip – lower lip – chin area of the lower face as determined by photogrammetric method. Journal of Cranio-Maxillo-Facial Surgery 2010; 38: 90-5.

44. Johnston DJ, Hunt O, Johnston CD, Burden DJ, Stevenson M, Hepper P. The influence of lower face vertical proportion on facial attractiveness. European Journal of Orthodontics 2005; 27: 349-354.


(56)

LAMPIRAN 1 (KERANGKA TEORI)

Tujuan perawatan ortodonti Fungsi pengunyahan Keseimbangan struktural Estetika wajah

Skeletal Jaringan

lunak wajah

Gigi geligi

Fotometri Sefalometri

Frontal Lateral Intra oral Ekstra oral Foto oblik 45o Foto lateral wajah Foto frontal wajah Konveksitas wajah Hidung Jaringan lunak bibir Dimensi vertikal wajah Jaringan lunak bibir Proporsi wajah

Bentuk wajah & asimetri wajah

Bukal koridor & garis senyum Proporsi vertikal wajah Proporsi horizontal wajah Ras Genetik Kebudayaan


(57)

LAMPIRAN 2 (KERANGKA KONSEP)

Mahasiswa FKG USU Ras Deutromelayu

Sampel usia 18-25 tahun (pria dan wanita)

Analisis fotometri

Fotometri frontal

Proporsi tinggi wajah

Trichion - Glabella Glabella - Subnasal Subnasal - Menton

Analisis Data


(58)

(59)

LAMPIRAN 4

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Alamat :

Umur :

Jenis Kelamin :

Menyatakan bersedia untuk ikut turut serta dalam penelitian yang berjudul PROPORSI TINGGI WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA

MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU DENGAN FOTOMETRI dan

tidak akan menyatakan keberatan maupun tuntutan di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan apapun dari pihak manapun juga.

Medan,

Pembuat pernyataan


(60)

LAMPIRAN 5

KUESIONER PENELITIAN DEPARTEMEN ORTODONTI FKG USU

PROPORSI TINGGI WAJAH BERDASARKAN JENIS KELAMIN PADA MAHASISWA USU RAS DEUTROMELAYU DENGAN FOTOMETRI

A. IDENTITAS RESPONDEN

Nama :

Nim :

Jenis kelamin :

Umur :

No. Hp :

Suku : Ayah : Kakek :

Nenek :

Ibu : Kakek :

Nenek :

A. RIWAYAT DENTAL DAN WAJAH

Perawatan ortodonti : Sudah / Sedang / Belum pernah Trauma pada wajah : Pernah / Tidak Pernah

Tindakan bedah pada wajah : Pernah / Tidak Pernah

B. PEMERIKSAAN INTRAORAL (diisi oleh operator)

Gigi geligi lengkap sampai M2 : Rahang Atas Ya / Tidak Rahang Bawah Ya / Tidak

Relasi M1 : Klas I / Klas II / Klas III

Bibir : Kompeten / Inkompeten

Asimetri wajah : Ada / Tidak Ada

Memakai gigi tiruan (Lepasan/Cekat) : Ada / Tidak Ada Crowded/malposisi gigi yang berat : Ada / Tidak Ada


(61)

LAMPIRAN 6

LEMBAR PENCATATAN PROPORSI TINGGI WAJAH

No

Nama

Umur

(thn) JK

(P/ W)

Pengukuran I

Pengukuran II

Tri-G

(mm)

G-Sn

(mm)

Sn-Me

(mm)

TFH

(mm)

Tri-G

(mm)

G-Sn

(mm)

Sn-Me

(mm)

TFH


(62)

LAMPIRAN 7

Hasil Uji Intraoperator dan t – test

Pengukuran I

No. Tri – G G – Sn Sn – Me TFH (Total Facial

Height)

1. 54,40 57,96 61,42 173,78

2. 52,10 57,46 60,94 170,50

3. 57,28 65,56 65,14 187,98

4. 58,72 65,16 58,34 182,22

5. 63,24 71,20 58,56 193,00

Sd (1) 4.26130 5.77619 2.75122 9.42546

Pengukuran II

No. Tri – G G – Sn Sn – Me TFH (Total Facial

Height)

1. 54,94 57,72 61,60 174,26

2. 52,26 57,04 61,02 170,32

3. 56,96 66,04 64,62 187,62

4. 59,10 65,08 58,54 182,72

5. 63,38 71,04 59,14 193,56

Sd (2) 4.22165 5.93448 2.39660 9.50795

Standard deviasi akhir dari standar deviasi (sd) 1 dan 2

No. Tri – G G – Sn Sn – Me TFH (Total Facial

Height)

Sd (1) 4.26130 5.77619 2.75122 9.42546

Sd (2) 4.22165 5.93448 2.39660 9.50795

Sd.


(63)

Descriptives

Pengukuran Statistic Std. Error

tri_G 1 Mean 57.1480 1.90571

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 51.8569

Upper Bound 62.4391

5% Trimmed Mean 57.0900

Median 57.2800

Variance 18.159

Std. Deviation (1) 4.26130

Minimum 52.10

Maximum 63.24

Range 11.14

Interquartile Range 7.73

Skewness .434 .913

Kurtosis -.078 2.000

2 Mean 57.3280 1.88798

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 52.0861

Upper Bound 62.5699

5% Trimmed Mean 57.2733

Median 56.9600

Variance 17.822

Std. Deviation (2) 4.22165

Minimum 52.26

Maximum 63.38

Range 11.12


(64)

Skewness .462 .913

Kurtosis .042 2.000

G_Sn 1 Mean 63.4680 2.58319

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 56.2959

Upper Bound 70.6401

5% Trimmed Mean 63.3722

Median 65.1600

Variance 33.364

Std. Deviation (1) 5.77619

Minimum 57.46

Maximum 71.20

Range 13.74

Interquartile Range 10.67

Skewness .200 .913

Kurtosis -1.459 2.000

2 Mean 63.3840 2.65398

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 56.0154

Upper Bound 70.7526

5% Trimmed Mean 63.3111

Median 65.0800

Variance 35.218

Std. Deviation (2) 5.93448

Minimum 57.04

Maximum 71.04

Range 14.00

Interquartile Range 11.16

Skewness .070 .913

Kurtosis -1.809 2.000


(65)

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 57.4639

Upper Bound 64.2961

5% Trimmed Mean 60.7844

Median 60.9400

Variance 7.569

Std. Deviation (1) 2.75122

Minimum 58.34

Maximum 65.14

Range 6.80

Interquartile Range 4.83

Skewness .972 .913

Kurtosis .727 2.000

2 Mean 60.9840 1.07179

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 58.0082

Upper Bound 63.9598

5% Trimmed Mean 60.9178

Median 61.0200

Variance 5.744

Std. Deviation (2) 2.39660

Minimum 58.54

Maximum 64.62

Range 6.08

Interquartile Range 4.27

Skewness .830 .913

Kurtosis .418 2.000

tfh 1 Mean 181.4960 4.21519

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 169.7927


(66)

5% Trimmed Mean 181.4678

Median 182.2200

Variance 88.839

Std. Deviation (1) 9.42546

Minimum 170.50

Maximum 193.00

Range 22.50

Interquartile Range 18.35

Skewness .003 .913

Kurtosis -2.069 2.000

2 Mean 181.6960 4.25208

95% Confidence Interval for Mean

Lower Bound 169.8903

Upper Bound 193.5017

5% Trimmed Mean 181.6689

Median 182.7200

Variance 90.401

Std. Deviation (2) 9.50795

Minimum 170.32

Maximum 193.56

Range 23.24

Interquartile Range 18.30

Skewness -.002 .913


(67)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri-G 2 4.22165 4.26130 4.2414750 .02803678

G-Sn 2 5.77619 5.93448 5.8553350 .11192793

Sn-Me 2 2.39660 2.75122 2.5739100 .25075421

TFH 2 9.42546 9.50795 9.4667050 .05832924


(68)

Independent Samples Test (T- test)

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error

Difference Lower Upper

tri_G Equal variances assumed .000 .994 -.067 8 .948 -.18000 2.68257 -6.36603 6.00603

Equal variances not assumed -.067 7.999 .948 -.18000 2.68257 -6.36612 6.00612

G_Sn Equal variances assumed .015 .907 .023 8 .982 .08400 3.70358 -8.45646 8.62446

Equal variances not assumed .023 7.994 .982 .08400 3.70358 -8.45755 8.62555

Sn_Me Equal variances assumed .053 .823 -.064 8 .951 -.10400 1.63174 -3.86680 3.65880

s not assumed -.064 7.852 .951 -.10400 1.63174 -3.87915 3.67115

tfh Equal variances assumed .000 .989 -.033 8 .974 -.20000 5.98733 -14.00680 13.60680


(69)

(70)

(71)

LAMPIRAN 9

Uji Normalitas Data

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

meanTri_G Laki-laki .099 23 .200* .957 23 .408

Perempuan .111 23 .200* .970 23 .690

meanG_Sn Laki-laki .201 23 .017 .945 23 .233

Perempuan .113 23 .200* .973 23 .766

meanSn_Me Laki-laki .120 23 .200* .949 23 .273

Perempuan .139 23 .200* .963 23 .521

meanTFH Laki-laki .210 23 .010 .859 23 .054

Perempuan .072 23 .200* .971 23 .704

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

p>0,05 : Data normal

Descriptives (Total)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 46 40.15 69.93 56.2784 7.45176

G_Sn 46 46.46 75.19 62.1465 6.59370

Sn_Me 46 45.49 84.77 63.1720 8.38617

TFH 46 141.71 206.87 181.5968 17.77660


(72)

Descriptives (Pria)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 23 44.91 69.93 58.5378 7.57213

G_Sn 23 54.10 75.19 64.8426 5.51769

Sn_Me 23 59.73 84.77 68.9326 6.48053

TFH 23 165.60 206.87 192.3130 12.21296

Valid N (listwise) 23

Descriptives (Wanita)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 23 40.15 67.95 54.0189 6.75056

G_Sn 23 46.46 71.76 59.4504 6.57925

Sn_Me 23 45.49 67.37 57.4113 5.69808

TFH 23 141.71 197.21 170.8807 16.03462


(73)

LAMPIRAN 10

Uji Statistik T-Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Tri_G Laki-laki 23 58.5378 7.57213 1.57890

Perempuan 23 54.0189 6.75056 1.40759

G_Sn Laki-laki 23 64.8426 5.51769 1.15052

Perempuan 23 59.4504 6.57925 1.37187

Sn_Me Laki-laki 23 68.9326 6.48053 1.35128

Perempuan 23 57.4113 5.69808 1.18813

TFH Laki-laki 23 192.3130 12.21296 2.54658

Perempuan 23 170.8807 16.03462 3.34345

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper

Tri_G Equal variances

assumed


(74)

Equal variances not assumed

2.136 43.432 .038 4.51891 2.11524 .25436 8.78347

G_Sn Equal variances

assumed

.394 .534 3.012 44 .004 5.39217 1.79045 1.78376 9.00059

Equal variances not assumed

3.012 42.705 .004 5.39217 1.79045 1.78066 9.00369

Sn_Me Equal variances

assumed

.244 .623 6.403 44 .000 11.52130 1.79934 7.89497 15.14764

Equal variances not assumed

6.403 43.291 .000 11.52130 1.79934 7.89329 15.14931

TFH Equal variances

assumed

1.664 .204 5.100 44 .000 21.43239 4.20282 12.96216 29.90262

Equal variances not assumed

5.100 41.098 .000 21.43239 4.20282 12.94524 29.91955


(75)

(1)

(2)

LAMPIRAN 9

Uji Normalitas Data

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

meanTri_G Laki-laki .099 23 .200* .957 23 .408

Perempuan .111 23 .200* .970 23 .690

meanG_Sn Laki-laki .201 23 .017 .945 23 .233

Perempuan .113 23 .200* .973 23 .766

meanSn_Me Laki-laki .120 23 .200* .949 23 .273

Perempuan .139 23 .200* .963 23 .521

meanTFH Laki-laki .210 23 .010 .859 23 .054

Perempuan .072 23 .200* .971 23 .704

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

p>0,05 : Data normal

Descriptives (Total)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 46 40.15 69.93 56.2784 7.45176

G_Sn 46 46.46 75.19 62.1465 6.59370

Sn_Me 46 45.49 84.77 63.1720 8.38617

TFH 46 141.71 206.87 181.5968 17.77660


(3)

Descriptives (Pria)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 23 44.91 69.93 58.5378 7.57213

G_Sn 23 54.10 75.19 64.8426 5.51769

Sn_Me 23 59.73 84.77 68.9326 6.48053

TFH 23 165.60 206.87 192.3130 12.21296

Valid N (listwise) 23

Descriptives (Wanita)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Tri_G 23 40.15 67.95 54.0189 6.75056

G_Sn 23 46.46 71.76 59.4504 6.57925

Sn_Me 23 45.49 67.37 57.4113 5.69808

TFH 23 141.71 197.21 170.8807 16.03462


(4)

LAMPIRAN 10

Uji Statistik T-Test

Group Statistics

Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Tri_G Laki-laki 23 58.5378 7.57213 1.57890

Perempuan 23 54.0189 6.75056 1.40759

G_Sn Laki-laki 23 64.8426 5.51769 1.15052

Perempuan 23 59.4504 6.57925 1.37187

Sn_Me Laki-laki 23 68.9326 6.48053 1.35128

Perempuan 23 57.4113 5.69808 1.18813

TFH Laki-laki 23 192.3130 12.21296 2.54658

Perempuan 23 170.8807 16.03462 3.34345

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variances t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower Upper Tri_G Equal variances

assumed


(5)

Equal variances not assumed

2.136 43.432 .038 4.51891 2.11524 .25436 8.78347

G_Sn Equal variances

assumed

.394 .534 3.012 44 .004 5.39217 1.79045 1.78376 9.00059

Equal variances not assumed

3.012 42.705 .004 5.39217 1.79045 1.78066 9.00369

Sn_Me Equal variances assumed

.244 .623 6.403 44 .000 11.52130 1.79934 7.89497 15.14764

Equal variances not assumed

6.403 43.291 .000 11.52130 1.79934 7.89329 15.14931

TFH Equal variances

assumed

1.664 .204 5.100 44 .000 21.43239 4.20282 12.96216 29.90262

Equal variances not assumed

5.100 41.098 .000 21.43239 4.20282 12.94524 29.91955


(6)