ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

(1)

commit to user

ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

PUTRI SEPTIA DIANITA NIM. F0306064

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2 0 10


(2)

commit to user


(3)

commit to user

iii


(4)

commit to user

iv

MOTTO

“But while I loved all of these course, there was an irresistible attraction of economics “

Tapi saat saya menyukai semua kursus/kuliah ini, ada ketertarikan tidak tertahankan pada ekonomi

(Joseph E. Stiglitz, pemenang nobel ekonomi)

“Science is the great antidote to the poison of enthusiasm and superstition” Ilmu pengetahuan adalah penangkal hebat dari racun antusiasme dan tahayul


(5)

commit to user

v

PERSEMBAHAN

Kan ku persembahan karya kecilku ini untuk:

Allah SWT atas karunia dan kemurahan hatiNya

yang telah melimpahkan ilmu pengetahuan yang tiada terkira

nilainya

Bapak & Ibuku yang paling aku cintai

terima kasih doa, bimbingan, dan kasih sayangnya kepada ananda

My beloved sisters yang tidak bosan-bosannya

memberikan dukungan & semangat

Almamaterku

Terima kasih semuanya


(6)

commit to user

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil ’alamin. Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN

DENGAN MANAJEMEN LABASEBAGAI VARIABEL MODERASI”, sebagai

tugas akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Ibu Prof. Dr. Rahmawati, M.Si,Ak, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, perhatian, dan pengarahan yang sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih-ku ucapkan atas semua ilmu dan kenangan yang telah dibagi.

5. Keluargaku tercinta (khususnya Ayah Ibuku) yang selalu memberikan dukungan, kepercayaan, dan doa-doa yang selalu terpanjatkan di setiap malam. Inilah salah satu wujud baktiku...


(7)

commit to user

vii

6. My beloved sisters ( twin sisters ” mbak Fita & Fitri”, mbak Yani, dan mbak Sari) dan mas-mas iparku ( mas Bowo & mas Awan), terimakasih atas dukungan, perhatian, dan kesabaran untuk adekmu yang manja ini. 7. Sahabat-sahabatku, hily, sesa, mila, mira, ghea, mawar, dan ira,

terimakasih sudah setiakawan saat kita menimba ilmu di bangku perkuliahan ini. Senang berdiskusi bersama kalian.

8. Buat Denny Duwur, Rofi Farih, Satria, Loggar, Titut, Tata, Dyah, Moer, Resya, Rowjack, Adiet, Darmo, Hanung, Kris, dll kocak sekali masa-masa kuliah bersama kalian. Sukses buat kita semua.

9. Buat bapemania, terimakasih atas kepercayaannya untuk memberikan kesempatan bagi saya sebagai Pimpinan Redaksi KOME, sungguh pengalaman organisasi yang luar biasa. Salam Persma!!!

10.Accounting Society’06, terimakasih sudah berjuang bersama, saling mengisi ketika kuliah. Keep contact ya, teman-teman.

11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Surakarta, September 2010


(8)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

ABSTRAK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Sistematika Penulisan………8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Manajemen Laba ... 10

1. Definisi Manajemen Laba ... 10

2. Motivasi Manajemen Laba ... 13


(9)

commit to user

ix

4. Pembentukan Manajemen Laba ... 20

B. Corporate Sosial Responsibility (CSR) ... 22

C. Pengembangan Hipotesis ... 24

D. Kerangka Teoritis ... 32

BAB III METODA PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 35

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ... 35

C. Variabel Penelitian ... 36

1. Variabel Dependen ... 37

2. Variabel Independen ... 38

3. Variabel Moderasi ... 39

4. Variabel Kontrol ... 40

D. Metoda Analisis Data ... 42

1. Pengujian Statistik Deskriptif ... 42

2. Pengujian Asumsi Klasik ... 43

3. Pengujian Hipotesis……….. 45

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Analisis Akrual Kelolaan ... 48

B. Analisis Statistik Deskriptif ... 51

C. Pengujian Asumsi Klasik ... 52


(10)

commit to user

x BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 59

B. Keterbatasan ... 60

C. Implikasi ... 60

D. Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA……….. 63


(11)

commit to user

xi

DAFTAR TABEL

Tabel III. 1 Kriteria Pengambilan Sampel ... 36

Tabel IV. 1 Hasil Regresi Manajemen Laba (DAC) ... 49

Tabel IV. 2 Statistik Deskriptif ... 51

Tabel IV. 3 Hasil Uji Multikolinieritas ... 53

Tabel IV. 4 Hasil Pengujian Regresi Model 1 ... 55


(12)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar II. 1 Kerangka Teoritis Model 1 ... 33 Gambar II. 2 Kerangka Teoritis Model 2 ... 34


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Perusahaan Sampel ... 67

Lampiran 2 Item-Item Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan ... 68

Lampiran 3 Statistik Deskriptif ... 71

Lampiran 4 Hasil Regresi Manajemen Laba (DAC) ... 71

Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas Model 1 ... 72

Lampiran 6 Hasil Uji Normalitas Model 2 ... 71

Lampiran 7 Hasil Uji Multikolinearitas Model 1... 73

Lampiran 8 Hasil Uji Multikolinearitas Model 2... 73

Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis Model 1 ... 74


(14)

commit to user

ABSTRAK

Putri Septia Dianita NIM. F0306064

ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan bukti empiris mengenai pengaruh praktik manajemen laba terhadap aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR), dan selanjutnya meneliti dampak hubungan tersebut (manajemen laba dan CSR) berpengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 27 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2006 – 2008. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode puposive sampling dan metode statistik yang digunakan adalah ordinary least square regression.

Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa perusahaan yang melakukan praktik manajemen laba tidak mempunyai pengaruh terhadap aktivitas CSR. Selain itu, berdasar hipotesis kedua dijelaskan bahwa aktivitas CSR yang berkaitan dengan praktik manajemen laba berpengaruh negatif terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan.


(15)

commit to user

ii

ABSTRACT

Putri Septia Dianita NIM. F0306064

ANALISIS PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

TERHADAP KINERJA KEUANGAN DENGAN MANAJEMEN LABA SEBAGAI VARIABEL MODERASI

This study aims to obtain empirical evidence about the effect on the activity of earnings management practices of Corporate Social Responsibility (CSR), and further examine the impact of these relationships (earnings management and CSR) effect on the financial performance of companies in the future. Samples used in this study were 27 companies listed in Indonesia Stock Exchange during the years 2006-2008. Data collected by puposive sampling method and statistical method used is ordinary least square regression.

The study provides empirical evidence that companies that engage in the practice of earnings management has no influence on CSR activities. In addition, the second hypothesis, based CSR explained that the activities associated with earnings management practices negatively affect the company's financial performance in the future.

Keywords : corporate social responsibility, earnings management, corporate financial performance


(16)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Laporan keuangan merupakan alat utama bagi manajemen untuk menyampaikan informasi keuangan perusahaan. Penyampaian informasi keuangan melalui laporan keuangan perlu dilakukan untuk memenuhi tanggung jawab manajemen kepada pemilik perusahaan, sekaligus memenuhi kebutuhan pihak eksternal maupun internal perusahaan (stakeholders) yang kurang memiliki wewenang untuk memperoleh informasi yang mereka butuhkan dari sumber langsung perusahaan (Boediono, 2005). Komponen penting dalam laporan keuangan yang seringkali dijadikan sebagai alat untuk menginformasikan kinerja manajemen adalah laba (earnings). Laba memiliki nilai relevansi tinggi karena secara statistik berhubungan dengan peningkatan dan penurunan harga saham, serta dapat digunakan untuk memprediksikan kinerja perusahaan di masa depan (Francis dan Schipper, 1999).

Oleh karena laba merupakan indikator kinerja perusahaan dan mempunyai relevansi tinggi terhadap kinerja perusahaan di masa depan, maka pihak stakeholders sering menggunakan angka laba sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomik. Shareholder mempertimbangkan angka laba untuk membuat keputusan investasi, kreditur menggunakan angka laba sebagai dasar membuat keputusan pemberian atau penolakan pinjaman, pemerintah menggunakan angka laba sebagai dasar perhitungan pajak penghasilan perusahaan, karyawan perusahaan menggunakan angka laba untuk memastikan kesejahteraan mereka


(17)

commit to user

dimana ia bekerja, dan masih banyak kelompok stakeholder lainnya yang menggunakan angka laba untuk memastikan kelangsungan kepentingan utama mereka pada perusahaan.

Namun masalah akan terjadi ketika relevansi laba sebagai alat pengukur kinerja perusahaan dihadapkan dengan praktik manipulasi (manajemen laba) yang dilakukan oleh manajer. Watt dan Zimmerman (1978) menetapkan manajemen laba sebagai tindakan manajer dalam menggunakan kebijakan akuntansi terhadap pelaporan angka-angka akuntansi yang tidak sesuai dengan kondisi ekonomi perusahaan yang sebenarnya, dan menyebabkan angka laba tersebut menyesatkan stakeholders dalam pengambilan keputusan ekonomik. Bagaimanapun manajer dapat melaporkan laba yang lebih tinggi atau lebih rendah dari angka laba yang sesungguhnya, tanpa melanggar Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU), karena PABU memberikan kebebasan bagi manajer untuk menentukan kebijakan akuntansi dalam rangka menentukan angka laba yang dilaporkan. Untuk itu Healy dan Wahlen (1999) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan manajer yang menggunakan judgment dalam pelaporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang menyesatkan terhadap pemegang saham atas dasar kinerja ekonomi perusahaan untuk mempengaruhi hasil sesuai dengan kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Pendapat tersebut secara implisit dapat diartikan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer melakukan manajemen laba.

Motivasi manajemen laba mengindikasikan secara eksplisit praktik manajemen laba yang disengaja oleh manajer, yang pada akhirnya membawa


(18)

commit to user

konsekuensi negatif terhadap shareholders, karyawan, komunitas dimana perusahaan beroperasi, masyarakat, karier dan reputasi manajer yang bersangkutan (Zahra, Priem dan Rasheed, 2005). Salah satu konsekuensi paling fatal akibat tindakan manajemen yang memanipulasi laba adalah perusahaan akan kehilangan dukungan dari para stakeholders-nya. Stakeholder akan memberikan respon negatif berupa tekanan dari investor, sanksi dari regulator, ditinggalkan rekan kerja, boikot dari para aktivis, dan pemberitaan negatif media massa (Prior, et al., 2008). Tindakan tersebut wujud ketidakpuasan stakeholders terhadap kinerja perusahaan yang dimanipulasi, dan pada akhirnya berimbas merusak reputasi perusahaan di pasar modal (Fombrun, Gardberg dan Barnett, 2000).

Oleh karena itu, manajer menggunakan suatu strategi pertahanan diri (entrenchment strategy) untuk mengantisipasi ketidakpuasan stakeholder-nya ketika ia melaporkan kinerja perusahaan yang kurang memuaskan. Strategi pertahanan diri manajer tersebut sebagai upaya untuk tetap mempertahankan reputasi perusahaan dan melindungi karier manajer secara pribadi. Salah satu cara yang digunakan manajer sebagai strategi pertahan diri adalah mengeluarkan kebijakan perusahan tentang penerapan Corporate Social Responsibility (CSR). CSR berkaitan dengan persoalan etika dan moral mengenai pembuat keputusan kebijakan dan perilaku, seperti menempatkan persoalan komplek terhadap penjagaan pelestarian lingkungan, manajemen sumber daya manusia, kesehatan dan keamanan kerja, hubungan dengan komunitas lokal, dan menjalin hubungan harmonis dengan pemasok dan pelanggan (Castelo dan Lima, 2006). Pengungkapan informasi mengenai perilaku dan hasil berkenaan dengan tanggung jawab sosial sangat membantu membangun sebuah citra (image) positif diantara


(19)

commit to user

para stakeholders (Orlitzky, Schmidt dan Rynes, 2003). Citra positif ini dapat membantu perusahaan untuk mendirikan ikatan komunitas dan membangun reputasi perusahaan di pasar modal karena dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam menegosiasikan kontrak yang menarik dengan suplier dan pemerintah, menetapkan premium prices terhadap barang dan jasa, dan mengurangi biaya modal (Fombrun et al., 2000). Castelo dan Lima (2006) menjelaskan bahwa melalui praktik CSR, perusahaan dapat menghasilkan lebih banyak perlakuan yang lebih menguntungkan berkenaan dengan regulasi, serta mendapatkan dukungan dari kelompok aktivis sosial, legitimasi dari komunitas industri, dan pemberitaan positif dari media, yang pada akhirnya reputasi perusahaan tetap terjaga dengan baik.

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Prior, Surroca, dan Tribo (2008). Berikut ini perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian Prior, Surroca, dan Tribo (2008):

1. Periode pengamatan.

Periode penelitian ini selama 3 tahun dalam periode 2006-2008 agar informasi yang diperoleh lebih relevan dengan masa kini. Sedangkan penelitian Prior, Surroca, dan Tribo (2008) mengambil rentang waktu selama tiga tahun dalam periode 2002-2004.

2. Jumlah dan jenis sampel penelitian

Sampel penelitian ini merupakan perusahaan-perusahaan manufaktur yang mengungkap program CSR di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk tahun 2006-2008 berfokus hanya di negara Indonesia sebab penelitian mengenai Earnings Management terhadap praktik Corporate


(20)

commit to user

Sosial Responsibility dengan kinerja keuangan perusahaan sebagai variabel moderating belum pernah diterapkan di Indonesia sebelumnya. Sementara, Prior, Surroca, dan Tribo (2008) menggunakan sampel terdiri atas 593 perusahaan industri meliputi database SiRi Pro™ pada tahun 2002-2004 mengkhususkan pada analisis sosially responsible invesment, dan berada di Eropa, Amerika Utara, dan Australia.

3. Teknik pengukuran pengungkapan CSR

Instrumen pengukuran CSRI yang akan digunakan dalam penelitian ini mengacu pada instrumen yang digunakan oleh Sembiring (2005), yang mengelompokkan informasi CSR ke dalam kategori: Lingkungan, Energi, Tenaga Kerja, Produk, Keterlibatan Masyarakat, dan Umum. Sedangkan penelitian Prior, Surroca, dan Tribo (2008) mengacu pada deskripsi item yang terdapat pada data SiRi Pro™.

Konteks permasalahan penelitian ini adalah adanya dugaan bahwa manajer menggunakan mekanisme CSR sebagai alat yang ampuh untuk pertahanan diri ketika mereka melakukan tindakan yang merusak kepentingan shareholders atau stakeholder lainnya. Cespa dan Cestone (2007) menjelaskan bahwa manajemen yang memanipulasi laba mempunyai insentif untuk memproyeksikan socially-friendly image melalui aktivitas CSR untuk memperoleh dukungan dari stakeholders. Dengan taktik ini, manager akan mengurangi kemungkinan mendapat tekanan akibat ketidakpuasan shareholders atau stakeholders lainnya yang kepentingannya dirusak dengan adanya praktik manajemen laba. Selanjutnya Prior et al. (2008) melaporkan bahwa masih ada pertentangan pengaruh antara


(21)

commit to user

manajemen laba dan CSR, yang pada akhirnya akan berdampak pada kinerja keuangan perusahaan. Bagaimanapun, perusahaan yang melaksanakan program CSR harus menyediakan sumber keuangan memadai yang akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Fenomena tersebut mendorong pihak akademis untuk melakukan penelitian yang menjelaskan pengaruh manajemen laba terhadap CSR, dan selanjutnya meneliti dampak hubungan tersebut (manajemen laba dan CSR) terhadap kinerja keuangan perusahaan.

B. Perumusan Masalah

Atas dasar latar belakang tersebut dan beberapa hasil penelitian sebelumnya, maka masalah yang hendak dijawab melalui penelitian ini adalah:

1. Apakah praktik manajemen laba mempengaruhi aktivitas Corporate Social Responsibility?

2. Apakah aktivitas Corporate Social Responsibility yang berkaitan dengan praktik manajemen laba mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan di masa depan?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah menganalisis dan mendapatkan bukti empiris tentang:

1. Pengaruh praktik manajemen laba terhadap aktivitas Corporate Social Responsibility;


(22)

commit to user

2. Pengaruh aktivitas Corporate Social Responsibility yang berkaitan dengan praktik manajemen laba terhadap kinerja keuangan perusahaan di masa depan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pihak-pihak sebagai berikut :

1. Manajemen

Memberikan peringatan kepada pihak manajemen yang melaksanakan program CSR dalam rangka memperbaiki citra perusahaan namun sekaligus sebagai strategi pertahanan diri mereka untuk menutupi praktik manajemen laba merupakan tindakan yang tidak etis, dan pada akhirnya dapat merugikan kinerja perusahaan di masa depan.

2. Investor dan Kreditur

Memberikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi (pemberian pinjaman) pada perusahaan-perusahaan yang melaksanakan program CSR, bahwa kemungkinan manajemennya melakukan praktik manajemen laba (earnings management) untuk memanipulasi laba yang dilaporkan.

3. Regulator (IAI, BAPEPAM-LK dan BEI)

Memberikan masukan IAI untuk membuat standar akuntansi yang dapat mempersempit usaha manajemen agar tidak melakukan manajemen laba yang menyesatkan stakeholder-nya. Sebagai bahan masukan bagi Bapepem-LK dan BEI untuk membuat peraturan tentang pengungkapan


(23)

commit to user

dampak program CSR terhadap kinerja keuangan perusahaan jangka panjang.

4. Akademisi

Memberikan kontribusi terhadap pengembangan teori keagenan bahwa manajemen sebagai agen stakeholder, yaitu terdapat hubungan multilateral antara manajemen dan para stakeholder dalam suatu perusahaan. Hasil penelitian ini juga memberi kontribusi pengembangan literatur manajemen laba, bahwa CSR dapat digunakan sebagai sarana pertahanan diri manajemen ketika mereka melakukan praktik manajemen laba.

E. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TELAAH PUSTAKA

Bab ini menjelaskan mengenai konsep manajemen laba, corporate social responsibility, pengembangan hipotesis dan kerangka teoritis.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi desain penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, definisi operasional dan pengukuran variabel, serta metode analisis data.


(24)

commit to user

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai analisis statistik deskriptif, pengujian kualitas data, dan pengujian hipótesis.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan, keterbatasan penelitian, saran, dan implikasi praktis penelitian.


(25)

commit to user

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Manajemen Laba

Bagian ini menjelaskan lebih rinci mengenai hal-hal yang berhubungan dengan manajemen laba mulai dari pengertian dari beberapa peneliti sebelumnya, bentuk manajemen laba, dan motivasi yang mendasari terbentuknya manajemen laba.

1. Definisi Manajemen Laba

Istilah manajemen laba muncul sebagai konsekuensi langsung dari upaya-upaya manajer atau pembuat laporan keuangan untuk melakukan manajemen informasi akuntansi, khususnya laba (earnings), demi kepentingan pribadi dan/atau perusahaan (Gumanti, 2000).

Setiawati dan Na’im (2000) mendefinisikan manajemen laba sebagai campur tangan manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri. Manajemen laba merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan. Manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka tanpa rekayasa.

Widyaningdyah (2001) dalam penelitiannya menyatakan earnings management merupakan tindakan manajemen yang berupa campur tangan dalam proses penyusunan laporan keuangan dengan maksud untuk meningkatkan kesejahteraannya secara personal maupun untuk meningkatkan nilai perusahaan.


(26)

commit to user

Menurut Suyatmin dan Suwarno (2002) earnings management mempunyai definisi sebagai sebagai berikut:

earnings management terjadi ketika para manajer menggunakan pertimbangan (judgementnya) dalam pelaporan keuangan dan di dalam perancangan transaksi yang terstruktur untuk mengubah laporan keuangan yang dapat menyesatkan stakeholders tentang dasar kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil sesuai kontrak yang tergantung pada angka-angka akuntansi yang dilaporkan‖.

Dalam Suyatmin dan Suwarno (2002) disebutkan bahwa earnings management merupakan proses dengan sengaja, dalam batasan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP), untuk melaporkan tingkat laba periodik (earnings) sesuai yang diinginkan. Hal ini dipengaruhi oleh dua faktor sebagai berikut ini.

a. Perilaku opportunistic manajer, yakni memaksimumkan kepuasan dalam hubungannya dengan kompensasi, kontrak utang dan political cost.

b. Keyakinan manajer bahwa earnings management dapat mempengaruhi harga pasar saham.

Pengertian earnings management dilihat dari sudut etika dapat diartikan sebagai suatu tindakan manjemen yang berkiblat pada dilaporkannya pendapatan dan penyediaan keuntungan ekonomi yang tidak benar untuk organisasi dan mungkin dalam faktanya dalam jangka panjang serta terjadinya kerusakan (Suyatmin dan Suwarno, 2002).

Definisi manajemen laba yang hampir sama juga diungkapkan oleh Schipper (1989) dalam Sutrisno (2002) yang menyatakan bahwa manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan


(27)

commit to user

keuangan eksternal, untuk memperoleh beberapa keuntungan privat (sebagai lawan untuk memudahkan operasi yang netral dari proses tersebut).

Abarbanel dan Lehavy ( 2003) mendefinisikan earnings management sebagai suatu tindakan oportunistik yang dilakukan oleh manajemen atau tindakan yang diambil untuk menarik shareholders dalam pasar modal.

Scott (2003) mendefinisikan manajemen laba dalam penelitiannya sebagai berikut ini.

Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the market value of the firm‖.

Definisi manajemen laba tersebut dapat diartikan sebagai pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan. Scott (2003) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang, dan political cost (Opportunistic Earnings Management). Ke dua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), di mana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Dengan demikian, manajer dapat mempengaruhi nilai pasar saham perusahaannya melalui manajemen laba, misalnya dengan membuat perataan laba (income smoothing) dan pertumbuhan laba sepanjang waktu.


(28)

commit to user

Menurut Saputro dan Setiawati (2004) manajemen laba adalah campur tangan manajemen dalam proses penyusunan laporan keuangan eksternal guna mencapai tingkat laba tertentu dengan tujuan untuk menguntungkan dirinya sendiri (atau perusahaannya sendiri).

Penelitian yang dilakukan oleh Ewert dan Wagenhofer (2005) disebutkan bahwa akuntansi dalam earnings management meliputi interpretasi dari standar akuntansi dan penerapan transaksi atau kejadian yang telah dilakukan. Pada dasarnya manajer akan membagi beberapa angka dari laba akuntansi dari satu periode ke periode yang lain.

Kusuma (2006) secara implisit dapat diartikan bahwa manajemen laba erat kaitannya dengan motivasi-motivasi yang mendasari manajer melakukan manajemen laba, sasaran-sasaran yang ingin dicapai manajer, dan penggunaan judgment-judgment dalam pelaporan keuangan.

Sanjaya (2008) menyatakan bahwa manajemen laba cenderung menyebabkan kualitas laporan keuangan menjadi lebih rendah karena tujuan manajemen laba adalah untuk menyesatkan para pengguna laporan keuangan.

2. Motivasi Manajemen Laba

Berdasarkan literatur dan didukung oleh riset empiris, Healy dan Wahlen (1999) mengelompokkan motivasi manajemen untuk melakukan manajemen laba menjadi tiga bagian, yaitu:

a. Motivasi Pasar Modal

Meluasnya penggunaan informasi akuntansi oleh investor dan analis keuangan guna menilai sekuritas dapat menimbulkan suatu insentif untuk


(29)

commit to user

memanipulasi laba dalam rangka mempengaruhi kinerja harga sekuritas jangka pendek. Beberapa riset empiris menunjukkan manajemen perusahaan melakukan manajemen laba sebelum dilakukannya management buyout (MBO). DeAngelo (1986) menyatakan informasi laba penting untuk penilaian MBO dan ia menghipotesiskan manajer perusahaan buyout mempunyai insentif untuk ―understate‖ laba. Dengan menggunakan metoda akuntansi akrual, ia menguji 64 perusahaan yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE) dan American Stock Exchange selama perioda 1973—1982. Namun, hasil yang diperoleh tidak mendukung hipotesis manajemen laba. Salah satu kelemahan dalam desain riset DeAngelo adalah adanya asumsi bahwa komponen akrual nonkelolaan adalah nol. Ini tentu kurang logis karena tingkat aktivitas ekonomi perusahaan yang mempengaruhi besarnya akrual nonkelolaan selalu berubah dengan tingkat perubahan yang berbeda-beda. Suatu model yang baik seharusnya mengontrol perubahan akrual nonkelolaan yang disebabkan oleh perubahan kondisi.

Perry dan Williams (1994) mencoba untuk memperbaiki desain riset DeAngelo (1986) dengan menggunakan model Jones (1991) guna mendeteksi manajemen laba. Guna memperkuat analisisnya, maka Perry dan Williams juga membuat sampel kontrol, yaitu perusahaan yang memiliki komparabilitas dengan perusahaan sampel yang tidak melakukan MBO. Hasil yang diperoleh menunjukkan manajer perusahaan telah melakukan manajemen laba sebelum MBO, yaitu dengan decreasing income yang dilaporkan. Strategi manajemen laba yang dilakukan sebelum MBO


(30)

commit to user

diharapkan memberi keuntungan kepada manajemen, pemegang saham yang mungkin menerima harga pembelian kembali yang lebih rendah.

Beberapa penelitian yang lain juga menguji apakah laba yang dilaporkan oleh manajer adalah ―overstate‖ dalam perioda di sekitar penawaran ekuitas (equity offering). Teoh dkk. (1998) menguji 1265 perusahaan yang melakukan equity offerings dengan perioda pengujian mulai tahun 1976 sampai 1989. Ia menunjukkan bahwa manajer perusahaan berupaya untuk menaikkan laba sebelum seasoned equity offers agar saham yang ditawarkan laku karena pembeli akan mendapatkan dividen yang tinggi.

b. Contracting Motivations

Data akuntansi digunakan untuk membantu memonitor dan meregulasi hubungan kontraktual di antara beberapa stakeholders perusahaan. Kontrak kompensasi eksplisit dan implisit digunakan untuk membatasi insentif manajemen dan external stakeholders. Kontrak perjanjian pinjaman dilakukan secara tertulis guna mencegah agar manajemen tidak melakukan tindakan yang dapat merugikan posisi kreditur. Kontrak-kontrak tersebut seringkali menggunakan angka akuntansi sebagai pengukur kinerja perusahaan seperti yang tercantum dalam kontrak perjanjian. Watts dan Zimmerman (1978) menyatakan kontrak-kontrak tersebut menimbulkan insentif bagi manajer untuk melakukan manajemen laba, mengingat pihak stakeholders cenderung tidak berupaya untuk mendeteksi dan menyelidiki ada-tidaknya manajemen laba karena besarnya kos yang akan dikeluarkan untuk melakukannya.


(31)

commit to user

Manajemen laba untuk alasan contracting ini cenderung menarik perhatian badan penetap standar karena manajemen laba yang dilakukan secara potensial akan menghasilkan laporan keuangan yang menyesatkan. Selain itu, pelaporan keuangan digunakan untuk menyampaikan informasi tidak hanya kepada investor, tetapi juga kepada kreditur dan wakil-wakil investor yang duduk sebagai anggota dewan direktur.

Riset empiris yang mendukung hal ini dilakukan oleh De Angelo dkk. (1994) yang telah menguji, apakah 76 perusahaan yang selama tahun 1980 sampai 1985 kinerjanya mendekati batas-batas dividend covenant akan mengubah metoda akuntansi yang digunakan. Hasil riset mereka menemukan 87% perusahaan melaporkan overstated reporting earnings dan 8% melaporkan understated reporting earnings dan sisanya 5% melakukan perataan laba. Ini merupakan bukti adanya manajemen laba diantara perusahaan yang mendekati dividend covenant-nya.

Motivasi contracting ini selain mencakup kontrak pinjaman juga mencakup kontrak kompensasi. Jadi, dua hipotesis yang dikemukakan dalam TAP termasuk dalam kelompok motivasi contracting. Guidry dkk. (1998) menemukan manajer divisi suatu perusahaan multivasional cenderung menangguhkan income ketika target laba dalam rencana bonusnya tidak akan terpenuhi dan ketika mereka berhak mendapatkan bonus maksimum yang diijinkan berdasarkan program bonus. Beberapa riset juga dilakukan untuk menguji insentif manajemen laba dengan adanya kontrak kompensasi implisit (misalnya, DeAngelo 1988).


(32)

commit to user c. Regulatory Motivations

Terdapat tiga bentuk motivasi regulasi yang mendasari praktik manajemen laba yaitu untuk menghindari regulasi industri, untuk mengurangi risiko investigasi, dan intervensi oleh pemerintah berkaitan dengan undang-undang anti-trust, serta untuk tujuan perencanaan pajak (Jones 1991; Cahan 1992; Na'im dan Hartono 1996).

Setiawati (2002) memfokuskan pada perilaku manajemen laba dalam kaitannya dengan insentif untuk meminimalkan pajak. Hasilnya tidak dapat membuktikan bahwa perusahaan berusaha menurunkan laba pada tahun 1994 dengan tujuan untuk mendapatkan penghematan pajak. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah menggunakan momen perubahan tarif pajak penghasilan untuk mengevaluasi dampak penurunan tarif pajak terhadap perilaku oportunis manajemen.

Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi perilaku manajemen laba dalam industri perbankan telah dilakukan oleh Setiawati dan Nai'm (2001) yang mengindikasikan bahwa bank yang mengalami penurunan skor kesehatan memilih kebijakan akrual yang dapat meningkatkan laba. Artinya, manajemen melakukan manipulasi menaikkan laba karena adanya motivasi regulasi dari BI, yaitu tentang tingkat kesehatan.

Beaver (2002) menggolongkan motivasi manajemen laba menjadi dua yaitu oportunistik dan signalling. Motivasi mengelola akrual berhubungan dengan perilaku kontrak kompensasi, kovenan hutang, penentuan harga di pasar modal, pajak, litigasi dan regulasi. Teori signalling menjelaskan bahwa sinyal dilakukan oleh manajemen untuk mengurangi asimetri informasi (Lo


(33)

commit to user

2005). Apabila manajemen mengetahui lebih banyak mengenai kondisi keuangan dan prospek perusahaan daripada pemegang saham, mereka dapat memberikan sinyal dengan mencatat akrual kelolaan.

3. Teknik Manajemen Laba

Setiawati dan Na’im (2000) menyebutkan bahwa teknik untuk merekayasa laba dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu:

a. Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi

Cara manajemen untuk mempengaruhi laba melalui judgement terhadap estimasi akuntansi antara lain, estimasi tingkat piutang tidak tertagih, estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tidak berwujud, estimasi biaya garansi, dan lain-lain.

b. Mengubah metoda akuntansi

Perubahan metoda akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi, contoh: mengubah metoda depresiasi aktiva tetap, dari metoda depresiasi angka tahun ke metoda depresiasi garis lurus.

c. Menggeser perioda biaya atau pendapatan

Contoh rekayasa perioda biaya atau pendapatan antara lain: mempercepat/menunda pengeluaran untuk penelitian sampai perioda akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengeluaran promosi sampai perioda akuntansi berikutnya, kerja sama dengan vendor untuk mempercepat/menunda pengiriman tagihan sampai perioda akuntansi berikutnya, mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan, menjual investasi sekuritas untuk memanipulasi tingkat laba, mengatur saat penjualan aktiva tetap yang sudah tidak dipakai, dan lain-lain.


(34)

commit to user

Perusahaan yang mencatat persediaan dengan menggunakan asumsi LIFO, juga dapat merekayasa peningkatan laba melalui pengaturan saldo persediaan.

Ronen dan Sadan (1975) dalam Suyatmin dan Agus (2002) menunjukkan perekayasaan earnings dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: Cara pertama dapat dilakukan manajemen dengan menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu melalui kebijaksanaan yang dimiliki untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan. Cara kedua dapat dilakukan manajemen dengan mengalokasikan pendapatan dan biaya tertentu untuk beberapa perioda akuntansi. Cara ketiga dilakukan dengan menetapkan kebijaksanaan sendiri di dalam mengklasifikasikan pos-pos laba rugi tertentu kedalam kategori yang berbeda. Dari berbagai penelitian yang ada instrumen yang sering digunakan untuk melakukan earnings management antara lain adalah biaya pensiun, pos-pos luar biasa, kredit pajak investasi, depresiasi dan biaya tetap, perbedaaan mata uang, klasifikasi akuntansi dan pencadangan.

Achmad dkk. (2007) dalam penelitiannya menyebutkan strategi manajemen laba secara spesifik meliputi (1) perusahaan menggunakan strategi flesibilitas dalam pengestimasian penyisihan piutang dan persediaan, (2) perusahaan lebih menyukai strategi pelanggaran prinsip akuntansi dan manajemen laba transaksional daripada pemanfaatan fleksibilitas akuntansi akrual, serta (3) pergeseran pendapatan dan beban antar perusahaan untuk menurunkan laba.


(35)

commit to user 4. Pembentukan Manajemen Laba

Manajer dapat memilih beberapa bentuk manajemen laba tergantung dari kebutuhan masing-masing perusahaan. Bentuk dari manajemen laba antara lain Taking a Bath, Income Minimazation, Income Maximation, dan Income Smoothing (Scoot, 2003). Berikut ini akan dijelaskan masing-masing bentuk manajemen laba, sebagai berikut:

a. Taking a Bath

Terjadinya taking a bath pada perioda stres atau reorganisasi termasuk pengangkatan CEO baru. Bila perusahaan harus melaporkan laba yang tinggi, manajer merasa dipaksa untuk melaporkan laba yang tinggi, dengan begitu konsekuensinya manajer akan menghapus aktiva dengan harapan laba yang akan datang meningkat. Dalam bentuk ini mengakui adanya biaya pada perioda mendatang dan kerugian pada perioda berjalan, ketika kondisi buruk yang tidak menguntung, tidak dapat dihindari pada perioda tersebut. Untuk itu manajemen harus menghapus beberapa aktiva dan membebankan perkiraan biaya mendatang serta melakukan clear the desk, sehingga laba yang dilaporkan di perioda yang akan datang meningkat.

b. Income Minimization

Income minimization dilakukan sebagai alasan politis pada perioda laba yang tinggi sehingga jika laba pada perioda mendatang diperkirakan turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba perioda sebelumnya atau dengan mempercepat penghapusan aktiva tetap dan aktiva tak berwujud dan mengakui pengeluaran sebagai


(36)

commit to user

biaya. Pada saat probabilitas perusahaan sangat tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis, kebijakan yang diambil dapat berupa penghapusan atas barang modal dan aktiva tidak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk Research and Development, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi minyak, gas dan sebagainya.

c. Income Maximization

Tindakan atas income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk tujuan bonus yang besar. Perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang mungkin akan memaksimalkan pendapatan. Jadi income maximization dilakukan pada saat laba menurun.

d. Income Smoothing

Perataan laba merupakan normalisasi laba yang dilakukan secara sengaja untuk mencapai tren atau level tertentu (Belkaoui dalam Suyatmin dan Agus (2000)). Menurut Beidelman (1973) dalam Suyatmin dan Agus (2002) income smoothing merupakan usaha yang disengaja untuk meratakan atau memfluktuasikan tingkat laba sehingga pada saat sekarang dipandang normal bagi suatu perusahaan. Dalam hal ini perataan laba menunjukkan suatu usaha manajemen perusahaan untuk mengurangi batas-batas yang diijinkan dalam praktik akuntansi dan prinsip manajemen yang wajar.


(37)

commit to user

Studi DeFond dan Jiambalvo (1994); Sweeny (1994); Peltier-Rivest (1999); Jaggi dan Lee (2001); dan Rosner (2003) dalam Herawati dan Baridwan (2007) memberikan bukti empiris mengenai pola manajemen laba dalam bentuk meningkatkan laba yang dilaporkan. Sedangkan beberapa studi lain menyatakan bahwa manajer sedikit mungkin melakukan manajemen laba yang meningkatkan laba, justru manajer lebih mungkin melakukan manajemen laba yang menurunkan laba untuk menyoroti kesulitan keuangan perusahaan yaitu DeAngelo et al. (1994); dan Saleh dan Ahmed (2005) dalam Herawati dan Baridwan (2007). Jadi pola manajemen laba yang dapat dilakukan oleh manajer ada dua, yaitu meningkatkan laba dan menurunkan laba yang dilaporkan.

B. Corporate Sosial Responsibility (CSR)

The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) mendefinisikan corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerjasama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat, baik dari segi bisnis maupun untuk pembangunan. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan antara pemerintah, lembaga masyarakat, serta komunitas lokal yang bersifat statis. Kemitraan ini sebagai bentuk tanggung jawab bersama secara sosial antara stakeholders.


(38)

commit to user

Sementara Belkaoui (2006) menjelaskan bahwa disiplin akuntansi merespon perkembangan pertanggungjawaban sosial perusahaan dengan melahirkan wacana baru tentang social responsibility accounting (SRA), total impact accounting (TIA), dan sosio economic accounting (SEA).

Gray et al., (1995) dalam Yuliana dan Purnomosidhi (2008) mengemukakan beberapa teori yang melatarbelakangi perusahaan untuk melakukan pengungkapan sosial yaitu:

1. Decision Usefulness Studies

Teori ini memasukkan para pengguna laporan akuntansi yang lain selain para investor ke dalam kriteria dasar pengguna laporan akuntansi sehingga suatu pelaporan akuntansi dapat berguna untuk pengambilan keputusan ekonomi oleh semua unsur pengguna laporan tersebut.

2. Economic Theory Studies

Studi ini berdasarkan pada economic agency theory. Teori tersebut membedakan antara pemilik perusahaan dengan pengelola perusahaan dan menyiratkan bahwa pengelola perusahaan harus memberikan laporan pertanggungjawaban atas segala sumber daya yang dimiliki dan dikelolanya kepada pemilik perusahaan

3. Sosial and Political Studies

Sektor ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan politik, sosial, dan kerangka institusional tempat ekonomi berada. Studi sosial dan politik mencakup dua teori utama, yaitu stakeholder theory dan legitimacy theory.


(39)

commit to user

Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari suatu komunitas.

C. Pengembangan Hipotesis

1. Pengaruh Manajemen laba terhadap Praktik CSR

Davidson III, Jiraporn, Kim dan Nemec (2004) telah menguji hubungan antara manajemen laba dan teori agensi. Mereka berpendapat bahwa pemisahan antara pemilik (prinsipal) dan pengendali (agen) pada perusahaan memunculkan asimetri informasi, yang memungkinkan agen melakukan tindakan oportunis karena mereka mempunyai kepentingan yang berbeda dengan prinsipal. Dalam konteks ini, manajemen laba dipandang sebagai sebuah biaya keagenan untuk mengawasi manajer yang berpeluang menjaga kepentingan pribadinya dengan cara mengeluarkan laporan keuangan yang tidak menyajikan gambaran ekonomi perusahaan yang sesungguhnya. Sebagai konsekuensinya, shareholders dapat membuat keputusan investasi yang tidak optimal.

Meskipun demikian, dampak manajemen laba tidak hanya mempengaruhi pemilik perusahaan, tetapi juga mempunyai pengaruh yang kuat pada stakeholder lainnya. Stakeholder merupakan sekelompok orang yang mempunyai risiko sebagai akibat bentuk investasi mereka berupa modal, sumber daya manusia, atau sesuatu yang bernilai pada suatu perusahaan (Clarkson, 1994). Berdasarkan definisi tersebut, berarti bahwa tindakan manajemen seperti praktik manajemen laba akan menyesatkan stakeholder


(40)

commit to user

terhadap penilaian aset, transaksi, dan posisi keuangan, yang mempunyai konsekuensi yang serius terhadap pemegang saham, kreditor, karyawan, dan masyarakat secara keseluruhan (Zahra et al., 2005)

Ketika pemegang saham menduga bahwa manajer melaporkan laba manipulasian, maka perusahaan tempat manajer bekerja tersebut akan langsung kehilangan nilai di pasar modal (Dechow dan Sweeney, 1996). Selanjutnya, dapat diprediksikan bahwa peringkat kredit obligasi perusahaan tersebut juga akan jatuh sehingga berdampak negatif terhadap kesejahteraan bondholder. Sementara itu, D’Souza et al. (2000) juga menjelaskan dampak praktik manajemen laba terhadap para karyawan. Mereka meneliti hubungan manajemen laba dan kos tenaga kerja, dan menemukan bahwa manajer mengurangi angka laba yang dilaporkan ketika melakukan negosiasi kontrak kerja dengan serikat pekerja. Hal tersebut dilakukan manajer dalam rangka untuk menekan kos tenaga kerja. Dampak tindakan manajer tersebut dapat mengurangi kepercayaan terhadap integritas manajemen dan juga mengikis kepercayaan pasar terhadap perusahaan, yang selanjutnya dapat membawa konsekuensi yang serius bagi masyarakat secara keseluruhan (Zahra et al., 2005).

Oleh karena keputusan manajemen berdampak secara langsung terhadap semua kelompok stakeholders, maka manajer dapat dipandang sebagai agen stakeholders, dan tidak hanya sebagai agen shareholders. Berdasarkan perspektif manajemen sebagai agen stakeholder, suatu perusahaan dipandang tidak hanya sebagai suatu hubungan bilateral antara pemegang saham dan manager, tetapi sebagai sekumpulan hubungan


(41)

commit to user

multilateral antara manajemen dan stakeholder. Masing-masing stakeholder mempunyai kepentingan pribadi, yang pada umumnya menimbulkan konflik kepentingan dengan stakeholder lainnya. Salah satu konflik kepentingan yang muncul adalah konflik kepentingan antara manajer dan stakeholder lainnya, sebagai peredam masalah keagenan (Hill dan Jones, 1992), yang dapat mencegah kelompok stakeholder lainnya yang ingin memaksimalkan kepentingannya. Pada akhirnya, karena manajer yang mengendalikan proses pembuatan keputusan dalam perusahaan, mereka dapat menggunakan power mereka untuk keuntungan pribadinya, namun menyebabkan stakeholders lainnya mengalami kerugian yang signifikan.

Rowley dan Berman (2000) menjelaskan bahwa salah satu bentuk respon stakeholders terhadap manajer yang menggunakan power untuk keuntungan pribadinya, adalah dengan cara menghukum mereka agar mengubah perilaku oportunis tersebut. Hukuman tersebut dalam bentuk boikot dan melobi pihak-pihak terkait yang mempunyai bargaining power dengan perusahaan (Baron, 2001; Feddersen dan Gilligan, 2001; John dan Klein, 2003). Tindakan boikot dan kampanye media menimbulkan ancaman yang membahayakan bagi manajemen, namun stakeholder secara substansial menikmati aksi tersebut karena secara tidak langsung mereka dapat mengendalikan perusahaan. Selain itu, aksi boikot juga menimbulkan ancaman serikat pekerja, mengurangi kepercayaan pelanggan dan partner bisnis, dan sanksi dari regulator (Castelo dan Lima, 2006). Dalam konteks ini, selanjutnya stakeholders menggunakan pemberitaan media untuk meredam


(42)

commit to user

aksi tersebut, dan memberi kontribusi terhadap pengurangan penyalahgunaan manajemen.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media mempunyai pengaruh penting terhadap aktivitas Corporate Social Responsibility (CSR). Bansal (2005) melaporkan bahwa meningkatnya laporan media menimbulkan kepedulian perusahaan karena mendapat perhatian dari publik dan atau kecaman publik yang lebih pedas. Ancaman negatif publikasi media mempunyai dua konsekuensi dari semua praktik manajemen. Pertama, beberapa publikasi menyebabkan tekanan yang memaksa perusahaan untuk komitmen pada pengembangan berkelanjutan, dan ancaman yang dapat mengikis citra baik perusahaan yang mengimplemantasikan praktik yang tidak dapat diterima oleh publik. Kedua, CSR merangsang stakeholder melobi organisasi tertentu dan pemerintah dalam rangka untuk menerapkan perubahan praktik bisnis. Dalam kasus yang berkaitan dengan manajemen laba, beberapa stakeholder berhubungan dengan tanggapan spesifik. Sebagai contoh adalah pemegang saham dan stakeholder lainnya secara proaktif meminta perbaikan kembali untuk kerugian yang mereka tanggung akibat praktik manajemen laba (Zahra, 2005). Selain itu, beberapa perusahaan mulai mengembangkan program in-house whistle-blowing dimana pekerjanya dapat mengungkapkan perhatiannya tentang isu akuntansi dan operasi secara bijaksana dan tidak bernama.

Dalam konteks yang sama, manajer pada perusahaan yang terdaftar di pasar modal, manajer yang terikat kontrak tertentu, atau manajer pada perusahaan yang tunduk pada aturan regulator (regulatory motivations) yang


(43)

commit to user

melakukan praktik manajemen laba, mungkin mereka bekerja untuk memperkuat keamanan pekerjaannya dengan membuat perlindungan dan tetap berdiri dalam pekerjaannya jika mereka tidak mempunyai kompetensi yang lama dan kualifikasi untuk menjalankan perusahaan. Cara yang memungkinkan untuk melindungi pekerjaan mereka (dan memelihara keuntungan pribadi) dengan mengikatkan dalam suatu rangkaian aktivitas dewan komisaris (broad) yang bertujuan membangun hubungan dan mendapatkan dukungan stakeholder perusahaan dan aktivitas lingkungan, yang disebut dengan CSR. CSR meliputi kegiatan yang menggabungkan aspek sosial ke dalam proses produk dan manufaktur, mengadopsi praktik progresif sumber daya manusia, memperbaiki tingkat ramah lingkungan melalui pengolahan kembali dan mengurangi polusi, melanjutkan tujuan komunitas organisasi (McWilliams, Siegel dan Wright, 2006)

Melalui aktivitas CSR, manajer mempunyai tujuan yang berbeda untuk mendapatkan laporan yang menyenangkan dari media, legitimasi dari komunitas lokal, regulasi yang memudahkan, dan berkurangnya kritikan dari investor dan pekerja. Pada waktu yang sama, beberapa aktivitas dapat mengurangi kemungkinan produk perusahaan diboikot, menghindari lobi yang melawan perusahaan. Esensinya adalah seorang manajer percaya bahwa dengan memuaskan kepentingan stakeholder dan merencanakan membuat citra positif terhadap perhatian dan kesadaran sosial dan lingkungan, maka dapat mengurangi kemungkinan diselidiki secara lebih teliti oleh stakeholder yang terpuaskan terhadap aksi manajemen labanya.


(44)

commit to user

Beberapa penyalahgunaan manfaat aktivitas CSR membawa keraguan terhadap efisiensi penerapan kebijakan sosial yang ramah sebagai suatu mekanisme corporate governance. Pandangan ini berbeda dari yang disediakan oleh teori stakeholder tradisional dengan menyarankan bahwa partisipasi stakeholder merupakan salah satu cara penting bagi manajemen untuk melakukan tindakan sebagai berikut: (1) memperkuat persepsi perusahaan terhadap legitimasi sosial, (2) meningkatkan keterkaitan dewan direksi dan (3) mengikat manajemen dengan suatu standar kinerja yang lebih tinggi. Semua faktor tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja keuangan (Luoma dan Goodstein, 1999).

Argumen kedua yang membenarkan penggunaan CSR secara tidak tulus oleh manajer yang memanipulasi laba berkaitan dengan penerapan inisiatif pertahanan diri manajer. Dalam pandangan ini, ijin aktivis sosial dan tekanan kelompok merupakan strategi pertahanan diri yang sederhana untuk CEO yang mendapat tekanan dari pemegang saham yang kepentingannya akan rusak. Pagano dan Volpin (2005) berpendapat bahwa manajer akan memberi penghargaan kepada stakeholder seperti pekerja dengan aktivitas sosial yang dermawan sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri untuk menghindari tekanan dari pasar keuangan melalui hostile takeover. Untuk itu, diduga bahwa ketika manajer bertindak untuk mengejar kepentingan pribadi dengan menyesatkan pihak stakeholder tentang nilai riil kekayaan perusahaan atau posisi keuangan, mereka mendapatkan ijin secara diam-diam dari stakeholder lainnya untuk memvalidasi beberapa praktik. Stakeholder dapat


(45)

commit to user

membujuk dengan menawarkan kepuasan kepentingan mereka yang spesifik dan kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki CSR perusahaan.

Oleh karena itu, diduga bahwa eksekutif dengan insentif untuk mengelola laba akan sangat proaktif dalam mereklamekan penyingkapan publik mereka melalui aktivitas CSR, terutama bagi perusahaan dengan pengawasan yang ketat. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat manajemen laba yang rendah mempunyai sedikit dorongan untuk mendapatkan tanggapan publik dengan mempromosikan aktivitas pertanggungjawaban sosial. Hipotesis penelitian ini adalah:

H1: Praktik manajemen laba berpengaruh positif terhadap aktivitas CSR.

2. Pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Kinerja

Keuangan dengan Manajemen Laba sebagai Variabel Moderasi Aspek kedua yang dituju dalam penelitian ini adalah dampak CSR terhadap kinerja keuangan, yang dipicu oleh praktik manajemen laba. Teori instrumental stakeholder (Donaldson dan Preston, 1995) berpendapat bahwa manajemen yang baik berdampak hubungan positif dengan stakeholder kunci (shareholders), yang selanjutnya dapat meningkatkan kinerja keuangan. Asumsi dasar yang mendasari teori ini adalah bahwa CSR dapat digunakan sebagai alat organisasi untuk menggunakan sumber daya yang lebih efektif (Orlitzky et al., 2003), yang kemudian mempunyai dampak positif terhadap kinerja keuangan perusahaan. Oleh karena itu, manajemen strategi atas hubungan dengan stakeholder merupakan intangible asset yang dapat


(46)

commit to user

dipandang sebagai suatu alat yang dapat memperbaiki kinerja keuangan dengan menggunakan sumber daya berdasarkan teori perusahaan (Hillman dan Keim, 2001). Berman, Wicks, Kotha dan Jones (1999) juga menemukan bukti yang mendukung posisi bahwa hubungan stakeholder yang baik mempunyai pengaruh positif terhadap kinerja keuangan. Pernyataan tersebut disebut sebagai Good Management hypothesis (Waddock dan Graves, 1997).

Dampak positif CSR terhadap kinerja keuangan perusahaan, bagaimanapun, menjadi pertanyaan dengan berbagai macam argumen. Pertama, argumen yang menyatakan bahwa manajer yang menginginkan kedudukan yang lebih tinggi, cenderung untuk mengejar kebijakan jangka pendek semata-mata berfokus pada hasil keuangan pada beban isu sosial jangka panjang (Preston dan O’Bannon, 1997). Kedua, hubungan manajemen di antara sekumpulan stakeholder yang luas dengan tujuan perselisihan dapat menimbulkan kekerasan yang terlalu tinggi dan sumber konsumsi organisasi yang dapat membahayakan kinerja keuangan perusahaan (Aupperle, Carroll dan Hatfield, 1985). Akhirnya, manajer dapat berkelakuan secara opportunis, terhadap kerugian hasil keuangan, dengan mengikuti praktik pertahanan (Jones, 1995) dengan tujuan agar kepentingan stakeholder terpuaskan, seperti yang dijelaskan sebelumnya.

Ketika perusahaan memperbaiki CSR mereka sebagai suatu konsekuensi manajemen laba. Dampak positif CSR terhadap kinerja keuangan perusahaan seharusnya berkurang secara signifikan. Pernyataan ini didasarkan pada fakta bahwa manajer yang berlindung pada penyesuaian akuntansi cenderung over-invest dalam aktivitas yang mempertinggi CSR perusahaan


(47)

commit to user

sebagai salah satu strategi pertahanan diri. Munculnya ijin sosial dari strategi ini merupakan hal yang tidak produktif dan boros, diharapkan mempunyai dampak marginal negatif terhadap kinerja keuangan. Contohnya, manajer dapat over-invest dalam proyek kompleks yang sedang berjalan dengan mempekerjakan stakeholder yang berbeda untuk memuaskan kepentingan mereka dan, dalam waktu yang sama, mengelola laba dalam rangka untuk memberi ijin lebih besar terhadap stakeholder. Rowley (1997) menekankan bahwa tingkat CSR yang tinggi meliputi hubungan yang luas dengan sekelompok stakeholder dengan konflik yang bertujuan untuk menunda proses pengambilan keputusan dalam organisasi.

Hipotesis selanjutnya adalah bahwa manajer yang melakukan manajemen laba berusaha untuk melibatkan stakeholder sebagai suatu cara untuk memvalidasi tindakannya supaya menjadi tidak mendapatkan tekanan stakeholder lainnya. Inilah yang disebut sebagai entrenchment strategy. Tindakan tersebut dapat mengurangi fleksibilitas organisasi dan berpengaruh terhadap hasil keuangan yang merugikan. Dengan demikian tingkat manajemen laba memperlemah hubungan antara CSR dan profitabilitas, maka hipotesis alternatif kedua adalah:

H2: Semakin tinggi tingkat manajemen laba, maka berpengaruh negatif terhadap hubungan antara CSR dan kinerja keuangan.

D. Kerangka Teoritis

Terdapat dua model yang akan diuji dalam penelitian ini. Model pertama penelitian ini menggunakan Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai


(48)

commit to user

variable dependen dan Manajemen Laba (DAC) sebagai proksi akrual kelolaan sebagai variable independen. Selain itu penelitian ini juga menggunakan variable control, antara lain Ukuran Perusahaan (SIZE), Ukuran Dewan Komisaris (KOM), Konsentrasi Kepemilikan (KP), Kepemilikan Institusi (KI), dan Leverage (LEV).

Model kedua penelitian ini menggunakan Kinerja Keuangan Perusahaan (CFP) sebagai variable dependen, Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai variable independen, dan Manajemen Laba (DAC) sebagai variable pemoderasi. Selain itu penelitian ini juga menggunakan variable control, antara lain Ukuran Perusahaan (SIZE), Ukuran Dewan Komisaris (KOM), Konsentrasi Kepemilikan (KP), Kepemilikan Institusi (KI), dan Leverage (LEV).

Model penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Model 1 :

Gambar II.1 Gambar kerangka teoritis hubungan antara Manajemen Laba dengan Corporate Social Responsibility dengan menggunakan variabel variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE), Ukuran Dewan Komisaris (KOM), Konsentrasi Kepemilikan (KP), Kepemilikan Institusi (KI), dan Leverage (LEV).

Variabel Dependen :

Corporate Social Responsibility (CSR)

Variabel Kontrol :

- Ukuran perusahaan (SIZE) - Ukuran dewan komisaris (KOM) - Konsentrasi kepemilikan (KP) - Kepemilikan institusi (KI) - Leverage (LEV)

H1

Variabel Independen :

Manajemen Laba (DAC)


(49)

commit to user Model 2 :

Gambar II.2 Gambar kerangka teoritis hubungan antara Corporate Social Responsibility dengan Kinerja Keuangan Perusahaan (CFP) dengan menggunakan variabel pemoderasi Manajemen Laba dan variabel kontrol Ukuran Perusahaan (SIZE), Ukuran Dewan Komisaris (KOM), Konsentrasi Kepemilikan (KP), Kepemilikan Institusi (KI), dan Leverage (LEV).

Variabel Dependen :

Kinerja Keuangan Perusahaan (CFP) H2

Variabel Independen :

Corporate Social Responsibility (CSR)

Variabel Kontrol :

- Ukuran perusahaan (SIZE) - Ukuran dewan komisaris (KOM) - Konsentrasi kepemilikan (KP) - Kepemilikan institusi (KI) - Leverage (LEV)

Variabel Moderating :

Manajemen Laba (DAC)


(50)

commit to user

35

BAB III

METODA PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi literature di mana seluruh data untuk mengembangkan model-model penelitian merupakan data sekunder yang diambil dari laporan keuangan tahunan (annual report) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk tahun buku 2006-2008. Sumber data penelitian ini diperoleh dari publikasi laporan keuangan yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia (www.idx.co.id), Pojok BEI Fakultas Ekonomi UNS, Database Program Magister Sains Universitas Gadjah Mada, PDBE (Pusat Data Bisnis dan Ekonomi Fakultas Ekonomika dan Bisnis) UGM, dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD).

B. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi (population) menurut Sekaran (2006) mengacu pada keseluruhan kelompok orang, kejadian, atau hal minat yang ingin peneliti investigasi. Kelompok populasi (population frame) menurut Sekaran (2006) merupakan kumpulan semua elemen dalam populasi di mana sampel diambil. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah sejumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang telah go public.

Sampel (sample) dalam Sekaran (2006) adalah sebagian dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Pemilihan sampel


(51)

commit to user

penelitian dilakukan dengan menggunakan metoda purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI dan mempublikasikan laporan keuangan auditan secara konsisten dan lengkap dari tahun 2006 - 2008.

2. Perioda laporan keuangan berakhir setiap 31 Desember.

3. Perusahaan menyajikan pengungkapan CSR dalam laporan tahunannya. 4. Perusahaan tidak melakukan merger, akuisisi, dan perubahan usaha

lainnya (divestitures).

5. Laporan keuangan menggunakan mata uang Indonesia.

Dari kriteria tersebut, maka total sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 27 perusahaan manufaktur dengan rincian sebagai berikut ini.

TABEL III. 1

Kriteria Pengambilan Sampel 6.

7. 8.

9.

C. Variabel Penelitian

Sekaran (2006) menjelaskan bahwa variabel penelitian merupakan apapun yang dapat membedakan atau membawa variasi pada nilai. Nilai dapat berbeda pada berbagai waktu untuk objek atau orang yang sama, atau pada waktu yang sama untuk objek atau orang yang berbeda. Model penelitian ini terdiri dari empat variabel, yaitu variabel dependen, variable independen, variable moderasi, dan

Jumlah perusahaan yang terdaftar di BEI selama periode 2006-2008 393

Jumlah perusahaan non manufaktur (242)

Jumlah perusahaan manufaktur 151

Jumlah perusahaan dengan data yang tidak lengkap (124)

Jumlah perusahaan yang menjadi sampel 27


(52)

commit to user

variable kontrol. Berikut adalah penjelasan mengenai definisi operasional dan pengukuran masing-masing variabel.

1. Variabel Dependen

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau dihasilkan oleh variabel independen. Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Corporate Social Responsibility (CSR)

Variabel dependen untuk menguji hipotesis pertama penelitian ini adalah CSR. CSR diukur dengan menggunakan index pengungkapan sosial yang merupakan variabel dummy. Checklist dilakukan dengan melihat pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan dalam tujuh kategori yaitu: lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, lain-lain tentang tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan umum (Sembiring, 2005). Kategori ini diadopsi dari penelitian yang dilakukan oleh Hackston dan Milne (1996). Setelah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia maka diperoleh sebanyak 78 item pengungkapan untuk sektor manufaktur. Secara lengkap item pengungkapan masing-masing sektor dapat dilihat pada lampiran 2.

Pendekatan untuk menghitung Corporate Social Responsibility Index (CSRI) pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa et al, 2005). Selanjutnya, skor dari setiap item dijumlahkan untuk memperoleh


(53)

commit to user

keseluruhan skor untuk setiap perusahaan. Rumus perhitungan CSRI adalah sebagai berikut: (Haniffa et al, 2005)

∑ Keterangan:

CSRI

j : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j n

j : jumlah item untuk perusahaan j, nj ≤ 78 X

ij : dummy variable: 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan

Dengan demikian, 0 ≤ CSRI j ≤ 1

b. Corporate Financial Performance (CFP)

Variabel dependen untuk menguji hipotesis kedua penelitian ini adalah corporate financial performace atau kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan diukur menggunakan Return on Assets (ROA). ROA merupakan rasio laba sebelum pajak terhadap total nilai aset.

2. Variabel Independen

Variabel independen adalah variabel bebas yang tidak dipengaruhi oleh variabel lain, bahkan merupakan faktor penyebab yang dapat mempengaruhi variabel lain. Variabel independen untuk menguji hipotesis pertama dalam penelitian ini adalah manajemen laba (earnings management) yang diproksikan dengan abnormal accruals (DACC). Akrual kelolaan (abnormal accruals) didefinisikan sebagai selisih antara total accruals (TACC) dan normal accruals (NDACC). Normal accruals merupakan akrual yang muncul secara wajar karena sifat dari akuntansi atau akrual yang mengakui transaksi pada saat terjadinya. Abnormal accruals merupakan


(54)

commit to user

akrual yang muncul secara tidak wajar karena penggunaan keleluasaan (discretion) manajemen yang berlebihan.

Manajemen laba (DACC) dihitung dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi (Modified Jones Model). Model ini dianggap lebih baik di antara model yang lain untuk mengukur manajemen laba (Dechow et al., 1995). Model penghitungan tersebut adalah sebagai berikut:

TACCit = EBXTit– OCFit

TACCit / TAi,t-1 = α1 (1/TAi,t-1 ) + α2 (( Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1) + α3 (PPEit/TAi,t-1) + εt

Persamaan regresi di atas menunjukkan NDACC dihitung dengan memasukkan kembali koefisien α1, α2, dan α3 ke persamaan berikut ini :

NDACCit = α1(1/TAi,t-1) + α2((Δ REVit – Δ RECit)/TAi,t-1)) +α3(PPEit/TAi,t-1)

DACCit = (TACCit/TAi,t-1) – NDACCit Di mana notasi:

TACCit = Total Accruals perusahaan i pada periode t

EBXTit = Earning before Extraordinary Item perusahaan i pada periode t

OCFit = Operating Cash Flows perusahaan i pada periode t TAi,t-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode t-1

REVit = Pendapatanperusahaan i pada periode t RECit = Piutang bersihperusahaan i pada periode t

PPEit = Nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada periode t εt = error term (merupakan discretionary accruals)

3. Variabel Moderasi

Variabel moderasi (moderating variable) dalam Sekaran (2006) adalah variabel yang mempunyai pengaruh ketergantungan (contingent effect) yang kuat dengan hubungan varibel terikat dan variabel bebas. Variabel moderasi


(55)

commit to user

untuk menguji hipotesis kedua penelitian ini adalah manajemen laba satu periode sebelumnya. Pengukuran manajemen laba sama dengan manajemen laba yang digunakan sebagai variabel independen dalam pengujian hipotesis pertama.

4. Variabel Kontrol

Model penelitian ini menggunakan lima variabel kontrol yang berdampak pada aktivitas CSR . Variabel kontrol yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Ukuran perusahaan (SIZE), menurut Prior et al. (2008) ada hubungan positif antara ukuran perusahaan dan aktivitas CSR dan kinerja keuangan perusahaan. Sembiring (2006) mengemukakan bahwa ukuran perusahaan merupakan variabel penduga yang banyak digunakan untuk menjelaskan variasi pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi, dimana perusahaan besar yang memiliki biaya keagenan yang lebih besar akan mengungkapkan informasi yang lebih luas untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Di samping itu perusahaan besar merupakan emiten yang banyak disoroti, pengungkapan yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis sebagai wujud tanggung jawab sosial perusahaan. Ukuran perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan logaritma dari total aset.

b. Ukuran dewan komisaris (KOM), Coller dan Gregory (1992) dalam Sembiring (2005) menjelaskan bahwa dewan komisaris berfungsi untuk memonitor dan mengendalikan CEO. Semakin besar jumlah anggota


(56)

commit to user

dewan komisaris, maka akan semakin mudah untuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan semakin efektif. Dengan demikian, semakin besar dewan komisaris diharapkan pengawasan terhadap aktivitas CSR semakin efektif dan selaras dengan kepentingan stakeholders. Ukuran dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini konsisten dengan Juholin (2004) dan Sembiring (2005) yaitu jumlah anggota dewan komisaris.

c. Kepemilikan Publik (KP), Jensen dan Meckling (1976) dalam Yuliana et al. (2008) mengemukakan bahwa perusahaan yang proporsi kepemilikan publiknya besar, maka memerlukan pengendalian yang lebih ketat. Oleh karena itu perusahaan yang proporsi kepemilikan publiknya besar dituntut untuk membuat pengungkapan kinerja yang lebih lengkap. Konsentrasi kepemilikan dihitung dengan menggunakan persentase jumlah saham perusahaan yang dimiliki oleh publik (SP) (Hopkins, 2004). Tipe skala untuk konstruk konsentrasi kepemilikan publik adalah rasio, sedangkan nilai datanya adalah metrik.

d. Kepemilikan Institusional (KI), merupakan jumlah saham yang dimiliki oleh investor institusional terhadap total saham yang beredar. Kepemilikan institusional diukur dengan persentase saham yang dimiliki oleh investor institusional dari total saham yang beredar. Menurut Bushee (1998) kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manager yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intensif. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary accrual dalam laporan


(57)

commit to user

keuangan. Hal tersebut dipertegas oleh Prior et al. (2008) yang membuktikan bahwa semakin tinggi kepemilikan institusional pada suatu perusahaan, mempunyai pengaruh yang lebih baik terhadap praktik CSR dan kinerja keuangan perusahaan, karena pihak institusional biasanya mempunyai power yang lebih besar dalam melakukan monitoring dibanding kepemilikan noninstitusional.

e. Leverage (LEV), merupakan sumber keuangan perusahaan yang berasal dari pihak ketiga, yaitu pihak selain investor perusahaan. Leverage diukur dengan rasio total kewajiban terhadap total modal sendiri (Sudarma, 2003). Leverage yang digunakan sebagai variabel kontrol untuk menguji kedua hipotesis adalah leverage satu periode sebelumnya. Leverage satu periode sebelumnya mewakili risiko perusahaan yang dapat mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan di masa depan.

D. Metoda Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan bantuan program komputer SPSS 16.0 dan E-views versi 3.0 sebagai alat untuk meregresikan model yang telah dirumuskan di atas. Ghozali (2005) menyatakan bahwa pengujian hipotesis dapat dilakukan setelah diuji terlebih dahulu untuk memenuhi asumsi dasar atau klasik agar data tersebut dapat digunakan sebagai alat prediksi yang baik dan tidak bias. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ini.

1. Pengujian Statistik Deskriptif

Pengujian statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median, standar deviasi,


(58)

commit to user

varian, maksimum, minimum, sum, range, kurtosis, skewness (kemencengan distribusi), kuartil dan persentil dari data sampel. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui distribusi data perilaku data sampel.

2. Pengujian Asumsi Klasik

Pengujian asumsi klasik pertama dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS 16.0. Peneliti baru menggunakan E-views versi 3.0 apabila masih terdapat beberapa uji asumsi klasik yang belum terpenuhi. Pengujian asumsi klasik terdiri dari beberapa pengujian, antara lain:

a. Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Untuk menguji heterokedastisitas digunakan uji White.

b. Multikolinieritas

Uji multikolinieritas merupakan uji yang dilakukan dengan maksud menguji adanya korelasi antara variabel independen pada model regresi. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variable independen. Multikolinieritas dapat dilihat dari (1) nilai tolerance dan lawannya (2) Variance Inflation Factor (VIF). Ke dua ukuran ini menunjukkan setiap variabel independen manakah yang


(1)

commit to user

suatu kegiatan bisnis tertentu. Meskipun manajemen tidak dapat menghindari peluang melakukan praktik manajemen laba dalam melaporkan kinerja keuangan perusahaan, namun diharapkan tindakan manajemen laba tersebut tidak merugikan kepentingan stakeholders lainnya sehingga perusahaan dalam jangka panjang dapat menikmati manfaat program CSR tersebut terhadap kinerja keuangan dan pada gilirannya akan dinikmati oleh masyarakat secara umum.

D. Saran

Berdasarkan beberapa keterbatasan penelitian di atas, berikut ini adalah beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan dan memperluas penelitian ini

1. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk memperbanyak jumlah sampel dan menggunakan data laporan tahunan yang paling mutakhir untuk dapat menggambarkan kondisi yang paling terbaru.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian pada semua sektor industri, tidak hanya perusahaan manufaktur saja agar hasil yang didapatkan dapat mewakili semua sektor industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

3. Penelitian yang akan datang sebaiknya menggunakan data dengan periode yang lebih panjang untuk mendapatkan hasil pengukuran yang lebih valid.

4. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menghubungkan Corporate Sosial Responsibility terhadap nilai perusahaan.


(2)

commit to user

63

DAFTAR PUSTAKA

Aupperle, K., Carroll, A. and Hatfield, J. 1985. An empirical examination of the relationship between corporate social responsibility and profitability, Academy of Management Journal, 28: 446–63.

Bansal, P. 2005. Evolving sustainably: A longitudinal study of corporate sustainable development, Strategic Management Journal, 26: 197–218. Baron, D. P. 2001. Private politics, corporate social responsibility, and integrated

strategy, Journal of Economics and Management Strategy, 10: 7–45. Beaver, H. William, Mary L. Mc Anally dan Christoper H. Stinson. 2002.

Perspective on recent capital market research. The Accounting Review vo. 77: 453-474.

Belkaoui, A. 2006. Accounting Teory. Fifth Edition. Thomson Learning, Singapore. Diterjemahkan oleh Ali Akbar Yulianto : Teori Akuntansi, Buku Satu, Edisi Kelima. Salemba Empat, Jakarta.

Berman, S., Wicks, A., Kotha, S. and Jones, T. 1999. Does stakeholder orientation matter? The relationship between stakeholder management models and firm financial performance, Academy of Management Journal, 42: 488–506.

Boediono, G. SB. 2005. Kualitas laba : Studi Pengaruh Mekanisme Corporate

Social Responsibility dan Dampak Manajemen Laba dengan

Menggunakan Analisis Jalur. Paper presented at the Simposium Nasional Akuntansi 8, Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo.

Bushee, Brian J. 1998. ―Institutional investor, long term investment, and earnings management‖. The Accounting Review, Vol. 73. No. 3. p. 67-92.

Cahan, S. F. 1992. The effect of antitrust investigations on discretionary accruals: a refined test of the political cost hypothesis. The Accounting Review, 67, Januari: 77-95.

Castelo, M. and Lima, L. 2006. Corporate social responsibility and resource-based perspectives, Journal of Business Ethics, 69: 111– 32.

Cespa, G. and Cestone, G. 2007. Corporate social responsibility and managerial entrenchment, Journal of Economics and Management Strategy, 16(3): 741–71.

Clarkson, M. .1994. A Risk Based Model of Stakeholder Theory. Proceedings of the Second Toronto Conference on Stakeholder Theory, Centre for Corporate Social Performance and Ethics, University of Toronto. Toronto.


(3)

commit to user

D’Souza, J., Jacob, J. and Ramesh, K. 2000. The use of accounting flexibility to reduce labor renegotiation costs and manage earnings, Journal of Accounting and Economics, 30: 187–208.

Davidson III, W. N., Jiraporn, P., Kim, Y. S. and Nemec, C. 2004. Earnings management following duality-creating successions: Ethnostatistics, impression management, and agency theory, Academy of Management Journal, 47: 267–75.

DeAngelo, L. E. 1986. Accounting number as market valuation substitutes: a study of management buyout of public stockholders. The Accounting Review 41: 400-420.

---. 1988. Managerial competition, information costs and corporate governance: The use of accounting performance measures in proxy contests, Journal of Accounting and Economics, 10: 3–36.

---, H. DeAngelo dan D. Skinner. 1994. Accounting choices of troubled companies. Journal of Accounting and Economics 17, Januari: 113-143.

Dechow, P. and Sweeney, A. 1996. Causes and consequences of earnings manipulation: An analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC, Contemporary Accounting Research, 13: 1–36.

Donaldson, T. L. and Preston, L. E. 1995. The stakeholder theory of the corporation: Concepts, evidence, and implications, Academy of Management Review, 20: 65–91.

DuCharme, L. L., Malatesta, P. H. and Sefcik, S. E. 2004. Earnings management, stock issues, and shareholder lawsuits, Journal of Financial Economics, 71: 27–49.

Feddersen, T. and Gilligan, T. 2001. Saints and markets: Activists and the supply of credence goods, Journal of Economics and Management Strategy, 10: 149–71.

Fombrun C, Gardberg N. and Barnett M. 2000. Opportunity platforms and safety nets: Corporate citizenship and reputational risk. Business and Society Review, 105: 85–106.

Guidry, F., A. Leone, dan S. Fock. 1998. Earnings-based bonus plans and earnings management by business unit managers. Journal of Accounting and Economics, 26: 113-142.


(4)

commit to user

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. 4th ed. Singapore: Mc-Graw Hill.

Healy, P.M. and Wahlen, J. M. 1999. A review of the earnings management literature and its implications for standard setting, Accounting Horizons, 13: 365–83.

Hill, C. W. and Jones, T. M. 1992. Stakeholder-agency theory, Journal of Management Studies, 29: 131–54.

Hillman, A. J. and Keim, G. D. 2001. Shareholder value, stakeholder management, and social issues: What’s the bottom line? Strategic Management Journal, 22: 125–39.

John, A. and Klein, J. 2003. The boycott puzzle: Consumer motivations for purchase sacrifice, Management Science, 49: 1196–209.

Jones, J. 1991. Earnings management during import relief investigations, Journal of Accounting Research, 29: 193–228.

Jones, T. M. 1995. Instrumental stakeholder theory: A synthesis of ethics and economics, Academy of Management Review, 20: 404– 37.

Juholin, E. 2004. For business or the good of all? A finish approach to corporate social responsibility, Corporate Governance, 4(2), 20-31.

Lo, W. Eko. 2005. Pengaruh kondisi keuangan perusahaan terhadap konservatisme akuntansi dan manajemen laba. Disertasi S3 UGM tidak dipublikasikan.

Luoma, P. and Goodstein, J. 1999. Stakeholders and corporate boards: Institutional influences on board composition and structure, Academy of Management Journal, 42: 553–63.

McWilliams, A., Siegel, D. S. and Wright, P. M. 2006. Corporate social responsibility: Strategic implications, Journal of Management Studies, 43: 1–18.

Na’im, A., dan J. Hartono. 1996. The Effects of antitrust investigations on the management of earnings: a further empirical test of political cost hypothesis, Kelola, 13: 126-141.

Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Jogjakarta. Penerbit Andi.

Orlitzky, M., Schmidt, F. L. and Rynes, S. L. 2003. Corporate social and financial performance:A meta-analysis, Organization Studies, 24,:403–41.


(5)

commit to user

Pagano, M. and Volpin, P. 2005. Managers, workers, and corporate control, The Journal of Finance, 60: 841–68.

Perry, S., dan T. Williams. 1994. Earnings management preceding management buyout offers. Journal of Accounting and Economics, 18: 157-179.

Preston, L. and O’Bannon, D. 1997. The Corporate social-financial performance relationship. A typology and analysis, Business and Society, 36: 419–29. Prior, D., Surroca, J., and Tribo. 2008. Are socially responsible managers really

ethical? Exploring the relationship between earnings management and corporate social responsibility. Journal Compilation,Vol.16. No. 3, May. Rowley, T. and Berman, S. 2000. A brand new brand of corporate social

performance, Business and Society, 39: 397–418.

Scott, William R. 2006. Financial Accounting Theory. Edisi ke 2. Prentice Hall Inc. Ontario. Canada.

Sembiring, E. (2005). Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial : Studi Empiris pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Paper presented at the Simposium Nasional Akuntansi 8, Universitas Negeri Sebelas Maret, Solo.

Setiawati, L. dan A. Na'im. 2001. Bank health evaluation by Bank Indonesia and earnings management in banking industry. Gadjah Mada International Journal of Business. May: 159-176.

Teoh, S. Hong, I. Welch, dan T.J. Wong. 1998. Earnings management and underperformance of seasoned equity offerings. Journal of Financial Economics, 50: 63-99.

Waddock, S. A. and Graves, S. B. 1997. The corporate social performance-financial performance link, Strategic Management Journal, 18: 303–19. Watts, R. L. and Zimmerman, J. L. 1978. Towards a positive theory of the

determination of accounting standards, The Accounting Review, 53: 112– 34.

Yuliana, R. dan Purnomosidhi, B. 2008. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dan Dampaknya terhadap Reaksi Investor : Studi pada Perusahaan Yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Paper presented at the 2nd Accounting Conference 1st Doctoral Colloquium, and Accounting Workshop, Depok. Zahra, S. A., Priem, R. L. and Rasheed, A. A. 2005. The antecedents and

consequences of top management fraud, Journal of Management, 31: 803– 28.


(6)

commit to user


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kinerja Keuangan, Profitabilitas,dan Corporate Social Responsibility terhadap Nilai Perusahaan dengan Good Corporate Governance sebagai Variabel Moderasi

2 4 106

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 4 14

PENDAHULUAN PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 2 10

TINJAUAN TEORI PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

1 5 18

PENUTUP PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PENGUNGKAPAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY(CSR) SEBAGAI VARIABEL MODERASI.

0 3 37

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN LEVERAGE Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Leverage Keuangan Dan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi (Studi

0 2 15

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DENGAN LEVERAGE Pengaruh Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Dengan Leverage Keuangan Dan Ukuran Perusahaan Sebagai Variabel Moderasi (Studi

0 1 15

PENGARUH CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN PROSENTASE KEPEMILIKAN MANAJEMEN SEBAGAI VARIABEL MODERASI

0 0 12

View of Penghindaran Pajak Dan Corporate Social Responsibility: Kinerja Laba Sebagai Variabel Moderasi

0 0 9

PENGARUH KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI PERUSAHAAN DENGAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI VARIABEL MODERASI Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 13