commit to user
Teori-teori lain yang mendukung praktik CSR yaitu teori kontrak sosial. Teori tersebut menjelaskan bahwa perusahaan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu komunitas.
C. Pengembangan Hipotesis
1. Pengaruh Manajemen laba terhadap Praktik CSR
Davidson III, Jiraporn, Kim dan Nemec 2004 telah menguji hubungan antara manajemen laba dan teori agensi. Mereka berpendapat bahwa
pemisahan antara pemilik prinsipal dan pengendali agen pada perusahaan memunculkan asimetri informasi, yang memungkinkan agen melakukan
tindakan oportunis karena mereka mempunyai kepentingan yang berbeda dengan prinsipal. Dalam konteks ini, manajemen laba dipandang sebagai
sebuah biaya keagenan untuk mengawasi manajer yang berpeluang menjaga kepentingan pribadinya dengan cara mengeluarkan laporan keuangan yang
tidak menyajikan gambaran ekonomi perusahaan yang sesungguhnya. Sebagai konsekuensinya, shareholders dapat membuat keputusan investasi yang tidak
optimal. Meskipun demikian, dampak manajemen laba tidak hanya
mempengaruhi pemilik perusahaan, tetapi juga mempunyai pengaruh yang kuat pada stakeholder lainnya. Stakeholder merupakan sekelompok orang
yang mempunyai risiko sebagai akibat bentuk investasi mereka berupa modal, sumber daya manusia, atau sesuatu yang bernilai pada suatu perusahaan
Clarkson, 1994. Berdasarkan definisi tersebut, berarti bahwa tindakan manajemen seperti praktik manajemen laba akan menyesatkan stakeholder
commit to user
terhadap penilaian aset, transaksi, dan posisi keuangan, yang mempunyai konsekuensi yang serius terhadap pemegang saham, kreditor, karyawan, dan
masyarakat secara keseluruhan Zahra et al., 2005 Ketika pemegang saham menduga bahwa manajer melaporkan laba
manipulasian, maka perusahaan tempat manajer bekerja tersebut akan langsung kehilangan nilai di pasar modal Dechow dan Sweeney, 1996.
Selanjutnya, dapat diprediksikan bahwa peringkat kredit obligasi perusahaan tersebut juga akan jatuh sehingga berdampak negatif terhadap kesejahteraan
bondholder . Sementara itu, D’Souza et al. 2000 juga menjelaskan dampak
praktik manajemen laba terhadap para karyawan. Mereka meneliti hubungan manajemen laba dan kos tenaga kerja, dan menemukan bahwa manajer
mengurangi angka laba yang dilaporkan ketika melakukan negosiasi kontrak kerja dengan serikat pekerja. Hal tersebut dilakukan manajer dalam rangka
untuk menekan kos tenaga kerja. Dampak tindakan manajer tersebut dapat mengurangi kepercayaan terhadap integritas manajemen dan juga mengikis
kepercayaan pasar terhadap perusahaan, yang selanjutnya dapat membawa konsekuensi yang serius bagi masyarakat secara keseluruhan Zahra et al.,
2005. Oleh karena keputusan manajemen berdampak secara langsung
terhadap semua kelompok stakeholders, maka manajer dapat dipandang sebagai agen stakeholders, dan tidak hanya sebagai agen shareholders.
Berdasarkan perspektif manajemen sebagai agen stakeholder, suatu perusahaan dipandang tidak hanya sebagai suatu hubungan bilateral antara
pemegang saham dan manager, tetapi sebagai sekumpulan hubungan
commit to user
multilateral antara manajemen dan stakeholder. Masing-masing stakeholder mempunyai kepentingan pribadi, yang pada umumnya menimbulkan konflik
kepentingan dengan stakeholder lainnya. Salah satu konflik kepentingan yang muncul adalah konflik kepentingan antara manajer dan stakeholder lainnya,
sebagai peredam masalah keagenan Hill dan Jones, 1992, yang dapat mencegah kelompok stakeholder lainnya yang ingin memaksimalkan
kepentingannya. Pada akhirnya, karena manajer yang mengendalikan proses pembuatan keputusan dalam perusahaan, mereka dapat menggunakan power
mereka untuk keuntungan pribadinya, namun menyebabkan stakeholders lainnya mengalami kerugian yang signifikan
. Rowley dan Berman 2000 menjelaskan bahwa salah satu bentuk
respon stakeholders terhadap manajer yang menggunakan power untuk keuntungan pribadinya, adalah dengan cara menghukum mereka agar
mengubah perilaku oportunis tersebut. Hukuman tersebut dalam bentuk boikot dan melobi pihak-pihak terkait yang mempunyai bargaining power dengan
perusahaan Baron, 2001; Feddersen dan Gilligan, 2001; John dan Klein, 2003. Tindakan boikot dan kampanye media menimbulkan ancaman yang
membahayakan bagi manajemen, namun stakeholder secara substansial menikmati aksi tersebut karena secara tidak langsung mereka dapat
mengendalikan perusahaan. Selain itu, aksi boikot juga menimbulkan ancaman serikat pekerja, mengurangi kepercayaan pelanggan dan partner
bisnis, dan sanksi dari regulator Castelo dan Lima, 2006. Dalam konteks ini, selanjutnya stakeholders menggunakan pemberitaan media untuk meredam
commit to user
aksi tersebut, dan memberi kontribusi terhadap pengurangan penyalahgunaan manajemen.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa media mempunyai pengaruh penting terhadap aktivitas Corporate Social Responsibility CSR. Bansal
2005 melaporkan bahwa meningkatnya laporan media menimbulkan kepedulian perusahaan karena mendapat perhatian dari publik dan atau
kecaman publik yang lebih pedas. Ancaman negatif publikasi media mempunyai dua konsekuensi dari semua praktik manajemen. Pertama,
beberapa publikasi menyebabkan tekanan yang memaksa perusahaan untuk komitmen pada pengembangan berkelanjutan, dan ancaman yang dapat
mengikis citra baik perusahaan yang mengimplemantasikan praktik yang tidak dapat diterima oleh publik. Kedua, CSR merangsang stakeholder melobi
organisasi tertentu dan pemerintah dalam rangka untuk menerapkan perubahan praktik bisnis. Dalam kasus yang berkaitan dengan manajemen
laba, beberapa stakeholder berhubungan dengan tanggapan spesifik. Sebagai contoh adalah pemegang saham dan stakeholder lainnya secara proaktif
meminta perbaikan kembali untuk kerugian yang mereka tanggung akibat praktik manajemen laba Zahra, 2005. Selain itu, beberapa perusahaan mulai
mengembangkan program in-house whistle-blowing dimana pekerjanya dapat mengungkapkan perhatiannya tentang isu akuntansi dan operasi secara
bijaksana dan tidak bernama. Dalam konteks yang sama, manajer pada perusahaan yang terdaftar di
pasar modal, manajer yang terikat kontrak tertentu, atau manajer pada perusahaan yang tunduk pada aturan regulator regulatory motivations yang
commit to user
melakukan praktik manajemen laba, mungkin mereka bekerja untuk memperkuat keamanan pekerjaannya dengan membuat perlindungan dan tetap
berdiri dalam pekerjaannya jika mereka tidak mempunyai kompetensi yang lama dan kualifikasi untuk menjalankan perusahaan. Cara yang
memungkinkan untuk melindungi pekerjaan mereka dan memelihara keuntungan pribadi dengan mengikatkan dalam suatu rangkaian aktivitas
dewan komisaris broad yang bertujuan membangun hubungan dan mendapatkan dukungan stakeholder perusahaan dan aktivitas lingkungan,
yang disebut dengan CSR. CSR meliputi kegiatan yang menggabungkan aspek sosial ke dalam proses produk dan manufaktur, mengadopsi praktik progresif
sumber daya manusia, memperbaiki tingkat ramah lingkungan melalui pengolahan kembali dan mengurangi polusi, melanjutkan tujuan komunitas
organisasi McWilliams, Siegel dan Wright, 2006 Melalui aktivitas CSR, manajer mempunyai tujuan yang berbeda
untuk mendapatkan laporan yang menyenangkan dari media, legitimasi dari komunitas lokal, regulasi yang memudahkan, dan berkurangnya kritikan dari
investor dan pekerja. Pada waktu yang sama, beberapa aktivitas dapat mengurangi kemungkinan produk perusahaan diboikot, menghindari lobi yang
melawan perusahaan. Esensinya adalah seorang manajer percaya bahwa dengan memuaskan kepentingan stakeholder dan merencanakan membuat
citra positif terhadap perhatian dan kesadaran sosial dan lingkungan, maka dapat mengurangi kemungkinan diselidiki secara lebih teliti oleh stakeholder
yang terpuaskan terhadap aksi manajemen labanya.
commit to user
Beberapa penyalahgunaan manfaat aktivitas CSR membawa keraguan terhadap efisiensi penerapan kebijakan sosial yang ramah sebagai suatu
mekanisme corporate governance. Pandangan ini berbeda dari yang disediakan oleh teori stakeholder tradisional dengan menyarankan bahwa
partisipasi stakeholder merupakan salah satu cara penting bagi manajemen untuk melakukan tindakan sebagai berikut: 1 memperkuat persepsi
perusahaan terhadap legitimasi sosial, 2 meningkatkan keterkaitan dewan direksi dan 3 mengikat manajemen dengan suatu standar kinerja yang lebih
tinggi. Semua faktor tersebut dapat membantu meningkatkan kinerja keuangan Luoma dan Goodstein, 1999.
Argumen kedua yang membenarkan penggunaan CSR secara tidak tulus oleh manajer yang memanipulasi laba berkaitan dengan penerapan
inisiatif pertahanan diri manajer. Dalam pandangan ini, ijin aktivis sosial dan tekanan kelompok merupakan strategi pertahanan diri yang sederhana untuk
CEO yang mendapat tekanan dari pemegang saham yang kepentingannya akan rusak. Pagano dan Volpin 2005 berpendapat bahwa manajer akan
memberi penghargaan kepada stakeholder seperti pekerja dengan aktivitas sosial yang dermawan sebagai bentuk mekanisme pertahanan diri untuk
menghindari tekanan dari pasar keuangan melalui hostile takeover. Untuk itu, diduga bahwa ketika manajer bertindak untuk mengejar kepentingan pribadi
dengan menyesatkan pihak stakeholder tentang nilai riil kekayaan perusahaan atau posisi keuangan, mereka mendapatkan ijin secara diam-diam dari
stakeholder lainnya untuk memvalidasi beberapa praktik. Stakeholder dapat
commit to user
membujuk dengan menawarkan kepuasan kepentingan mereka yang spesifik dan kebijakan yang bertujuan untuk memperbaiki CSR perusahaan.
Oleh karena itu, diduga bahwa eksekutif dengan insentif untuk mengelola laba akan sangat proaktif dalam mereklamekan penyingkapan
publik mereka melalui aktivitas CSR, terutama bagi perusahaan dengan pengawasan yang ketat. Sebaliknya, perusahaan dengan tingkat manajemen
laba yang rendah mempunyai sedikit dorongan untuk mendapatkan tanggapan publik dengan mempromosikan aktivitas pertanggungjawaban sosial.
Hipotesis penelitian ini adalah:
H1: Praktik manajemen laba berpengaruh positif terhadap aktivitas CSR.
2. Pengaruh Corporate Social Responsibility CSR terhadap Kinerja