Validasi dan Kalibrasi di Sub DAS Gumbasa
litosol dan regosol serta asosiasi podsolik coklat kelabu dan renzina. Asosiasi podsolik coklat kelabu dan renzina lebih mendominasi sebaran jenis tanah di
lokasi studi, sebesar 84,46. Sebaran jenis tanah secara lengkap disajikan pada Tabel 10. Peta sebaran jenis tanah di lokasi studi di tunjukkan pada Gambar 31.
Gambar 31. Sebaran jenis tanah di Sub DAS Gumbasa Jenis tanah asosiasi podsolik merah kuning, litosol dan regosol tersebar
terutama di daerah dataran-perbukitan. Jenis tanah ini mengalami podzolisasi dan sedikit latosolisasi, di mana hutan merupakan vegetasi utama, bahan organik
cukup tinggi, tingkat infiltrasi sedang dan termasuk kelompok hidrologi tanah B. Asosiasi podsolik coklat kelabu dan renzina merupakan tanah yang berkembang
pada iklim dengan curah hujan diatas 1.500 mmtahun, tanpa bulan kering.
Terletak pada topografi datar, bergelombang, sampai pegunungan; pada elevasi 10 – 2.000 m dpl. Warna tanah kehitaman, coklat tua hingga kekuningan. Reaksi
tanah masam hingga netral pH 5-7 dan termasuk kelompok hidrologi tanah B. Tabel 10. Sebaran jenis tanah di Sub DAS Gumbasa
No Jenis tanah
Luas Ha
1 Podsolik Merah Kuning, Litosol, Regosol
15,54 18.687,8
2 Podsolik Coklat Kelabu, Renzina
84,46 101.604,5
Jumlah 100,00
120.292,3
Ketinggian tempat lokasi studi berkisar antara 82,9 – 2.525,0 m dpl.
Bentuk fisiografi lahan terbentang dari dataran hingga pegunungan. Wilayah datar banyak terdapat di sekitar wilayah Kecamatan Sigibiromaru dan Kulawi. Pada
bagian tengah sampai selatan merupakan daerah pegunungan; masing-masing berjejer G. Nokelan 2.350 m, G. Tonosa 2.230 m, G. Lantawungu 2.270 m
dan G. Potowonoa 1.930 m. Tampilan 3 Dimensi dari Sub DAS Gumbasa ditunjukkan pada Gambar 32 dan distribusi kelas lereng disajikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Distribusi kelas lereng di Sub DAS Gumbasa No
Kelas Lereng
Klasifikasi Lereng Luas
Ha 1
0 - 8 Datar
38.705,7 32,2
2 8 - 15
Landai 19.175,2
15,9 3
15 - 25 Agak curam
31.312,3 26,0
4 25 - 40
Curam 27.134,8
22,6 5
40 Sangat curam
3.964,2 3,3
Jumlah 120.292,3
100,0 Sumber : Hasil analisis
Gambar 32. Tampilan 3 dimensi Sub DAS Gumbasa Kondisi iklim wilayah studi sangat dipengaruhi oleh kondisi monsunal,
yaitu musim barat yang kering dan musim timur yang banyak membawa uap air. Musim timur terjadi sekitar Bulan April sampai dengan September yang ditandai
dengan banyak curah hujan, sedangkan musim barat sekitar Bulan Oktober sampai Maret yang ditandai dengan kurangnya curah hujan. Rataan curah hujan
tahunan lokasi studi berkisar antara 1.237 – 1.927 mmtahun. Sebarannya paling
tinggi berada di sekitar wilayah dataran yang termasuk Kecamatan Sigibiromaru. Paling rendah berada di sekitar outlet lokasi studi. Gambaran kondisi iklim
lokasi studi berdasarkan pada data tahun 2001 – 2005 dari 7 stasiun cuaca yang
tersebar di sekitar lokasi studi disajikan pada Lampiran 1-7. Rekapitulasi nilai rataan setiap unsur cuaca setiap stasiun disajikan Tabel 12.
Sebaran curah hujan tertinggi ada di lembah Palolo berkisar 1.800 - 1.900 mmtahun. Pola sebaran curah hujan secara lengkap disajikan pada Gambar 33
Lokasi studi Sub DAS Gumbasa dengan luas 120.292,3 Ha dalam pembagian Hydrologi Respon Unit HRU
ditentukan dengan memilih penutupan lahan dan jenis tanah yang dominan, yaitu hutan dan tanah asosiasi podsolik coklat kelabu
Danau Lindu
dan renzina berdasarkan nilai kisaran awal untuk kalibrasi secara lengkap disajikan pada Tabel 13.
Tabel 12. Nilai unsur-unsur cuaca setiap stasiun di sekitar Sub DAS Gumbasa
No Stasiun
Curah Hujan RH
Radiasi Tmax Tmin
T KecAngin
mm HH
MJm
o
C
o
C
o
C ms
1 pl01
1.190 155
80,3 18,7 25,8
19,8 22,8
0,89 2
pl02 1.726
242 83,0
17,1 17,1 11,1
14,1 0,95
3 pl03
1.927 231
86,6 18,0 27,2
21,2 24,2
0,65 4
pl04 1.695
242 84,3
17,1 18,6 12,6
15,6 0,94
5 pl07
1.235 174
80,1 19,6 30,3
24,3 27,3
0,80 6
pl010 582
115 74,5
19,6 30,9 24,9
27,9 1,40
7 pl012
1.935 232
85,0 17,7 26,6
20,6 23,6
0,95 Sumber : Hasil analisis
Gambar 33. Pola sebaran curah hujan di Sub DAS Gumbasa
Tabel 13. Kisaran nilai parameter yang digunakan dalam kalibrasi SUFI2 No
Parameter Keterangan
Unit
abs min
abs max
1 cn2.mgt
curve number -
35 70
2 shallst.gw
Initial depth of water in the shallow aquifer
mm 0 1000
3 deepst.gw
Initial depth of water in the deep aquifer
mm 0 3000
4 gw_delay.gw
Groundwater delay Hari
500 5
alpha_bf.gw Baseflow alpha factor
Hari 0,01
1 6
gwqmn.gw Threshold deep of water in
the shallow aquifer required for return to occur
mm 0 5000
7 gw_revap.gw
Groundwater revap coeffecient
- 0,02
0,2 8
revapmn.gw Threshold deep of water in
the shallow aquifer required for revap to occur
mm 500
9 rchrg_dp.gw
Deep aquifer percolation fraction
- 1
10 gwht.gw Initial groundwater height
M 25
11 gw_spyld.gw Specific yield of shallow
aquifer m
3
m
3
0,4 12 sol_crk.sol
Crack volume potensial of soil
m
3
m
3
1 13 sol_bd.sol
Moisture bulk density grcm
3
1,1 2,5
14 sol_awc.sol Available water capacity of
the soil layer mmmm
1 15 sol_k.sol
Saturated hydraulic conductivity
mmjam 0 2000
16 sol_alb.sol Moisture soil albedo
- 0 0,25
17 ch_n2.rte Mannings n value for the
main channel -
0,3
18 ch_k2.rte Effective hydraulic
conductivity in main channel alluvium
mmjam 10
19 slsubbsn.hru Average slope length
M 10
150 20 slope.hru
Average slope steepness mm
0,6
Tabel 13. Kisaran nilai parameter yang digunakan dalam kalibrasi SUFI2 lanjutan
No Parameter
Keterangan Unit
abs min
abs max
21 ov_n.hru Mannings n value for
overland flow -
0,8 22 slsoil.hru
Slope length for lateral subsurface flow
M 0,6
23 esco.hru Soil evaporation
compensation factor -
0,01 0,5
24 ch_k1.sub Effective hydraulic
conductivity in tributary channel alluvium
mmjam 150
25 ch_n11.sub Mannings n value for
tributary channel -
0,01 0,3
26 surlag.bsn Surface run off lag time
Hari 1
24 Dalam proses kalibrasi model SWAT di Sub DAS Gumbasa, dilakukan
iterasi simulasi sebanyak 400 kali. Hasil terbaik diperoleh pada iterasi ke 7 dengan nilai gh paling tinggi 0,001388. Parameter model terbaik hasil iterasi
disajikan pada Tabel 14. Nilai p-factor sekitar 0,82; artinya 82 data observasi berada dalam kisaran 95PPU. Nilai d-factor the degree of uncertainty sebesar
3,82. Idealnya, nilai p-factor adalah 100 dan d-factor adalah nol 0, karena dalam pengukuran data observasi juga memiliki error dan output model juga
memiliki nilai ketidakpastian, maka nilai p-factor dan d-factor yang mendekati nilai ideal juga bisa diterima Abbaspour et al., 2008 dan Abraham et al., 2007.
Nilai koefesien determinasi R
2
dengan intercept 0 sebesar 0,747. Rata-rata hasil model sekitar 10,4 lebih besar dibandingkan hasil observasi. Nilai Nash-
Sutcliffe coefficient NSC sebesar 0,79. Dalam proses kalibrasi Nilai R
2
yang bisa diterima lebih besar dari 0,6 dan NSC lebih besar dari 0,5 Nash dan Sutcliffe,
1970. Perbandingan Q observasi, Q simulasi dan 95 PPU selama periode kalibrasi ditunjukkan pada Gambar 34 dan 35.
Gambar 34. Perbandingan debit simulasi dan observasi pada proses kalibrasi
Gambar 35. Hubungan antara debit observasi dan debit model SWAT
20 40
60 80
100 120
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
11 21
31 41
51 61
71 81
91 101
111 121
Cur ah
Huj an
m m
Debi t
s un
ga i
m
3
s
95PPU CHmm
Qobs m3s Qmodel m3s
Qobs= 0,9055Qmodel R2 = 0,7473
n=366
10 20
30 40
50 60
70
10 20
30 40
50 60
70 Q
obs m
3s
Qmodel m3s
Tabel 14. Parameter model terbaik hasil iterasi dengan algorithma SUFI2
No Parameter
Fitted Value
Nilai Minimum
Nilai Maksimum
t-Stat P-
Value 1
cn2.mgt 66,019
50,5 81,5
4,076 0,000
2 shallst.gw
23,750 0,0
512,0 0,319
0,750 3
deepst.gw 2096,250
1047,7 3144,8
1,411 0,159
4 gw_delay.gw
176,875 15,2
338.5 -0,052 0,959
5 alpha_bf.gw
0,115 0,0
0,6 -5,148 0,000
6 gwqmn.gw
4031,250 2014,9
6047,6 -0,599 0,549
7 gw_revap.gw
0,051 0,0
0,1 1,090
0,276 8
revapmn.gw 161,875
0,0 331,0
0,676 0,499
9 rchrg_dp.gw
0,584 0,3
0,9 -0,585 0,559
10 gwht.gw 2,281
0,0 13,6 -0,984
0,326 11 gw_spyld.gw
0,118 0,0
0,3 0,299
0,765 12 sol_crk.sol
0,621 0.3
0,9 1,803
0,072 13 sol_bd.sol
2,369 1,7
3,0 -3,115 0,002
14 sol_awc.sol 0,294
0,0 0,6 -0,346
0,729 15 sol_k.sol
517,500 0,0
1259,0 -0,043 0,966
16 sol_alb.sol 0,087
0,0 0,2 -1,206
0,229 17 ch_n2.rte
0,252 0,1
0,4 30,296 0,000
18 ch_k2.rte 9,713
4,9 14,6
4,090 0,000
19 slsubbsn.hru 40,975
0,0 95,5
0,316 0,752
20 slope.hru 0,451
0,2 0,7
1,531 0,127
21 ov_n.hru 0,013
0,0 0,4 -0,115
0,909 22 slsoil.hru
0,196 0,0
0,4 0,487
0,627 23 esco.hru
0,209 0,1
0,4 0,681
0,497 24 ch_k1.sub
149,813 74,9
224,7 -1,401 0,162
25 ch_n11.sub 0,123
0,0 0,2 -0,182
0,855 26 surlag.bsn
18,796 9,9
27,7 0,745
0,457 Ket: parameter yang sensitive t-stat p-value
Analisis sensitivitas setiap parameter terhadap output model dilakukan dengan menggunakan t-test. Jika nilai t-Stat lebih besar dibandingkan P-Value
menunjukan parameter tersebut sensitif. Dari 26 parameter dilakukan pengujian terdapat 10 parameter yang sensitif; yaitu ch_n2, ch_k2, cn2, sol_crk, slope,
deepst, gw_revap, surlag, esco dan revapmn. Diantara parameter – parameter yang
sensitif tersebut, ch_n2 paling sensitif selanjutnya parameter ch_k2 dan cn2. Pengembangan model SWAT kedepan mengarah pada proses aplikasi di
pertanian dalam arti luas Gassman et al., 2007, untuk bidang perubahan iklim Gui dan Rosbjerg, 2009. Dari hasil analisis kalibrasi tersebut, maka aplikasi
model SWAT di Sub DAS Gumbasa sangat mengembirakan untuk ditindaklanjuti dengan validasi dan simulasi pemodelan sumberdaya air, dan simulasi perubahan
penutupan lahan, perubahan iklim dan sosial di masa mendatang dan model SWAT dapat dipergunakan untuk tahapan lebih lanjut dalam pemodelan DAS di
Sub DAS Gumbasa.