Perubahan Luas Hutan terhadap Jumlah Blue Water dan Green Water
tersebut merupakan puncak dari pola hubungan tersebut. Dari Gambar 55 dan 56 di atas terlihat bahwa luasan hutan di Sub DAS Cisadane Hulu untuk
menghasilkan water yield yang paling optimal pada luasan 44,1 dari total DAS 799 ha. Dengan bertambahnya proporsi luas hutan akan meningkatkan water
yield sampai dengan optimum 44,1 , dan debit sungai rata-rata sebesar 0,1135 mmtahun atau 0,0652 ldet. Keadaan sebaliknya terjadi jika proporsi luas hutan
bertambah melebihi nilai optimumnya, rata-rata penurunannya sebesar 0,226 mmtahunha atau 0,121 ldetha, kondisi optimum ini adalah untuk tujuan
mengasilkan air, sementara untuk tujuan pengurangan erosi dan sedimentasi adalah makin luas hutan semakin baik. Hasil ini memberikan informasi bahwa
hutan di daerah tropis berbeda dibandingkan dengan hasil penelitian oleh Hamilton 1982 dan Rowe 2003 yang menyatakan bahwa luasan hutan
berkorelasi negatif dengan hasil air. Lokasi di Sub DAS Gumbasa dengan pola curah hujan dan kondisi
topografi yang berbeda dengan Sub DAS Cisadane, pola hubungan antara proporsi luasan hutan dengan water yield disajikan pada Gambar 57.
Gambar 57. Hubungan antar luasan hutan alam dengan water yield di Sub DAS Gumbasa
WYLD = -0.09FRSE2 + 11.86FRSE + 541.16 R² = 0.899, n=11
300 400
500 600
700 800
900 1000
1100
0.0 20.0
40.0 60.0
80.0 100.0
Jum lah WY
L D
Tahun m
m
Luas FRSE
Dari Gambar 57 dapat dilihat pada saat proporsi luas hutan kecil maka jumlah water yield sedikit, dan mencapai optimum pada proporsi luas hutan 53
63.760 ha. Pada saat luas hutan meningkat terjadi pengurangan water yield akibat peningkatan laju evapotranspirasi dan jumlah ground water, sehingga
jumlah evapotranspirasi aktual mendekati evapotranspirasi potensial. Korelasi antara luas hutan dengan water yield di Sub DAS Gumbasa mempunyai R
2
= 0,89. Jumlah debit harian dalam setahun cenderung sesuai dengan peningkatan
water yield . Dengan ketetapan dalam UU No 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan yang
menyatakan pengelolaan hutan ditetapkan untuk meningkatkan daya dukung DAS, Pasal 3 hurup C dan pada pasal 18 ayat : menyatakan 1 Pemerintah
menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai dan atau pulau guna optimalisasi manfaat
lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. 2 Luas kawasan hutan yang harus dipertahankan sebagaimana dimaksud pada ayat 1
minimal 30 dari luas DAS dan atau pulau dengan sebaran yang optimal proporsional. Dari hasil simulasi terlihat bahwa yang optimal luasan hutan di
Sub DAS Cisadane Hulu adalah 44,1 . Selisih 14,1 yang harus dicukupi dapat berupa kawasan lindung, sempadan sungai dan kawasan perlindungan
setempat, atau perlindungan disekitar mata air, dan areal perkebunan. Proporsi luasan hutan di Sub DAS Cisadane Hulu dengan keberadaan
blue water bersifat polynomial kuadratik seperti yang disajikan pada Gambar 58. Bentuk grafik seperti ini disebabkan karena pada proporsi luas hutan yang sedikit
perubahannya menjadi semak belukar, akan tetapi apabila perubahannya menjadi
lahan terbangun rumah, villa dan jalan raya maka bentuk persamaannya akan bersifat linier negatif, artinya keberadaan hutan akan berbanding terbalik dengan
ketersediaan blue water.
Gambar 58. Hubungan antara luasan hutan dengan blue water di Sub DAS Cisadane Hulu
Gambar 59. Hubungan antara green water dan luas hutan di Sub DAS Cisadane Hulu
y = -1056,8x2 + 93185x + 5E+07 R² = 0,7691
47.0 48.0
49.0 50.0
51.0 52.0
53.0
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Pote nsi
j um
lah B
lue Wa
ter jut
a m
3
Proporsi luas hutan Poly. Blue Water
y = -61,463x2 + 14520x + 2E+07 R² = 0,6992
15.0 15.2
15.4 15.6
15.8 16.0
16.2 16.4
16.6
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
Pote nsi
j um
lah G
ree n
Wa ter
jut a
m 3
Proporsi luas hutan Poly. Green Water
Pada posisi sebaliknya, keberadaan hutan yang semakin luas akan meningkatkan keberadaan green water, seperti yang disajikan pada Gambar 59.
DAS yang baik apabila air tersimpan dalam bentuk green water sebagai suplai air karena akan menjadi cadangan bagi blue water. Proporsi masing-masing
keberadaan air pada kondisi luas hutan optimal di Sub DAS Cisadane Hulu adalah blue water 52,05 juta m
3
tahun 71,87 dan green water 20,38 juta m
3
tahun 28,13 . Hubungan antara luasan hutan dengan water yield di Sub Cisadane Hulu disajikan pada Gambar 60. Berdasarkan ketersediaan air menurut
waktu justru keberadaan green water yang hanya 24,28 inilah yang sangat penting karena sangat berperan dalam mengendalikan pasokan air di dalam suatu
DAS.
di Sub DAS Cisadane Hulu di Sub DAS Gumbasa Gambar 60. Proporsi keberadaan green water dan blue water di Sub DAS
Cisadane Hulu dan Sub DAS Gumbasa
Kondisi di Sub DAS Gumbasa karena kondisi iklim lebih kering maka ketersediaan air antara green water lebih dominan 51,64 dibandingkan dengan
blue water 48,36 . Hal ini mengindikasikan bahwa peranan hutan alam yang jauh lebih luas 71,98 sangat berperan sebagai penyimpan dan pengatur air di
Sub DAS Gumbasa, karena air tersimpan selama 176,8 hari lebih pendek
dibandingkan dengan di Sub DAS Cisadane Hulu 288,75 hari hal ini disebabkan karena daya hantar air di lahan ch_k1 di Sub DAS Cisadane Hulu hanya 7,3
mmjam sementara di Sub DAS Gumbasa 149,8 mmjam, sehingga air yang ada di Sub DAS Gumbasa mudah hilang sehingga peranan hutan sangat tinggi.
Guna mendapatkan luas hutan yang optimal dalam suatu DAS untuk menyimpan air dalam bentuk water yield maka harus diketahui hubungan antara
variabel yang memepengaruhi water yield WYLD, run off Qsurf , lateral flow Qlat, base flow Qgw dan total kehilangan air ke deep aquifer Tloss.
Hubungan tersebut dapat disajikan pada persamaan 43. WYLD =
[ ]....................….....……………….43
Semua peubah yang ada dalam persamaan 43 dipengaruhi oleh perubahan jenis tutupan lahan dA seperti yang disajikan pada persamaan 11
sampai persamaan 21. Sehingga persamaan 43 menjadi persamaan: [ ]……...........……………..…44
Pada saat simulasi dijalankan tidak terjadi perubahan lateral flow dan total loss
karena parameter ini tidak dipengaruhi oleh tutupan lahan, dan tidak terjadi perubahan geologi dan topografi, hanya terjadi perubahan
tutupan lahan sehingga dan
sehingga persamaan di atas menjadi :
[ ]……….......................………………………..45
Pada saat output water yield DAS optimum maka laju perubahan penutupan lahan dan laju perubahan water yield di atas menjadi
= 0 sehingga persamaan 45 menjadi:
atau =
……….......................…46
Persamaan 46 di atas sejalan dengan kenyataan empirik pada persamaan Gambar 55-59, sehingga dengan demikian dapat diterangkan bahwa jumlah air
dalam suatu DAS akan maksimal dengan mengurangi run off dan akan pada posisi optimal apabila jumlah penambahan run off diimbangi dengan peningkatan
base flow Qgw dalam bentuk sumur resapan bioretensi. Hal ini berarti untuk menanggulangi banjir di perkotaan yang disebabkan oleh peningkatan limpasan
harus diimbangi dengan resapan, sehingga kalau resapan meningkat dan tidak ada evaporasi karena lahan tertutup oleh bangunan, maka jumlah air tanah akan
meningkat dan pada gilirannya akan meningkatkan debit sungai. Demikian juga sebaliknya, pada saat ditanami oleh vegetasi maka penurunan run off akan
diimbangi dengan peningkatan base flow Qgw dan evapotranspirasi ETa. Atas dasar tersebut, maka dapat dinyatakan bahwa pengendalikan air dalam suatu
DAS adalah mengendalikan run off dan mengatur air dalam ground water storage. Oleh sebab itu kalau ada perubahan penutupan lahan menjadi lahan terbangun
seperti perumahan dan jalan yang tidak diimbangi dengan resapan akan menjadi bencana karena run off Qsurf meningkat dan cadangan air berkurang. Kondisi
sebaliknya, apabila peningkatan run off diikuti dengan penerapan teknologi resapan untuk meningkatkan Qgw adalah solusi terbaik, karena membangun
sekaligus melestarikan sumberdaya air.
Berdasarkan kenyataan tersebut maka keseimbangan antara blue water dan green water adalah kunci dalam mengatur kuantitas air dalam suatu DAS.
Untuk mengendalikan kuantitas dan kualitas maka yang harus diperhatikan adalah sedimentasi dan erosi. Tutupan lahan hutan yang bersifat korelasi negatif
dengan erosi sebagaimana disajikan pada Gambar 52 dan Tabel 18 BAB V. Pengurangan luasan hutan akan meningkatkan sedimentasi, pengurangan hutan
sebesar 25 di Sub DAS Gumbasa akan meningkatkan sedimentasi dari 1,5 juta tontahun menjadi 2,2 juta tontahun. Hal ini membuktikan bahwa hutan
adalah tutupan lahan paling baik dalam menjaga kualitas air. Peranan hutan dalam mengendalikan erosi, sedimentasi dan longsor sama pentingnya dibandingkan
dengan pengaturan water yield. Pengendalian keseimbangan antara pengendalian run off guna meningkatkan cadangan kadar air tanah dan mengubah air kedalam
air biomasa dalam bentuk green water adalah fungsi hutan yang penting dalam suatu DAS.
Ketersediaan air tanah dalam suatu DAS dengan pola pengaturan penutupan lahan, akan sangat tergantung kepada potensi laju evapotranspirasi
yang dikendalikan oleh jenis tanaman dan kadar air tanah. Pada Sub DAS Cisadane dengan total ETP = 795 mmtahun dan ETA = 710 mmtahun dan rasio
ETPcurah hujan = 0,2. Di Sub DAS Gumbasa dengan laju ETP = 1.214 mmtahun dan laju ETA = 931 mmtahun dan rasio ETPCurah Hujan = 0,63;
maka luasan optimum di Sub DAS Cisadane Hulu adalah 44,1 dan di Sub DAS Gumbasa 53 dari total luas DAS.
Karena posisi wilayah Sub DAS Gumbasa di Sulawesi Tengah mendekati katulistiwa maka potensi penguapan lebih tingi, sedangkan makin ke arah kutub
utara atau selatan dimana ketersediaan energi matahari berkurang keculi pada musim panas dan curah hujan kurang maka ketersediaan air dalam suatu DAS
sangat dipengaruhi oleh ETP. Oleh sebab itu ada benarnya pernyataan Hewlett 1982 dan Hamilton 2000 yang menyatakan bahwa semakin luas hutan di
daerah Sub Tropis, water yield semakin berkurang dan pada gilirannya mengurangi blue water adalah sejalan dengan persamaan 46. Kondisi
sebaliknya di daerah Tropis dengan pola curah hujan yang tinggi dan beragam serta potensi ETP yang berbeda-beda luasan optimum hutan mengikuti persamaan
kuadaratik seperti pada persamaan 44 sampai dengan 46 dan Gambar 55, 56 dan 58 maka dengan demikian hutan di daerah Tropis sangat mengendalikan
jumlah air. Fenomena pengaruh perubahan penutupan lahan terhadap keseimbangan
air sangat berperan dalam menyeimbangkan blue water dan green water. Oleh sebab itu mengetahui luasan hutan optimal dalam suatu DAS adalah pendekatan
yang paling rasional dalam menyeimbangkan dan mengelola air berbasis vegetatif.
Aplikasi model SWAT kedepan adalah mengkombinasikan dengan model ekonomi, perubahan tata ruang dan perkembangan dinamika regional.
Aplikasi dalam pengembangan rencana tata ruang dan penentuan daya dukung lingkungan merupakan tantangan dan peluang untuk aplikasi model SWAT yang
lebih luas di Indonesia. Fenomena urbanisasi, peningkatan pola pertanian, pemupukan,
keseimbangan air, erosi dan pengaruh penebangan hutan dan perubahan tata ruang merupakan tantangan pemodelan SWAT di masa mendatang. Dengan
pengalaman aplikasi di Sub DAS Cisadane Hulu dan Sub DAS Gumbasa menunjukkan bahwa pengendalin run off Qsurf dan mengatur base flow Qgw
adalah kunci dalam mengatur tata air. Hutan sebagai regulator air di daerah Tropika telah terbukti. Hutan mengedalikan jumlah air dengan kemampuan yang
istimewa antara evapotranspirasi dan kemampuan mengendalikan run off. Hutan banyak, limpasan sedikit akan diimbangi dengan kemampuan menyimpan
dalam bentuk air tanah green water. Permasalahan utama didaerah dengan topografi curam, curah hujan tinggi adalah mengendalikan run off sehingga
peranan hutan lindung dan taman nasional sebagai regulator air harus dipertahankan dan dijaga dan hutan alam perperan menyeimbangkan antara blue
water dan green water. Perhitungan jasa lingkungan hutan dari taman nasional dan atau
menghitung kerusakan ekologi, perhitungan neraca air, daya dukung DAS, air tanah, dan kualitas air serta ketersediaan air di masa datang dapat menggunakan
model SWAT. Akan lebih berguna apabila model SWAT digabungkan dengan rencana pembangunan ekonomi dan pengembangan wilayah.