27
3. Film Sebagai Representasi Realitas Sosial Masyarakat
Film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat yang kemudian
diproyeksikan ke atas layar. Film sebagai refleksi dari masyarakatnya mulai dilakukan. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat,
hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linear.
29
Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan
pesan message dibaliknya tanpa pernah berlaku sebaliknya.
30
Hubungan linear yang menempatkan audiens pada pihak yang pasif mendapat kritikan. Antara film dengan masyarakat tidak hanya terdapat
hubungan yang bersifat linear, tetapi juga terdapat hubungan berupa pencerminan atau refleksi.
31
Film memiliki sifat refleksi terhadap kehidupan masyarakat, menjadikan keduanya memiliki hubungan yang sangat erat. Dimana hal tersebut juga tak
lepas dari imbas sisi komersil film tersebut sebagai media massa, sehingga selalu menjadi media yang memiliki daya tarik tersendiri di hati audiens.
Seperti yang dikemukakan oleh Garth Jowett dan James M. Linton :
32
“It is more generally agree that mass media are capable of ‘reflecting’ society because they are forced by their commercial nature to
provide a level of content which will guarantee the wildest posibble audience”. Secara umum dapat dikatakan bahwa media massa mampu
merefleksikan masyarakat karena dituntut oleh sifat komersialnya untuk
29
Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer, Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, Media Pressindo, Yogyakarta, 1999, hal. 13
30
Ibid.
31
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Erlangga, Jakarta, hal. 37
32
Jowet Linton, Movies at Mass Communication, Sage Publication, Beverly Hills, 1983, hal. 74
28
memberikan muatan isi yang berkualitas yang nantinya akan diterima oleh masyarakat luas.
Namun film yang selama ini lekat dengan perspektif refleksi terhadap masyarakat ditolak oleh Graeme Turner, ini tercermin dalam pernyataannya:
33
Dari situ dapat dilihat bahwa ada hubungan yang sangat erat antara film dan masyarakat melalui reprensentasi terhadap realitas, yang mana keduanya
dapat saling melengkapi. Dimana salah satu dari mereka tidak menciptakan yang lainnya, melainkan berinteraksi antara keduanya dan menghsilkan
mutualisasi yang harmonis. “Film doesn’t reflect or even record reality like any other medium of
representation, it construct any ‘represent’ it’s picture of reality by way of the codes, convention, myth, and ideologies of its culture as well as by
way of the specific signifying practices of the medium”. Film tidak merefleksikan atau merekam realitas, seperti pada bentuk media
representasi yang lain, film membangun suatu penyajian kembali gambaran realita melalui kode-kode, konvensi-konvensi, mitos, dan
ideologi dari kebudayaannya dan juga dari praktek-praktek khas sebagai penanda dari medium.
34
Dengan film masyarakat dapat belajar mengembangkan kebudayaannya melalui sifat refleksi tadi, dan film dapat
terus berkembang dengan inovasi-inovasi baru melalui pengangkatan berbagai tema kehidupan masyarakat beserta pemberdayaan masyarakat yang
bersangkutan.
33
Graeme Turner, Film as Social Practice, Routledge, London, 1995, hal. 74
34
John Belton, Movies and Mass Culture, Athlone, London, 1996, hal. 1
29
4. Semiologi Sebagai Alat Dalam Mengkaji Makna Film