23
7. Sintagmatik. Segala sesuatu yang ada dalam bahasa didasarkan atas
relasi-relasi sebuah stigma merujuk kepada hubungan in prasentia antara sebuah kata dengan antara lain, di dalam ujaran atau tindak tutur tertentu.
Karena tuturan selalu diekspresikan sebagai suatu rangkaian tanda-tanda verbal dalam dimensi waktu, maka relasi-relasi sintagmatik disebut relasi
linier ada dalam proses komunikasi verbal.
Saussure banyak memberi landasan dalam konsep tentang tanda. Menurut Saussure, sebuah tanda terdiri dari signifier petanda dan signified
penanda. Signifier adalah aspek material, bentuk fisik dari tanda atau citra tanda yang kita serap dari sesuatu yang kita baca, lihat, atau dengar. Sedangkan
signified adalah konsep mental yang kita miliki tentang suatu tanda. Namun pemahaman konsep Saussure sendiri hanya pada level denotasi
saja. Sedangkan Barthes memberi pemahaman lebih luas tentang tanda, yakni melihat hubungannya dengan latar belakang kultur pembacanya. Oleh Barthes,
proses signifikasi tanda dapat dibagi menjadi dua level, yaitu konotasi dan denotasi. Pada penelitian ini, pemaparan data berupa tanda-tanda hasil
instrumen penelitiannya merupakan signifikasi pada level denotasi Saussure. Sedangkan hasil analisis denotasi baru merupakan sebuah signifikasi pada level
konotasi.
c. Roland Barthes
Roland Barthes adalah seorang ahli semiotik asal Perancis. Ia dikenal melalui analisis tekstual dan analisis struktural. Sejak kemunculan Pierce dan
Saussure, semiotika menitikberatkan dirinya pada tsudi tentang tanda dan segala yang berkaitan dengannya. Meskipun dalam semiotika Pierce masih ada
kecenderungan meneruskan tradisi Skolastik yang mengarah pada inferensi
24
pemikiran logis dan saussure juga membahas signifikasi dan komunikasi yang terdapat dalam sistem tanda non linguistik. Semiotika atau dalam istilah
Barthes semiologi hendaknya mempelajari bagaimana kemanusiaan humanity memaknai hal-hal things. Memaknai to signify dalam hal ini tidak dapat
dicampuradukan dengan mengkomunikasikan to communicate.
25
“semiologi have the object of research as any sign system, both in substantial and nonsubstansial form such as images, behaviour, melodius
sounds, objects, and the complex substance that can be found in rituals, protocols or performance. As a matter of fact, all of that build the
marking system”. semiologi memiliki objek penelitian berupa sistem tanda apa saja, baik dalam wujud substansial dan nonsubstansial seperti
gambar, tindaktanduk, bunyi melodius, benda-benda, dan substansi kompleks yang dapat ditemukan dalam ritus-ritus, protocol-protokol atau
pertunjukan. Pada hakikatnya, semua itu membangun sistem penandaan.
Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana
objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem signifikasi dari tanda. Barthes mengatakan.
26
Roland Barthes dengan demikian melihat signifiksi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikasi itu
tidak terbatas pada bahasa, tetapi terdapat pula pada hal-hal yang bukan bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial merupakan suatu bentuk dari
signifikasi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apapun bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri pula.
27
25
Kurniawan, Semiologi Roland Barthes, IndonesiaTera, Magelang, 2001, hal. 53
26
Jurnal International , Muslikh Madiyant, SINEMASASTRA: Mencari Bahasa Di Dalam Teks Visual,
http:www.scribd.comdoc8622353Sinemasastra-Mencari-Bahasa diakses pada
tanggal 24 April 2009 pukul 16.00
27
Kurniawan, Op.Cit., hal. 53
25
Barthes meneliti beberapa istilah yang berhubungan dengan sinyal, ikon, indeks, simbol, dan alegori. Ia menunjukan adanya persoalan tentang eksistensi
dari tanda, relasi analogial antara dua tanda, dan adanya oposisi dalam tanda untuk memperjelas makna.
Dalam pemaknaan suatu tanda. Barthes menutupi kekurangan saussure yang mengabaikan dimensi makna sebagai proses negosiasi antara penulis atau
pembaca dengan teks. Dengan memberi perhatian lebih pada interaksi tanda dalam teks dengan pengalaman personal dan kultural pemakainya, Barthes
membangun sebuah model makna yang sistematis yang lebih memperhatikan “dunia luar tanda”. Barthes memfokuskan teorinya melalui dua tahap
signifikasi two order signification, seperti yang terlihat pada gambar berikut ini :
28
Reality Signs Culture First Order
Second Order
Form Connotation Detonation
Content Myth
Gambar 05. Signifikasi Dua Tahap Roland Barthes
28
Alex Sobur, Komunikasi Multikultural, Muhamadiyah University Press, Surakarta, 2003, hal. 127
Signifier ------------
Signified
26
Gambar diatas Barthes menjelaskan bahwa signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda
terhadap realitas eksternal. Bartehs menyebutkan sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Denotasi lebih kepada makna “awam” atau “makna
biasa” dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang
terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi memiliki makna yang subyektif atau
intersubyektif. Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja
malalui mitos myth. Mitos menurut Barthes adalah sistem semiologis tingkat kedua atau metabahasa. Mitos merupakan bahasa kedua yang berbicara
mengenai sebuah bahasa tingkat pertama. Tanda pada sistem yang pertama penanda dan petanda yang memunculkan makna-makna denotatif menjadi
sebuah penanda bagi suatu makna mitologis konotatif tingkat kedua. Mitos dibangun oleh mata rantai pemaknaan yang telah ada.
Dalam penelitian ini peneliti memilih menggunakan metode Roland Barthes sebagai pisau analisis yang paling tepat untuk membedah makna yang
terkandung dalam obyek baik denotasi maupun konotasi, selanjutnya dengan menganalisis simbol-simbol lain dalam film peneliti mencoba mengurai
konstruksi mitosnya.
27
3. Film Sebagai Representasi Realitas Sosial Masyarakat