20
Kesejahteraan Ekonomi Subjektif
Hasil pada Tabel 12 menunjukkan bahwa, 87.0 persen keluarga usia pensiun terkategori mempunyai kesejahteraan ekonomi subjektif yang sedang.
Hal ini menandakan bahwa keluarga usia pensiun mengaku sudah merasa cukup puas dengan keadaan ekonomi setelah pensiun namun mengalami sedikit kendala
dalam pemenuhan aktivitas yang dapat mengganggu keuangan keluarga Lampiran 3. Berdasarkan jenis pekerjaan, contoh PNS mempunyai rataan skor
kesejahteraan ekonomi subjektif sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan contoh non PNS. Namun demikian uji beda tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
pada kesejahteraan ekonomi subjektif antara contoh PNS dengan non PNS p0.05.
Tabel 12 Sebaran tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif keluarga usia pensiun berdasarkan jenis pekerjaan, nilai min, max, rataan ± SD
Tingkat kesejahteraan ekonomi subjektif
Jenis pekerjaan Total
PNS Non PNS
n n
n Rendah 10-23
5 6.5
7 9.1
12 7.8
Sedang 24-37 70
90.9
64
83.1
134
87.0
Tinggi 38-50 2
2.6 6
7.8 8
5.2 Total
77 100.0
77 100.0
154 100.0
Min - max 17 - 46
17 - 47 17 - 47
Rataan ± SD 29.8 ± 4.7
29.3 ± 5.4 29.5 ± 5.0
p-value
0.464
Pengaruh Riwayat Pekerjaan, Lama Pendidikan, Orientasi Waktu dan Toleransi Risiko terhadap Melakukan PKHT
Hasil dari Tabel 13 menunjukkan bahwa model yang dibangun untuk menganalisis pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu, dan
toleransi risiko terhadap melakukan PKHT memiliki koefisien determinasi Nagelkerke R Square sebesar 0.159. Angka ini menunjukkan bahwa model
yang dibangun hanya dapat menjelaskan sebesar 15.9 persen pengaruh riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi waktu, dan toleransi risiko terhadap
melakukan PKHT. Sementara itu, 84.1 persen lainnya dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Hasil analisis regresi menunjukkan, variabel orientasi waktu yang diukur dengan skor berpengaruh signifikan terhadap melakukan PKHT. Setiap kenaikan
satu skor orientasi waktu, orang usia pensiun berpeluang 1.1 kali untuk melakukan PKHT. Hal ini berarti, semakin orang usia pensiun berfokus pada
masa depan berpeluang dalam melakukan PKHT untuk mempersiapkan hari tuanya.
Variabel riwayat pekerjaan berpengaruh tidak signikan terhadap melakukan PKHT, sehingga memiliki pekerjaan sebagai PNS ataupun non PNS
tidak memengaruhi orang usia pensiun dalam melakukan PKHT. Seperti yang kita ketahui besar kecilnya pendapatan seseorang dapat dilihat dari jenis
pekerjaannya. Seseorang yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi akan dapat
21 memenuhi kebutuhan keluarga pada masa kini sehingga dirinya bisa memikirkan
kebutuhan masa depan. Oleh karena itu, jenis pekerjaan yang menghasilkan pendapatan yang tinggi akan memungkinkan seseorang melakukan PKHT.
Lama pendidikan juga ternyata tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap melakukan PKHT. Hal ini berarti semakin lama orang usia pensiun
duduk dibangku sekolah tidak menjamin orang tersebut melakukan PKHT untuk hari tuanya. Hal ini disebabkan karena tidak adanya pendidikan formal di
Indonesia yang mengajarkan mengenai perencanaan hari tua.
Toleransi risiko juga berpengaruh tidak signifikan terhadap melakukan PKHT sehingga, orang usia pensiun yang mempunyai toleransi risiko yang tinggi
tidak serta merta akan melakukan PKHT. Hal ini mungkin disebabkan karena orang yang mempunyai toleransi risiko tinggi adalah orang yang berani
menerima ketidakpastian, sehingga mereka akan beranggapan bahwa membuat PKHT merupakan suatu kegiatan yang tidak perlu.
Tabel 13 Nilai koefisien regresi riwayat pekerjaan, lama pendidikan, orientasi
waktu, dan toleransi risiko terhadap melakukan PKHT
Variabel independen Melakukan PKHT 1=ya, 0=tidak
B ExpB
Konstanta -5.989