Teori Intrinsik Pada Karya Fiksi

E. Landasan Teori

1. Teori Intrinsik Pada Karya Fiksi

Sebuah karya sastra, fiksi atau puisi, menurut kaum Strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsur pembangun-nya. Struktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah Abrams dalam Nurgiyantoro, 1994:36. Struktur karya sastra mengarah pada pengertian hubungan antarunsur intrinsik yang bersifat timbal-balik, saling menentukan, saling mempengaruhi, yang secara bersama membentuk satu kesatuan yang utuh Nurgiyantoro, 1994:36. Langkah yang perlu dilakukan oleh peneliti psikologi sastra adalah harus menekankan kajian pada keseluruhan karya, baik berupa unsur intrinsik maupun ekstrinsik. Tekanan unsur intrinsik pada suatu karya sastra dilakukan pada tema dan amanat, tokoh dan penokohan serta perwatakannya, latar dan pelataran, dan alur cerita. Namun, dalam penelitian ini analisis stuktural difokuskan pada unsur intrinsik yang meliputi tema, tokoh, dan latar yang ada pada novel. Hal tersebut karena tiap-tiap tokoh memiliki karakter dan sifat yang berbeda. Latar saat para tokoh berada juga mempengaruhi kejiwaan mereka. Tema pada cerita menjadikan acuan dalam pembentukan sifat maupun karakter tokoh. Setiap karya fiksi pasti mengandung atau menawarkan tema. Untuk mengetahui apa isi tema tidak mudah dilakukan. Tema harus dipahami dan ditafsirkan melalui cerita dan data-data, dalam hal ini unsur-unsur pembangun cerita Nurgiyantoro, 1994:68. Tema theme menurut Stanton dan Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita dalam Nurgiyantoro, 1994:67. Istilah ”tokoh” digunakan bila yang dibahas ialah sifat-sifat pribadi seorang pelaku. Luxemburg mengemukakan kepribadian dan watak tokoh dapat diketahui secara eksplisit dan implisit. Secara eksplisit jika watak tokoh dilukiskan oleh komentar pelaku lain, dan secara implisit jika terjadi lewat perbuatan dan ucapan 1984:171. Tokoh dengan berbagai pengalaman kehidupannya dalam karya sastra memerlukan ruang lingkup, tempat, dan waktu, sama halnya dengan kehidupan manusia di dunia nyata. Dengan kata lain, fiksi sebagai dunia selain membutuhkan tokoh, cerita, tema, juga memerlukan latar. Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan Abrams melalui Nurgiyantoro, 1994:216. Nurgiyantoro membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Ketiganya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya 1994:227.

2. Teori Psikologi Sastra