Tujuan Penilaian Autentik
3. Tujuan Penilaian Autentik
Suharsimi Arikunto (1995 : 9 – 11) mengemukakan bahwa penilaian dilakukan bertujuan : (1) merangsang aktivitas siswa, (2) menemukan penyebab kemajuan atau kegagalan siswa, guru, maupun proses pembelajaran itu sendiri, (3) memberi bimbin- gan yang sesuai kepada setiap siswa, (4) memberi laporan ten- tang kemajuan/perkembangan siswa kepada orangtua dan lem- baga pendidikan terkait, dan (5) sebagai feed back program atau kurikulum pendidikan yang sedang berlaku. Mengingat pentin-
198 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam 198 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
Selain itu data asesmen autentik digunakan untuk berb- agai tujuan seperti menentukan kelayakan akuntabilitas implementasi kurikulum dan pembelajaran di kelas tertentu. Data asesmen autentik dapat dianalisis dengan metode kualitatif, kuanitatif, maupun kuantitatif. Analisis kualitatif dari asesmen otentif berupa narasi atau deskripsi atas capaian hasil belajar peserta didik, misalnya, mengenai keunggulan dan kelemahan, motivasi, keberanian berpendapat, dan sebagainya.
Penilaian ini bertujuan untuk mengetahui kompeten- si yang dimiliki oleh siswa. Kompetensi yang dimiliki bersifat multidimensi. Oleh karena itu, semua dimensi tersebut sedapat mungkin di ukur, dimensi kemampuan peserta didik yang pal- ing sederhana adalah kemampuan kognitif, afektif dan psikomo- tor. Ketiga aspek di assesmen untuk menunjukkan hasil berupa profil peserta didik, selanjutnya hasil ini digunakan untuk meny- usun strategi berikutnya.
Untuk menilai peserta didik dengan penilaian otentik dapat dilakukan dengan berbagai teknik penilaian. Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang ber-
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam | 199 Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam | 199
4. Prinsip-prinsip Penilaian Pembelajaran Bagian ini menjelaskan hal-hal mendasar yang menjadi prinsip yang harus diperhatikan guru ketika melaksanakan eval- uasi yang pembelajaran SKI. Prinsip ini berkaitan dengan alat dan teknik pelaksanaan evaluasi:
a. Edukasi. Penilaian dilakukan tidak semata untuk mengetahui gambaran umum mengenai kemampuan siswa untuk mencapai kompetensi-kompetensi yang diharapkan, tetapi juga memberikan umpan balik untuk memperbai- ki proses pembelajaran. Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru dan siswa, meningkatkan kuali- tas belajar dan membina siswa agar tumbuh dan berkem- bang secara optimal.
b. Motivasi. Penilaian merupakan bagian dari proses pendidikan yang harus dapat memacu dan memotivasi peserta di- dik untuk lebih berprestasi meraih tingkat yang seting- gi-tingginya sesuai dengan kemampuannya. Melalui pe- nilaian, guru dan siswa bisa mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Dengan demikian,
200 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam 200 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
c. Keadilan. Penilaian yang dilakukan harus memiliki prinsip keadilan yang tinggi. Artinya, siswa diperlakukan sama sehingga tidak merugikan salah satu atau sekelompok siswa yang dinilai. Selain itu, penilaian tidak boleh membedakan latar belakang sosial-ekonomi, budaya, bahasa, gender, dan agama.
d. Komprehensif dan Berkesinambungan. Penilaian pembelajaran harus mencakup semua aspek kompetensi sebagaimana dirumuskan dalam standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) dan oleh karena itu dibutuhkan berbagai jenis teknik yang ses- uai. Penilaian juga harus dilakukan terus-menerus, jadi tidak hanya di akhir semester. Hal ini harus dilakukan untuk memantau perkembangan kemampuan siswa dan kemajuannya dalam mencapai kompetensi yang dihara- pkan. Penilaian dilakukan secara terencana dan bertahap untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu. Dengan de- mikian, keutuhan pembelajaran mulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian bisa dipertahankan.
e. Terpadu dan Terbuka. Penilaian pembelajaran harus memiliki keterpaduan
Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam | 201 Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam | 201
1. Sahih (Validity), dimaksudkan ketepatan alat ukur penilaian berdasarkan data yang mencerminkan ke- mampuan/keterampilan yang sesungguhnya akan di- ukur.
2. Objektif (objective), berarti penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang jelas, tidak dipen- garuhi subjektivitas penilai.
3. Adil (Fair), mengandung arti bahwa penilaian tidak memihak, tidak menguntungkan atau merugikan salah satu pihak, serta tidak memandang perbedaan latar belakang agama, suku, budaya, adat istiadat, sta- tus sosial ekonomi, dan gender.
4. Terpadu (integrated), berarti penilaian yang dilaku- kan oleh evaluator (instuktor) merupakan bagian atau komponen yang tak terpisahkan (integrated) dari
202 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam 202 | Pembelajaran Sejarah Kebudayaan Islam
5. Terbuka (disclossure), mengandung arti bahwa pendekatan, metode, prosedur penilaian, criteria pe- nilaian, dan pengambilan keputusan adalah berdasar- kan hasil penilaian sebenarnya, serta dapat diketahui oleh pihak lain yang berkepentingan.
6. Menyeluruh (comprehensive) dan berkesinambungan (continuity), berarti penilaian di sekolah mencakup semua aspek kompetensi (kognitif, afektif, psikomo- tor), dilakukan secara periodik dan terus menerus, menggunakan berbagai pendekatan, metode dan teknik penilaian yang sesuai, untuk memantau kema- juan atas pencapaian kemampuan/keterampilan pe- serta pelatihan.
7. Sistematis (Systematis), berarti penilaian dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8. Beracuan Kriteria (Criterion Refferenced Test), berarti penilaian didasarkan pada ukuran pencapaian kom- petensi yang ditetapkan (secara ideal), untuk dapat dicapai oleh setiap peserta didik.
9. Akuntabel (Acountability), berarti penilaian yang diselenggarakan dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur maupun hasilnya.