Fasilitas anak dalam pemenuhan hak pendidikan anak
D.3. Fasilitas anak dalam pemenuhan hak pendidikan anak
Selama kegiatan pengajaran, anak memerlukan berbagai fasilitas pembelajaran, mulai dari ruangan belajar-mengajar, guru, alat tulis dan berbagai bentuk fasilitas pembelajaran lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas yang diterima anak terlihat sangat minim. Anak hanya memiliki satu buku pelajaran, satu alat tulis, penghapus dan rautan (peruncing pensil), sebagaimana dinyatakan AT ketika ditanya tentang fasilitas pembelajaran yang dimiliki, “Buku, pensil, penghapus… sama itu rautan” (wawancara pada 4 Januari 2016). Dari beberapa anak, terdapat salah seorang yang secara jelas menyatakan bahwa perlengkapan atau fasilitas dalam pendidikan masih sangat minim. Boboho, peserta didik Paket C, menyatakan bahwa apa yang diterima selama menjalani proses belajar mengajar masih sangat minim. Baik dari segi metode Selama kegiatan pengajaran, anak memerlukan berbagai fasilitas pembelajaran, mulai dari ruangan belajar-mengajar, guru, alat tulis dan berbagai bentuk fasilitas pembelajaran lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fasilitas yang diterima anak terlihat sangat minim. Anak hanya memiliki satu buku pelajaran, satu alat tulis, penghapus dan rautan (peruncing pensil), sebagaimana dinyatakan AT ketika ditanya tentang fasilitas pembelajaran yang dimiliki, “Buku, pensil, penghapus… sama itu rautan” (wawancara pada 4 Januari 2016). Dari beberapa anak, terdapat salah seorang yang secara jelas menyatakan bahwa perlengkapan atau fasilitas dalam pendidikan masih sangat minim. Boboho, peserta didik Paket C, menyatakan bahwa apa yang diterima selama menjalani proses belajar mengajar masih sangat minim. Baik dari segi metode
Kurangnya fasilitas pembelajaran yang diterima anak bukan tanpa sebab. Pihak Lapas mengakui bahwa dana yang mereka miliki tidak dapat memenuhi setiap kebutuhan narapidana anak. Dana yang mereka dapatkan sangat terbatas. Selain itu jumlah narapidana baik dewasa maupun anak-anak yang sangat banyak memaksa para petugas harus mampu mengelola keuangan dengan baik. Keterbatasan anggaran Lapas diatasi dengan adanya ikatan kerjasama dengan berbagai lembaga. Hal ini dapat dilihat dari wawancara dengan salah seorang petugas berikut:
Petugas: Wah ga ada Mbak, jujur saja dana dari pusat itu sedikit Mbak, kecil sekali, untuk membagi aja susah. Makanya kami kadang masukan proposal ke Dinas Sosial, kemana-mana deh Mbak.
Peneliti: Bu, kan saya baca Bu, kalau disini dulu kegiatan pramuka bagus Bu, nah itu biayanya gimana? Petugas: Nah Mbak, itu dulu, itu tahun lalu memang kepramukaan bagus Mbak karena kami kerjasama sama pihak luar, UNMUL juga Mbak. Tapi itu
ga berlangsung lama Mbak, sebentar aja. Ya ga mungkin kami punya dana menyewa orang buat ngajar mereka Mbak. Itu ada pelatihan perbaikan AC itu Mbak, tanpa biaya Mbak, karena apa, kami berusaha cari bantuan Mbak.
Terbatasnya anggaran yang tersedia memaksa pihak pemasyarakatan memiliki ikatan dengan berbagai macam lembaga. Ikatan yang terbentuk tersebutlah yang secara perlahan mampu memenuhi beberapa keperluan/kebutuhan maupun fasilitas narapidana. Minimnya fasilitas atau perlengkapan anak akan berdampak pada motivasi belajar anak, sebagaimana dinyatakan dalam penelitian Giantera (2013). Pada penelitian tersebut ditemukan bahwa fasilitas yang diterima anak selama proses belajar mengajar mempengaruhi motivasi dan hasil belajar anak.
Selanjutnya Ahsinin (tanpa tahun) dari Yayasan Pemantau Hak Anak menyatakan bahwa dalam mengukur terpenuhinya hak terdapat beberapa indikator yang harus terpenuhi. Indikator tersebut yakni, ketersediaan lembaga pendidikan, aksesibilitas, akseptibilitas dan adaptibilitas. Lapas Klas II A Samarinda memberikan kegiatan belajar mengajar pada anak berupa Kejar Paket A B dan C. Hal ini menandakan tersedianya program pendidikan dalam lembaga penghukuman anak. Selama anak menjalani masa kurungan dalam Lapas, anak berhak mengikuti kegiatan Kejar Paket sesuai dengan tingkatan pendidikan terakhir anak. Bahkan dari kutipan-kutipan Selanjutnya Ahsinin (tanpa tahun) dari Yayasan Pemantau Hak Anak menyatakan bahwa dalam mengukur terpenuhinya hak terdapat beberapa indikator yang harus terpenuhi. Indikator tersebut yakni, ketersediaan lembaga pendidikan, aksesibilitas, akseptibilitas dan adaptibilitas. Lapas Klas II A Samarinda memberikan kegiatan belajar mengajar pada anak berupa Kejar Paket A B dan C. Hal ini menandakan tersedianya program pendidikan dalam lembaga penghukuman anak. Selama anak menjalani masa kurungan dalam Lapas, anak berhak mengikuti kegiatan Kejar Paket sesuai dengan tingkatan pendidikan terakhir anak. Bahkan dari kutipan-kutipan
Peneliti: Pak, ini anak-anak ini ada kurikulumnya ga sih, Pak? Petugas: Yah ada lah, Mbak. Peneliti: Sama ga sih Pak sama sekolahan di luar? Petugas: Beda Mbak, ada kurikulum khusus kan istilahnya mereka. Ini sama
sekolahnya terpotong. Nah, ikut paket ini juga kan ga kaya sekolahan biasa. Kalau SD kan 6 tahun, kalau ikut Paket itu kalau aktif ya setahun Mbak.
Selain memiliki kurikulum khusus, anak juga memiliki buku pelajaran khusus yang disediakan oleh Kementerian. Selama anak mengikuti kegiatan Kejar Paket, anak akan dipaksa memahami maupun berlatih ilmu-ilmu pengetahuan secara cepat.