3 Kembali ke Wall dan kembali ke Faerie: Perubahan Persepsi dan Perkembangan Diri Tristran Menjadi Seorang Hero
2. 3. 3 Kembali ke Wall dan kembali ke Faerie: Perubahan Persepsi dan Perkembangan Diri Tristran Menjadi Seorang Hero
Di awal bab kesepuluh dalam Stardust, sang narator memulai bab dengan mengatakan, It has occasionally been remarked upon that it is as easy to overlook
something large and obvious as it is to overlook something small and
Universitas Indonesia Universitas Indonesia
Perumpamaan ini yang menjadi alinea pembuka pada bab kesepuluh seperti ingin menunjukkan keadaan Tristran setelah bertualang di Faerie dan hendak melewati celah tembok menuju Wall. Sebagaimana yang telah disebutkan dalam akhir sub-bab sebelumnya, bahwa Tristran masih belum menyadari apa yang ia rasakan saat itu. Di Wall inilah kemudian Tristran menemukan kesadarannya sehingga akhirnya memutuskan untuk tinggal di Faerie.
Kedatangan Tristran kembali ke Wall bertepatan dengan satu hari sebelum pekan raya May Day. Kemudian karena Tristran tidak diijinkan untuk melewati tembok menuju Wall oleh para penjaganya, Tristran harus menunda perjalanannya kembalinya ke Wall. Di saat seperti ini kemudian Tristran merasakan bahwa dirinya lebih merasa menjadi bagian dari Faerie
And it came to Tristran then, in a wave of something that resembled homesickness, but a homesickness comprised in equal parts of longing and despair, that these might as well be his own people, for he felt he had more in common with them than with the pallid folk of Wall in their worsted jackets and their hobnailed boots. (Gaiman, 2007: 169)
Kata homesick menunjukkan bagaimana Tristran akhirnya menganggap Faerie sebagai rumahnya. Kemudian kerinduan yang dirasakan oleh Tristran menunjukkan bagaimana Tristran ingin menjadi dan merasa menjadi bagian dari Faerie namun ia merasa tidak bisa karena ia masih harus menjadi bagian dari Wall yang tercermin dari kata-kata selanjutnya yaitu longing and despair yang berarti kerinduan dan
Universitas Indonesia
keputusasaan menunjukkan bahwa ia masih merasa tidak bisa menjadi bagian dari Faerie karena ia ‘terikat’ dengan Wall sehingga membuatnya berperasaan seperti itu. Ia mendeskripsikan penghuni Wall dengan kata pallid yang berarti pucat, worsted, yaitu bahan pakaian berbahan dasar wol dan hobnailed boots yaitu sepatu bot berpaku. Worsted jackets dan hobnailed boots menunjukkan ciri masyarakat Wall yang bermata pencaharian dengan berladang dan kata pallid dapat mengacu pada masyarakat Wall yang tidak pernah lama terpapar sinar matahari sehingga berkulit pucat. Kesemua ini memperlihatkan mereka sebagai orang-orang yang tidak pernah merasakan petualangan dan selalu berkutat dengan pekerjaan mereka setiap hari sehingga tidak cocok dengan kepribadian Tristran yang sebaliknya.
Jadi, setelah akhirnya Tristran dapat masuk ke dalam Wall dan kemudian mengetahui kebenaran tentang dirinya yang memiliki ibu yang berasal dari Faerie membuatnya merasa terbebas. “’Only half mortal, actually,’ said Tristran helpfully. ‘Everything I ever thought about myself - who I was, what I am - was a lie. Or sort of. You have no idea how astonishingly liberating that feels.’” (Gaiman, 2007: 184 Garis bawah oleh penulis). Kata liberating memiliki arti penting karena menunjukkan Tristran yang merasa terbebaskan. Hal ini karena dengan mengetahui asal-usulnya, ia dapat memilih untuk tinggal di Faerie tanpa merasa bersalah meninggalkan keluarganya. Kemudian setelah dari Wall pun akhirnya Tristran mengakui perasaannya kepada Yvaine yang menunjukkan pula bahwa Tristran telah memilih untuk menjadi bagian dari Faerie.
Universitas Indonesia
Dari sini kemudian perkembangan kepribadian dan pencarian jati dirinya telah usai. Tristran bukan lagi seorang yang kikuk dan pemalu, tetapi ia telah menjadi orang yang yakin akan dirinya sehingga dapat memutuskan untuk tinggal dengan orang-orang yang menurutnya lebih memiliki persamaan dengan dirinya, yaitu kaum Faerie.
Tristran yang pada awal masuk ke Wall merasa tidak suka dengan petualangan yang dihadapi, kini menjadi seorang yang selalu berpetualang ke sekeliling Faerie sebelum ia menjadi raja Stormhold. Tristran telah menjadi hero yang berusaha memberantas kejahatan dan membantu yang lemah. Ia tidak lagi membanding-bandingkan dirinya dengan para tokoh dari buku cerita karena ia telah menjadi hero yang sesungguhnya dan ia bukan lagi Tristran yang hanya bermimpi karena semua impiannya itu telah ia buktikan. “’…But there are so many places we have not yet seen. So many people still to meet. Not to mention all the wrongs to right, villain to vanquish, sight to see…’” (Gaiman, 2007: 192). Dari sini terlihat bagaimana Tristran yang dahulu inferior karena sering direndahkan oleh orang-orang disekitarnya kini telah menjadi seorang yang superior yang terlihat dari tindakannya yang selalu berusaha untuk menolong yang lemah. Apalagi pada akhirnya Tristran menjadi penguasa Stormhold yang menunjukkan superioritasnya.
Universitas Indonesia