Struktur Kepemilikan

2.1.4 Struktur Kepemilikan

Struktur kepemilikan ( ownership structure ) adalah struktur kepemilikan saham, yaitu perbandingan jumlah saham ya ng dimiliki oleh „„orang dalam“ ( insiders ) dengan jumlah saham yang dimiliki oleh investor. Atau dengan kata lain struktur kepemilikan saham adalah proporsi kepemilikan institusional, kepemilikan manajemen,dan kepemilikan asing dalam kepemilikan saham perusahaan. Dalam menjalankan kegiatannya, suatu perusahaan diwakili oleh direksi ( agents ) yang ditunjuk oleh pemegang saham ( principals ).

2.1.4.1 Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional adalah kepemilikan saham oleh pihak- pihak yang berbentuk institusi seperti yayasan, bank, perusahaan asuransi, perusahaan investasi, dana pension, perusahaan berebntuk perseroan (PT), dan institusi lainnya. Institusi biasanya dapat menguasai mayoritas saham karena mereka sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan pemegang saham lainnya. Oleh karena menguasai saham mayoritas, maka pihak institusional dapat melakukan pengawasan terhadap kebijakan manajemen sevara lebih kuat dibandingkan dengan pemegang saham lain.

Menurut Jensen dan Meckling ( 1976), salah satu cara untuk mengurangi agency cost adalah dengan meningkatkan kepemilikan institusional yang berfungsi untuk mengawasi agen. Degan kata lain, akan mendorong pengawasan yang optimal terhadap kinerja manajemen. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan oresentase kepemilikan institusional dapat menurunkan presentase kepemilikan manajerial karena kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional bersifat saling menggantikan sebagai fungsi monitoring ( Suranta dan Machfoedz 2003: 215).

Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kinerja manajemen sehingga secara otomatis manajemen akan menghindari perilaku yang Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan pengawasan yang ketat terhadap kinerja manajemen sehingga secara otomatis manajemen akan menghindari perilaku yang

Struktur kepemilikan institusional dapat diukur sesuai dengan proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pemilik institusi dan kepemilikan oleh blockholder , yang dirumuskan:

Kepemilikan Institusional = x100%

Total saham institusi yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun.

2.1.4.2 Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah kondisi yang menunjukkan bahwa manajer memiliki saham dalam perusahaan atau manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan ( Rustiarini, 2008). Pihak tersebut adalah mereka yang duduk di dewan komisaris dan dewan direksi perusahaan. Keberadaan manajemen perusahaan mempunyai latar belakang yang berbeda, antara lain: pertama, mereka mewakili pemegang saham institusi, kedua, mereka adalah tenaga- tenaga professional yang diangkat oleh pemegang saham dalam Rapat Umum Pemegang Saham. Ketiga, mereka duduk di jajaran manajemen perusahaan karena turut memiliki saham.

Berdasarkan teori keagenan, “hubungan antara manajemen dengan pemegang saham, rawan untuk terjadinya masalah keagenan. Teori keagenan menyatakan bahwa salah satu mekanisme untuk memperkecil adanya konflik agensi dalam perusahaan adalah dengan memkasimalkan jumlah kepemilikan manajerial. Dengan menambah jumlah kepemilikan manajerial, maka manjemen akan merasakan dampak langsung atas setiap keputusan yang mereka ambil karena mereka menjadi pemilik perusahaan” ( Jensen dan Meckling 1976; 86).

Peningkatan atas kepemilikan manajerial akan membuat kekayaan manajemen, secara pribadi, semakin terikat dengan kekayaan perusahaan sehingga manajemen akan berusaha mengurangi resiko kehilangan kekayaanya. Kepemilikan manajerial yang tinggi berakibat pada rendahnya dividen yang dibayarkan kepada sha reholder . Hal ini disebabkan karena pembiayaan yang dilakukan oleh manajemen terhadap nilai investasi di masa yang akan datang bersumber dari biaya internal.

Struktur kepemilikan manajerial dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh manajerial, dapat dirumuskan:

Kepemilikan Manajerial= x 100%

Total saham manajerial yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh manajemen pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun.

2.1.4.3 Kepemilikan Asing

Kepemilikan asing merupakan proporsi saham biasa perusahaan yang dimiliki oleh perorangan, badan hukum, pemerintah serta bagian-bagiannya yang berstatus luar negeri ( Etha, 2010). Kepemilikan asing dalam perusahaan merupakan pihak yang dianggap concern terhadap pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan (Djakman dan Machmud,2008).

Jika dilihat dari sudut pandang stakeholder , pengungkapan CSR merupakan alat yang dipilih untuk memperlihatkan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. Menurut Angling ( 2010), apabila perusahaan memiliki kontrak dengan foreign stakeholders baik dalam ownership dan trade , maka perusahaan akan lebih didukung dalam melakukan pengungkapan CSR.

Perusahaan yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh asing biasanya lebih sering menghadapi masalah asimetri informasi dikarenakan hambatan geografis dan bahasa. Oleh sebab itu perusahaan dengan kepemilikan asing yang besar akan terdorong untuk melaporkan atau mengungkapkan informasinya secara sukarela dan luas. (Xiao et al., 2004)

Ada beberapa alasan mengapa perusahaan yang memiliki kepemilikan saham asing harus memberikan pengungkapan yang lebih dibandingkan dengan yang tidak memiliki kepemilikan saham asing ( Susanto, 1992 dalam Angling 2010) sebagai berikut:

1. Perusahaan asing mendapatkan peltihan yang lebih baik dalam bidang akuntansi dari perusahaan induk di luar negeri.

2. Perusahaan tersebut mungkin punya system informasi yang lebih efisien untuk memenuhi kebutuhan internal dan kebutuhan perusahaan induk.

3. Kemungkinan permintaan yang lebih besar pada perusahaan berbasis asing dari pelanggan, pemasok, dan masyarakat umum.

Penelitian yang dilakukan Ni Wayan Rustiarini (2008) menemukan bahwa kepemilikan asing berpengaruh pada pengungkapan CSR. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Novita dan Caerul (2007) menemukan bahwa struktur kepemilikan saham termasuk kepemilikan asing tidak berpengaruh terhadap luas pengungkapan tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006.

Struktur kepemilikan asing dapat diukur sesuai dengan proporsi saham biasa yang dimiliki oleh asing, dapat dirumuskan:

Kepemilikan Asing= x 100%

Total saham asing yang dimaksud adalah jumlah persentase saham yang dimiliki oleh pihak asing pada akhir tahun. Sedangkan total saham yang beredar, dihitung dengan menjumlahkan seluruh saham yang diterbitkan oleh perusahaan tersebut pada akhir tahun.

2.1.4.4 Variabel Kontrol 2.1.4.4.1 Size

Secara teoritis, perusahaan dengan jumlah karyawan yang lebih banyak akan menghadapi tekanan politis dari stakeholder . Salah satunya berupa tuntutan dari karyawan atas hak untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan operasi perusahaan. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis.

Ukuran perusahaan merupakan tingkat identifikasi besar atau kecilnya suatu perusahaan. Ukuran perusahaan dapat didasarkan pada jumlah aktiva, jumlah tenaga kerja, volume penjualan, dan kapitalisasi pasar ( Adiaksa, 2007 dalam Dyah 2009). Perusahaan besar mengeluarkan biaya produksi yang besar, aktivitas yang lebih padat, dampak yang lebih besar terhadap lingkungan dan proporsi pemegang saham yang besar yang kemungkinan besar memiliki kepentingan tersendiri dengan program sosial perusahaan daripada perusahaan sedang ataupun perusahaan kecil, sehingga menyebabkan tekanan politis yang besar bagi perusahaan untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosialnya kepada publik.

Menurut Buzby ( Waryanti, 2009) ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kulitasnya dibanding perusahaan besar. Hal ini karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Alasan lain adalah perusahaan besar dan memiliki biaya keagenan Menurut Buzby ( Waryanti, 2009) ada dugaan bahwa perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah kulitasnya dibanding perusahaan besar. Hal ini karena ketiadaan sumber daya dan dana yang cukup besar dalam laporan tahunan. Perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung memiliki public demand akan informasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Alasan lain adalah perusahaan besar dan memiliki biaya keagenan

Perusahaan yang lebih besar mungkin akan memiliki pemegang saham yang memeperhatikan program sosial yang dibuat perusahaan dalam laporan tahunan, yang merupakan media untuk menyabarkan informasi tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tapi tidak semua semua peneliti mendukung hubungan antara size dengan pengungkapan sosial oleh karena itu perlu diteliti lagi.

2.1.4.4.2 Leverage

Leverage memiliki arti penting bagi perusahaan, karena dapat diketahu dampak leverage terhadap profitabilitas. Semakin tinggi tingkat leverage besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba yang lebih tinggi dengan cara mengurangi biaya- biaya termasuk biaya pengungkapan pertanggungjawaban sosial perusahaan.

Agency theory memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi. Tambahan informasi biasanya diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi dipenuhinya hak- hak mereka sebagai kreditur. Untuk mencapai hal tersebut, kecenderungan yang terjadi adalah manajemen berusaha memaksimalkan laba sekarang dengan cara mengurangi biaya, termasuk biaya pengungkapan informasi sosial. Semakin tinggi tingkat leverage , besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba sekarang lebih tinggi dengan Agency theory memprediksi bahwa perusahaan dengan rasio leverage yang tinggi akan mengungkapkan lebih banyak informasi. Tambahan informasi biasanya diperlukan untuk menghilangkan keraguan pemegang obligasi dipenuhinya hak- hak mereka sebagai kreditur. Untuk mencapai hal tersebut, kecenderungan yang terjadi adalah manajemen berusaha memaksimalkan laba sekarang dengan cara mengurangi biaya, termasuk biaya pengungkapan informasi sosial. Semakin tinggi tingkat leverage , besar kemungkinan akan melanggar perjanjian kredit sehingga perusahaan akan berusaha melaporkan laba sekarang lebih tinggi dengan

Penelitian yang dilakukan Amaran, et al., (2009) menemukan bahwa ada hubungan negatif antara kedua variabel tersebut. Sementara Anggraini ( 2006) dan Rosmasita (2007) tidak menemukan hubungan antara keduanya.

2.1.4.4.3 Profitabilitas

Merupakan kemampuan perusahaan untuk mengahsilkan laba untuk meningkatkan nilai pemegang saham (Apriani, 2005). Terdapat beberapa pengukuran terhadap profitabilitas perusahaan dimana masing- masing pengukuran dihubungkan dengan volume penjualan, total aktiva, dan modal sendiri. Ada 6 pengukuran profitabilitas ( Samsul hal 145) :

1. Gross profit margin merupakan rasio untuk mengukur laba kotor dibandingkan dengan volume penjualan.

2. Operating profit merupakan rasio yang mengukur tingkat laba operasi dibandingkan dengan volume penjualan.

3. Net profit margin merupakan rasio yang mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan.

4. Return on asset (ROA) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan bersih yang diperoleh dari total aktiva perusahaan.

5. Return on equity (ROE) merupakan rasio yang mengukur tingkat penghasilan bersih yang diperoleh pemilik perusahaan atas modal yang diinvestasikan.

Ada satu argumen yakni bahwa ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi, perusahaan tidak perlu mengganggu informasi tentang suksesnya keuangan. Ini berarti semakin tinggi Ada satu argumen yakni bahwa ketika perusahaan memiliki laba yang tinggi, perusahaan tidak perlu mengganggu informasi tentang suksesnya keuangan. Ini berarti semakin tinggi

Variabel size, leverage dan ROA merupakan variabel yang paling sering digunakan untuk menjelaskan mengenai variasi pengungkapan tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penelitian empiris yang telah dilakukan menunjukan bahwa pengaruh total aktiva sebagai cermin atas ukuran perusahaan hampir selalu konsisten dan secara statistik signifikan. Sedangkan profitabilitas dapat dilihat dari semakin tinggi tingkat profitabilitas perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosialnya. Variabel leverage menunjukkan bahwa semakin rendah rasio leverage yang dimiliki perusahaan semakin baik kondisinya. Hal- hal yang disebutkan di atas merupakan alasan yang melatarbelakangi penmggunaan ketiganya sebagai variabel kontrol dalam penelitian ini.