Sajian Data

2. Sajian Data

a. Pendidikan Karakter Menurut Guru SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta

Penerapan pendidikan karakter diantaranya dilaksanakan melalui proses pembelajaran. Setiap materi pelajaran dapat memuat pendidikan karakter atau kegiatan yang dirancang khusus untuk menyampaikan nilai-nilai pembentuk

commit to user

dalam ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif), dan perilaku (psikomotor) siswa. Menurut Syamsu Widayat guru Pkn MA Muallimin pendidikan karaker yang melekat dalam pelajaran harus dinilai dari sikap dan tigkah laku siswa dalam lingkungan sebagaimana dijelaskan dibawah ini.

Nilai harian siswa tidak hanya dilihat dari segi kognitif melainkan juga dari sikap, tingkah laku mereka di kelas maupun di lingkungan Muallimin. Begitu juga dengan karakter anak kita dapat menilai karakter anak. Kita tidak biasa menilai karakter tanpa melihat perkembangan perilaku siswa di lingkungan madrasah, di asrama, bahkan di lingkungan masyarakat. Kita juga sering menanyakan ke musyrif juga bagaimana tingkah laku anak di lingkungan asrama. Kami melakukan penilaian di madrasah dan di asrama rapor di kami ada 2 yakni rapor madrasah dan rapor asrama (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta).

Mengenai rapor sebagaimana dijelaskan di atas Muallimin mempunyai tiga rapor yakni rapor madrasah, rapor asrama (untuk pelajaran pesantren), dan rapor kepribadian sebagai alat untuk mengontrol dan mengetahui perkembangan pribadi siswa. Penanaman karakter dapat dilakukan dengan berbagai hal diantaranya melalui ajaran agama Islam sebagaimana yang dilakukan di MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Untuk membentuk pribadi yang baik perlu ditanamkan nilai-nilai akhlak yang terpuji pada diri siswa. Perlu perpaduan yang baik supaya pembelajaran tidak melenceng dari rambu-rambu pendidikan nasional. Hal ini didapat dari penerapan pendidikan Islam sebagaimana di pemaparan oleh Samsu Widayat sebagai berikut.

. . . yang kita kedepankan harusnya Pancasila tetapi beda antara orientasi antara dengan mereka yang menyandarkan kehidupannya pada agama, jadi kalau kita Pancasila mereka rukun Islam, ada sedikit perbedaan. Memang rukun Islam berada di atas Pancasila, karena mereka sudah terbentuk kesana dan memang kami menuju kearah sana dengan agama berada di

commit to user

kondisi pemerintahan seperti ini, dan tetap mengedepankan orientasi keagamaan (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta).

Keterangan di atas menandakan bahwa orientasi pendidikan Islam menjadi fokus utama bagi MA Muallimin. Pola pendidikan Islam menjadi ruh yang kuat dalam proses pembentukan karakter siswa. Mengenai pelaksanaan pendidikan karakter hampir semua guru baik di Muallimin maupun SMA Muhammadiyah 1 mengaku telah melakukannya sebelum ada program dari pemerintah. Tugas guru yang tidak hanya sekedar mengajar tetapi juga mendidik menjadi suatu alasan bahwa dalam setiap pembelajaran sebenarnya telah tertanam nilai karakter. Jika dimaknai lebih mendalam kata pendidikan merupakan suatu usaha membentuk manusia yang cerdas dan mempunyai karakter baik, kegiatan mendidik tidak sekedar menyampaikan ilmu pengetahuan secara kognitif melainkan juga menerapkan berbagai nilai termasuk membentuk siswa supaya menjadi manusia yang berakhlak mulia. Lebih jelasnya mengenai pelaksanaan pendidikan karakter diungkapkan oleh Niken Yuliasih seorang guru Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Muhammadiyah 1 sebagai berikut.

Sebenarnya pendidikan karakter dalam hal pembelajaran kewarganegaraan telah sejak lama ada. Namun karena baru kemarin-kemarin saja pemerintah mengadakan sehingga perlu dituliskan dalam perangkat. Sebagai contoh dalam pembelajaran PKn terdapat pelajaran yang bertemakan keadilan, dalam hal sini kami dapat memasukan nilai pembentuk karakter melalui materi itu (Catatan lapangan nomor 12, Selasa 6 Maret 2012 di Ruang BK

1 SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Senada dengan itu Meiani Ujianti guru sejarah SMA Muhammadiyah 1

mempunyai pendapat yang sama. Menurutnya dalam setiap pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 telah ditanamkan mengenai karakter sebagai umat Islam

commit to user

membentuk masyarakat Islam yang sebanar-benarnya, sesuai dengan al-Quran dan Hadis sehingga siswa yang sekolah di Muhammadiyah itu telah tertanam kepribadian Muhammadiyah supaya mereka berislam sesuai dengan al-Quran dan Hadis (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).

Sebuah pemikiran yang baik ketika pendidikan karakter di sekolah dapat dipadukan dengan mata pelajaran. Namun demikian guru harus tetap mempunyai pandangan yang bijaksana dalam menanggapi suatu materi dan harus mampu menyampaikan nilai positif dari materi tersebut. Sarijan guru sejarah sekaligus bagian pengajaran (kurikulum) MA Muallimin mengatakan bahwa guru harus mampu untuk memasukan berbagai nilai dalam setiap materi pelajaran.

Guru harus pintar-pintar menyelipkan berbagai kandungan dalam setiap materi. Sebagai contoh dalam pembelajaran Hindu-Buddha yang jika dikaji dengan kacamata Muhammadiyah itu akan banyak sekali menimbulkan bid’ah, bahkan syirik, tapi saya mencoba untuk memahamkan siswa bahwa adanya perbedaan dengan akidah kita harus diketahui. Dengan pembelajaran itu diharapkan karakter anak akan terpupuk secara berkelajutan (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

Lebih lanjut Sarijan menerangkan bahwa apabila sampai pada materi pelajaran mengenai sejarah Islam disampaikan juga mengenai akidah, kepercayaan, toleransi, nasionalisme sesuai dengan materi yang berkaitan. Menurutnya disetiap jurusan (IPA, IPS dan Agama) mempunyai perbedaan dalam materi pelajaran yang tentu akan berbeda pula karakter yang mereka tanamkan. (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

commit to user

ketika materi yang diajarkan mengenai zaman praaksara dan kebudayaan lampau, maka guru menjelaskan tentang perbedaan pola pikir masyarakat zaman praaksara dengan pola pikir masyarakat saat ini yang banyak mengalami perubahan. Guru harus memiliki pemikiran yang baik yakni secara Islam sebagai agama yang menyempurnakan dalam segala aspek kehidupan kita (Catatan lapangan nomor

12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta). Sementara itu Abunda Farouk guru Kemuhammadiyahan MA Muallimin menyatakan bahwa pendidikan karakter yang diterapkan di Muallimin dilakukan dengan pedoman hidup Islami, menurutnya Muhammadiyah telah melakukan hal itu dari awal berdirinya “. . . mengenai pedoman hidup Islami Muhammadiyah ingin membentuk karakter bangsa melalui itu (pendidikan Islam). Konsep itu sudah lama sekali sebelum Indonesia merdeka Muhammadiyah sudah punya konsep pendidikan karakter” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin).

Adanya perpaduan konsep pendidikan nasional dengan pendidikan Islam di kedua sekolah berbasis Islam ini (SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin) mendorong guru untuk mengkaitkan ajaran-ajaran Islam dalam pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran sejarah, akhlak dan PKn serta yang lainnya. Miftahul Haq pengajar mata pelajaran akhlak di Muallimin berpendapat bahwa pendidikan karakter dapat diterapkan dimana saja termasuk dalam pembelajaran

commit to user

dan tidak boleh dilakukan. Pembelajaran akhlak itu kami tegaskan lebih pada penguatan pengetahuan.

Saya kalau di kelas selalu mengkaitkan tata tertib Muallimin dengan pelajaran nilai-nilai. Sebagai contoh seorang anak (siswa) Muallimin tidak boleh menonton konser atau film porno, ini untuk memelihara diri dalam pembentukan karakter dan menjaga diri sebagai seorang muslim yang mampu memelihara diri dari tindakan yang tidak baik (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin).

Di sekolah yang menjadikan agama Islam sebagai cara pandang pendidikan seperti SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin pendidikan karakter dapat dilakukan melalui pendidikan akhlak dengan memberikan pemahaman, bimbingan kepada siswa. Proses pembelajarnnya mengkaitkan dengan kejadian yang kontektual sehingga siswa dapat dengan mudah memahaminya. Dengan memberikan pengarahan siswa akan mampu berperilaku baik dan memelihara dirinya dari perbuatan yang tidak terpuji. Pemahaman guru di kedua sekolah mengenai pendidikan karakter pada intinya mempunyai kesamaan. Pendidikan karakter merupakan penanaman akhlak yang baik sesuai agama Islam sebagai agama yang dianutnya.

b. Al-Quran dan Al-Hadis: Sumber Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta

Al-Quran diturunkan dalam kehidupan umat Islam tidak hanya untuk dibaca atau di hafalkan saja melainkan dipahami, dihayati dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Kalimat-kalimat yang begitu indah yang disajikan dalam al-Quran akan terasa bermanfaat apabila mampu dipahami dan di amalkan secara utuh dan berkelanjutan. Kehebatan al-Quran, kesempurnaan, keterbaikan, akan

commit to user

mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Sementara Hadis memberikan penjelasan terhadap sesuatu yang belum dijelaskan secara terperinci dalam al- Quran. Sehingga keduanya mempunyai arti penting bagi umat Islam yang patuh. Mengenai kebenaran al-Quran Allah berfirman dalam surat as-Sajadah sebagai berikut “. . . al-Quran itu kebenaran (yang datang) dari Tuhan-mu agar engkau memberi peringatan kepada kaum yang belum pernah didatangi orang yang memberi peringatan sebelum engkau, agar mereka mendapat petunjuk” (QS. As- sajadah: 3).

Abunda Farouk tokoh sekaligus guru kemuhammadiyahan di Muallimin dalam hal ini mengatakan bahwa “. . . kita harus menjadikan al-Quran sebagai acuan hidup. Segala kendala kehidupan semua ada jawabanya dalam al-Quran ” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Jelas al-Quran dan Hadis merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan umat Islam. Meiani juga memberikan keterangan bahwa Muhammadiyah mendidik siswa dengan landasan al-Quran dan Hadis sehingga dalam diri siswa akan tumbuh kepribadian Islam. Meiani Ujianti mengatakan bahwa “Muhammadiyah itu ingin membentuk masyarakat Islam yang sebanar- benarnya, arti sebenar-benarnya itu sesuai dengan al-Quran dan Hadis sehingga anak-anak yang sekolah di Muhammadiyah itu ditanamkanlah kepribadian Muhammadiyah supaya nanti berislam sesuai dengan al-Quran dan Hadis” (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).

commit to user

hubungan antara pendidikan akhlak dengan pembentukan karakter siswa. Menurutnya pembelajaran akhlak disampaikan di dalam kelas sebagai bekal siswa dalam bertingkah laku. Pembelajaran akhlak di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 merupakan ajaran mengenai hal yang harus dan tidak dilakukan oleh manusia yang diambil dari al-Quran dan Hadis sebagaimana diungkapkan oleh Miftahul Haq sebagai berikut.

Sekali lagi memang kalau di kelas itu kami sampaikan untuk menjadi pengetahuan dan bekal bagi anak dalam bertingkah laku, itu yang dibangun, tidak dalam arti bahwa pelajaran akhlak menjadi penanggungjawab dalam pendidikan karakter, karena prinsip asrama bagi kita adalah tempat untuk belajar mengamalkan nilai-nilai terutama yang diterima tidak hanya dari pelajaran akhlak tetapi juga dari al-Quran, Hadis, dan yang dipelajari di kelas-kelas dan di asrama, bagaimana terinternalisasi dalam kehidupan (Catatan lapangan nomor 3, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin).

Penerapan nilai-nilai Qurani dapat dilakukan dalam proses pendidikan sehingga perilaku siswa sesuai dengan nilai-nilai Islam. Norma agama selalu menjadi pegangan utama sebagai bagian dari pendidikan. Hal ini coba diterapkan oleh Sugihartuti guru BK SMA Muhammadiyah 1 dengan selalu mengingatkan kepada siswa untuk selalu merasa diawasi oleh Allah Swt, sebagaimana pemaparan beliau ketika diwawancara di ruang BK 2 SMA Muhammadiyah 1.

Suatu contoh jika anak menyontek kami mengembalikan kepada norma agama, “apakah anda tidak takut kepada Allah?” kita kembalikan kepada nuansa keagamaan. Terkadang Anak berbuat rusuh ramai atau berkata yang kurang sopan, jika saya tanya tidak ada yang mengaku, mereka saling lempar kesalahan. Tapi saya tegaskan bahwa ada yang lebih mendengar yakni Allah Swt mereka biasanya terdiam. Akhirnya pagi-pagi datang mengaku perbuatannya, mungkin hatinya tidak tenang (Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

commit to user

dalam pembentukan karakter adalah menumbuhkan tanggung jawab kebangsaan dan nasionalisme juga terkait erat dengan pembentukan karakter sesuai nilai-nilai Islam dalam kehidupan berbangsa. Dalam proses pelajaran PKn di Muallimin nasionalisme diajarkan sebagai bagian dari iman dalam slogannya. Nilai-nilai Islam dalam pelajaran PKn dipadukan dengan cinta tanah air dan keindonesiaan sebagai bagian dari pembentukan karakter bangsa. Hal itu ditegaskan oleh Syamsu Widayat sebagai berikut.

Kami selipkan mengenai kewarganegaraan karena disini sekolah keagamaan maka kita sesuaikan dengan situasi di sini (Muallimin). Jika mengajarkan mengenai nasionalisme maka kami menggali dari sejarah Muahammadiyah, bahwa Muhammadiyah juga merupakan suatu organisasi yang mempunyai peran penting dalam masa pergerakan nasional. Saya menerangkan Budi Utomo baru kemudian organisasi Muhammadiyah (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta).

Hal tersebut senada dengan yang diungkapkan oleh Sarijan guru sejarah Muallimin yang menjelaskan bahwa materi dalam pembelajaran sejarah dikaitkan dengan nasionalisme seperti pergerakan nasional, sehingga siswa akan mengetahui hal-hal yang menjadi muatan karakter itu. Dalam proses pembelajaran sejarah menurutnya selalu mengkaitkan dengan aspek kehidupan Muhammadiyah ataupun Muallimin sendiri yang berkaitan dengan kurikulum khas Muallimin (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Islamisasi yang berdasar pada al-Quran dan Hadis dalam proses pembelajaran merupakan langkah pemasukan nilai-nilai Islam kepada setiap siswa. Al-Quran menjadi sumber yang paling dominan bagi sekolah berbasis Islam yang wajib ditanamkan dan diterapkan kepada siswa dengan tujuan siswa

commit to user

untuk membaca maupun menghafal surat-surat dalam al-Quran. Hal itu juga di ungkapkan oleh Slamet Purwo sebagai berikut.

Kita mempunyai keinginan selama siswa sekolah di Muhi mereka akan hatam al-Quran secara bersamaan, sehingga diatur untuk kelas 10 juz satu sampai dengan 10 dan itu ada kartu kendalinya yang dibawa oleh pengelola kelas. Untuk kelas XI juz 11-20 dan kelas XII juz 21-30. Kemudian mereka juga harus hafal surat-surat pendek minimal sampai dengan ad-Duha plus al-Gosyia dan al-A’la (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Begitu juga di Muallimin selain wajib membaca al-Quran siswa juga wajib hafal sebanyak 6 juz. Muallimin telah mempunyai agenda yang telah benar-benar dijalankan. Dalam buku panduan siswa telah tercantum target hafalan untuk siswa dari kelas 1 sampai dengan kelas 6 (MTS kelas 1-3 dan MA kelas 4-6). Juz yang harus dihafal yakni juz 30, 29, 28 dan juz 1,2 dan 3 (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 24).

c. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di Siswa SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta

Penanaman nilai pembentuk karakter dapat didukung oleh beberapa faktor yakni lingkungan siswa baik lingkungan formal (sekolah) maupun lingkungan nonformal dengan melakukan penugasan, pembiasaan, pelatihan, pengajaran, pengarahan, serta keteladanan. Hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan karakter siswa. Jika lebih dikembangkan lagi terdapat setidaknya 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional yang dirumuskan oleh pusat kurikulum dan perbukuan. Nilai-

commit to user

(6) Kreatif, (7) Mandiri, (8) Demokratis, (9) Rasa Ingin Tahu, (10) Semangat Kebangsaan, (11) Cinta Tanah Air, (12) Menghargai Prestasi, (13) Bersahabat/Komunikatif, (14) Cinta Damai, (15) Gemar Membaca, (16) Peduli Lingkungan, (17) Peduli Sosial, (18) Tanggung Jawab.

Pembentukan karakter pada siswa di MA Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 pada prinsipnya tidak jauh berbeda, yakni dilakukan melalui poses pembinaan. Perbedaanya adalah sistem di Muallimin yang menggunakan sistem pondok (boarding school) sehingga mempunyai waktu yang lebih banyak untuk mengembangkan nilai-nilai pembentuk karakter. Sementara SMA Muhammadiyah 1 hanya mempunyai waktu sekitar 8 jam saja untuk menggembleng siswa dalam menerapkan nilai-nilai pembentuk karakter hampir sama seperti sekolah umum lainnya. Adapun aspek-aspek pembinaan itu yakni sebagai berikut.

1) Ketakwaan, setiap siswa dibimbing menjadi pribadi muslim yang berjiwa mukmin (orang yang beriman), mukhsin (orang yang berbuat baik), muttaqin (orang yang bertakwa), yang gemar beribadah dan beramal soleh sesuai paham keyakinan persyarikatan Muhammadiyah. Untuk mencapai tujuan ini maka siswa dibimbing untuk memiliki prinsip hidup dan kesadaran berupa tauhid, keikhlasan, dan ketundukan. Setiap siswa dibimbing untuk memiliki sikap dan perilaku akhlaqul karimah. Membudayakan kehidupan yang mendorong terlaksananya ibadah mahdah secara berjamaah dan ibadah lainnya sehingga

commit to user

Madrasah, 2009: 12). Proses memupuk ketakwaan tersebut dilakukan dengan memberikan berbagai kegiatan keagamaan seperti shalat berjamaah, tadarus al-Quran, hafalan al-Quran, pengajian sebagai upaya menguatkan keimanan dan ketakwaan siswa kepada Allah SWT. Pelaksanaan hafalan al-Quran dilakukan setelah shalat Magrib dan setelah shalat Isya atau pada waktu senggang lainnya. Di Muallimin proses hafalan dilakukan di depan musyrif yang disaksikan oleh teman-temannya yang menganti menunggu giliran. Sedangkan pengajian kitab Riyadus Sholihin dilaksanakan setelah shalat Magrib selama

10 menit sampai dengan 15 menit (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Sedangkan di SMA Muhammadiyah

1 tadarus al-Quran dilaksanakan pagi hari selama 10 menit sebelum mata pelajaran dimulai (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta) walaupun terkadang waktu tersita untuk persiapan.

2) Intelektualitas, pembinaan pengetahuan berupa bimbingan para siswa agar memiliki kemampuan akademik intelektual dan keterampilan yang sesuai dengan perkembangan siswa sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri dan mampu bersaing dalam berbagai bidang. Untuk meningkatkan intelektualitas siswa maka perlu dilakukan pembimbingan untuk menguasai mata pelajaran sesuai dengan ketentuan pendidikan nasional. Suasana lingkungan yang tertib merupakan sebuah keharusan untuk membantu siswa

commit to user

mempunyai kemampuan (kompeten), adalah bagian lainnya yang harus terpenuhi dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran. Selain dalam proses pembelajaran siswa juga digembleng dalam kegiatan ekstrakurikuler sebagai bagian untuk mengembangkan minat dan bakatnya (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 13). Kegiatan ekstrakurikuler itu diantaranya Tapak Suci, Hizbul Wathan, karya ilmiah, IPM, dll (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin).

3) Kemandirian, dalam hal ini sekolah membimbing siswa supaya mereka dapat mengetahui potensi, minat, dan bakat pribadinya serta kecenderungan untuk bersikap dan perilaku yang dimilikinya. Upaya ini bertujuan agar siswa mempunyai rasa empati, kepekaan sosial, dan sikap positif lainnya. Selain kepekaan sosial siswa juga dilatih mengenai kemandirian dan kedewasaan cara berpikir serta kedisiplinannya, sebagai bagian dari cara menentukan sikap dan tindakan yang logis dan kritis terhadap segala hal yang akan dilakukan oleh siswa. Dengan demikian siswa akan memiliki kepribadian yang baik. Siswa dibimbing untuk memiliki rasa percaya diri optimis, berperilaku hidup sehat, kebersihan diri, kebersihan lingkungan dan ramah terhadap alam sekitar (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 14).

Madrasah Muallimin mengadakan kegiatan pelatihan konselor sebaya. Kegiatan diselenggarakan pada hari Kamis dan Jumat, 12 dan 13 Januari 2012 bertempat di Gedung Wisma Dharmais Kulon Progo DIY. Tujuan khusus dari kegiatan ini adalah untuk memenuhi standar kompetensi kemandirian di

commit to user

kemanusiaan untuk membangun pribadi dan masyarakat Islam yang sebenar- benarnya. Kegiatan ini mengajarkan kepada siswa untuk menjadi konselor bagi rekan-rekannya sesama teman sebaya (Dokumen Humas Muallimin). Sementara SMA Muhammadiyah 1 sebagaimana yang dikemukakan oleh Anditta Tavani Winati selalu melaksanakan program-program IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah) seperti bakti sosial sebagai latihan kepemimpinan dan cara berorganiasi yang baik (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang Kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Kemandirian akan tampak dalam perilaku siswa sehari-hari yang berhubungan langsung dengan budaya lingkungan. Melatih kemandirian berarti melatih siswa untuk mampu mengambil keputusan, terlatih memilih dan memilah berbagai pengaruh yang datang dari luar. Kemandirian yang sudah mapan akan mampu menangkal pengaruh negatif yang datang, bahkan justeru siswa akan mampu mengembangkan softskill dalam kehidupannya (Hadi Suyono, 2010: 51). Mandiri bukan berarti egois, ataupun tidak mau bekerjasama. Kemandirian selalu berkaitan dengan orang lain dalam semangat bertumpu kepada kemampuan sendiri. Kemandirian akan melahirkan sosok manusia dan bangsa yang kuat, bermartabat, dan berdaulat, jika kemandirian itu dibangun di atas sifat-sifat baik dan bukan karena dibuat-buat untuk kepentingan sesaat (Tim Redaksi Suara Muhammadiyah, Mei 2011: 3).

4) Kepeloporan, siswa diarahkan untuk menjadi seorang pemimpin dan memiliki inisiatif dalam mengembangkan model-model kegiatan yang progresif dan

commit to user

transformatif. Untuk menciptakan orang yang menjadi pelopor di masyarakat maka siswa di Muallimin dibimbing untuk sanggup menjadi pionir kebaikan dalam setiap gerak hidupnya dengan didukung sikap ikhlas dan bertanggung jawab dan yang tidak kalah penting harus membawa rahmat dan manfaat bagi kemanusiaan (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 15).

Salah satu kegiatan itu dituangkan dalam berbagai program seperti Mubaligh Hijrah, khotbah Jumat, mengurus TPA di masjid sekitar, melakukan pengajian di masyakarat sekitar. Mengenai hal ini cukup menarik apa ditegaskan oleh Ahmad Salim, dia menyatakan sebagai berikut dibawah ini.

Kami ada kegiatan Mubaligh Hijrah, mengajar di mesjid sekitar, kemudian khotbah Jumat bagi kelas 6 mereka diwajibkan sebagai syarat kelulusan pondok. Mereka mulai belajar dari kelas 5 kemudian di bimbing oleh musyrif mengenai cara bagaimana berkhotbah, mengenai materinya. Ceramah dilakuan di mesjid sekitar berhubungan langsung dengan masyarakat. Ada juga masyarakat yang protes karena yang ceramah selalu siswa terus, makanya kami selingi dengan guru pendamping mereka biasanya mendampingi. Kegiatan yang lain biasanya mengisi kultum setelah Isya dan setelah subuh (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang musyrif Madrasah Muallimin).

Tanggung jawab kemasyarakatan dapat dilakukan dengan kegiatan pembentukan hubungan sosial melalui upaya penerapan nilai-nilai karakter dalam pergaulan sosial. Langkah-langkah pelaksanaannya mencakup pertama melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji dan tercela seperti menipu, membunuh, menjadi reintenir, menghalalkan harta orang lain, makan harta anak yatim, menyakiti sesama anggota masyarakat dan lain sebagainya. Kedua mempererat hubungan kerja sama dengan cara menghindarkan diri dari

commit to user

membela kejahatan, berkhianat, melakukan kesaksian yang palsu, mengisolasi diri dari masyarakat, dan lain sebagainya.

Ketiga menggalakkan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan memberi manfaat dalam kehidupan bermasyarakat seperti memaafkan kesalahan, menepati janji, memperbaiki hubungan antar manusia, dan lain-lain. Keempat membina hubungan sesuai dengan tata tertib, seperti berlaku sopan, meminta izin ketika masuk rumah, dan masih banyak contoh lain. Seperti yang dikemukakan oleh Sarijan di bawah ini.

Banyak ada IPM, stadium general (kuliah umum), terus dari tokoh Muhammadiyah sendiri, pelajaran Kemuhammadiyahan. Makanya di sini banyak kegiatan seperti rapat, berdebat, latihan kepemimpinan, organisasi, mereka sudah ahli dalam hal itu, ada jadwal tersendiri. Bahkan mereka dikirim ke daerah lain untuk dilatih dalam hal dakwah (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

5) Semangat amar maruf nahi munkar, merupakan sebuah ajakan kepada setiap siswa untuk memiliki sikap rela berkorban dan berjuang untuk menegakan agama Allah dan menjalankan fungsinya dengan baik. Siswa diberikan pembinaan kearah semangat dakwah, rela berkorban dan memiliki jiwa kejuangan dan kepemimpinan melalui berbagai media yang mendukung. Siswa juga diarahkan untuk mempunyai rasa sosial yang tinggi dan kepakaan akan keadilan dalam lingkungan masyarakat dengan mampu membaca kondisi masyarakat dengan benar. Selain itu siswa diharapkan memiliki cara berpikir yang dewasa dalam menghadap berbagai masalah yang ada dalam lingkungan hidupnya (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 15-16).

commit to user

kerohanian yang banyak mengandung ajaran-ajaran Islam. Selain itu kedisiplinan diterapkan dalam berbagai hal sebagai contoh mengenai kedatangan ke sekolah yang harus tepat waktu, berpakaian yang rapi dan yang lainnya. Tidak berlebihan jika Meiani Ujianti memaparkan sebagai berikut.

Penanamannya melalui: pagi tadarus al-Quran dari mulai SD sampai SMA ini, terus setiap waktu shalat semua kegiatan dihentikan untuk melaksanakan shalat berjamaah, itu dalam hal ibadah mahdah. Kegiatan ibadah sehari-harinya setiap guru digilir untuk piket pagi untuk menyapa siswa dengan 3 S (senyum, sapa, salam) dalam hal berpakaian kita sangat disiplin dalam hal ini supaya mereka tahu ini bukan perintah atau peratutan sekolah tetapi ini adalah perintah dari Allah untuk berpakaian rapi. Apalagi yang putri harus Islami (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).

Pernyataan itu didukung dengan adanya jadwal piket bagi guru untuk menyambut siswa. Jadwal dibagi menjadi dua sekitar jam 06.55-07.30 terdapat empat orang guru berada di halaman depan SMA Muhammadiyah 1 untuk menyambut siswa. Setelah istirahat terjadi pergantian petugas pembinaan (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Di sekolah guru mempunyai tanggung jawab membimbing siswa namun setelah jam sekolah selesai sebagian siswa laki-laki kembali keasrama Assakinah sebagai asrama kebanggan SMA Muhammadiyah 1. Kegiatan di dalam asrama dilakukan dari mulai shalat magrib kemudian dilanjutkan dengan mengadakan kelompok belajar sebagaimana yang dipaparkan oleh Muhammad Rosyid Hidayat sebagai musyrif sekaligus guru pelajaran akhlak sebagai berikut ini.

commit to user

kelompok belajar sekitar 10-15 anak yang masing-masing ada pembinannya. Pembinan asrama ada 4 orang yang telah ditentukan oleh sekolah dan bertanggung jawab untuk mengurusi siswa di asrama. Kemudian tadarus sampai dengan waktu Isya setelah shalat Isya ada kegiatan bimbel (bimbingan belajar). Kegiatan itu intinya mengajarkan anak supaya mau berjamaah (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Sistem dalam asrama Assakinah belum sehebat asrama-asrama di Muallimin. Madrasah Muallimin mewajibkan seluruh siswa untuk mondok di asrama sedangkan SMA Muhammadiyah 1 dengan asrama Assakinah-nya mencoba untuk memfasilitasi siswa yang jauh dari tempat tinggalnya. Bila dikatakan sebagai pesantren Assakinah belum mememenuhi persyaratan, walaupun pada kenyataannya asrama itu telah dilabeli sebagai pesantren Assakinah. Rosyid Hidayat mengatakan bahwa sudah terdapat sekitar 87 siswa yang menempati asrama dan itu adalah anak-anak dari luar kota. Sistem asrama dikedua sekolah berbasis Islam ini sangat membantu untuk menerapkan penanaman nilai kepada siswa. Setidaknya siswa akan terdampingi, mendapatkan bimbingan oleh musyrif setelah jam sekolah selesai secara berkelanjutan (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Sementara itu Muallimin melaksanakan pendidikan dengan prinsip pembinaan yang berorientasi pada visi dan misi. Prinsip itu menjadi sikap dan perilaku dari pengelola madrasah. Adapun prinsip pembinaan yakni keteladanan, pembiasaan, nasehat, kepercayaan, pengawasan, penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi, dan do’a (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 12). Prinsip pembinaan di Madrasah Muallimin yakni

commit to user

kompetensi yaitu sebagai berikut. Pertama, kompetensi keagamaan meliputi kemurnian dalam aqidah, tekun beribadah, ikhlas, sidiq, amanah, berjiwa gerakan. Kedua, kompetensi akademis dan intelektual meliputi fathanah (cerdas), tajdid, istiqomah, etos belajar tinggi, dan moderat. Ketiga, kompetensi sosial kemanusiaan meliputi kesalehan, kepedulian sosial, suka beramal, keteladanan, dan tabligh (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: iv). Jika diperhatikan secara mendalam penanaman nilai-nilai pembentuk karakter dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan yakni sebagai berikut.

1) Proses Pembelajaran di Kelas Setiap materi dalam pembelajaran di kelas harus mengandung nilai-nilai pembentuk karakter. Seorang guru harus mampu memberikan pesan yang baik dalam setiap materi pembelajaran sehingga proses pembelajaran menjadi penuh makna. Guru dituntut untuk mempunyai daya cipta tersendiri dalam menyampaikan materi pelajaran dengan jenis karakter yang akan diterapkan. Hal tersebut senada dengan yang ungkapkan oleh Samsu Widayat di bawah ini.

Kami memilih karakter yang sesuai dengan tema, seperti disiplin. Saya sebenarnya mengarahkan siswa kepada nasionalis, namun disini lebih mengarah kepada Islam saya agak kurang sepaham. Kita juga pernah menyebarkan angket mengenai upacara bendera hari Sabtu, tetapi terdapat guru yang berpendapat bahwa hal itu menyita waktu belajar, padahal kita tidak harus melulu memikirkan mengenai pelajaran kognitif saja tapi kita harus melihat bagaimana kedisiplinannya (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta).

Materi yang dikemas sedemikian rupa dan telah direncanakan sebelumnya dalam rencana pembelajaran yang dibumbui nilai-nilai karakter, kemudian

commit to user

pembelajaran sejarah yang didapat dari SMA Muhammadiyah 1 yang dibuat tahun 2009 telah memuat nilai-nilai karakter yang disisipkan dalam indikator. Kolom untuk nilai-nilai karakter belum ada. Namun demikian hal ini merupakan kreativitas seorang guru yang mempunyai inisiatif untuk memasukan nilai karakter dalam perangkat pembelajaran. Sebagai buktinya, dalam mata pelajaran sejarah kelas sepuluh pada kompetensi dasar 2.1 mengenalisis kehidupan awal masyarakat di Indonesia telah dicantumkan mengenai nilai karakter seperti semangat kebangsaan, peduli sosial, senang membaca, rasa ingin tahu, dan bersahabat.

Hal yang sama juga ditemukan dalam rencana pembelajaran yang didapatkan dari guru PKn SMA Muhammadiyah 1 tahun 2009 guru belum memunculkan nilai-nilai karakter secara tersurat dalam RPP dan silabus. Hal itu masih wajar karena pendidikan karakter baru disosialisaikan pada tahun 2010. Setelah itu para guru harus merevisi kembali RPP-nya dengan memasukan menuliskan, menerapkan nilai-nilai karakter dalam rencana pembelajaran yang dikenal dengan RPP berkarakter, silabus berkarakter dan yang lainnya yang dikaitkan dengan pendidikan karakter. Mengenai penerapan dari nilai karakter dalam rencana pembelajaran Meiani Ujianti mengakui hal itu dilakukan dengan memasukan nilai-nilai yang sesuai dengan materi pelajaran. Ketika ditanya mengenai perbedaan RPP dulu dengan RPP berkarakter sekarang ini beliau menjawab sebagai berikut.

Kalau dulu cara penerapannya tidak ditulis (dalam silabus maupun RPP) sekarang ditulis dalam perangkat pembelajaran. Kalau Sejarah itu jelas

commit to user

karakter bangsa pada siswa memliliki rasa cinta tanah air, siswa harus bisa mengatasi masalah dirinya sendiri dan dirinya dalam masyarakat (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).

Sementara Silabus dan RPP yang didapatkan dari bagian pengajaran Muallimin, para guru telah mencantumkan karakter dalam kolom tersendiri walaupun nilai-nilai karakter yang dicantumkan relatif sama antara kompetensi dasar yang satu dengan yang lainnya. Dalam silabus pembelajaran akhlak kelas XI MA jurusan Keagamaan, standar kompetensi pertama yakni mengenal dan memahami pengetahuan tentang akhlaq karimah. Nilai karakter yang tercantum yakni internalisasi pemahaman akhlaq karimah dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pokok materinya mengenai pengertian akhlak, memahami akhlak Islam sebagai landasan anak untuk berperilaku. Hal itu diungkapkan juga oleh Miftahul Haq, menurutnya dalam pembelajaran akhlak sebenarnya lebih pada pengetahuan nilai, kemudian bagaimana cara anak untuk memahami nilai-nilai, setelah itu bagaimana pelaksanaan dan pembiasaannya tidak hanya di dalam kelas tetapi di lingkungan asrama (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin). Tidak jauh berbeda dengan perangkat pembelajaran Akhlak, Sejarah, Hadis, juga telah menerapkan perangkat pembelajaran berkarakter yang disesuaikan dengan materi yang akan disampaikan walaupun nilai yang ditanamkan dalam setiap kompetensi dasar bersifat sama.

Penanaman nilai pembentuk karakter dalam proses pembelajaran ternyata banyak mengalami berbagai kendala. Pembelajaran sering terfokus kepada tahap pengertahuan (kognitif) dengan mengutamakan pada melatih kecerdasan siswa

commit to user

Sehingga terdapat beberapa pelajaran yang dianggap tidak diutamakankan. Pelajaran ini adalah pelajaran yang tidak diujikan dalam ujian nasional. Akibatnya banyak siswa yang merasa tidak perlu dengan pelajaran tersebut dan terlalu mementingkan dengan ujian nasional. Hal serupa dikeluhkan juga oleh guru PKn MA Muallimin dengan mengungkapkan sebagai berikut.

Ternyata di sini PKn tidak menjadi pendidikan yang diprioritaskan, bahkan pada tahun 2003-2007 PKn tidak diajarkan, mereka (pihak kurikulum) justru mengajarkan pendidikan akhlak sebagai pengganti PKn, pendidikan akhlak dianggap hampir sama dengan materi PKn, sementara akhlak lebih berorientasi kepada agama bukan kepada nilai-nilai nasionalis (Catatan lapangan nomor 2, Minggu 22 Januari 2012, Ruang Tamu MA Muallimin Yogyakarta).

Pernyataan di atas cukup memberikan gambaran mengenai keadaan sekolah yang mempunyai cukup banyak mata pelajaran yang harus disampaikan, akibatnya terdapat mata pelajaran lain yang tersingkirkan. Tidak diajarkannya PKn di Muallimin tentu akan memberikan pandangan kurang baik terhadap citra sekolah, bisa saja Muallimin dianggap sebagai sekolah anti nasionalis dan melanggar peraturan dari pemerintah mengenai jam pelajaran karena menghilangkan mata pelajaran yang seharusnya diajarkan. Terlepas dari itu sekarang PKn telah diajarkan kembali.

Penanaman nilai pembentuk karakter tidak akan terlepas dari cara-cara guru dalam menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas. Di SMA Muhammadiyah 1 guru PKn menggunakan metode diskusi sebagai cara penyampaian materi. Sepertinya siswa telah membentuk kelompok dari Minggu sebelumnya karena hari itu siswa telah siap mempersentasikan makalahnya masing-masing.

commit to user

Metode diskusi dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, berani berpendapat, berani tampil didepan kelas, belajar berbicara di depan forum formal dengan bahasa yang baku, walaupun harus dipacu dengan pemberian nilai tambah bagi siswa yang mau bertanya. Tujuan yang diinginkan dari pemberian nilai tersebut tentu supaya siswa terdorongan untuk bertanya, namun dampak negatifnya siswa hanya bertanya asal-asalan yang penting namanya tercantum sebagai penanya dan mendapatkan nilai (Catatan lapangan nomor 21, Sabtu 14 April 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Tidak sedikit kendala-kendala yang merintangi terlaksanannya pembelajaran. dalam pembelajaran akhlak seumpamanya siswa dihadapkan dengan kenyataan bahwa antara pelajaran akhlak yang dipelajari dengan kenyataan di masyarakat ternayata sangat berbeda. Penerapan nilai pembentuk karakter harus diimbangi dengan lingkungan yang mendukung. Dengan tegas hal itu diilustrasikan oleh Miftahul Haq seorang guru akhlak yang merangkap menjadi pengurus perpustakaan Muallimin. Ketika diwawancarai beliau mengatakan sebagai berikut.

Dalam pembelajaran akhlak problem yang sering adalah dalam mengajarkan akhlak sebagai sesuatu yang ideal dan realitas di lapangan. Kesulitannya adalah bagaimana mempersempit jarak kesenjangan itu yang sulit. Sehingga anak benar-benar menyadari bahwa nilai ini bukan nilai yang ada di alam sana tapi memang nilai yang harus ada di dalam dirinya, saya kira dan itu merupakan problem umum (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin).

Pernyataan diatas merupakan gambaran betapa sulitnya menanamkan nilai- nilai karakter pada siswa jika situasi lingkungan yang tidak mendukung. Untuk itu

commit to user

siswa dilarang membawa Handphone, VCD Player, tipe, mendatangi tempat hiburan yang tidak mendidik, pacaran atau bergaul dengan lawan jenis yang bukan mahramnya, merokok atau memimum minuman keras dan lain sebagainya (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 3).

Peraturan tersebut tidak berarti mengkerdilkan siswa mengenai teknologi, ataupun wawasan lainnya tetapi bertujuan untuk semata-mata memfokuskan pendidikan mereka di Muallimin. Pihak asrama juga mengatur waktu siswa bisa menerima telpon. Alat komunikasi difasislitasi oleh musyrif atau pamong asrama. Waktu bisa menerima telpon yakni pagi pukul 05.45-06.30, sore 17.10-17.30. dan malam pukul 21.00-22.00 (Dokumen Buku Panduan Siswa, 2011: 6). Suasana sepertu itu berbeda dengan di SMA Muhammadiyah 1 dan sekolah umum lainnya yang membolehkan membawa alat komunikasi, menonton televisi di rumah tanpa pembatasan yang ketat. Tidak dipungkiri bahwa alat komunikasi memang dibutuhkan, namun yang sering terjadi justru alat ini disalahgunakan untuk hal-hal yang bukan semestinya.

2) Pembiasaan Berperilaku Baik Pembiasaan berperilaku sopan, rapi, bersih, bertanggung jawab, telah diterapkan di Muallimin melalui berbagai kegiatan di asrama sampai kepada pengambilan kartu ujian. Siswa dapat mengambil kartu ujian dengan ketentuan bahwa siswa yang bersangkutan telah rapi, sopan sesuai dengan peraturan di Muallimin. Ketika seorang siswa terlihat tidak rapi semisal rambutnya panjang maka ustadz/guru akan memotong rambutnya di tempat. Siswa tidak dapat

commit to user

syarat yang telah ditentukan. Begitu pula pembentukan karakter di SMA Muhammadiyah 1 diupayakan melalui berbagai cara, salah satunya yakni membudayakan sopan santun dalam setiap pribadi siswa. Di SMA Muhammadiyah 1 sering terlihat siwa menghampiri guru menyapa guru kemudian mencium tangganya sebagai ungkapan rasa hormat kepada guru. Suasana demikian juga dapat dilihat di Muallimin dengan keharmonisan antara guru dan siswa sehingga tidak terlihat ketegangan ataupun kesenjangan diantara siswa dengan guru/ustadz. Sopan santun menjadi tanggung jawab yang benar-benar harus diemban oleh setiap siswa, supaya nantinya akan terbiasa dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagai bentuk keseriusan dalam membentuk akhlak siswa, di Madrasah Muallimin terdapat laporan penilaian kepribadian siswa yang berfungsi untuk mengontrol perilaku siswa. Penilaian kedisiplinan dilakukan oleh guru BK yang bekerjasama dengan wali kelas, guru, pamong, dan musyrif Sebagaimana dikemukakan oleh Farhan Hasani guru BK di Muallimin.

Kalau di Muallimin kami BK mengeluarkan rapor namanya rapor kepribadian, mungkin satu-satunya di Indonesia guru BK yang mengeluarkan rapor, itu full (sepenuhnya) BK yang mengeluarkan rapor murni BK bukan lagi tugas wali kelas. Kami menilai lima komponen yakni ibadah, kemudian ada kedisiplinan, manajemen diri, ada tentang organisasi dan yang terakhir kepemimpinan itu semua kami nilai. Ibadah kami nilai dari shalatnya, puasanya terus tentang kedisiplinannya, kerajinan kami nilai di madrasah dan asrama berapa kali alpa, kepemimpinan dinilai dari organisasi, keulamaan ya berdakwah, keterlibatan dalam masyarakat entah mengurus TPA di mesjid sekitar, pengajian, kalau manajemen diri itu kami melihat di kamarnya bersih atau tidak, kerapian baju, lemarinya... (Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

commit to user

keras. Dalam pelaksanaannya guru BK dibantu oleh musyrif dan guru kelas, dengan kerjasama seperti itu lebih memperingan tugas guru BK dalam proses penilaian. Sebagai sekolah berbasis keagamaan Muallimin tidak sekedar aspek perkembangan akademik saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan. Aspek kepribadian tentunya perlu dipertimbangkan dan mendapatkan perhatian yang seimbang sebagai bagian dari aspek afektif dan psikomotorik siswa. Berdasar pada keputusan pimpinan Madrasah Muallimin bahwa untuk mengukur aspek kepribadian siswa, pendidikan di Muallimin membuat sebuah laporan hasil penilaian kepribadian siswa selama berada di asrama dan di Madrasah pada proses pembelajaran.

Bentuk lain sebagai bagian dari pembentukan kedisiplinan siswa yakni adanya sistem hukuman bagi siswa yang melanggar peraturan sekolah. SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin sebagaimana sekolah lainnya menerapkan peraturan tata tertib harus ditaati oleh setiap siswa. Pelanggaran terhadap tata tertib tersebut akan diberian hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. Proses pemberian hukuman di Madrasah Muallimin merupakan bagian dari proses pembinaan kepada siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib madrasah maupun maskan. Setidaknya terdapat enam tingkatan hukuman atau pola pembinaan dengan jenis hukuman yang berbeda untuk semua tingkatnnya. Semakin berat pelanggran yang dilakukan semakin berat juga resiko hukuman yang akan diterima. Untuk hukuman kepada siswa yang melanggar peraturan terdapat bermacam-macam. Farhan Hasani menerangkan sebagai berikut.

commit to user

di lapagan basket dan hal-hal yang berhubungan dengan pembentukan dan penguatan psikologi mereka. Terdapat juga mereka surat peringatan yang biasa disebut SP 1, SP 2, SP 3 sampai SP T yang ke 3 itupun kita beri kesempatan sekali lagi untuk memperbaiki. Pendekatan agama menjadi paling aman, jadi anak juga tahu hukumnya jika guru melakukan suatu hukuman dengan ladasan pendekatan Islam (Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

Pernyataan tersebut didukung oleh data yang terdapat dalam buku panduan siswa bahwa hukuman yang diterapkan di madrasah Muallimin ada 6 jenis yakni sebagai berikut. Jenis administratif dengan tingkatan pemberian nasihat atau tausiyah, pembuatan surat pernyataan (1-III), surat pernyataan akhir apabila siswa tetap melakukan pelanggaran, skorsing tidak diperbolehkan masuk sekolah, tidak naik kelas dan yang terakhir yakni dikembalikan kepada orang tua, artinya siswa yang bersangkutan dikeluarkan dari sekolah (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 37).

Jenis hukuman edukatif yakni jenis hukuman yang berkaitan dengan pembelajaran terutama mengenai keagamaan seperti mengumandangkan adzan, menjadi imam, menghafal do’a sehari-hari, menghafal ayat al-Quran, membuat makalah, menyusun teks pidato dan dipraktikan di depan umum dan lain sebagainya. Jenis hukuman kerja sosial, yakni hukuman yang diarahkan pada aktifitas sehari-hari seperti membersihkan lingkungan madrasah, kamar mandi, membersihkan lingkungan maskan dan yang lainnya yang bersifat kerja bakti. Jenis hukuman yang lain yakni cukur gundul klimis, hukuman fisik seperti berlari mengelilingi lapangan, berjalan jongkok mengelilingi lapangan. Hukuman materi sebagai hukuman kepada siswa yang melanggar dengan disertai hal yang merugikan kepada orang lain atau kepada sekolah. Hukuman yang diberikan

commit to user

barang yang rusak karena perbuatannya atau menggantinya dengan uang seharga barang tersebut (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 37). Hal diatas senada dengan pernyataan Ahmad Salim, dia mengatakan sebagai berikut.

Pelanggaran yang sering dilakukan oleh anak memang bermacam-macam. Biasanya kebanyakan hal yang sepele mengenai kedisiplinan. Prosedur pemberian hukuman biasanya kita panggil orangnya diajukan ke BK kemudian diberikan surat teguran dan poin pelanggaran. Kemudian bila masih melakukan lagi di beri surat peringatan ke-2 dan seterusnya 3 kemudian bila memang tidak digubris anak yang kita serahkan kepada orang tua (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Musyrif Madrasah Muallimin).

Pelanggaran di Muallimin di kelompokan menjadi 6 tingkatan. Tingkat pertama, jika siswa telah melakukan pelanggaran dengan nilai antara 16-30 poin. Pelanggar akan mendapatkan hukuman 1 jenis hukuman edukatif dan kerja sosial

1 jenis. Tingkat dua, jika siswa telah memperoleh poin pelanggaran antara 31-50. Siswa yang telah mencapai poin ini akan diberi hukuman 1 jenis hukuman edukatif, cukur gundul (pendek), dan satu jenis kerja sosial. Tingkat tiga, jika jumlah poin pelanggaran antara 51-60, maka siswa yang bersangkutan akan diberi

1 jenis hukuman edukatif, cukur gundul, dan 2 jenis kerja sosial. Tingkat keempat, jika poin pelanggaran mencapai 61-80. Siswa yang poin pelanggarannya mencapai tingkat ini akan mengdapatkan hukuman 2 jenis kerja sosial, cukur gundul, dan hukuman satu jenis fisik (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 40).

Tingkat kelima jika poin pelanggaran mencapai 81-89 akan mendapatkan hukuman dua jenis kerja sosial, gundul, satu jenis hukuman fisik dan skorsing tidak masuk sekolah selama 7 hari. Tingkat keenam sebagai tingkatan yang

commit to user

yakni dua jenis kerja sosial, cukur gundul, satu jenis hukuman fisik dan skorsing

14 hari tidak boleh masuk sekolah. Hukuman tersebut jika betul-betul diterapkan dalam kehidupan sekolah tentu akan memberikan efek jera sekaligus sebagai pemberian pemahaman mengenai pentingnya mentaati peraturan. Jika siswa taat dengan berbagai aturan tersebut diharapkan akan membentuk suatu perilaku yang baik dimanapun mereka berada. Penanaman nilai ini yang menjadi sumber kekuatan karakter baik pada jiwa siswa (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2009: 40). Mengenai tata tertib baik di Muallimin Dan di SMA Muhammadiyah 1 tidak jauh berbeda yakni disandarkan pada norma hukum, agama dan masyarakat dengan sistem skorsing dalam setiap pelanggaran.

3) Keteladanan

a) Keteladanan para Tokoh Islam Tokoh Islam yang menjadi teladan di kedua sekolah ini tentu adalah Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa ajaran Islam yang diperuntukan bagi umat manusia akhir zaman. Muhammad sebagai seorang yang segala sifat dan kelakukaannya menjadi tuntunan umat Islam nyaris tanpa cela dalam pandangan umatnya. Segala ucapan, Tingkah lakunya selalu dijadikan acuan hidup bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Hal itu diperkuat dengan firman Allah Swt “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan rahmat Allah, dan hari akhir dan dia banyak mengingat Allah” (QS. al-Ahzab: 21).

commit to user

amanah (dipercaya), tabligh (menyampaikan) dan fathanah (cerdas). Dengan empat sifat tersebut umat Islam dapat meneladani dengan sungguh dan berusaha menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jujur merupakan sifat yang menyatakan sesuatu hal sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Sifat ini merupakan cerminan Muhammad Saw dalam menyampaikan wahyu (al- Quran) kepada umat Manusia.

Sifat Muhammad Saw yang dijadikan teladan oleh umat Islam yakni Amanah (dipercaya) baik perkataan dan perbuatan. Pendidikan perlu menanamkan sifat kenabian untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tabligh dapat diartikan menyampaikan, dalam hal ini menyampaikan kebenaran menuju pada keselamatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan tugas guru di sekolah untuk menyampaikan pengetahuan sekaligus mendidik siswa dengan tujuan siswa menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia. Tabligh dikalangan Muallimin sudah tidak asing lagi, siswa dan guru telah dibiasakan untuk menyapaikan pengajian. Tabligh diterapkan dalam kegiatan setelah shalat magrib biasanya salah seorang siswa menyampaikan riwayat nabi yang dapat diteladani dalam kitab Riyadus sholihin. Dilanjutkan Setelah shalat Isya siswa memberikan kultum menyampaikan pemikirannya mengani ajaran Islam kepada seluruh penghuni asrama.

Sifat yang terakhir adalah cerdas (fathanah) setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir. Kecerdasan menjadi salah satu bagian untuk menjalani persaingan hidup. Kecerdasan diasah melalui pendidikan yang

commit to user

(sidiq, amanah, tabligh) akan melahirkan manusia yang mempunyai kemampuan dan akhlak yang mulia.

Penerapan kejujuran di Muallimin dilakukan dalam asrama dan dalam sekolah. Sebagai contoh siswa akan melakukan izin keluar sekolah maka siswa diajarkan untuk jujur dengan mengatakan kepentingannya. Sama halnya dengan di SMA Muhammadiyah 1 setiap meminta izin untuk keluar sekolah pada jam sekolah harus menghadap guru BK dulu untuk meminta izin. Namun masih saja terdapat siswa yang melanggar, keluar sekolah sekedar untuk bermain sebagaimana yang diungkapkan oleh Warsito yang hampir dua tahun menjadi Satpam di SMA Muhammadiyah 1 mengungkapkan “. . . banyak juga yang keluar dengan alasan fotocopy, mereka beralasan fotocopy di sekolah rusak tapi kembali ke sekolah lama sekali. Biasa malah main diluar sekolah, ngegame atau malah nongkrong. Biasanya ada warga yang melaporkan ke sini” (Catatan lapangan nomor 15, Jumat 2 Maret 2012 di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Pernyataan Warsito diperkuat dengan pernyataan dari Sugihartuti guru BK SMA Muhammadiyah 1 yang sering menangani dan membina anak yang bermasalah. Menurutnya yang menjadi penyebab anak untuk bolos adalah permainan playstation yang membuat anak berani bolos untuk memenuhi keinginan untuk main game (permainan elektronik). Sugihartuti mengatakan sebagai berikut “biasanya anak ngegim (nge-game) wah betul-betul meracuni anak itu. Orang tua tahunya anak berangkat, nanti kami telpon ternyata orang

commit to user

(Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Selain faktor dari dalam terdapat faktor dari luar yang berpengaruh dalam pembentukan karakter siswa. Lingkungan masyarakat, peran media massa atau bahkan kejadian-kejadian yang melibatkan pemerintah yang dapat diketahui melalui televisi. Pengaruh-pengaruh ini dirasakan oleh Miftahul Haq ketika dia mengajarkan mengenai akhlak. Tidak jarang siswa mempertanyakan antara akhlak yang diajarkan dengan kondisi nyata di Indonesia yang banyak mengalami ketidakjujuran. Miftahul Haq mengatakan “ketika saya mengajarkan mengenai kejujuran disampaikan kepada anak tetapi mereka melihat dilapangan, baca koran, dan sebagainya bahwa ‘kalau jujur malah hancur pak’ nah ini yang menjadi masalah bagaimana untuk memahamkan mereka” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin).

Kenyataan di dalam masyarakat yang jauh berbeda dengan teori yang diajarkan tentu akan memberikan kesenjangan karena perbedaan antara kenyataan dengan teori yang diajarkan. Hal ini akan memberikan dampak terhadap pemikiran siswa, menjadi bumerang dalam perkembangan pendidikan karakter selanjutnya karena tanpa disadari masyarakat, para pemimpin bangsa dalam pemerintahan telah memberikan contoh yang tidak baik kepada generasi dibawahnya.

commit to user

yang menjadi teladan adalah Ahmad Dahlan. Tidak berlebihan jika KH. Ahmad Dahlan begitu dicintai oleh kalangan Muhammadiayah. Selain belai sorang tokoh agama, Kiai Dahlan juga mendapat pengakuan dari pemerintah RI sebagai pahlawan nasional. Mengenai pengaruh Kiai Dahlan dalm kehidupan Muhammadiyah, Abunda Farouk menyatakan sebagai berikut.

Jadi dalam ideologi Muhammadiyah itu ada beberapa hal yang perlu dikaji, pertama pokok pikiran-pokok pikiran kiai Dahlan itu yang sering disebut dengan mukoddimah itu harus dijelaskan dan diaplikasikan. Yang kedua kepribadian Muhammadiyah, anda nanti akan bisa membendakan antara orang Muhammadiyah dan non Muhammadiyah, bagaimana nanti bisa membentuk profil mengikuti agama ... (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin).

Bagi masyarakat reformis dan sekolah dibawah yayasan Muhammadiyah Ahmad Dahlan adalah sosok yang dihormati. Tokoh ini menjadi teladan bagi setiap santri, guru dan orang yang menjadi bagian di Muhammadiyah, begitu juga di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Sebagai penghormatannya terhadap tokoh yang mempunyai nama lain Muhammad Darwis ini disetiap kelas terpampang lukisan wajah KH. Ahmad Dahlan yang didampingi oleh lukisan Siti Walidah istrinya. Tidak hanya KH Dahlan yang menjadi sosok teladan Muhammadiyah terdapat juga, Jendral Sudirman (aktivis kepanduan Hizbul Wathan), Djuanda, Ki Bagus Hadikusumo, Sukarno, Haji Abdul Malik Karim Amrullah, dan tokoh masih banyak tokoh Muhammadiyah lainya termasuk Syafii Maarif, Amin Rais, Din Syamsudin sebagai tokoh Muhammadiyah generasi sekarang.

commit to user

Guru dalam proses pembelajaran merupakan bagian dari teladan bagi siswa. Guru harus bertindak baik dengan segala percontohan bagi siswanya. Segala tindakan, tingkah laku yang di lakukan oleh guru harus benar-benar terkontrol dan perlu kehati-hatian. Sebagaimana pendapat yang diungkapkan oleh Abunda Farouk yakni seorang guru harus mampu menjadi contoh yang baik untuk siswa-siswanya dalam hal berperilaku dan bersikap.

Kita sebagai guru disini harus bisa diteladani sikap dan perilaku oleh siswa, sehingga akhlaqul karimah itu bisa dilihat dari kerangka berpikirnya, perspektif, gambaran sikapnya. Kita (guru) harus menjadikan al-Quran sebagai acuan hidup. Segala kendala kehidupan semua ada jawabanya dalam al-Quran (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin).

Keteladanan yang diberikan oleh guru kepada siswa meliputi berbagai hal. Dari mulai kerapian dan kesopanan berpakaian, sopan dalam bertingkahlaku dan berucap dengan harapan akan ditiru oleh siswa. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan dihadapan anak didiknya. Karena sedikit banyak anak didik akan meniru apa yang dilakukan pendidiknya (guru) sebagaimana pepatah mengatakan bahwa guru adalah orang yang digugu dan ditiru. Sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak didik merupakan tuntutan realistis yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari yang bersumber dari al-Qur’an dan Sunah/Hadis. Senada dengan itu Meiani Ujianti berpendapat sebagai berikut.

Seluruh guru disini adalah sebagai guru agama setiap guru memperhatikan bagaimana kondisi siswa, bukan karena dia mengajar di kelas itu tetapi sebagai tanggung jawab kami sebagai guru Muhi. Semua guru mempunyai kepedulian kepada siswa. Siswa yang bicara keras teriak-teriak akan kami ingatkan, siswa yang makan sambil jalan akan

commit to user

sekolah di Muhi menjadi kader Muhammadiyah. Setelah lulus mereka diharapkan menjadi insan yang akhlaqul karimah berbudi baik yang Islami (Catatan lapangan nomor 12, Rabu 22 Februari 2012 di Ruang Guru Putri SMA Muhamadiyah 1 Yogyakarta).

Mengenai keteladanan guru dapat didemonstrasikan melalui sifat dan perilaku di sekolah. Baik di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 semua guru berusaha terus untuk memberikan contoh kepada siswanya. Ketika shalat Dhuhur guru, musyrif sebagian besar telah melakukannya dengan berjamaah bersama siswa. Di SMA Muhammadiyah 1 guru memberikan ceramah kepada siswa yang isinya mengenai penguatan keimanan, dorongan, atau bahkan mengenai akhlak Islam (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012 observasi di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Dari cara berbicara guru dikedua sekolah ini telah menerapkan dengan kata-kata sopan. Bahkan sebagai penanaman kepercayaan kepada Allah, guru selalu memberikan peringatan kepada siswa bahwa Tuhan selalu mengawasi umatnya, sebagaimana yang di ungkapkan oleh Sugihartuti dalam upaya membimbing kepada jalan kebaikan dia selalu mengingatkan bahwa Tuhan yang segala tahu mengenai tingkah laku perbuatan umat manusia (Catatan lapangan nomor 13, Rabu 7 Maret 2012 di Ruang BK II SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

c) Keteladanan dari Siswa Tidak hanya guru yang memberikan keteladanan, siswa juga dapat melakukan itu. Peranannya memberi contoh yang baik kepada adik kelasnya merupakan salah satu keteladanan. Di kedua sekolah agama ini dilakukan dengan berbagai cara. Di SMA Muhammadiyah 1 siswa yang berprestasi selalu

commit to user

Muallimin telah melibatkan siswa kelas 5 (kelas 11) untuk membimbing adik- adiknya di MTs. Sebagaimana pemaparan Ahmad Salim seorang musyrif di Muallimin “Kita sering merasa kewalahan dalam melakukan bimbingan karena musyrif tidak terlalu banyak, sehingga solusinya kita mengambil siswa yang pinter untuk membantu, makanya ada program siswa kelas lima yang membimbing anak MTs salah satunya untuk itu” (Catatan lapangan nomor 6, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Musyrif Madrasah Muallimin).

Selain untuk membantu mengajari adik kelasnya, program inipun merupakan salah satu bagian dari pelatihan mengajar bagi siswa MA Muallimin. Dalam kurikulum Muallimin siswa Aliyah dibekali ilmu keguruan supaya setelah terjun di masyarakat meraka dapat mengajarkan ajaran agama dan ilmu lainnya dengan baik. Selain ilmu keguruan siswa juga dibelaki cara- cara berpidato (Dokumen Madrasah Muallimin). Praktik inilah yang membantu meraka supaya terbiasa untuk berkomunikasi dengan adik kelasnya, disadari atau tidak adik kelasnya akan mengikuti pola-pola yang dilakukan oleh kakak kelas yang mengajarnya.

4) Budaya Sekolah Budaya sekolah merupakan suasana kehidupan sekolah dimana anggota masyarakat sekolah saling berinteraksi. Interaksi yang terjadi meliputi antara siswa berinteraksi dengan sesamanya, kepala sekolah dengan guru, guru dengan guru, guru dengan siswa, konselor dengan siswa dan sesamanya, pegawai administrasi dengan dengan siswa, guru dan sesamanya. Budaya sekolah akan

commit to user

memberikan dampak yang positif bagi perkembangan karakter siswa. SMA Muhammadiyah 1 mencoba menerapkan itu dengan menyalakan alunan musik instrumental yang santai dan menenangkan jiwa ketika proses peralihan pembelajaran. Tujuannya tentu untuk memberikan kenyamanan, menyegarkan pikiran dan menambah konsentrasi dalam melakukan pembelajaran kepada siswa dan guru.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa budaya sekolah akan terbangun baik apabila masyarakat sekolah mampu berinteraksi dengan baik. Guru dan pimpinan memberikan bimbingan, teladan dan bersifat bijaksana kepada siswa. Sikap itu sekaligus contoh bagi siswa dalam berperilaku sebagaimana yang dikemukakan oleh Slamet Purwo di bawah ini.

. . . guru (kepala sekolah, guru BK dan wali kelas) yang lain biasanya diberi jadwal untuk salam-salaman dengan siswa. rutinitas ini dilakukan untuk menyambut siswa di pintu gerbang barat dan timur, termasuk menertibkan pakaian mereka. Pintu gerbang di tutup setelah bel masuk sekitar jam 7 kemudian anak membaca al-Quran di kelas sekitar 10 menit sampai 15 menit (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Pendidikan karakter di SMA Muhammadiyah 1 salah satunya dilakukan dengan mengharuskan setiap siswa menjalankan shalat Dhuhur berjamaah bersama guru dan karyawan. Hal yang menarik adalah untuk istirahat menjalang shalat Dhuhur siswa tidak diperkenankan keluar lingkungan sekolah. Semua pintu gerbang ditutup dengan alasan untuk menertibkan siswa supaya melakukan shalat Dhuhur berjamaah. Siswa yang waktu itu berada di luar lingkungan sekolah tidak bisa masuk sebelum acara shalat berjamaah selesai. Sebagai penerapan nailai

commit to user

mempunyai pemisah. Setelah shalat selesai diadakan ceramah yang biasanya berisi nasehat dan penerapan ajaran keagamaan sekitar 15 menit. Penceramah adalah guru SMA Muhammadiah I Yogyakarta (Catatan lapangan nomor 20, Jumat 30 Maret 2012, pengamatan di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kegiatan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari Slamet Purwo selaku guru kemuhammadiyahan SMA Muhammadiyah 1 yakni sebagai berikut.

Waktu shalat Dhuhur semua anak wajib ke mesjid bagi yang putra untuk shalat berjamaah. Kegiatan diluar jam sekolah lainnya kami menyuruh kepada setiap kelas untuk mengadakan pengajian kesetiap rumah siswa secara bergiliran, nara sumber diambil dari guru Muhi sedangkan siswa harus bertanggung jawab untuk tempat dan sarananya. Waktunya kita atur habis ashar sampai dengan sebelum magrib dan untuk kelas 10 waktunya dari tanggal 1 samapai tanggal 10 kelas 11 tanggal 11-20 dan kelas 12 dari tanggal 20-30. ini kita harapkan bisa menjadi bagian dari pembentukan karakter mereka untuk bisa bergaul, silaturahmi dengan yang lainnya (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Kesadaran siswa dalam melakukan ibadah tentu perlu dikuatkan dari sejak dini. Suasana Islami yang tertib ketika akan melaksanakan shalat Dhuhur memberikan keindahan dan kesejukan. Namun suasana seperti itu menjadi terusik ketika segelintir anak yang tidak bertanggung jawab atas dirinya sendiri melemparkan perkataan kasar dan berteriak dengan lantang saling ejek dengan temannya. Satpam yang berada didekatnya tidak dihiraukan lagi (Cataratn lapangan nomor 20). Dalam hal ini perlu penanganan khusus apalagi kondisi psikologis siswa yang sedang berkembang membutuhkan perhatian yang serius. Upaya mendisiplinkan siswa dalam beribadah di SMA Muhammadiyah 1 berlangsung baik walaupun masih ada segelintir siswa yang tidak mematuhi

commit to user

“Kalau waktu Dhuhur gerbang kami tutup anak-anak melaksanakan shalat Dhuhur. Ada juga yang sembunyi sampai kaya kucing-kucingan lari-lari, yang sulit mengingatkan shalat bagi yang perempuan biasanya dia bisa beralasan sedang datang bulan (Catatan lapangan nomor 15, Jumat 2 Maret 2012 di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Nuansa Islami dirasakan juga di Muallimin sebagai sekolah calon kader Muhammadiyah. siswa berbondong-bondong untuk antri berwudhu dan melaksanakan shalat berjamaah. Begitu banyaknya siswa yang mengantri sehingga ketika shalat Dhuhur madrasah memberikan kebijakan. Siswa MTs shalat terlebih dahulu sedangankan MA makan siang dulu baru kemudian shalat Dhuhur. Siswa Muallimin telah terbiasa dengan melakukan puasa sunah. Pertengahan bulan selama tiga hari yakni tanggal 13, 14, 15 bulan hijriyah banyak siswa yang berpuasa sebagai perwujudan kepatuhan terhadap ajaran Islam sebagai agamanya. Istirahat yang biasanya digunakan untuk makan di asrama ketika jam istirahat kemudian ditiadakan sebagai penghormatan kepada para santri yang sedang melaksanakan ibadah puasa. Puasa sunah ini memang tidak diharuskan oleh madrasah namun banyak siswa yang melaksanankanya dengan kesadaran dirinya sendiri. Berbuka puasa bersama akan mewarnai sore hari menjelang shalat magrib dilaksanakan (Catatan lapangan nomor 18, Rabu 7 Maret 2012 observasi di MA Muallimin).

Waktu istirahat tidak semata digunakan bermain oleh siswa Muallimin, waktu itu digunakan juga untuk menghafal ayat-ayat al-Quran sebagai tuntutan

commit to user

juz satu dua dan tiga, yang lainnya yakni juz dua puluh delapan, dua puluh sembilan dan tiga puluh. Selain menghafal al-Quran siswa atau santri juga menyempatkan waktunya untuk belajar untuk menghafal naskah khutbah Jumat. Kegiatan itu dilakukan oleh siswa kelas enam, tetapi latihannya telah dimulai ketika mereka kelas lima. Kelas enam yang sejajar dengan kelas XII di sekolah umum lainya memang memiliki tugas wajib untuk bisa mengisi khutbah Jumat sebagai syarat kelulusannya. Melalui kegiatan ini (khutbah) siswa dilatih untuk menjadi seorang penyiar agama dan menumbuhkan jiwa kepemimpinan dalam masyarakat.

Suasana keakraban tampak terlihat dengan teman-temannya, dari sinilah sepertinya tumbuh rasa kesetiakawanan dengan saudara seasramanya. Namun negatifnya menurut Farhan Hasani siswa berusaha saling menutupi kesalahan temannya sendiri ketika terdapat kekeliruan. (Catatan lapangan nomor 1). Disinilah tugas ustadz sebagai pembimbing untuk selalu mengingatkan siswa pada amar maruf nahi munkar.

5) Kegiatan Ekstrakurikuler (Pengembangan Diri) Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang berada di luar program yang tertulis di dalam kurikulum dan dilaksanakan diluar waktu pelajaran. Baik di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah 1 ekstrakurikuler dibagi menjadi 2 yakni ekstrakurikuler wajib dan ekstrakurikuler minat. Ekstrakuruikurer wajib yang harus ditempuh di Muallimin yakni Tapak Suci dan Hizbul Wathan (kepanduan). Ekstrakurikuler di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 merupakan wujud

commit to user

oleh masing-masing organisasi otonom di bawah Muhammadiyah. Hal itu diungkapkan juga oleh Muhammad Ramli seorang pelatih Tapak Suci di Muallimin. Dia mengatakan bahwa “Organisasi otonom bagi organisasi santri di Muhammadiyah yang diberi kewenangan untuk mengelola organisasinya sendiri (organtri) ada tiga yakni Hizbul Wathan (HW) kepanduan, sama dengan keperamukaan, Tapaksuci itu bela diri, dan IPM kalau di sekolah lain sebutannya Osis” (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin).

Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 ekstrakurikuler wajib tergantung kelas yang terdiri dari berbagai kegiatan diantaranya Tapak Suci, IPM, Hizbul Wathan, dan rohis. Namun demikian setiap kelas mempunyai perbedaan dalam mengambil ekstra wajib tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Anditta Tavani Winati dan Hasbul Wafi Hawari siswa kelas 10 H SMA Muhammadiyah 1 sebagai berikut.

Banyak ada sekitar 32 kegiatan. Yang wajib ada sekitar 5 kegiatan tetapi tiap kelasnya beda-beda seperti kelas ICT ekstranya bahasa asing dan rohis (kerohanian Islam), mungkin kelas yang lain Hizbul Wathan, jadi tidak semuanya wajib di ikuti. Tapak Suci ada tetapi tidak semuanya mengikuti. Hari Jumat dan Rabu dijadikan waktu ekstra. Kalau Jumat ekstra wajib kalau Rabu yang minat (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Tapak Suci sebagai kegiatan ekstrakurikuler wajib bertujuan untuk membekali kemampuan seni bela diri dan pembentukan jiwa yang kuat dan mental pemberani. Di Muallimin Tapak Suci dilakukan pada hari Jumat dimulai dari jam 16.00-17.30 wib. Sekitar 50 siswa yang terseleksi dengan 4 pembina Tapak Suci melakukan latihan secara rutin. Dimulai dengan berdoa kemudian

commit to user

Warna baju seragam yang merah dengan pita kuning diujung lengan baju dan ujung kaki menambah keluwesan gerakan-gerakan mereka (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin). Tapak Suci sebagai organisasi otonom Muhammadiyah mempunyai semboyan sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad Ramli.

Semboyan yang kami miliki yakni “dengan iman dan akhlak kami menjadi kuat, tanpa iman dan akhlak kami menjadi lemah”. Saya sebagai alumni dari Muallimin juga merasakan dari kegiatan Tapak Suci ini memupuk kita seperti kemandirian, mental pemberani. Lambang dari Muallimin itu juga kan dapat diartikan seperti rendah hati, keeratan dalam persaudaraan. Kalau melati ini ada sebelas melambangkan rukun iman dan rukun Islam, yang hijau ini dua kalimat syahadat. Sabuk yang dipakai kalau sabuk kuning siswa, biru untuk kader, hitam itu pendekar (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin).

Sebelum mengakhiri latihan siswa berbaris dengan rapi kemudian melakukan doa yang dipimpin oleh pembina. Kemudian siswa melakukan hormat ala Tapak Suci dengan beberapa gerakan. Setelah itu pembina melakukan pengarahan beberapa menit membahas mengenai kegiatan yang telah dilakukan dalam latihan tadi. Beberapa saat kemudian pengarahan selesai dilanjutkan dengan salaman antara siswa dengan pembina, siswa dengan siswa. Setelah itu siswa membentuk lingkaran dengan barisan rapat untuk mengucapkan yel-yel Tapak Suci untuk menciptakan kepercayaan diri dan semangat dalam berlatih (Catatan lapangan nomor 19, Rabu 28 Maret 2012 observasi di MA Muallimin).

Rasa percaya diri, keberanian, sikap kritis, tegar dan lain sebagainya tentu tidak mungkin didapatkan hanya dari pelajaran di dalam kelas saja. Sikap tersebut justru berkembang dari kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan yang tidak

commit to user

memaparkan sebagai berikut. Ada Tapak Suci, HW (Hizbul Wathan) seperti pramuka, karya tulis dan

banyak yng lainnya. Kalau Tapak Suci memang membentuk anak yang tegar, berani. HW juga membetuk kedisiplinan. Ada juga IPM sebuah organisasi dengan berbagai cabang. Tapi yang paling populer adalah sinar bentukan pak Syafii Maarif seperti karya tulis dengan mengeluarkan majalah setiap satu tahun dua kali terbit (Catatan lapangan nomor 1, Senin

23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin). Pernyataan Farhan Hasani dibenarkan oleh Muhammad Ramli yang menyatakan bawa ekstrakurikuler khususnya Tapak Suci melatih siswa untuk

berorganisasi, belajar kepemimpinan, tanggung jawab, kemandirian inilah yang menjadi tuntutan sebagai bagian dari pengkaderan. Menurutnya hal itu diterapkan ketika siswa akan melakukan ujian kenaikan tingkat yakni sebagai berikut.

... Pelaksanaan kenaikan tingkat biasanya dilakukan malam hari dengan berbagai acara diantaranya anak berjalan dari Prambanan sampai ke Madrasah Muallimin itu sudah biasa berangkat jam 9 malam nanti jam 3 pagi sudah di tempat. Jalan kaki sudah biasa sekali, kemana-manpun mereka jalan kaki agar bisa mandiri saja sebagai kader (Catatan lapangan nomor 9, Rabu 2 Maret 2012 di Madrasah Muallimin).

Hizbul Wathan dalam bahasa Indonesia berarti pembela tanah air. Sebagai bagian kepanduan di Muhammadiyah Hizbul Wathan memiliki ciri khas yakni pengamalan aqidah Islamiyah, pembentukan dan pembinaan akhlak mulia menurut ajaran Islam, penggunaan sistem kenaikan tingkat dan tanda kecakapan. Kemudian sistem satuan dan kegiatan terpisah antara pandu putera dan pandu puteri, dan tidak terkait dan berorientasi pada partai politik atau golongan tertentu.

Pengelompokan keanggotaan menggunakan batasan umur. Anggota Biasa adalah siswa putera dan puteri yang dikelompokkan Sebagai berikut yakni Athfal, berumur 6 sampai 10 tahun, Pengenal berumur 11 sampai 16 tahun, Penghela

commit to user

Humas Muallimin). Jadi siswa MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 rata- rata telah masuk dalam kelompok Penghela. Kegiatan yang hampir sama dengan kepramukaan menumbuhkan rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa sebagaimana janji anggota Hizbul Wathan yakni Setia mengerjakan kewajiban terhadap Allah, dan undang-undang dan tanah air (Indonesia). Menolong siapa saja semampu saya serta setia menepati Undang-Undang Pandu Hizbul Wathan.

Undang-undang Hizbul Wathan penuh dengan nilai katakter diantaranya selamanya dapat dipercaya, setia dan teguh hati, siap menolong dan wajib berjasa, cinta perdamaian dan persaudaraan, sopan santun dan perwira, menyayangi semua makhluk, siap melaksanakan perintah dengan ikhlas, sabar dan bermuka manis, hemat dan cermat, dan suci dalam pikiran, perkataan dan perbuatan (Dokumen Madrasah Maullimin 2011: 2).

Kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang lainnya antara di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 tidak jauh berbeda. Kegiatan bidang keilmuan dan bahasa seperti karya ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club. Bidang keterampilan seperti jurnalsitik, student medical team (PMR), baris berbaris, elektronika, kursus sablon. Bidang olahraga dan seni (sepakbola, bulutangkis, tenis meja, volly, basket, nasyid, kaligrafi, seni qiroatul Quran, piano, teater). Bidang keorganisasian santri seperti IPM, lembaga pers Muallimin, Muallimin scientific club (KIR), Tapak Suci, Hizbul Wathan, PMR (Dokumen Badan Pembina Madrasah, 2011: 7).

commit to user

Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogakarta

Setelah mendapatkan berbagai pengetahuan dan bimbingan dari berbagai sumber di Madrasah dan di asrama tentu harapannya adalah siswa akan menerapkannya dalam perilakunya sehari-hari. Dengan begitu ilmu pengetahuan baik ilmu umum maupun ilmu agama akan menjadi kebiasaan dalam bersikap dan bertindak. Pada akhirnya kebiasan itu akan menjadi watak yang membentuk karakter baik pada siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Miftahul Hak ketika diwawancarai di ruang perpustakaan mengenai pembelajaran akhlak ”Kalau saya membaca bukunya Doni Koesoema dalam kontek pengetahunannya saya sampaikan di pembelajaran tetapi untuk prioritas dan pembiasaan dalam kepribadian itu menjadi wilayah domain tanggung jawab asrama dan madrasah secara keseluruhan” (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 2 Februari 2012 di Perpustakaan MA Muallimin).

Muallimin memiliki berbagai kegiatan sekolah salah satunya yakni siswa MA Muallimin dituntut untuk melakukan kegiatan dakwah kepada masyarakat sebagai syarat dapat lulus sebagai santri Muallimin sebagaimana dikemukakan oleh Farhan Hasani.

Kami melibatkan dalam berbagai kegiatan keagamaan mulai dari mengajar atau membantu TPA di mesjid sekitar, anak juga kami beri tentang manajemen TPA, Takmir, untuk kelas enam memang wajib untuk dakwah atau khutbah Jumat. Mereka dibimbing untuk membuat materinya kemudian diperaktekan disini jika sudah baik baru ditampilkan di mesjid luar sini ( Catatan lapangan nomor 1, Senin 23 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

Program dakwah seperti dikemukakan di atas tidak hanya bertujuan untuk kelulusan siswa, jauh dari itu Muallimin menginginkan masa depan siswa lulusan

commit to user

bangsanya. Melalui berdakwah siswa dilatih untuk memahami, merasakan dan melakukan perbuatan terpuji di dalam masyarakat sekaligus mengarahkan kejiwaan siswa kearah yang lebih matang.

Adanya sistem sekolah yang terpadu dengan pondok pesantren dilakukan Muallimin sebagai upaya menyeimbangkan pendidikan formal dengan pendidikan keagamaan yang dijalankan dengan sistem modern. Sistem ini dirancang supaya terjadi keseimbangan pengetahuan keagamaan dengan pengetahuan umum lainnya. Sebagai sekolah berbasis Islam tidak sekedar aspek perkembangan akademik saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan pendidikan di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin. Aspek kepribadian tentunya perlu dipertimbangkan dan mendapatkan perhatian yang seimbang sebagai bagian dari aspek afektif dan psikomotorik siswa. Berdasar pada keputusan pimpinan madrasah Muallimin bahwa untuk mengukur aspek kepribadian siswa, pendidikan di madrasah Muallimin membuat sebuah laporan hasil penilaian kepribadian siswa selama berada di asrama maupun di sekolah pada proses pembelajaran.

Penilaian aspek kepribadian di MA Muallimin berorientasi kepada visi, misi dan kompetensi lulusan dan tujuan pendidikan. Penilaian kepribadian itu diantaranya keteladanan, pembiasaan (al-Aadah), nasihat (an-Nasihat), kepercayaan (al-Imaan), pengawasan (an-Nadhar), penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi dan doa. Pengamatan dan penilaian kepribadian meliputi ibadah, akhlak, kepemimpinan, keulamaan dan kemandirian. Aspek diatas sebagai pendidikan yang menyatu dengan aspek kepribadian siswa.

commit to user

sedangkan kemandirian dinilai dengan rasa tanggung jawab dan manajemen diri. Aspek kepemimpinan mempunyai indikator keteladanan dan keaktifan dalam berorganisasi. Aspek keulamaan dilihat dari keaktifan siswa dalam berdakwah dan mendidikan di sekitar lingkungannya. Sebagaimana yang dikemukaan oleh Abunda Farouk, beliau mengungkapkan sebagai berikut dibawah ini.

Anak-anak berlatih untuk menjadi seorang pemimpin dengan menjadi imam. Dua atau tiga orang siswa kita kirim untuk menjadi mubaligh atau imam. Menjadi pemimpin harus betul-betul siap apalagi langsung diterjunkan dalam masyarakat. Di masyarakat sedikit salah bacaan saja kan sudah dicemooh, bahkan ditinggalkan oleh makmum. Oleh karena itu pendidikan Muhammadiyah itu sebagai pembentuk kader bangsa, jika lingkup Muhammadiyah saja kecil itu (Catatan lapangan nomor 5, Kamis

9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin). Siswa Muallimin harus menyadari bahwa keberadaan mereka sebagai seorang kader sangat dibutuhkan oleh bangsa dan persyarikatan. Proses

penanaman kesadaran dilakukan selama enam tahun pendidikan di Muallimin sejak kelas I hingga kelas IV untuk itu siswa kelas VI (kelas 12) diuji pemahaman mengenai kemuhammadiyahnnya. Adapun materi yang diujikan tentang pedoman dasar Muhammadiyah dari aspek sejarah, ideologi Muhammadiyah dan organisasi dalam Muhammadiyah. Tidak tanggung-tanggung siswa diuji oleh guru dan pejabat PP Muhammadiyah setempat secara lisan yang dilaksanakan pada 22 Maret 2012 di PP Muhammadiyah. Ujian kader ini merupakan prasyarat kelulusan untuk kelas 6 di Muallimin (Dokumen Humas Muallimin, 2012).

Selain kepemimpinan yang diterapkan lingkungan masyarakat, terdapat juga kegiatan lain seperti pengabdian kepada masyarakat. Pengabdian dilaksanakan sebagai bentuk nyata pelatihan kepedulian Muallimin terhadap masyarakat.

commit to user

diantaranya bakti sosial, pelatihan Qurban Idul Adha, Mubaligh Hijrah, Mubaligh Kamis-Jumat, Kader Intilan, dan berbagai acara pengajian.

Kegiatan yang hampir sama dilakukan juga oleh SMA Muhammadiyah 1. Menurut Slamet Purwo setiap tahun SMA Muhammadiyah 1 selalu mengadakan kegiatan sosial kepada masyarakat. Diantara kegiatan itu adalah melakukan dakwah ke dearah yang terpencil atau daerah binaan yakni di daerah kecamatan Tepus Gunung Kidul.

Kami juga mengirimkan siswa yang memiliki kepandaian dalam berdakwah itu nanti dikirimkan ke daerah-daerah bianaan pada bulan Ramadhan. kita mempunyai darah binaan di kecamatan Tepus Gunung Kidul, kita kirim anak-anak sekitar 50 orang anak yang sudah diseleksi untuk berbaur dengan masyarakat dengan bimbingan cabang Muhammadiyah di situ. kegiatannya seperti mengajar di TPA, bakti sosial, pengajian selama sepuluh hari (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Pernyataan itu ditegaskan juga oleh Hasbul Wafi Hawari dan Anditta Tavani Winati yang mengatakan bahwa sekolah dengan melibatkan siswa perwakilan dari IPM mengadakan bakti sosial ke masyarakat. Dana diperoleh dari dana sekolah, sumbangan siswa, dan donatur yang kebanyakan merupakan alumni SMA Muhammadiyah 1. Kegiatan lainnya yakni menanam pohon di lereng Gunung Merapi pasca meletus sebagai wujud kepedulian terhadap lingkungan (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Tidak ketinggalan sebagai bentuk kecintaan terhadap tanah air dan menghormati jasa pahlawan bangsa baik di SMA Muhammadiyah 1 dan di Muallimin rutin melaksanakan upacara bendera. SMA Muhammadiyah 1

commit to user

semua siswa menjadi peserta upacara, karena SMA Muhammadiyah 1 menerapkan sistem bergilir berdasarkan kelas. Siswa yang tidak upacara mendapatkan pendalaman materi pelajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh Hasbul Wafi Hawari dan Anditta Tavani Winati sebagai berikut “upacara setiap hari Senin tetapi bergilir upacaranya. Senin pada Minggu pertama kelas 10 Senin Minggu kedua kelas 11 begitu seterusnya. Siswa yang sedang tidak upacara biasanya pendalaman materi atau pengulangan materi yang telah diajarkan” (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Sedangkan di Muallimin Upacara dilaksanakan hari Sabtu sebagai hari pertama masuk sekolah karena Jumat menjadi hari libur sekolah. Sedangkan hari minggu tetap masuk seperti biasa. Rupanya Muallimin telah menerapkan sistem kalender Islam, terbukti Jumat dan hari-hari besar Islam lainnya proses pembelajaran diliburkan tetapi ketika libur nasional yang tidak memperingati hari besar Islam dan hari kemerdekaan RI siswa Muallimin tetap masuk sekolah seperti biasa (Catatan lapangan nomor 18, Rabu 7 Maret 2012 observasi di MA Muallimin).

e. Kekhasan Pendidikan Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta

Disajikannya Sub judul ini tidak bermaksud untuk mengunggulkan salah satu sekolah atau membandingkan antara yang satu dengan yang lainnya secara berlebihan. Pada dasarnya SMA Muhammadiyah 1 dan Madrasah Muallimin

commit to user

memiliki program-program yang mirip. Selain sama dalam hal program juga dari segi mata pelajaran tidak begitu jauh berbeda. Perbedaan yakni masing-masing sekolah mempunyai keragaman yang tidak dimiliki satu dengan yang lainnya. MA Muallimin terdapat jurusan Agama selain jurusan IPA, dan IPS. SMA Muhammadiyah 1 tidak memiliki jurusan Agama (hanya IPA dan IPS) tetapi terdapat kelas percepatan (akselerasi), kelas berbasis teknologi (ICT), (kelas rintisan sekolah bertaraf Internasional) RSBI, dan kelas biasa (reguler) dengan krikulum standar.

Kekhasan kedua sekolah Islam ini selain sama-sama di bawah naungan Muhammadiyah keduanya juga mempunyai program-program yang sama seperti Mubaligh Hijrah, Tapak Suci, Hizbul Wathan, dan kegiatan-kegiatan kegamaan lainnya. Selain itu baik SMA Muhammadiyah 1 maupun MA Muallimin memiliki asrama. Dengan sistem asrama tersebut siswa yang berada di asrama akan dibimbingan oleh musyrif. Di Muallimin dan di SMA Muhammadiyah I fungsi musyrif sama yakni memberikan dorongan, nasihat, bimbingan mengnai ajaran agama maupun pengetahuan umum lainnya. Firmansyah Al Habsy seorang siswa Muallimin mengungkapkan “musyrif sebagai pengganti orang tua, mereka menjadi wali di asrama”, sedangkan menurut Fahmi musyrif yang mengurusi siswa, segala keperluan, membimbing, mengajari siswa di asrama bahkan teman diskusi (curhat) ketika siswa mempunyai masalah (Catatan lapangan nomor 7, Rabu 8 Februari 2012 di Madrasah Muallimin Yogyakarta).

commit to user

Muhammadiyah 1 dan Muallimin. Perbedaan itu diantaranya pola pendidikan yang cukup mencolok yakni di Muallimin telah menggunakan sistem boarding school dengan memadukan pelajaran pesantren dengan Madrasah. Semantara SMA Muhammadiyah belum menerapkan sistem ini sepenuhnya. Siswa SMA Muhammadiyah 1 belum diwajibkan untuk menetap di asrama, hanya siswa- siswa tertentu saja, karena temapt tinggalnya jauh. Perbedaan itu diakui oleh Muhammad Rosyid Hidayat selaku guru pelajaran akhlak dan musyrif di SMA Muhammadiyah 1 yang mengungkapkan sebagi berikut.

Sekitar 87 siswa tinggal di asrama (as-Sakinah) rata-rata dari luar daerah Jogja. Rata-rata yang di asrama siswa dari luar Jawa. Biasanya kami berikan tugas untuk menghapal surat-surat pendek kemudian diuji ketartilannya jika sudah bagus kami beri semacam penghargaan bagi mereka. Kegiatan di asrama dikontrol dari bangun pagi kemudian shalat subuh ada bersih-bersih, kemudian anak berangkat sekolah, setelah sekolah mungkin anak ada yang ikut eskul (ekstrakulrikuler) atau kegiatan lainnya. Setelah Magrib baru ada kegiatan lagi talaqi dengan berkumpul di bimbing oleh pembinannya. Biasanya diawali dengan tadarus kemudian pembina memberikan kajian Islam atau motivasi kepada siswa. Kadang anak ada yang mengutarakan masalahnya dan biasanya hanya berani pada pembinanya, sehingga pembina sebagai wakil orang tua. Kalau Muallimin murni pesantren sehingga pengaturannya sudah enak. Kalau di sini masih belum layak dikatakan pesantren ini masih sekedar asrama saja. Sehingga kami juga tidak terlalu ketat seperti di pesantren walaupun kami mengatasnamakan asrama ini dengan sebutan pesantren Assakinah (Catatan lapangan nomor 11, Kamis 1 Maret 2012 di Ruang BK 1 SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Pernyataan di atas senada dengan Abunda Farouk guru Kemuhammadiyahan MA Muallimin. Beliau memberikan penjelasan mengenai cara penerapan, pengamalan mengenai pembentukan kepribadian Muhammadiyah kepada siswa di Muallimin. Menurutnya terdapat perbedaan

commit to user

diungkapkannya di bawah ini. Di Muallimin lebih terfokus dalam praktiknya. Sekarang banyak sekolah-

sekolah yang mulai melihat Muallimin. Di Muallimin banyak sekali kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan yang menyangkut kognitif, afektif, psikomotorik. Afektifnya seperti moralnya yang diaplikasikan. Misalnya ada ayat yang menyangkut menganai tugas manusia, kemudian bagaimana menyampaikan Islam kepada masyarakat. Kalau sudah lulus dari sini (Muallimin) itu suruh menggarap di daerah yang kosong (belum ada pengaruh Muhammadiyah). Masyarakat sudah Islam tetapi Islamnya tidak sesuai dengan ajaran Muhammadiyah. Kita menghadapi masyarakat Islam di masyarakat yang masih Islam yang bercampur dengan ritual. Ini yang menjadi kekhasan lulusan Muallimin dibanding dengan yang lain (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin).

Memang Muallimin mempunyai program yang berbeda yakni adanya latihan pengkaderan seperti mengajar, memberikan khotbah Jumat, hafalan al- Quran dan belajaran dilmu keagamaan di asrama. Adanya perbedaan itu diakui juga oleh Slamet Purwo selaku wakil kepala sekolahn sekaligus merangkap guru kemuhammadiyahan SMA Muhammadiyah 1. Menurutnya perbedaan itu bukan mengenai hal-hal yang prinsipil, namun karena Madrasah Muallimin adalah sekolah kader Muhammadiyah sehingga pelajaran keagamaannya akan lebih mendalam.

Secara materi sama karena terdapat bentuk seperti sejarah Muhammadiyah, ideologi, amal usaha, kalau dengan Muallimin mungkin ada perbedaan, mereka lebih mendalam dalam pembelajarannya kerena memang dipersiapan untuk menjadi kader Muhammadiyah dengan istilah pendidikan kader. Apalagi dengan adanya sistem asrama, tapi kalau materi sama (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta).

Kekhasan MA Mualimin yang tidak dimiliki oleh SMA Muhammadiyah 1 terlihat juga dari program jurusan yang dikembangkan. Di Muallimin terdapat

commit to user

dalam mempelajari mengenai keislaman secara lebih mendalam dan rinci dengan tujuan menciptakan kader ulama Muhammadiyah yang bermutu andal. Jurusan ini sangat seseuai jika dikaitkan dengan visi Muallimin sebagai sekolah kader Muhammadiyah yang diharapkan lulusannya akan menjadi anak panah Muhammadiyah. Proses pembelajarannya pun menagarahkan siswa kepada pelajaran keislaman secara terperinci sebagaimana diungkapkan oleh Sarijan seorang guru sejarah dan bagian pengajaran MA Muallimin sebagai berikut.

Setiap jurusan mempunyai perbedaan dalam materi pelajaran yang tentu akan berbeda pula karakter yang mereka dapatkan, jika dalam jurusan agama sejarah yang diajarkan adalah sejarah Islam, jika di jurusan IPA sejarah berhubungan dengan perkembangan teknologi dan berbeda pula dengan sejarah di jurusan IPS yang lebih mendalam mengenai kesejarahannya (Catatan lapangan nomor 4, Minggu 22 Januari 2012 di Ruang Tamu MA Muallimin).

Dari sisi pengamalan yang dilakukan sebagai seorang Muhammadiyah telah mencoba dibuktikan oleh Abunda Farouk. Sebagai alumni Muallimin, pemikiranya telah mengarah kepada kesejahteraan masyarakat. Toleransi, kerjasama, dan bakti sosial dilakukan antar umat beragama, antar umat seagama, dan dengan pemerintah (Muhsin Hariyanto, 2010: 43). Inilah salah satu yang oleh Syafii Maarif inginkan bahwa Muallimin tetap menjadi sekolah keagamaan dengan memegang pluralisme dan menjauhkan dari paham fundamentalis yang selama ini selalu melekat dalam Islam. Mengenai toleransi, kerjasama dan bakti sosial Muallimin diungkapkan oleh Abunda Farouk sebagai berikut di bawah ini.

Saya menjadi pengurus di Palang Merah Cabang Yogyakarta, saya bercampur dengan (orang) (ber)agama lain, bertemu dengan ketua Yayasan Panti Rapih, Bethesda. Kebanyakan pasien di kedua yayasan non-Islam ini justeru adalah orang Islam, yang menjadi masalah adalah ketika harus

commit to user

diminta untuk mengirimkan orang untuk memandikan jenazah orang Islam di sana. Saya tidak berbicara mengenai agama meraka apa, tetapi mereka membutuhkan dan saya mampu untuk memberi. Saya menerapkan kepribadian Islami Muhammadiyah. Bakti sosial yang kita lakukan kita berikan kepada siapa saja. Ketika adanya perlu rawat inap kita kirim ke PKU Muhammadiyah sebagai revitalisasi ideologi Muhammadiyah. Kita mengadakan bakti sosial tidak hanya kepada orang Islam saja. Kita data yang miskin, berapa yang sakit, berapa baru kita mengirim bantuan. Hal- hal seperti ini sejak dulu di Muallimin telah diajarkan melalui materi pokok dari Kemuhammadiyahan (Catatan lapangan nomor 5, Kamis 9 Februari 2012 di Ruang Tunggu Direktur MA Muallimin).

Mengenai bakti sosial SMA Muhammadiyah mencoba menjembatani siswa dengan melakukan berbagai kegiatan seperti adanya desa binaan di kecamatan Tepus Gunung Kidul, acara pengajian keliling sebagai wujud silaturahmi dan meningkatkan persaudaraan (Catatan lapangan nomor 14, Selasa 22 Februari 2012 di Kantor Humas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta). Kegiatan bakti lingkungan dengan menanam pohon di daerah yang terkena erupsi Gunung Merapi (Catatan lapangan nomor 17, Sabtu 14 April 2012 di Ruang kelas SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta), itu semua melibatkan peran serta siswa sebagai objek pendidikan karakter.