Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta
3. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta
Pendidikan karakter yang berlangsung pada lembaga pendidikan SMA/MA diterapkan melalui pembelajaran, kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, penciptaan budaya sekolah, dan pembiasaan. Sasaran pada pendidikan formal
commit to user
karakter pada jenjang SMA maupun MA seperti halnya SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin memberikan meliputi tiga hal yakni pemahaman (pengetahuan), penanaman (internalisasi) dan pengamalan (aktualisasi). Jika dikaitkan dengan kompetensi karakter menurut Thomas Lickona yakni moral knowing (pengetahuan moral) yang terdiri dari kesadaran moral, memahami nilai moral, mengambil cara pandang, alasan moral, membuat keputusan, dan pengetahuan diri. Moral feeling (perasaan moral) terdiri dari berhati nurani, harga diri, empati, mencintai, mampu mengontrol diri dan kerendahan hati. Dalam tahapan ini dapat diwujudkan dalam ajaran Islam yakni mengkaitkan puasa sebagai usaha pengendalian diri, zakat untuk melatih ketangguhan sosial, empati, kepercayaan dan melatih untuk peka terhadap nati nurani (suara hati). Moral action (tindakan moral) yang terbagi menjadi tiga yakni memiliki kompetensi, mempunyai kemauan dan terbiasa melakukan kebaikan.
Moral knowing yang diketengahkan oleh Lickona hampir sama dengan konsep fathanah yang ada dalam sifat kenabian. Karakteristik yang terkandung dalam sifat fatonah yakni mereka tidak hanya terampil tetapi juga berdedikasi dan bijaksana, bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu dan memahami makna yang terkendung didalamnya. Motivasi yang kuat untuk terus belajar dan mampu mengambil pelajaran dari pengalaman. Dalam kehidupan di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin ini merupakan tahapan pemberian pemahaman mengenai nilai-nilai pembentuk karakter. Proses pemahaman dilakukan melalui
commit to user
tahu nilai-nilai yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Moral feeling, tahapan ini sebagai upaya untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap nilai-nilai akhlak mulia. Guru harus mencoba mengarahkan, mengelola emosi siswa sehingga tumbuh kesadaran dan yang paling penting siswa merasa tertarik untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai yang baik. Antara moral feeling dengan sifat sidiq dan amanah hampir mempunyai kesamaan. Sidiq dan amanah merupakan wujud kejujuran sesuai dengan hati nurani manusia yang didalamnya terdapat beberapa nilai yakni rasa tanggung jawab untuk berperilaku baik dengan menginginkan hasil yang optimal, merasakan hidup yang bermakna dan bernilai, dapat saling dipercaya dan saling menghormati, berbaik sangka. Proses ini diterapkan di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin sebagai proses penanaman dalam diri siswa mengenai pentingnya nilai-nilai karakter bagi manusia. Tujuannya supaya nilai-nilai yang membentuk karakter itu dapat terpatri dalam jiwa siswa sehingga akan mampu mejadi warna dalam setiap perilakunya.
Moral action merupakan ketertarikan untuk melakukan perilaku moral kemudian dipraktikan dalam kehidupannya sehari-hari. Perilaku moral menuntut adanya kemampuan, kemauan dan kebiasaan dalam melakukan tindakan. Jika dilihat dari sifat kenabian ini akan berkaitan dengan sifat tabligh (menyampaikan dengan segenap perbuatan) sifat ini akan membentuk sikap proaktif dalam berkontribusi positif terhadap lingkungan, beriman. Menjaga amanah dan tidak pernah mengingkari janji, mampu memberikan teladan kepada orang disekitarnya. Mencintai orang lain sebagai bagian dari kesamaan hak, memiliki kedewasaan
commit to user
dengan sehat. Perilaku inilah yang menjadi penilai mengenai keberhasilan penanaman karakter, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama. Tahap pendidikan karakter ini merupakan tahap menjadi puncak tolak ukur dari unjuk kerja warga sekolah dalam tahap sebelumnya. Di SMA Muhammadiyah dan MA Muallimin proses pengamalan (aktualisasi) dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti ekstrakurikuler, perilaku siswa di dalam lingkungan, kelas, sekolah dan masyarakat atau melalui kegiatan lainnya yang mengarah kepada pembentukan karakter pada siswa. mengenai ha ini akan dijelaskan selanjutnya pada bagian pengamalan (aktualisasi) nilai pembentuk karakter. Di bawah ini adalah tabel sebagai ringkasan analisis yang telah disampaikan di atas yakni sebagai berikut.
Tabel 3. Proses Penerapan Nilai-Nilai Pembentuk Karakter di SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta
Kemiripan dalam Proses Penanaman Nilai Pembentuk Karakter Thomas Lickona
Islam (sifat kenabian)
SMA Muhammadiyah 1 & MA Muallimin Moral knowing Fathanah
Pemahami nilai-nilai melalui pembelajaran dan budaya sekolah.
Moral feeling
Sidiq (jujur), Amanah (terpercaya)
Penanaman nilai dalam hati nurani siswa (kepribadian)
Moral action
Tabligh (menyampaikan melalui perilaku/berdakwah)
Pengamalan (aktualisasi) melalui berbagai kegiatan di sekolah/madrasah/asrama
Nilai akhlak yang dikembangkan dalam jenjang pendidikan SMA atau MA yakni berprasangka baik, terbuka, hati-hati, gigih, berinisiatif dan rela berkorban.
commit to user
produktif, rasional, serta bersosialisasi dalam kehidupan plural berdasarkan etika Islam. Model internalisasi pendidikan karakter yakni dengan keteladanan, bimbingan, motivasi atau dorongan, zakiyah (murni/bersih), berkesinambungan, sering mengingatkan, pengulangan, pengorganisasian, dan sentuhan hati. Ciri khas yang terdapat pada pribadi muslim sebagai berikut.
a. Keyakinan yang bersih (Salimul Aqidah) sebagai manusia yang beriman kepada Tuhan dan memiliki sifat religius yang kuat.
b. Ibadah yang benar (Shahihul Ibadah) yang merujuk pada al-Quran dan Sunah/Hadis.
c. Akhlak yang kokoh (Matinul Khuluq).
d. Kekuatan jasmani (Qowiyyul jismi) daya tahan tubuh yang kuat sehingga dapat melakukan ajaran Islam yang optimal.
e. Intelek dalam berpikir (Mutsaqoful Fikri).
f. Mampu melawan hawa nafsu.
g. Pandai membagi waktu.
h. Teratur dalam segala urusan dengan melakukannya secara profesional.
i. Mampu atau kreatif dalam berusaha dan memiliki otoritas dalam masyarakat. j. Bermanfaat bagi orang lain.
Teori Thomas Lickona mengungkapkan bahwa sebagai upaya pembentukan karakter yang baik kepada anak perlu diterapkan melalui pendidikan moral. Pendidikan moral harus memiliki kesempatan untuk membuat dampak yang nyata pada perkembangan karakter anak. Di dalam kelas harus mampu
commit to user
membantu orang lain, refleksi moral, dan ikut serta membuat keputusan dalam suatu hal dengan cara musyawarah. Mengenai hal ini penulis sependapat dengan Ahmad Watik Pratiknya yang menjabarkannya sebagai berikut dibawah ini.
Tabel 4. Proes Pendidikan di Lingkungan Sekolah, Keluarga dan Masyarakat Aspek Pembinaan
Wahana Pendidikan
Alih pengetahuan
Alih pengetahuan
Alih pengetahuan
Keyakinan, akhlak, dan perilaku
Alih nilai
Pembiasaan, penghayatan, peneladanan
Pembiasaan, penghayatan, peneladanan
Budaya
Pemahaman
Alih pengetahuan
Alih pengetahuan
Alih pengetahuan
Wawsan, sikap, dan perilaku
Alih nilai
Pembiasaan, penghayatan, peneladanan
Pembiasaan, penghayatan, peneladanan
Penerapan pendidikan karakter di sekolah berbasis agama setidaknya dilakukan melalui beberapa cara yakni melalui proses pembelajaran, keteladanan dari tokoh dan guru, budaya sekolah, pembiasaan berperilaku baik, dan kegiatan lain yang menunjang seperti ekstrakurikuler, dan program-program pengabdian kepada masyarakat. Untuk lebih rinci penulis akan menjelaskan sebagai berikut.
a. Proses Pembelajaran di Kelas Kreativitas guru dalam mengelola pembelajaran di kelas akan menjadi bagian dari tercapainya tujuan pembelajaran. Salah satunya adalah penggunaan metode atau model pembelajaran yang sesuai dengan karateristik materi dan
commit to user
oleh siswa. Metode pembelajaran merupakan suatu cara yang ditempuh oleh guru supaya materi yang disampaikan benar-benar dikuasai oleh siswa. Sedikitnya terdapat enam model pembelajaran yakni model pembangunan konsensus (consensus building) yang dikembangkan oleh Lickona dan Berkowitz, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran sastra, model resolusi konflik, model diskusi dan pelibatan siswa dalam penalaran moral dan model service learning. Selain model tersebut di atas terdapat juga model lainnya yakni model pendidikan karakter melalui kehidupan sekolah, visi dan misi sekolah, teladan guru, penegakan peraturan dan disiplin. Tentunya model ini akan tercapai apabila keadaan elemen sekolah telah benar-benar kondusif. Selain itu metode pembelajaran yang tidak mungkin ditinggalkan oleh setiap guru dalam mengajar yakni metode ceramah. Ceramah dapat digunakan utuk memotivasi kepada siswa atau memberukan klarifikasi, meninjau ulang dengan meringkas materi yang telah disampaikan.
Guru dapat menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif dengan metode diskusi dan tanya jawab dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini guru mencoba untuk mengajar melalui paradigma konstruktivisme dengan berbagai metode yang digunakan seperti diskusi, pemecahan masalah. Diskusi merupakan cara yang dilakukan untuk melatih keterampilan dan kreativitas siswa dengan tujuan siswa akan mempunyai keterampilan dalam berpikir kritis, berpikir kreatif, mampu mengambil keputusan, dan memecahkan masalah.
commit to user
berkaitan dengan materi yang akan diberikan sebagai pretest. Setelah itu guru menyampaikan pokok-pokok materi dan kompetensi yang ingin dicapai. Kemudian siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4 orang untuk mendiskusikan materi yang mereka dapat selama hampir 20 menit. Setelah selesai berdiskusi dengan teman-temannya satu persatu kelompok maju mempersentasikan hasil diskusinya sekitar 10 menit untuk setiap keompok. Terdapat beberapa siswa dari kelompok lain bertanya, ketika kelompok tidak dapat menjawab guru menampung pertanyaan tersebut. Guru mengakhiri pelajaran dengan memberikan klarifikasi mengenai pernyataan siswa yang keliru dan kemudian menyimpulkan hasil diskusi secara bersama-sama.
Pada akhir proses pembelajaran tidak banyak guru yang melakukan refleksi mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai-nilai, moralitas, atau nasihat yang mampu membangun siswa terkait dengan kehidupan nyata sekarang ini. Jumlah materi yang banyak membuat kebanyakan guru mengejar ketercapaian dalam menyampaikan materi. Dengan demikian pembentukan karakter siswa dalam proses pembelajaran tidak begitu besar jika dibandingkan dengan pengaruh budaya sekolah, pembiasaan baik dan kegitan-kegitan lainnya. Proses pembelajaran yang tidak maksimal seperti tersebut sedikit sekali menanamkan nilai-nilai pembentuk karakter dalam diri siswa karena yang diutamakan adalah aspek kognitif yakni ketuntasan materi.
commit to user
Kegiatan dalam Proses Pembelajaran di SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta dan MA Muallimin Yogyakarta
No. Kegiatan Pembelajaran Nilai yang Terkandung
1. Kegiatan awal
a. Apersepsi
b. Guru menyampaikan kompetensi dasar yang ingin dicapai
Keteladanan dalam berperilaku, sopan santun dengan mengucapkan salam kepada siswa.
2. Kegiatan inti (diskusi kelompok) Eksplorasi
a. Siswa secara bersama-sama mencari, mengolah dan menganalisis informasi dari berbagai sumber
b. Kelas dibagi menjadi 5 kelompok dan berdiskusi mengenai materi selama 20 menit mengenai tema yang telah dibagi
Elaborasi Siswa mempersentasikan hasil diskusi dari masing-masing
kelompok.
Setiap
kelompok mendapatkan waktu selama 10 menit. Konfirmasi
a. Klarifikasi tiap kelompok jika terjadi kesalahan konsep
b. Menyimpulkan secara bersama-sama
c. Evaluasi lisan dengan tanya jawab
Siswa
berfikir kritis,
mampu
bermusyawarah/ bekerjasama,
gemar membaca, dapat bekerja dengan
tim, berani mengemukakan pendapat, disiplin dan tepat waktu
3. Penutup Penugasan untuk dikerjakan di rumah
Tanggung
jawab dan
amanah
commit to user
pendidikan karakter Islami merupakan sebuah komunitas kelas. Hubungan guru dengan murid tidak satu arah melainkan dua arah, keduanya sama-sama saling berinteraksi. Tidak hanya materi yang disampaikan dalam pembelajaran melainkan ranah non-instruktusional seperti manajemen kelas, kesepakatan kelas yang membantu proses pembelajaran yang nyaman.
Pembelajaran secara Islam diintegrasikan antara nilai-nilai ilahiyah dan pengetahuan duniawi yang melibatkan keseluruhan siswa, secara spiritual, emosional, sosial, dengan intelektualitas dan fisik. Sekolah Islam mengintegrasikan pengetahuan, kepercayaan, dan hargai dengan aksi dan aplikasi. Aspek integratif ini mempunyai pengaruh besar sebagai kekuatan dari pendidikan dengan landasan ajaran Islam. Pendidikan Islam juga memfokuskan pada nilai dengan mempertimbangkan dimensi etis dari topik yang diajarkan. Pendidikan Islam menjadi satu kendaraan kuat untuk pembangunan karakter dan moral, tiap- tiap aspek dalam pembelajaran selalu menyampaikan nilai ke murid dan memberikan kesempatan kepada siswa pelajari nilai. Pemilihan materi, bahan dan aktivitas, pengaturan kelas, ketentuan kelas mengarahan siswa untuk mempelajari nilai-nilai karakter.
Materi pembelajaran banyak mempunyai isu yang kontoversial dan berkaitan dengan unsur-unsur yang terkadang dianggap bid’ah maupun syirik. Materi tersebut sering muncul dalam pembelajaran sejarah. Di Muallimin sering terjadi masalah seperti ini sering dialami oleh siswa dalam proses pembelajaran sejarah. Siswa menganggap bahwa materi sejarah terkadang berbenturan dengan
commit to user
mampu untuk memberikan pengertian kepada siswa dan memasukan nilai karakter supaya siswa mempunyai sifat dan perilaku panatik sempit. Berbeda dengan siswa SMA Muhammadiyah 1 yang dalam pembelajarannya sering menggunakan metode diskusi, mereka sering terjebak dengan debat suatu hal tanpa dasar sehingga sering terjadi debat yang tidak berujung. Bahkan diskusi berubah menjadi debat yang penuh emosi berusaha saling menyangkal menjatuhkan pendapat temannya sendiri.
Pembelajaran yang terkait dengan isu-isu kontroversial menuntut sikap yang sangat hati-hati serta kemampuan yang memadai dalam menyampaikan materi tersebut. Prinsip-prinsip dalam pembahasan materi ini perlu ditegakan seperti diskusi tidak boleh dikuasai oleh suatu pihak, menghindari sindiran-sindiran kasar dalam berdiskusi, menyampaikan pendapat selalu dengan dukungan referensi, berbicara dengan sopan, dan sabar mendengarkan orang lain yang sedang berbicara.
Penerapan karakter dalam proses pembelajaran seperti kasus di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 dilakukan dengan memberikan pemahaman kepada siswa dengan berbagai nilai yang terkandung dalam materi tersebut. Di Muallimin guru memberikan pemahaman mengenai perbedaan keyakinan, toleransi, dan sekaligus meningkatkan tingkat keimanan siswa. Sedangkan di SMA Muhammadiyah 1 siswa diarahkan untuk mempunyai sifat yang sabar, dan perilaku yang bertanggung jawab atas pendapatnya, saling menghargai pendapat yang lain.
commit to user
melalui pendidikan Islam untuk mempersiapkan umatnya secara emosional, secara moral, dan intelektualitas. Guru dengan aktif dan kesungguhan selalu terlibat diri proses pembelajaran, mampu menentukan pilihan materi yang terpadu dengan nilai karakter dan menyesuaikan dengan kurikulum. Guru yang efektif dalam pendidikan Islam harus dipersiapkan secara terus-menerus untuk memperbaharui pengetahuannya sesuai kebutuhan muridnya, dalam mengajar mencoba menghubungkan berbagai peristiwa nyata, sebagai contoh yang berhubungan langsung kedalam kehidupan siswa sehingga siswa mampu untuk merespon terhadap apa yang sedang mereka mempelajari.
Hal ini juga sebagai jawaban atas tantangan fenomena globalisasi memang sudah tidak dapat dihindari lagi oleh siapapun, kecuali dia sengaja mengungkung diri menjauhi interaksi dan komunikasi dengan yang lain. Hanya saja yang perlu disadari dan mendapat catatan, di samping membawa manfaat, globalisasi juga mendatangkan madlarat. Oleh karena itu, harus pandai menyikapinya, misalnya, jika nilai-nilai yang terdapat dalam globalisasi itu positif maka tidaklah salah untuk mengambilnya, sebaliknya jika hal itu memang negatif maka harus dapat membendungnya. Dalam hal ini, ungkapan seperti al-akhdu bi al jadid al-aslah (ambillah hal-hal yang baru yang sekiranya baik dan banyak mengandung maslahat) mungkin dapat dijadikan dasar pijakan.
b. Keteladanan Islam selalu mengajarkan mengenai akhlak melalui keteladanan Muhammad Saw sebagai manusia yang dijadikan sumber dalam pembelajaran akhlak yang
commit to user
tercermin dalam visi dan misi Muallimin maupun SMA Muhammadiyah 1 adalah amar maruf nahi munkar yakni berpegang teguh pada kebaikan dan kebajikan serta menjauhi keburukan dan kemungkaran. Sekolah berlatar belakang Islam akan selalu mengkaitan pendidikan akhlak dengan perilaku, sifat dan tabiat yang mencerminkan diri seorang individu. Nilai-nilai kebaikan harus diterapkan dalam proses mendidikan siswa agar memiliki kebiasaan berperilaku baik sesuai dengan ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan Muhammad SAW selalu menganjurkan kepada umatnya untuk memperhatikan budi pekerti anak dengan baik. Jelas dalam hal ini akhlak merupakan cerminan keimanan dan ketakwaan seseorang kepada Allah SWT.
Sifat Muhammad Saw yang menjadi teladan bagi seluruh umat Islam adalah sifat sidiq, amanah, tablig, fathanah. Sifat Muhammad Saw yang dijadikan teladan oleh umat Islam yakni amanah (dipercaya) baik perkataan maupun perbuatan. Pendidikan perlu menanamkan sifat seperti ini untuk dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Tabligh dapat diartikan menyampaikan, dalam hal ini menyampaikan kebenaran menuju pada keselamatan umat manusia. Hal ini sesuai dengan tugas guru di sekolah untuk menyampaikan pengetahuan sekaligus mendidik siswa dengan tujuan siswa menjadi manusia yang cerdas dan berakhlak mulia. Tabligh dikalangan Muallimin sudah tidak asing lagi. Baik siswa maupun guru dibiasakan untuk menyapaikan pengajian. Tabligh diterapkan dalam kegiatan setelah shalat Magrib biasanya salah seorang siswa menyampaikan riwayat nabi yang dapat diteladani dalam kitab Riyadus Sholihin. Setelah shalat Isya acara
commit to user
menyampaikan pemikirannya mengenai ajaran Islam kepada seluruh jamaah.
Sifat yang terakhir adalah cerdas (fathanah) setiap manusia mempunyai kemampuan untuk berpikir. Kecerdasan menjadi salahsatu bagiaan untuk menjalani persaingan hidup. Kecerdasan diasah melalui pendidikan yang sungguh-sungguh. Kecerdasan yang diimbangi dengan ketiga sifat diatas (sidiq, amanah, tabligh) akan melahirkan manusia yang mempunyai kemampuan dan akhlak yang mulia.
Keteladanan menjadi sarana yang efektif dalam menyampaikan nilai-nilai pembentuk karakter, Muhammad Saw melakukan hal yang demikian ketika menyampaikan ajaran Islam. Apapun yang dikatakannya mengenai kebajikan, kesederhanaan, ketabahan, kesabaran, pemaaf, toleransi, keadilan, kejujuran dan lain-lain, beliau (Muhammad Saw) yang lebih dulu melakukannya. Jika dikaitkan dengan kondisi di sekolah maka guru, harus mencontoh perilaku Muhammad dalam mendidik. Siswa tidak perlu lagi bertanya contoh nyata kesederhanaan, toleransi, dan sebagainya karena mereka telah secara langsung perilaku pada gurunya sendiri. Metode lain yang dilakukan Muhammad Saw adalah dialog, perumpamaan dan kisah-kisah. Dialog menciptakan rasa keakraban, harmonis, terbuka, komunikatif. Perumpamaan digunakan untuk mempermudah pemahaman yang lebih mendalam mengenai suatu hal. Sedangkan kisah-kisah sebagai bahan refleksi, atau dorongan yang diberikan kepada siswa.
Selain Muhammad Saw, keteladanan bagi warga Muhammadiyah akan muncul dari berbagai sikap Ahmad Dahlan. Ketajamannya dalam berpandangan
commit to user
dan mewarnai dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kerja keras dan keseriusannya merupakan modal kuat untuk membangun umat Islam ketika itu. Sehingga mudah dipahami apabila Muhammadiyah menjadi kekuatan besar dalam arus perkembangan jaman seperti sekarang ini. Muhammadiyah menjelma menjadi salah satu gerakan Islam yang mempunyai peranan penting terhadap proses perubahan pola pikir masyarakat di Indonesia. Tidak mengherankan jika A. Jainuri mensejajarkan Ahmad Dahlan dengan tokoh pembaharu seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Jamaluddin al Afgani, Ahmad Khan dan lain sebagainya serta pemerintah RI mengukuhkan KH Ahmad Dahlan sebagai pahlawan nasional dengan keputusan nomor 657 pada 27 Desember 1961.
Bagi masyarakat reformis dan sekolah di bawah Muhammadiyah Ahmad Dahlan adalah sosok yang begitu dihormati. Tokoh ini menjadi teladan bagi setiap santri, guru maupun orang yang menjadi bagian di Muhammadiyah. Seperti halnya Konfucius di Cina yang begitu dihormati dikalangan masyarakat Cina, segala fatwa yang diajarkannya selalu dilaksanakan dan ditaati betul-betul oleh penganutnya, Ki Hadjar Dewantara yang begitu dikagumi oleh bangsa Indonesia khususnya warga Tamansiswa. Begitupun Ahmad Dahlan sebagai tokoh gerakan reformis Islam Muhammadiyah tak akan terlupakan dalam kehidupan warga Muhammadiyah. Fatwa Ahmad Dahlan merupakan peraturan yang harus diterapkan oleh seluruh warga Muhammadiyah.
Keteladanan yang diberikan Ahmad Dahlan juga diberikan ketika dia menjadi guru untuk sekolah yang didirikannya. Suatu ketika beliau mengajarkan
commit to user
telah merasa menguasai sehingga menjadi agak jenuh dengan pelajaran ini. Protes pun tak terelakkan lagi, namun Ahmad Dahlan menyambutnya dengan pertanyaan “apakah kalian sudah mengamalkan isi dari surat al-Maun?”. Inilah yang dibutuhkan oleh para guru sekarang, mendidik bukan hanya menyampaikan materi melainkan merangsang siswa untuk berperilaku dan beramal yang baik.
Sosok kiai Dahlan juga diketengahkan dalam sebuah buletin milik Muallimin yang diberi nama at-Tanwir. Ahmad Dahlan merupakan sosok yang ikhlas dan pemberani dalam berdakwah. Kiyai Dahlan juga sosok yang lembut dan penuh wibawa yang mampu menarik banyak orang untuk ikut bergabung bersamanya. Keterbukaan Kiyai Dahlan dalam mencari kebenaran sehingga membawanya pada diskusi dengan gerakan-gerakan Islam yang lain maupun agama lain. Inilah keteladanan yang seharusnya tetap dilestarikan warga Muhammadiyah, khususnya bidang yang bergerak dalam bidang pendidikan. Keteladanan ini harus sampai kepada generasi penerus agar tumbuh jiwa-jiwa Ahmad Dahlan di masa yang akan datang.
Keteladanan merupakan salah satu yang membentuk kewibawaan. Wibawa tercipta dengan adanya teladan yang diberikan. Tak salah jika kata-kata penuh maka yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara yakni ing ngarso sung tulodo sangat relevan jika dikaitkan dengan keteladan seorang guru kepada muridnya atau pimpinan kepada bawahannya. Sangat memalukan sekiranya jika kita menganjurkan kepada orang lain sementara kita sendiri tidak melakukannya.
commit to user
ditunjukkan dalam perilaku dan sikap dengan memberikan contoh tindakan- tindakan yang baik sehingga diharapkan akan ditiru oleh siswa. Keteladanan merupakan langkah awal pembiasaan, jika seluruh warga sekolah, guru maupun tenaga kependidikan merasa bertanggung jawab mendidik siswa untuk berperilaku dan bersika baik, maka guru dan tenaga kependidikanlah orang yang pertama dan utama memberikan contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai tersebut dalam lingkungan sekolah.
Di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin nilai-nilai pembentuk karakter ditanamkan dalam proses pembelajaran melalui metode pembelajaran. Selain itu guru dituntut selalu menjadi seorang teladan yang baik dari mulai cara mereka berpakaian, berbicara, berperilaku di kelas maupun dilingkungan sekolah. Walaupun dalam proses tersebut guru tidak memberikan penjelasan bahwa itu semua sebagai pembentukan karakter kepada siswa. Tetapi inilah bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru kepada siswa. Keteladanan seperti di atas mempunyai tujuan supaya dapat siswa mencontoh perilaku guru. Tentu dalam hal ini tanggung jawab yang di emban guru begitu berat karena guru harus terlebih dahulu mempunyai karakter yang baik. Ketika siswa dalam jangka waktu tertentu telah menyadari dan melakukan perbuatan seperti berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras dalam belajar, bertutur kata sopan, menebarkan kasih sayang kepada semua baik dengan mausia maupun lingkungan sekitarnya, perhatian, jujur, menjaga kebersihan dan sebagainya berarti tahapan moral action
commit to user
sebagaimana teori yang di ungkapkan Lickona telah berhasil dilakukan.
Sayangnya sedikit sekali siswa yang mampu menangkap pesan yang diberikan dan dicontohkan oleh guru. Masih sedikit siswa yang berperilaku baik karena termotivasi oleh keteladanan guru di sekolah. Dorongan untuk berperilaku yang baik pada siswa justru lebih karena adanya sistem tata tertib yang mengatur mengenai skorsing setiap kali melakukan pelanggaran. Namun tidak dipungkiri sistem tata terib ini juga merupakan upaya membentuk karakter siswa, supaya mereka menjadi terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggungjawab, dan terbiasa berbuat baik. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri siswa. Watak inilah yang akan mewarnai perilaku dan segala hal-hal yang mereka lakukan.
Selain keteladanan dari guru keteladanan juga didapatkan dari siswa-siswa yang telah senior. Di Muallimin ini menjadi bagian dari program dalam proses pendidikan bagi siswa kelas 5 (kelas 11) yang dituntut memberikan pelajaran atau bimbingan kepada adik kelasnya (siswa MTs Muallimin). Sistem tersebut bertujuan agar siswa kelas 5 Muallimin mampu menyampaikan ilmunya dengan baik kelak setelah lulus dari Muallimin sekaligus memberikan teladan (percontohan) kepada adik kelasnya. Dipandang dari segi usia siswa yang rata-rata memasuki masa remaja maka siswa SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin cenderung memiliki keakraban, kebersamaan, keceriaan, saling mendukung dan rasa senasib sebagaimana yang diungkapkan John W. Santrock mengenai fungsi persahabatan.
commit to user
lingkungan sekolah dan acara-acara sekolah lainnya ini memudahkan mereka untuk membentuk kelompok-kelompok tersendiri. Begitu juga halnya di Muallimin memiliki rasa persahabatan yang cukup kuat apalagi dengan teman- temannya satu asrama. Persahabatan ini dapat berdampak positif dan negatif tergantung pengaruh yang dominan. Bila persahabatan mengarah kepada hal buruk biasanya akan terbentuk kelompok (geng) yang meresahkan bahkan mencemarkan nama baik sekolah, tetapi jika persahabatan mengarah kehal yang baik disinilah letak keharmonisan akan terjalin dan menjadi keteladanan bagi setiap siswa yang ada didalamnya.
Dorongan berperilaku baik pada diri siswa belum sepenuhnya karena kesadaran diri yang telah melekat justru lebih karena adanya sistem tata tertib yang mengatur mengenai skorsing setiap kali melakukan pelanggaran. Tidak dipungkiri sistem tata terib ini juga merupakan upaya membentuk karakter siswa, supaya mereka menjadi terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggung jawab, dan terbiasa berbuat baik. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri siswa. Watak inilah yang akan mewarnai perilaku dan segala hal-hal yang mereka lakukan.
c. Pembiasaan Berperilaku Baik Proses membentuk kepribadian yang baik (akhlak karimah) pada diri siswa dalam sekolah keagamaan dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan (al-Aadah), nasehat (an-Nasihat), kepercayaan (al-Imaan), pengawasan (an-Nadhar), penghargaan dan apresiasi, bimbingan dan pendampingan, sanksi dan doa.
commit to user
Muhammad Saw ketika menjalankan misi dakwahnya melalui pendidikan. Muhammad Saw mendidik pengikutnya melalui beberapa cara yakni keteladanan, pembiasaan, nasihat, perhatian, dan dengan hukuman.
Metode pendidikan ala Muhammad Saw tersebut ternyata telah menjadi konsep umum dalam proses mendidik siswa yang diterapkan hampir di setiap sekolah tidak terkecuali MA Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1. Perbedaannya terletak pada penekanan dan keseriusan yang dilakukan pihak sekolah dalam menerapkan metode itu untuk mencapai tujuan yakni membentuk generasi yang berakhlak mulia. Faktor yang lainnya adalah lingkungan siswa (budaya sekolah, keluarga dan masyarakat).
Sistem asrama dan yang dipadukan dengan sistem madrasah tentu mempunyai berbagai keunggulan. Pengelolaan asrama yang baik mempunyai kelebihan dalam hal mengkondisikan anak dalam proses penanaman nilai pembentuk karakter sebagai pengganti pendidikan dalam keluarga. Antara program di madrasah dengan kegiatan di asrama dapat berjalan secara sistematis dan berkelanjutan. Muallimin mencoba hal tersebut dengan mengkombinasikan antara kurikulum sekolah formal dengan kurikulum pesantren sebagai upaya membentuk manusia berakhlak mulia sesuai dengan ajaran Islam.
Kekuatan Muallimin yang tidak dimiliki oleh sekolah pada umumnya barangkali terletak pada suasana pendidikan untuk pembentukan watak jadi pemimpin yang pandai berpidato. Setiap siswa dilatih bicara secara bergiliran dengan bimbingan dari guru. Para guru Muallimin umumnya mempunyai wibawa
commit to user
pendidikan di Muallimin yakni Ahmad Syafii Maarif. Tidak salah ketika Syafii Maarif mengucapkan terima kasih kepada Muallimin yang telah membentuk dirinya menjadi seorang intelektual Muhammadiyah yang tangguh. Dalam otobiografinya, Buya Syafii (panggilan untuk Syafii Maarif) mengungkapkan bahwa siswa Muallimin memang dididik untuk menjadi manusia penuh yang merdeka, tetapi sopan dalam pembawaan.
Sementara itu penyatuan antara kurikulum nasional dengan kurikulum dari Muhammadiyah dilakukan juga oleh SMA Muhammadiyah 1 Yogyakarta. Seperti telah dikatakan diatas, antara kurikulum visi dan misi, telah diarahkan dengan membentuk siswa yang berakhlaqul karimah. Diperkuat dengan asimilasi sistem pengelolaan dan manajemen modern, pola perkembangan SMA Muhammadiyah 1 lebih mengacu kepada sekolah menengah negeri yang ditambah dengan pelajaran- pelajaran agama sebagaimana Madrasah Aliyah. Sedangkan Muallimin lebih sebagai madrasah dengan perpaduan pesantren modernis. Pembiasaan berperilaku baik setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa hal diantaranya sebagai berikut dibawah ini.
1) Sistem Tata Tertib sebagai Penanaman Nilai Disiplin Sistem tata terib di kedua sekolah Islam ini dirancang sebagai upaya membentuk karakter siswa. Tata tertib diadakan dengan tujuan agar siswa terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggung jawab, dan mencintai kebaikan. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan menjadi karakter pada diri siswa. Tentu melanggar tata tertib berarti akan mendapatkan hukuman.
commit to user
pemberian hukuman. Siswa Muallimin yang melanggar berusaha dibina agar mereka mengerti dan kembali pada perilaku yang baik. Pembina terdiri dari beberapa bagian yakni guru kelas, musyrif, BK sampai yang terberat ditangani langsung oleh direktur sebagai peringatan terakhir. Bimbingan dilakukan dengan nasihat dan hukuman sebagai efek jera. Jika hal itu tidak mempan maka siswa yang bersangkutan akan diberi hukuman lagi, membuat surat pernyataan I yang kirimkan kepada orang tua, kemudian dipublikasikan di Maskan. Begitu seterusnya hingga surat pernyataan yang keempat sebagai pernyataaan yang terakhir, jika itu tetap tidak diindahkan maka siswa dikembalikan kepada orangtuanya.
Seorang guru harus mengetahui perkembangan moral dan kejiwaan siswa. Siswa cenderung akan melakukan pebuatan yang dilakukan oleh temannya baik itu perbuatan tercela maupun perbuatan baik. Siswa akan merasa terikat dengan adanya peraturan tata tertib sekolah. Mereka akan menahan keinginannya untuk melakukan kesalahan karena takut dengan sanksi yang ada di sekolah bukan karena dilandasi oleh kesadaran hati mereka sendiri. Tujuan akhir dengan adanya tata tertib yakni siswa akan terbiasa untuk patuh terhadap peraturan. Siswa di Muallimin maupun di SMA Muhammadiyah 1 cenderung melakukan perbuatan serupa dengan dilakukan temannya, dalam perbuatan tercela maupun perbuatan baik. Siswa akan merasa terikat dengan persahabatannya sehingga akan melakukan sesutau hal secara bersama-sama. Jika mereka telah mampu berpikir positif mereka tentunya akan mampu menahan keinginan untuk melakukan
commit to user
sekolah karena takut dengan sanksi yang ada di sekolah bukan karena dilandasi oleh kesadaran hati mereka sendiri. Namun demikian tujuan akhir adanya tata tertib yakni siswa akan terbiasa untuk patuh terhadap peraturan.
2) Rapor Kepribadian Siswa Pengamatan dan penilaian kepribadian meliputi ibadah, akhlak, kepemimpinan, keulamaan dan kemandirian. Aspek diatas sebagai pendidikan yang menyatu antara akademik dengan aspek kepribadian siswa. Akhlak meliputi aspek kejujuran, kedisiplinan, kebersihan, sopan santun, sedangkan kemandirian dinilai dengan rasa tanggung jawab dan manajemen diri. Aspek kepemimpinan mempunyai indikator keteladanan dan keaktifan dalam berorganisasi. Sedangkan aspek keulamaan dilihat dari keaktifan siswa dalam berdakwah dan mendidikan di sekitar lingkungannya.
Mengenai kepemimpinan Muhammadiyah mempunyai pola yang cukup layak dijadikan sebagai panduan. M Muchlas Abror (2011: 43) dalam Suara Muhammadiyah mengungkapkan bahwa model kepemimpinan Muhammadiyah lebih cenderung menonjolkan kepada sikap kenabian (jujur, anamah, tabligh, dan fathanah), suka bermusyawarah, penuh pengabdian, kerja keras, ikhlas, banyak memberi keteladanan. Menurut Syafii Maarif ketika diwawancarai oleh redaksi Suara Muhammadiyah (Juni 2011: 28) mengatakan bahwa ciri kepemimpinan berkarakter adalah orang yang antara kata dan lakunya tidak pecah kongsi (tidak berbeda), ketika sosok pemimpin yang berkarakter tidak ada Buya Syafii mengaggap bahwa pendidikan telah gagal.
commit to user
akademik baik formal maupun informal yang dapat berpengaruh pada kenaikan atau kelulusan siswa dalam menempuh pembelajaran di Madrasah Muallimin. Prinsip dalam penilaian kepribadian siswa di Muallimin yakni sebagai berikut.
a) Berorientasi pada pembinaan, pembinaan merupakan faktor penting dalam mencapai kematangan jiwa siswa. hal yang diajarkan oleh guru atau ustadz adalah bagian dari pemberian bekal hidup bagi siswa yang akan membekas dalam kehidupan siswa. bahkan hal tersebut dapat berpengaruh dalam pola pikir, berkata, dan bertindak ketika mereka berada dalam kehidupan masyarakat. Oleh karena itu penilaian kepribadian hendaknya mempertimbangkan secara mendalam pengaruh yang kelak akan diperoleh siswa, agar mereka mampu menangkap maksud dan pembelajaran yang sedang dialaminya saat itu.
b) Manusia bersifat dinamis usia anak didik yang rentan dalam mencari jati diri menuntut anak bersikap dinamis dan perubahan seolah menjadi gaya hidup mereka. Pergerakan mereka dala mencari jadi diri perlu diarahkan agar dalam kehidupan mereka tidak terjadi kesalahan dalam melakukan sesuatu. Dalam pencarian jati diri seorang anak terkadang kurang tepat menurut kacamata agama. Dari sinilah fungsi bimbingan yang memadai agar siswa tetap terkontrol sehingga siswa akan membuktikan suatu perubahan yang baik seiring dengan perkembangan emosi dan menjadi pribadi yang lebih baik.
commit to user
akhlak yang baik. Perkembangan ini diimbangi dengan pembimbingan, nasihat dan teladan dari orang sekitar.
d) Bertahap dan berkesinambungan, prinsip diatas merupakan rambu-rambu awal seorang pendidik untuk memelihara jiwa dan menjaga kefitrahan siswa serta mengembangkan ketingkat yang lebih baik. Sehingga siswa akan mampu mengenali dirinya dan mengenal Tuhannya melalui penilaian kepribadian yang objektif.
3) Kerjasama Sekolah dengan Keluarga Pendidikan moral harus dilakukan dalam berbagai sistem kehidupan. Sistem kehidupan itu diantaranya pertama, kehidupan keluarga dengan memberikan bimbingan yang baik, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, memberikan tuntunan akhlak kepada anggota keluarga dan membiasakan anak untuk kenghargai kaidah, kebiasaan-kebiasaan perilaku sehari-hari yang baik dalam kehidupan keluarga.
Penerapan nilai moral dalam sistem kehidupan yang kedua yakni pembentukan nilai moral dalam hubungan sosial seperti melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan keji, tercela, mencuri, menipu, kemudian mempererat hubungan kerjasama, dengan menghindarkan diri dari perbuatan yang merusak keeratan kelompok. Selain itu berusaha untuk mengembangkan sikap terpuji dan memberi manfaat untuk orang banyak (masyarakat), sopan santun, taat tata tertib. Hal itu bisa dilakukan juga di lingkungan SMA Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Pembentukan karakter dapat dibentuk dengan pengawasan dari para
commit to user
siswa berada di asrama seperti yang telah di bahas di atas. Sebagian besar siswa SMA Muhammadiyah 1 mempunyai waktu untuk bergaul dengan keluarga dan masyarakat setelah pulang dari sekolah. Inilah yang menjadi faktor dominan pembentukan karakter yang tumbuh dalam diri siswa di luar pembinaan sekolah. Kendala yang paling menyulitkan yakni memantau perkembangan perilaku siswa setelah keluar dari lingkungan sekolah. Keadaan ini diperparah dengan kecilnya kerjasama antara orang tua dan guru di sekolah. Sehingga Perlu ada kerjasama antara sekolah dengan orang tua agar siswa selalu terpantau perkembangan, sifat dan tingkah lakunya.
Ironisnya hampir kebanyakan orang tua datang berkonsultasi ke sekolah ketika anaknya telah melakukan pelanggaran. Begitu juga di SMA Muhammadiyah 1, banyak orang tua yang datang ke sekolah setelah beberapa kali mendapat panggilan dari pihak sekolah. Jarang sekali orang tua siswa yang memantau dan menyempatkan diri berkunjung ke sekolah untuk mengetahui perkembangan anaknya di sekolah sebagai langkah antisipasi agar perkembangan anak terus terpantau.
Dalam majalah Suara Muhammadiyah disebutkan bahwa keluarga sebagai pilar pendidikan karakter dengan pegangan yakni a) terciptanya kehidupan beragama dalam keluarga, b) tersedianya waktu untuk bersama keluarga, c) pola hubungan segitiga antara ayah, ibu, dan anak, d) saling menghargai antar anggota keluarga, e) keluarga menjadi prioritas utama dalam setiap keadaan (Nur Kholis, 2010:50).
commit to user
menjadi pengganti orang tua siswa di asrama. Kondisi lingkungan madrasah dan asrama yang di Muallimin relatif dekat sehingga tidak begitu sulit untuk mengendalikan, memantau siswa agar sesuai dengan yang tujuan pendidikan madrasah. Pengkondisian siswa di asrama dengan memberikan berbagai peraturan tertulis agar siswa terbiasa melakukan hal yang baik dalam kehidupannya kelak. Selain tata tertib siswa telah diatur kesehariannya dengan berbagai kegiatan. Kegiatan yang dijadwal rutin dan sistematis mengarahkan siswa Muallimin untuk mengasah kemampuan dalam mengolah hati, olah pikir, olah raga, dan olah rasa serta karsa. Kegiatan ini terus berlanjut berulang sesuai dengan jadwal. Pada akhirnya akan membentuk kebiasaan pada diri siswa, kebiasaan inilah yang akan membentuk karakter yang sulit untuk diubah.
Upaya yang dilakukan dalam pendidikan nilai-nilai Qurani, sudah tentu tidak cukup di sekolah. Sebab lembaga yang mempunyai peran sesungguhnya adalah lembaga keluarga sebagai perhatian utama. Keluarga akan mempunyai dampak langsung terhadap kehidupan masyarakat itu sendiri. Karena itu keluarga disebut lembaga pendidikan yang pertama dan utama. Hal ini dapat dipahami bahwa keluarga tidak dapat lepas dari pendidikan bahkan disinilah pertama kali anak menerima ilmu pengetahuan sebelum ia mendapatkannya dari lembaga lain.
Karakter akan mewarnai perwatakan selama rentang kehidupan, terutama pada anak dan remaja yang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti keluarga, sekolah dan lingkungan. Terbentuknya karakter seseorang tidak hanya didominasi dari keluarga, tetapi pengaruh sekolah dapat menjadi kekuatan untuk membangun
commit to user
secara optimal. Hal yang kemudian menjadi tantangan dalam menanamkan karakter yang sudah mulai intensif dilaksanakan di sekolah adalah proses penguatan (reinforcement) dari lingkungan keluarga dan masyarakat. Sehingga berbagai perilaku yang dikembangkan di sekolah juga menjadi kegiatan keseharian siswa di rumah maupun di lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga sebagai bagian dari pembentuk karakter anak mempunyai peran penting ketika anak-anak berada di rumah. Dengan demikian setelah siswa keluar dari sekolah berarti peran guru selesai dan tanggung jawab kembali kepada orang tua masing-masing.
Keluarga bagi setiap individu adalah alam pendidikan pertama dan utama. Sebagai dasar pertama dan utama merupakan fondasi dan sangat berpengaruh bagi pembinaan selanjutnya. Jika pembinaan tersebut dapat terlaksana dengan baik maka dapat diasumsikan bahwa pembinaan telah dapat meletakkan dasar-dasar yang kuat bagi jenjang pendidikan berikutnya, yaitu pembinaan di lingkungan sekolah dan masyarakat.
Ketika sekolah belum melembaga seperti sekarang, keluarga menjadi wahana utama dalam pendidikan seseorang. Tetapi dengan adanya sekolah, maka sebagian tugas tersebut diambil alih oleh sekolah. Pengambil-alihan tugas ini berkaitan pula dengan kenyataan bahwa dalam masyarakat yang semakin modern dengan pola kehidupan yang semakin terdiferensiasi, tidak mungkin keluarga dapat melayani seluruh proses dan tuntunan kebutuhan pendidikan anak. Akan tetapi tidak berarti peran keluarga sebagai lembaga utama pendidikan berkurang.
commit to user
melembaga dan semakin kuat, tidak berarti mengabaikan peranan pendidikan dalam keluarga. Justru di tengah semakin masifnya perubahan sosial pada era globalisasi dan informasi ini, peranan pendidikan dalam keluarga sebagai wahana dan informasi, juga peranan pendidikan dalam keluarga sebagai wahana pembinaan keyakinan agama, watak, serta kepribadian, seyogianya semakin diperkuat.
Mengenai persoalan umum yang banyak ditemukan dalam diri siswa adalah mengenai kedisiplinan dari mulai pakaian yang tidak sesuai dengan peraturan, baju tidak dimasukan, memakai sepatu yang tidak rapi, potongan rambut yang mengikuti mode sekarang tanpa memperhatikan segi kerapian dan peraturan sekolah, begadang sering terlalu malam. Pengaturan waktu yang kurang baik terutama mengenai game online. Persoalan sosial mulai muncul ketika siswa telah menemui teman-temannya yang dianggap cocok pola pikirnya. Timbul kelompok- kelompok teman akrab dengan segala sesuatunya dilakukan bersama baik tindakan positif maupun bersifat negatif. Perbuatan siswa tersebut sesuai dengan tahap perkembangkan moral yang diteliti oleh Kohlberg.
Kohlberg telah membagi perkembangan moral pada manusia menjadi tiga tahap yakni tahap pre coventional, tahap coventional, dan tahap post-coventional. Siswa SMA umumnya masuk pada Tingkatan post-convensional, dalam tahap ini manusia mulai merasakan pentingnya menjadi anggota masyarakat yang baik dan mentaati norma-norma umum. Kegiatan yang dilakukan selalu memiliki landasan pada legalitas masyarakat, pentingnya seseorang memiliki loyalitas kepada orang
commit to user
memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan masyarakat secara luas. Oleh karena itu, moralitas manusia pada tingkatan ini berlandasankan pada norma dan hukum masyarakat.
Usia siswa sekolah menengah rata-rata antara 14-20 tahun merupakan masa remaja dimana pertumbuhan fisik berkembang pesat namun belum diimbangi dengan perkembangan psikologisnya, jiwanya masih labil dan terombang-ambing sehingga pendidikan moral dan agama menjadi sangat penting. Nilai ajaran moral dan agama akan memberikan pengaruh bagai upaya mengatasi konflik batin pada remaja serta menumbuhkan nilai-nilai sosial. Pendidikan moral dan agama menjadi relevan dalam pertumbuhan jiwa mereka. mereka perlu dibimbing dan diarahkan dalam pembentukan sikap moral. pendidikan moral dan agama merupakan langkah awal dari pembentukan kepribadian dan akan melekat kuat sebagai karakter dalam diri seseorang.
d. Budaya Sekolah Budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa siswa berinteraksi dengan sesamanya, dengan guru, pegawai administrasi, dan semua warga sekolah. Interaksi internal yang terikat oleh berbagai peraturan norma dan moral yang berlaku di sekolah tersebut. Karakter yang baik akan terbentuk pada siswa jika budaya sekolahnya mendukung. Nilai-nilai seperti kepemimpinan, kerja keras, toleransi, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa kebangsaan, tanggung jawab, dan lain sebagainya telah membudaya dalam sekolah. Tahapan untuk itu diperlukan pembiasaan melalui program-program
commit to user
pendidikan di Indonesia adalah terdapat beberapa ketidakdewasaan manusiawi yang biasanya terdapat dalam sekolah yakni sebagai berikut:
a) Kecendrungan guru atau siswa untuk mencari simpati yang berlebihan (cari muka) kepada atasannya bahkan saling menjatuhkan dengan rekannya sendiri.
b) Organisasi mengandalkan pada perkoncoan yang biasanya hanya untuk teman-teman dekat.
c) Senioritas yang terjadi diantara guru maupun siswa.
d) Prasangka gender yang biasanya dikeluhkan oleh guru perempuan yang menganggap tidak diperthitungkan.
e) Individualistis. Kebiasaan di atas tidak hanya terjadi di kalangan guru tetapi dalam lingkungan siswa juga telah tertular penyakit tersebut. Inilah hal yang harus dicegah dengan adanya pranata sekolah yang tegas dan dipatuhi oleh seluruh warga sekolah. Budaya sekolah akan mampu membangun karakter siswa dengan bantuan pranata sekolah, sehingga budaya ini akan menanamkan nilai kejujuranya, kedisiplinan, tanggung jawab dan lainnya. Nilai karakter tidak cukup hanya disampaikan melalui pesan-pesan moral kepada siswa. pesan-pesan tersebut harus diperkuat dengan penciptaan budaya kejujuran melalui tata peraturan yang tegas dan konsisten terhadap perilaku yang tidak jujur.
Terdapat beberapa tahapan dalam penanaman nilai pembentuk karakter dalam diri siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin. Tahap pengetahuan
commit to user
siswa. Oleh karena itu guru harus menyampaikan dengan tepat sehingga dapat mengubah perilaku siswa secara perlahan. Keteladanan yang ditampilkan oleh guru akan menginspirasi dalam setiap sikap siswa dalam menghadapi segala permasalahan. Sikap yang telah tertanam dalam diri siswa akan diamalkan dalam perilaku sehari-hari dan menjadi karakter individu, jika telah terbiasa dalam melakukannya. Perubahan perilaku individu menjadi perilaku kelompok tentu tidak sekaligus tetapi bertahap sesuai dengan pemahaman yang dimiliki oleh kelompok tersebut. Selain tahap pemahaman yang mempengaruhi juga adalah pola interaksi sosial dalam kelompok atau dalam suatu masyarakat.
Sebagai sekolah berbasis agama Islam, SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin telah mengembangkan budaya sekolah yang religius mencakup seluruh kegiatan yang berhubungan dengan menerapkan nilai-nilai pembentuk karakter Islami. Membudayakan bangun pagi, beribadah, dilanjutkan belajar agama, berangkat ke madrasah belajar ilmu umum, setelah selesai sekolah dilanjutkan dengan kegiatan ekstrakurikuler begitulah lingkaran hidup siswa-siswa Muallimin sebagai contoh dari rutinitasnya di asrama dan madrasah tempatnya menimba ilmu. Budaya sekolah terbentuk dengan adanya proses pembiasaan dalam melakukan suatu kegiatan yang pada akhirnya menjadi hal yang terpatri dalam lingkungan tersebut.
Budaya sekolah akan mampu membentuk karakter siswa dengan dukungan berbagai peraturan sekolah agar nilai tersebut bisa membentuk kepribadian siswa dan tertanam dalam hati menjadi suatu karakter yang baik. Mengenai kejujuran
commit to user
salam dan saling menyapa dan lain sebagainya termasuk didalamnya adalah kejujuran dalam menandatangani daftar hadir.
e. Kegiatan Ekstrakurikuler Ekstrakurikuler merupakan kegiatan yang berada di luar program yg tertulis di dalam kurikulum, yang dilaksanakan diluar waktu pelajaran. Kegiatan ekstrakurikuler dapat diselenggarakan melalui kegiatan olahraga dan seni dalam bentuk pembelajaran, pelatihan, kompetisi atau festival. Berbagai kegiatan olahraga dan seni tersebut diorientasikan terutama untuk penanaman dan pembentukan sikap, perilaku, dan kepribadian para pelaku olahraga atau seni agar menjadi manusia Indonesia berkarakter. Kegiatan ekstrakurikuler yang diselenggarakan oleh Hizbul Wathan sebagai kepanduan milik Muahmmadiyah dimaksudkan untuk mempersiapkan generasi muda sebagai calon pemimpin bangsa yang memiliki watak, kepribadian, dan akhlak mulia serta keterampilan hidup prima. Rasa percaya diri, keberanian, sikap kritis, tegar dan lain sebagainya tentu tidak mungkin didapatkan hanya dari pelajaran di dalam kelas saja. sikap tersebut justru berkembang dari kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan yang tidak sekedar teori melainkan juga langsung mempraktikannya.
Kegiatan ekstrakurikuler dalam bidang lainnya di Muallimin dan SMA Muhammadiyah 1 tidak begitu jauh berbeda. Kegiatan bidang keilmuan dan bahasa seperti karya ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club. Bidang keterampilan seperti jurnalsitik, student medical team (Palang Merah Remaja), baris berbaris, elektronika, kursus sablon. Bidang
commit to user
kaligrafi, seni qiroatul Quran, piano, teater). Bidang keorganisasian santri seperti IPM, lembaga pers Muallimin, Muallimin scientific club (Karya Ilmiah Remaja), Tapak Suci, Hizbul Wathan, PMR. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.
Tabel 6. Kegiatan Ekstrakurikurer dan Kandungan Nilai Pembentuk Karakter No.
Kegiatan
Nilai pembentuk karakter
1. Bidang keilmuan dan bahasa (karya
ilmiah remaja, english and arabic speaking club, english debating club).
Rasa ingin tahu, melatih daya kritis,
gemar membaca, menghargai prestasi, kreatif.
jurnalsitik, student medical team (PMR), baris berbaris, elektronika, kursus sablon.
Melatih daya kritis, tolong menolong, kedisiplinan, kratif, mandiri, rasa ingin tahu, jujur
3. Bidang olahraga dan seni (sepakbola, bulutangkis, tenis meja, volly, basket).
Disiplin, mandiri, menghargai prstasi.
4. Bidang keorganisasian (IPM, lembaga pers Muallimin, Muallimin scientific club (KIR), Tapak Suci, Hizbul Wathan).
Mandiri, demoktaris, komunikatif, cinta damai, tanggung jawab, peduli sosial, peduli lingkungan
5. Bidang kesenian (nasyid, kaligrafi, seni qiroatul Quran, piano, teater).
Kreatif, terampil, memilki jiwa seni yang tinggi.
6. Program lain - Di Muallimin (mubaligh hijarah,
mubaligh kamis, mubaligh intilan, upacara
bendera
hari sabtu,
pendampingan TPA, pendampingan siswa MTs oleh kelas 5, lomba
Peduli sosial, peduli lingkungan, religius, bersahabat, semangat kebangsaan dan cinta tanah air, tanggung jawab.
commit to user
asrama. - Di
SMA Muhammadiyah
(Mubaligh Hijrah, bakti sosial dan peduli lingkungan, pengajian akhir bulan dan pengajian keliling di rumah siswa, kerohanian Islam)
Bagi sebagian siswa di SMA Muhammadiyah 1 dan Muallimin organisasi merupakan sebuah kegiatan yang mereka lakukan selain menuntut Ilmu. Kegiatan berorganisasi di kedua sekolah Islam itu dilakukan melalui IPM, Tapak Suci, Hizbul Wathan, atau keorganisasian lainnya. Perilaku dalam organisasi akan membentuk kesadaran mengenai hak dan kewajiban, kewenangan, tanggung jawab, baik pribadi maupun kelompok dalam lingkungannya. Perilaku itu sendiri berarti pelaksanaan (operasional) dan pengamalan sikap seseorang atau suatu kelompok terhadap suatu keadaan lingkungan.