Karakteristik Sosiodemografi dan Angka Mortalitas Pasien Peritonitis Usia Diatas 6 Tahun di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli Sampai September 2013

(1)

KARAKTERISTIK S PASIEN PERITONI

MALIK MEDAN

UNI

SOSIODEMOGRAFI DAN ANGKA MORTAL NITIS USIA DI ATAS 6 TAHUN DI RSUP H. ADAM DAN PERIODE JULI SAMPAI SEPTE MBER 2013

Oleh :

LUTHFY FARHAN 100100149

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

RTALITAS . ADAM 2013


(2)

KARAKTERISTIK S PASIEN PERITONI

MALIK MEDAN

“Karya Tulis Ilmia Mempe

UNI

SOSIODEMOGRAFI DAN ANGKA MORTAL NITIS USIA DI ATAS 6 TAHUN DI RSUP H. ADAM DAN PERIODE JULI SAMPAI SEPTE MBER 2013

KARYA TULIS ILMIAH

miah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Un peroleh Kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh :

LUTHFY FARHAN 100100149

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

RTALITAS . ADAM 2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Peritonitis adalah proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ -organ abdomen. Hingga saat ini, angka kejadian peritonitis di Indonesia masih sangat tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosiodemografi dan angka mortalitas pasien peritonitis khususnya di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Juli sampai September tahun 2013.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 68 orang dengan tekhnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis yang terdapat pada rumah sakit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien penderita peritonitis terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan tidak sekolah (27,9%), laki -laki (58,8%), pekerjaan wiraswasta (27,9%), dan tanpa rujukan (26,5%). Jumlah pasien yang meninggal sebanyak 25 orang (36,8%).


(5)

ABSTRACT

Peritonitis is defined as inflammation of serous membrane that covers abdominal cavity and organs inside. Peritonitis one of the most dangerous complications that caused by infection that spread out from abdominal organs. So far, prevalence of peritonitis is still high.

This study aims to determine the sociodemographic characteristics and morta lity rate, especially in patients diagnosed with peritonitis in Haji Adam Malik Hospital in July to September 2013.

This is a descriptive research with total sample of 68 people with a total sampling techniques. The data was collected using medical records contained in the hospital.

The results of this study showed that most patients with peritonitis is without education (27.9%), male (58.8%), self -employed (27.9%), and without referral (26.5%). The mortality rate is as many as 25 people (36.8%).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara .

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi -tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD -KGEH, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Kepada dosen pembimbing dalam penulisan penelitian ini, dr. Bambang Proyugo Sp.B, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis, mulai dari awal penyusunan penelitian, pelaksanaan di lapangan, hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Cherry Siregar, M.kes dan dr. H. Romer Danial, Sp.A selaku dosen penguji yang telah memberikan sa ran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Prof. dr. H. Aznan Lelo, Ph.D,.SpFKn yang telah menjadi dosen penasehat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada dosen yang telah mendukung selama pembuatan karya tulis ilmiah penulis dr.Edwin Saleh Siregar, Sp.B dan dr.Muhammad Azhari


(7)

5. Kepada kedua orangtua penulis, Ayahanda H. Mihmal Mahyar dan Ibunda HJ.Hasnah, serta abang-abang penulis, M. Rivai, SE dan M.Miftah, S.Ked yang senantiasa mendukung dan memberikan bantuan dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

6. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh sahabat -sahabat yang luar biasa, khususnya Adja Nazlia, Harmen Reza, Rizky Keumala Ansari, Haristyah Warli, Rahmat Tahir, Ilham Surgawi, Davis Pratama, Fariz Saleh, Suci Putri Ayu, Aulia Erizal, Nanda Pasha, Octisa Almira, Mufti Muhammad, Cut Trianisa, Tri Widi Wi bowo, Donny Fattah, Muttamamin Ula, Al Ghazali, Lasa Siahaan, Aga Diandra, Akbar Batubara, Annisa Putri, Elvita Nora Susana, Sarah Suci Yurica, Dina Utami atas dukungan dan motivasi yang sangat membantu penulis.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengemba ngkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI -3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul Karakteristik Sosiodemografi dan Angka Mortalitas Pasien Peritonitis Usia Di Atas 6 Tahun Di RSUP H. Adam Malik Medan Periode Juli Sampai September 2013 ini. semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan khusunya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, Desember 2013


(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN ... ... ... i

ABSTRAK... ... ... ... ii

ABSTRACT... ... ... .... iii

KATA PENGANTAR ... ... ... iv

DAFTAR ISI ... ... ... . vi

DAFTAR TABEL ... ... ... ix

DAFTAR GAMBAR... ... ... x

BAB 1 PENDAHULUAN... ... ...1

1.1 Latar Belakang... ... ...1

1.2 Rumusan Masalah ... ... ...3

1.3 Tujuan penelitian ... ... ...3

1.3.1 Tujuan Umum ... ... ...3

1.3.2 Tujuan Khusus ... ... ...4

1.4 Manfaat Penelitian ... ... ...4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... ... ...5

2.1 Tingkat Pendidikan Formal Di Indonesia ... ...5

2.2 Fasilitas Kesehatan... ... ...6

2.3 Anatomi Lapisan Peritonium ... ... 6


(9)

2.5.2 Epidemiologi... ... ...8

2.5.3 Etiologi ... ... ...8

2.5.4 Patofisiologi ... ... ...9

2.5.5 Klasifikasi Peritonitis ... ... 10

2.5.6 Manifestasi Klinis ... ... ...12

2.5.7 Diagnosis ... ... ...12

2.5.8 Penatalaksanaan ... ... ...14

BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL ... ... ... 17

3.1 Kerangka Konsep Penelitian ... ... 16

3.2 Definisi Operasional ... ... ...16

BAB 4 METODE PENELITIAN ... ... ....18

4.1 Jenis Penelitian ... ... ...18

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian ... ... 18

4.2.1 Waktu Penelitian ... ... ...18

4.2.2 Tempat Penelitian... ... ...18

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... ...18

4.3.1 Populasi Penelitian ... ... ....18

4.3.2 Sampel Penelitian ... ... ...18

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksk lusi ... ...18


(10)

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi ... ...19

4.4 Metode Pengumpulan Data ... ... .19

4.5 Metode Analisis Data ... ... ...19

4.6 Alur Penelitian ... ... ...19

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... ....20

5.1 Hasil Penelitian ... ... ...20

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... ...20

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel ... ...20

5.1.3 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Tingkat Pendidikan .21 5.1.4 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Jenis Kelamin ...21

5.1.5 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Pekerjaan ...22

5.1.6 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Rujukan ...22

5.1.7 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Mortalitas ...23

5.2 Pembahasan ... ... ... 23

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... ... 25

6.1 Kesimpulan ... ... ...25

6.2 Saran ... ... ... 25


(11)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1 Etiologi Peritonitis 8

3.1 Metode Pengukuran 17

5.1 Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Tingkat Pendidikan 21

5.2 Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Jenis Kelamin 21

5.3 Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Pekerjaan 22

5.4 Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Rujukan 22


(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman


(13)

ABSTRAK

Peritonitis adalah proses inflamasi membran serosa yang membatasi rongga abdomen dan organ-organ yang terdapat didalamnya. Peritonitis merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ -organ abdomen. Hingga saat ini, angka kejadian peritonitis di Indonesia masih sangat tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sosiodemografi dan angka mortalitas pasien peritonitis khususnya di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan Juli sampai September tahun 2013.

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Jumlah sampel sebanyak 68 orang dengan tekhnik total sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan rekam medis yang terdapat pada rumah sakit.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien penderita peritonitis terbanyak adalah dengan tingkat pendidikan tidak sekolah (27,9%), laki -laki (58,8%), pekerjaan wiraswasta (27,9%), dan tanpa rujukan (26,5%). Jumlah pasien yang meninggal sebanyak 25 orang (36,8%).


(14)

ABSTRACT

Peritonitis is defined as inflammation of serous membrane that covers abdominal cavity and organs inside. Peritonitis one of the most dangerous complications that caused by infection that spread out from abdominal organs. So far, prevalence of peritonitis is still high.

This study aims to determine the sociodemographic characteristics and morta lity rate, especially in patients diagnosed with peritonitis in Haji Adam Malik Hospital in July to September 2013.

This is a descriptive research with total sample of 68 people with a total sampling techniques. The data was collected using medical records contained in the hospital.

The results of this study showed that most patients with peritonitis is without education (27.9%), male (58.8%), self -employed (27.9%), and without referral (26.5%). The mortality rate is as many as 25 people (36.8%).


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ -organ abdomen (misalnya apendisi tis, salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen. Pada keadaan normal, peritonium resisten terhadap infeksi bakteri, kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang menurun, dan adanya benda asing atau enzim pencernaan aktif, yang merupakan faktor -faktor yang memudahkan terjadinya peritonitis(Widjaja Surja,2008).

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi, pendarahan intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis(Reksoprodjo,2008).

Hasil survey pada tahun 2008 angka kejadian peritonitis di sebagian besar wilayah indonesia hingga saat ini masih tinggi. Di indonesia, jumlah pasien yang menderita penyakit peritonitis berjumlah sekitar 7% dari jumlah penduduk di indonesia atau sekitar 179.000 orang (Depkes, RI 2008).

Hasil survey Jawa Tengah tahun 2009, jumlah kasus peritonitis dilaporkan sebanyak 5.980 dan 177 diantaranya menyebabkan kematian. Jumlah penderita Peritonitis tertinggi ada di kota semarang,yakni 970 orang (Dinkes Jateng,2009).

Bedasarkan hasil survey data di rumah sakit Roemani semarang yang dilakukan pada bulan januari sampai bulan april 2012 terdapat 5 pasien peritonitis, dari kelima pasien tersebut dilakukan operasi.


(16)

Di daerah tropis, penyebab peritonitis berbeda dengan di daerah beriklim dingin dan menurut D.J.B. Falconer, reaksi periton eum pada penduduk asli Afrika jauh lebih ringan daripada orang Eropa, sehingga rigiditas dan resistensi muskuler kurang nyata dan nyeri tekan dapat menjadi satu -satunya tanda yang positif (Sulaiman Ali,2009).

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera di ambil karena setiap keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan morlalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangan tergantung dari kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Sir Zachary Cope,2008).

Dalam isu ideologi, ada beberapa hal penting.karena Indonesia bukan negara kesejahteraan dalam sektor kesehatan.sebagai diketahui, dalam sistem kesehatan terdapat dua pendekatan utama yaitu penggunaan mekanisme pa sar dan pengendalian oleh pemerintah.Di Indonesia, sejak masa kolonial belanda pelayanan kesehatan bukanlah publik goods yang di biayai pemerintah seperti di Eropa Barat.Di akhir abad ke -20 Indonesia praktis merupakan negara yang berbasis mekanisme pasar, dimana hanya sekitar 25% sumber pembiayaan kesehatan berasal dari pemerintah (Badan Pusat Statistik,2012) .

Akibat alokasi dana pemerintah untuk pelayanan keluarga miskin masih belum baik, terjadi berbagai perubahan dan mengalami masalah dengan masyarakat miskin.Di samping itu, masih ada masalah tidak meratanya infrastruktur dan tenaga medik. Dikhawatirkan adanya program model pelayanan kesehatan yang akan memperbesar kesenjangan daerah perkotaan dan daerah terpencil dalam manfaatkan pelayanan kesehatan (Badan Pusat Statistik,2012).

Selama periode Maret 2012–September 2012, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,14 juta orang (dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012), Sementara di daerah perdesaan berkurang 0,40 juta orang (dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012) (Badan Pusat Statistik,2012) .


(17)

Selama periode Maret 2012September 2012, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan dan perdesaan tercatat menga lami penurunan.Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2012 sebesar 8,78 persen, turun menjadi 8,60 persen pada September 2012.Sementara penduduk miskin di daerah perdesaan menurun dari 15,12 persen pada Maret 2012 menjadi 14,70 persen pa da September 2012 (Badan Pusat Statistik,2012).

Pada Agustus 2012, penduduk bekerja pada jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah masih tetap mendominasi yaitu sebesar 53,9 juta orang (48,63%), sedangkan penduduk bekerja dengan pendidikan diploma sek itar 3,0 juta orang (2,68%) dan penduduk bekerja dengan pendidikan universitas hanya sebesar 7,0 juta orang (6,30%) (Badan Pusat Statistik,2012).

Bedasarkan uraian tersebut diatas , peneliti tertarik untuk membahas hubungan tingkat pendidikan dan fasilitas kesehatan dengan mortalitas pasien peritonitis di Rumah Sakit Umum Pusat ( RSUP) Haji Adam Malik Medan 2013 .

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana karakteristik sosiodemografi dan mortalitas pasien peritonitis berusia di atas 6 tahun di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Juli -September 2013?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pendidikan, fasilitas kesehatan dan respon waktu dengan angka mortalitas pasien peritonitis di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan juli sampai september tahun 2013 .


(18)

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran tingkat pendidikan pasien peritonitis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013 .

2. Untuk mengetahui gambaran tingkat fasilitas kesehatan yang merujuk pasien ke RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013 .

3. Untuk mengetahui gambaran waktu respon pasien peritonitis datang ke RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2013 .

4. Untuk mengetahui angka kejadian mortalitas pasien peritonitis di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 201 3.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai masukan untuk mahasiswa Fakultas Kedokteran Sumatera Utara agar dapat mengetahui gambaran penyakit peritonitis:

1. Bagi institusi, sebagai bahan masukan dalan upaya untuk mengevaluasi sistem pembelajaran.

2. Bagi peneliti, untuk memperluas wawasan dan menambah pengetahuan, sekaligus sebagai wadah latihan penerapan hasil pembelajaran yang diperoleh selama perkuliahan.

3. Bagi mahasiswa, dapat di pakai sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dan meningkatkan pemahaman mengenai hubungan tingkat pendidikan, fasilitas kesahatan dan respon waktu dengan mortalitas pasien peritonitis.


(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tingkat Pendidikan Formal Di Indones ia

Penyelenggaraan pendidikan adalah kegiatan pelaksanaan komponen s istem pendidikan pada satuan atau program pendidikan pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan agar proses pendidikan dapat berlangsung sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.

Sekolah Dasar, yang selanjutnya disingkat SD, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar.

Sekolah Menengah Pertama, yang selanjutnya disingkat SMP, adalah salah satu bentuk satuan pendidik an formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan dasar sebagai lanjutan dari SD .

Sekolah Menengah Atas, yang selanjutnya disingkat SMA, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan umum pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP .

Sekolah Menengah Kejuruan, yang selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan da ri SMP.

Pendidikan tinggi adalah jenjang pendidikan pada jalur pendidikan formal setelah pendidikan menengah yang dapat berupa program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Politeknik adalah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus (PPRI, 2010).


(20)

2.2 Fasilitas Kesehatan

Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pelayanan Kesehatan tingkat pertama merupakan pelayanan kesehatan dasar yang diberikan oleh praktik bi dan, praktik dokter umum, praktik dokter gigi, puskesmas beserta jaringannya dan klinik pratama.

Pelayanan kesehatan tingkat kedua merupakan pelayanan kesehatan spesialistik yang dilakukan oleh praktik dokter spesialis, praktik dokter gigi spesialis, klinik utama, laboratorium klinis/kesehatan kabupaten/kota, laboratorium klinis/kesehatan swasta, rumah sakit kelas C dan rumah sakit kelas D.

Pelayanan kesehatan tingkat ketiga merupakan pelayanan kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh dokter sub spesi alis atau dokter gigi sub spesialis yang menggunakan pengetahuan dan teknologi kesehatan sub spesialistik yang dilakukan oleh rumah sakit kelas B dan rumah sakit kelas A (Pergub, 2012) .

2.3 Anatomi Lapisan Peritoneum

Peritoneum merupakan bagian membran serosa terbesar diseluruh tubuh yang terdiri dari epitel pipih berlapis. Peritoneum terdiri dari peritoneum parietal yang memisahkan rongga abdominopelvic, dan peritoneum viseral yang langsung me lekat pada organ-organ di dalam rongga peritoneum. Rongga peritoneum merupakan rongga yang berisi cairan serosa yang berfungsi sebagai pelumas di antara peritoneum parietal dan viseral.

Peritoneum terdiri dari lima lipatan besar: omentum besar, ligamen falciformis, omentum kecil, mesenterium dan mesocolon. Omentum besar adalah lapisan peritoneal yang terbesar yang melekat pada kolon tranversus dan mengikat usus halus. Omentum besar normalnya terdiri dari kumpulan jaringan lemak. Ligamen falciformis adalah ligamen yang berbentuk seperti bulan s abit, yang menghubungkan hati ke bagian depan perut dan diafragma. Hati merupakan satu - satunya organ pencernaan yang melekat pada


(21)

(22)

ataupun medikamentosa juga dapat menyebabkan peritonitis tersier (Rotstein et al 2010).

2.5.2 Epidemiologi

Kejadian peritonitis primer kurang dari 5% kasus bedah. Peritonitis sekunder merupakan jenis peritonitis yang paling umum, lebih dari 90% kasus bedah. Peritonitis tersier dapat terjadi akibat peritonitis sekunder yang telah delakukan interfensi pembedahan ataupun medikamentosa. Kejadian peritonitis tersier kurang dari 1% kasus bedah.

2.5.3 Etiologi

Tabel 2.1 Etiologi peritonitis

Peritonitis primer A. Peritonitis spontan pada anak B. Peritonitis spontan pada dewasa C. Peritonitis pada pasien CAPD

D. Peritonitis tuberkulosa dan granulomatosa lainnya

Peritonitis sekunder A. Peritonitis perforasi akut

1. Perforasi saluran gastrointestinal 2. Iskemia saluran intestinal

3. Peritonitis pada pelvis dan bentuk lainnya

A.Peritonitis pasca operasi 1. Anastomotic leak

2. Perforasi yang tidak disengaja

B.Peritonitis pasca trauma

1. Trauma tumpul pada abdomen 2. Trauma tembus pada abdomen

Peritonitis tertier A. Peritonitis tanba sebab yang jelas B. Peritonitis akibat jamur


(23)

2.5.4 Patofisiologi

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita -pita fibrosa, yang kelak dapat mengakibatkan obstuksi usus (Wilson et al,2008).

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami kebocoran. Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kem atian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan da n elektrolit oleh ginjal, produk buangan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia (Schwartz at el,2009).

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktivitas peristaltik berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung -lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus (Wilson et al,2008).

2.5.5 Klasifikasi Peritonitis A.Primary peritonitis


(24)

bakteri di dinding usus atau saluran limfatik mesenterika dan, lebih jarang, melalui paparan hematogen di hadapan bakteremia. SBP dapat terjadi sebagai komplikasi dari setiap keadaan penyakit yang menghasilkan sindrom klinis asites, seperti gagal jantung dan sindrom Budd -Chiari. Anak-anak dengan nefrosis atau lupus eritematosus sistemik dengan asites memiliki risiko tinggi menderita SBP. Risiko tertinggi SBP terdapat pada pasien dengan sirosis yang dalam keadaan dekompensasi (Runyon BA,2004).

Penurunan fungsi hati, kadar total protein yang rendah dan rendahnya kadar komplemen merupa kan faktor resiko yang tinggi dalam kejadian peritonitis. Pasien dengan kadar protein rendah dalam cairan asites (<1 g / dL) memiliki risiko 10 kali lipat lebih tinggi mengalami SBP dibandingkan dengan tingkat protein lebih dari 1 g / dL. Sekitar 10 -30% pasien dengan sirosis dan asites mengalami SBP. Insiden meningkat menjadi lebih dari 40% dengan asites isi protein cairan kurang dari 1 g / dL (yang terjadi pada 15% dari pasien), mungkin karena penurunan Kegiatan opsonic cairan asites ( Lata J, Stiburek O, 2009).

B.Secondary peritonitis

Peritonitis sekunder (SP) terjadi akibat perforasi usus buntu, ulkus lambung dan duodenum, serta perforasi sigmoid yang disebabkan diverculitis, volvulus, kanker dan strangulasi. Necrotizing pancreatitis juga dapat dikaitkan dengan peritonitis dalam kasus infeksi pada jaringan nekrotik. Patogen yang terlibat dalam SP saluran pencernaan proksimal berbeda dengan saluran pencernaan distal. Organisme Gram-positif mendominasi dalam saluran pencernaan bagian atas, dengan pergeseran ke arah organisme gram negatif dalam saluran GI atas pada pasien asam lambung terapi supresif jangka panjang. Kontaminasi dari usus kecil distal atau sumber usus awalnya dapat mengakibatkan pelepasan beberapa ratus spesies bakteri (dan jamur), respon imun tubuh dengan cepat menghilangkan sebagian besar organisme ini. Hasil pemeriksaan bakteri peritonitis hampir selalu polymicrobial, berisi campuran bakteri aerobik dan


(25)

SP. Pada banyak pasien, tanda dan gejala klinis saja tidak sensitif atau cukup spesifik untuk andal membedakan antara 2 entitas. Sejarah menyeluruh, evaluasi dari cairan peritoneal, dan tes diagnostik tambahan diperlukan untuk melakukannya, indeks kecurigaan yang tinggi diperlukan (Barretti et al,2009).

C.Tertiary peritonitis

Berkembang lebih sering pada pasien immunocompromised dan pada orang dengan yang sudah ada sebelumnya kondisi komorbiditas yang signifikan. Meskipun jarang diamati pada infeksi peritoneal tanpa komplikasi, insiden peritonitis tersier pada pasien yang membutuhkan perawatan ICU untuk infeksi perut yang parah mungkin setinggi 50-74%.

D.Peritonitis kimia

Peritonitis kimia dapat disebabkan oleh iritasi empedu, darah, barium, atau bahan lain atau oleh peradangan transmural dari organ visceral (misalnya, Crohn’s disease) tanpa inokulasi bakteri rongga peritoneal. Tanda dan gejala klinis bisa dibedakan dari SP atau abses peritoneal, dan pendekatan diagnostik dan terapeutik harus sama (Nouri-Majalan N, Najafi I,et al , 2010) .

E.Abses peritoneal

Abses peritoneal menggambarkan pembentukan koleksi cairan yang terinfeksi dienkapsulasi oleh eksudat fibrinosa, omentum, dan / atau organ viseral yang berdekatan. Mayoritas abses terjadi setelah SP. Pembentukan abses dapat merupakan komplikasi operasi. Insiden pembentukan abses setelah operasi perut kurang dari 1-2%, bahkan ketika operasi dilakukan untuk proses inflamasi akut. Risiko abses meningkat menjadi 10-30% pada kasus perforasi pra operasi dari organ berongga, kontaminasi tinja yang signifikan dari rongga peritoneal, iskemia usus, diagnosis tertunda dan terapi dari peritonitis awal, dan kebutuhan untuk operasi kembali, serta pengaturan imunosupresi. Pembentukan abses adalah penyebab utama infeksi persisten dan pengembangan peritonitis tersier.


(26)

2.5.6 Manifestasi Klinis

Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda–tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan sementara usus (Wilson et al,2008) .

Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok (Wilson et al,2008).

Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peri tonium. Nyeri subjektif berupa nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes psoas, atau tes lainnya (Hoyt,2009).

2.5.7 Diagnosis

Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X -Ray.

A. Gambaran klinis

Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lo kal, menyebar, atau umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba -tiba, hebat, dan pada penderita perforasi (misal perforasi ulkus), nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain (misal apendisitis), nyerinya mula -mula dikarenakan penyebab uta manya, dan kemudian menyebar secara gradual dari


(27)

distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial (Schrock. T. R,2008).

Peritonitis bakterial kronik (tuberculous) memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda -tanda peritonitis lain yang muncul 2 minggu pasca bedah (Schrock. T. R,2008).

B. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.

Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein (lebih dari 3 gram/100 ml) dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil pembiakan didapat (Schrock. T. R,2008).

C. Pemeriksaan X-Ray

Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus -kasus perforasi (Schrock. T. R,2008).

2.5.8 Penatalaksanaan

Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik (apendiks, dsb) atau penyeba b radang lainnya, bila mungkin mengalirkan


(28)

Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksige n, nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi (Schwartz et al,2009).

Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase beda h. Harus tersedia dosis yang cukup pada saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi (Schwartz et al,2009).

Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertik al digaris tengah yang menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokas i dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi (Rotstein et al 2010).

Lavase peritoneum dilakukan pada peritoniti s yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid (saline). Agar tidak terjadi penyebaran infeksi ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika ( misal sefalosporin ) atau antiseptik (misal povidon iodine) pada cairan irigasi. Bila peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain (Schrock. T. R,2008).

Drainase (pengaliran) pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa drain itu dengan segera akan terisolasi/terpisah dari cavum peritoneum, dan dapat


(29)

dimana terjadi kontaminasi yang terus -menerus (misal fistula) dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi (Schrock. T. R,2008).


(30)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN

3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN

Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Bedasarkan konsep di atas,maka dapat di ketahui bahwa peneliti ingin melihat hubungan tingkat pendidikan, fasilitas kesehatan, dan Respon Waktu pada pasien mortalitas peritonitis di Rumah sakit umum pusat (RSUP) Haji Adam Malik.

3.2 Definisi Operasional

1. Karakteristik sosiodemografi mencakup tingkat pendidikan dan fasilitas kesehatan.

2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang di jalani oleh pasien yang mencakup SD, SMP, SMA, Sarjana dan lain -lain. 3. Fasilitas kesehatan adalah fasilitas yang terbaik yang pernah pasien

dapati.

4. Mortalitas adalah jumlah kematian pasien peritonitis di RSUP HAM . Pasien Peritonitis berusia

> 6 tahun

Tingkat Pendidikan Tingkat Fasilitas Kesehatan

Pekerjaan Mortalitas


(31)

Tabel 3.1 Metode Pengukuran

No Variable Alat ukur Hasil ukur Skala

1 Tingkat

Pendidikan

Rekam medis SD, SMP, SMA,

DIPLOMA, SARJANA

Ordinal

2 Tingkat Fasilitas kesehatan

Rekam medis Tipe A, B, C, D, pelayanan primer dan lain-lain

Ordinal

3 Pekerjaan Rekam medis Pekerjaan pasien Interval


(32)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian Deskriptif dengan pendekatan cross-sectional (potong lintang), dimana pengambilan data hanya dilakukan pada satu waktu. Pada penelitian ini, pendekatan dan pengumpulan data dilakukan dalam waktu yang bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Pengumpulan data dalam penelitia n ini dilakukan dalam tiga bulan, yaitu juli sampai September 2013

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP H.Adam Malik Medan.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah pasien departemen bedah yang sudah didiagnosis peritonitis pada bulan juli sampai september tahun 2013

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian dipilih dengan metode total sampling, dimana seluruh populasi digunakan sebagai sampel penelitian ini .

4.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi 4.3.3.1 Kriteria Inklusi

Data rekam medik penderita peritonitis berusia diatas 6 tahun di RSUP Haji Adam Malik Medan bulan juli sampai September 2013


(33)

4.3.3.2 Kriteria Eksklusi

Data rekam medik yang tidak lengkap

4.4 Metode Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data rekam medis hasil pemeriksaan pada pasien peritonitis di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli sampai September 2013.

4.5 Metode Analisis Data

Metode menganalisis data terserbut dilakukan dengan cara mengumpulkan, mencatat, mengelompokkan data -data yang diperoleh terserbut kemudian mengolahnya dalam komputer dengan program SPSS (Statistic Package for Social Science) versi 17.0, pengolahan data dilakukan dalam beberapa tahap,yaitu editing, coding, entry, cleaning data dan saving. Langkah pertama,

Editing, dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data; kedua,

coding, data yang telah terkumpul kemudian diberi kode peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer; ketiga, entry, data kemudian di masukkan ke dalam program komputer, kemudian, cleaning data, dengan melakukan pemeriksaan semua data yang telah di masukkan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam memasukkan data; terakhir, saving, data kemudian disimpan untuk siap dianalisa.Semua data yang telah dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan.


(34)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Ha ji Adam Malik (RSUP HAM) kota Medan Provinsi Sumatera Utara yang berlokasi di Jalan Bunga Lau no. 17, Kelurahan Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan. Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan Kategori Kelas A. Dengan predikat rumah saki t kelas A, RSUP H. Adam Malik Medan telah memiliki fasilitas kesehatan yang memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP H. Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk Wilayah Sumatera yang meliputi Sumatera Utara, Ac eh, Sumatera Barat dan Riau sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991 tanggal 6 September 1991, RSUP H. Adam Malik Medan ditetapkan sebagai rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel

Sampel penelitian adalah semua penderita peritonitis yang telah didiagnosa dari hasil pemeriksaan di RSUP. H Adam Malik Medan . Jumlah populasi berdasarkan rekam medik sebanyak 68 orang dari Juli 2013–September 2013. Distribusi frekuensi dari keseluruhan sampel meliputi tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, dan rujukan.


(35)

5.1.3 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Distribusi tingkat pendidikan yang menderita peritonitis data dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.1.Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Frekuensi (n) Persen (%)

Tidak sekolah 19 27,9

SD 16 23,5

SMP 13 19,1

SMA 14 20,6

Diploma 2 2,9

Sarjana 4 5,9

Total 68 100

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penderita peritonitis paling banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak sekolah sejumlah 19 orang (27,9%).

5.1.4 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Jenis Kelamin

Distribusi Jenis Kelamin yang menderita peritonitis data dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.2.Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persen (%)

laki-laki 40 58,8

Perempuan 28 41,2

Total 68 100

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penderita peritonitis paling banyak adalah laki-laki dengan jumlah 40 orang (58,8%).


(36)

5.1.5 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Pekerjaan

Distribusi pekerjaan yang menderita peritonitis data dilihat pada tabel dibawah ini:.

Tabel 5.3.Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Pekerjaan Pekerjaan Frekuensi (n) Persen (%)

tidak bekerja 13 19,1

ibu rumah tangga 18 26,5

Wiraswasta 19 27,9

Petani 13 19,1

PNS 5 7,4

Total 68 100

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penderita peritonitis adalah pasien dengan pekerjaan Wiraswasta sejumlah 19 orang (27,9%).

5.1.6 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Rujukan

Distribusi Rujukan yang menderita peritonitis data dilihat pada tabel dibawah ini: .

Tabel 5.4.Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Rujukan

Rujukan Frekuensi (n) Persen (%)

TIPE A 18 26.5

TIPE B 12 17.6

TIPE C 8 11.8

TIPE D 13 19.1

Pelayanan Primer 12 17.6

Lain-lain 5 7.4


(37)

Berdasarkan tabel diatas, jumlah penderita peritonitis terbanyak adalah pada rujukan tipe A sejumlah 18 orang (26,5%).

5.1.7 Deskripsi Penderita Peritonitis Berdasarkan Mortalitas

Distribusi mortalitas pasien yang menderita peritonitis data dilihat pada tabel dibawah ini:.

Tabel 5.5. Distribusi Penderita Peritonitis Berdasarkan Mortalitas Mortalitas Frekuensi (n) Persen (%)

Hidup 43 63,2

Meninggal 25 36,8

Total 68 100

Berdasarkan tabel di atas, jumlah penderita peritonitis yang hidup adalah sebanyak 43 orang (63,2%), yang meninggal adalah sebanyak 25 orang (36,8%).

5.2 Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data penderita peritonitis di RSUP H.Adam Malik medan dari bulan Juli sampai September 2013, Berdasarkan hasil penelitian ini, penderita peritonitis dijumpai mulai dari tingkat pendidikan dari tidak bersekolah sampai dengan Sarjana. jumlah penderita peritonitis paling banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak sekolah sejumlah 19 orang ( 27,9%). Tingkat pendidikan pasien peritonitis di RS Sanglah Denpasar periode Juni 2004 sampai Februari 2006 sebagian besar tamat SMA sebesar 29% atau 9 orang, disusul tamat SMP dan SD, masing -masing sebesar 16% (5 orang) dan 6,5% (2 orang) ( Notoatmodjo, 2003).

Dari hasil penelitian di jumpai penderita peritonitis laki -laki lebih besar dari perempuan, laki-laki sebesar 58,8% atau 40 orang. Penelitian lain oleh Kasminata dkk. Dari data yang diperoleh didapatkan jenis kelamin laki -laki lebih besar dari pada jenis kelamin perempuan, sebesar 65.6% atau 61 orang sedangkan perempuan sebesar 34.4% atau 32 orang (Kasminata,dkk., 2012).


(38)

Hasil penelitian ini di jumpai pekerjaan wiraswasta paling besar sebagai penderita peritonitis sejumlah 19 orang (27,9%) . Dalam penelian yang di lakukan di RSUD Raden Mattaher Jambi 2010 -2012 didapati jumlah pasien peritonitis lebih besar pada pasien yang bekerja di bidang wiraswasta sebesar 44.0% atau 40 orang (Kasminata,dkk., 2012).

Di jumpai rujukan pasien peritonitis terbesar dalam penelitian ini adalah dari RSUP H.Adam Malik dari pada rujukan dari Puskesmas, sebesar 26.5% atau 18 orang.

Ditemukan jumlah penderita peritonitis yang hidup adalah sebanyak 43 orang (63,2%), yang meninggal adalah sebanyak 25 orang (36,8%). Tingkat mortalitas dari peritonitis generalisata adalah sekitar 40%. Tingkat mortalitas menurun hingga sekitar 10% pada pasien dengan ulkus perforata atau apendisitis pada usia muda dengan sedikit kontaminasi bakteri dan pada pasien yang terdiagnosis lebih awal (D oherty, 2006).


(39)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dari Juli 2013- September 2013 dengan 68 sampel dapat diambil kesimpulan :

1. Jumlah penderita peritonitis paling banyak ditemukan pada pasien dengan tingkat pendidikan tidak sekolah sejumlah 19 orang (27,9%) .

2. Jumlah penderita peritonitis paling banyak adalah laki -laki dengan jumlah 40 orang (58,8%).

3. Jumlah penderita peritonitis adalah pasien dengan pekerjaan W iraswasta sejumlah 19 orang (27,9%).

4. Jumlah penderita peritonitis terbanyak adalah pasien tanpa rujukan (Tipe A) sejumlah 18 orang (26,5%).

5. Jumlah penderita peritonitis yang hidup adalah sebanyak 43 orang (63,2%), yang meninggal adalah sebanyak 25 orang (36,8%).

6.2 Saran

1. Perlunya edukasi dan penjelasan kepada masyarakat mengenai pentingnya penegakan diagnosa umum dan penganan yang lebih cepat akan lebih baik.

2. Perlunya penelitian lanjutan mengenai gambaran mortalitas yang dihubungkan dengan faktor risiko.


(40)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, Abdomen, Bagian Anatomi FK UGM, Yogyakarta

Badan Pusat Statistik., 2012 . Profil Kemiskinan Di Indonesia

http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan13.pdf [accesed 19 juni 2013]

Barretti P, Montelli AC, Batalha JE, Caramori JC, Cunha Mde L. The role of virulence factors in the outcome of staphylococcal peritonitis in CAPD patients. BMC Infect Dis. Dec 22 2009;9:212.

Darmawan. M., 2012, Peritonitis dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,

FKUI, Jakarta

Depkes RI., 2013 , Angka Kejadian Gawat Abdomen

http://www.infokedokteran.com/arsip/angka -kejadian-peritonitis-di-dunia.html [accesed 18 juni 2013]

Hoyt. D. B., Mackersie. R. C., 2009,Abdominal Injuries inEssential Surgical Practice, 2ndEd, John Wright, Bristol.

http://www.dppka.jogjaprov.go.id/portaldppka/data/Pergub_5_Th_2 012_tentang_Tata_Cara_Hibah_dan_Bantuan_Sosial.pdf [accseded 5 novermber 2013]

Kasminata L, Dennison, Herma H., 2012, Gambaran Karakteristik

Penderita Peritonitis Di RSUD Raden Mattaher Jambi.,Yogjakarta., Liberty


(41)

Lata J, Stiburek O, Kopacova M. Spontaneous bacterial peritonitis: a severe complication of liver cirrhosis. World J Gastroenterol. Nov 28 2009;15(44):5505-10.

Notoatmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cetakan Kedua Jakarta: Rineka Cipta

Nouri-Majalan N, Najafi I, Sanadgol H, Ganji MR, Atabak S, Hakemi M, et al. Description of an outbreak of acute sterile peritonitis in Iran.

Perit Dial Int. Jan-Feb 2010;30(1):19-22.

Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta , 2012 . PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN PELAYANAN KESEHATAN

http://www.dppka.jogjaprov.go.id/portaldppka/data/Pergub_5_Th_2 012_tentang_Tata_Cara_Hibah_dan_Bantuan_Sosial.pdf

[acseseded 5 november 2013]

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, 2010 . PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

http://lpm.unpar.ac.id/PP%2017%202010%20Pengelolaan%20dan% 20Penyelenggaraan%20Pendidikan.pdf [accseded 4 november 2013]

Reksoprodjo ,S.,2008. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah.Jakarta : Bagian Bedah Staf Pengajar FK UI.

Rotstein. O. D., Simmins. R. L., 2010, Peritonitis dan Abses Intra -abdomen dalam Terapi Bedah Mutakhir, Jilid 2, Ed.4, alih bahasa dr. Widjaja Kusuma, Binarupa Aksara, Jakarta


(42)

Gastrointestinal and Liver Disease. Vol 2. 8thed. Philadelphia, Pa: Saunders; 2004:1935-64.

Schrock. T. R., 2008,Peritonitis dan Massa abdominal dalamIlmu Bedah, Ed.7, alih bahasa dr. Petrus Lukmanto, EGC, Jakarta.

Schwartz. S. J., Shires. S. T. S., Spencer. F.C., 200 9, Peritonitis dan Abces Intraabdomen dalamIntisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah,Ed.6, alih bahasa dr. Laniyati, EGC, Jakarta.

Sir Zachary Cope. Akut Abdomen Diagnosa Din i edisi 14, Yogyakarta : Yayasan Essentia Media

Sulaiman Ali.,2009. Peritonitis Tuberkulosa. Dalam Gastrointerologi Hepatologi, Jakarta : Gastrointerologi Hepatologi .

Widjaja Surja.,2008. Susunan Pencernaan, Dalam Patologi Edisi I, Jakarta : : Bagian Patologi Anatomi FKUI .

Wilson. L. M., Lester. L .B., 2008,Usus kecildalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, alih bahasa dr. Peter Anugrah, EGC, Jakarta.


(43)

Data Pribadi

Nama Lengkap Jenis Kelamin

Tempat, Tanggal Lahir Pekerjaan

Agama Alamat

Nama Ayah

Alamat Tinggal Ayah

Pekerjaan Ayah Nama Ibu

Alamat Tinggal Ibu

Pekerjaan Ibu

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

: Luthfy Farhan : Laki-laki

r : Medan, 26 Desember 1992 : Pelajar/Mahasiswa

: Islam

: jl.Karya wista, Komp.johor indah permai

: H. Mihmal Mahyar

: jl.Karya wista, Komp.johor indah permai

: Pensiunan : Hj. Hasnah

: jl.Karya wista, Komp.johor indah permai

: Karyawan

ai 1 B -4

ai 1 B -4


(44)

TK : Al-fitriah, Medan (1997-1998)

SD : SD Al-Azhar, Medan (1998-2004)

SMP : SMP Swasta Harapan 3, Medan (2004-2007)

SMA : SMA swasta Harapan 2, Medan (2007-2010)

S1 : Fakultas Kedokteran USU Medan (2010-sekarang)

Riwayat Kepanitiaan

- Panitia PORSENI FK USU (2011)

- Panitia Symposium & Workshop Mayor Cardiovascular Disease (2011)

- Panitia Dies Natalis ke-60 (2012)

- Panitia PORSENI FK USU (2012)

- Panitia Symposium & Workshop Dies Natalis FK USU (2012)

- Panitia PMB FK USU (2012)

- Panitia PORSENI FK USU (2013)


(45)

(46)

(47)

LAMPIRAN

Sekolah Jenis Kelamin Pekerjaan Rujukan Tingkat

mortalitas

SMA laki-laki wiraswasta TIPE A hidup

SMP laki-laki tidak bekerja

Pelayanan

Primer hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SMA laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

SD laki-laki tidak bekerja TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga Lain-lain hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

SMP perempuan petani TIPE A hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki tidak bekerja TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki wiraswasta TIPE B hidup

SMA laki-laki PNS TIPE D mati

SMA perempuan wiraswasta TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

SMA laki-laki petani TIPE A hidup

sarjana laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki petani TIPE D hidup

SMA laki-laki wiraswasta Lain-lain hidup

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

SD laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

Tidak

sekolah perempuan tidak bekerja TIPE C hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SMA perempuan petani

Pelayanan

Primer hidup

sarjana laki-laki PNS

Pelayanan


(48)

SMP perempuan tidak bekerja TIPE C hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE D hidup

SMA laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

SMA laki-laki tidak bekerja TIPE D hidup

SD laki-laki petani TIPE A hidup

SMP laki-laki petani Lain-lain hidup

Tidak

sekolah perempuan petani TIPE B hidup

Tidak

sekolah perempuan tidak bekerja TIPE D hidup

Tidak

sekolah laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

Diploma laki-laki PNS

Pelayanan

Primer mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SD laki-laki wiraswasta TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga Lain-lain mati

SMP laki-laki tidak bekerja TIPE A mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A mati

SMA perempuan petani TIPE A hidup

SD laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SMP laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki tidak bekerja TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

Diploma laki-laki PNS TIPE D hidup

SMP perempuan wiraswasta

Pelayanan

Primer mati

SMA laki-laki wiraswasta TIPE C hidup

Tidak


(49)

sarjana laki-laki wiraswasta TIPE D mati Tidak

sekolah laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

SD laki-laki wiraswasta TIPE A hidup

SMP laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

SD perempuan petani TIPE B hidup

SMP laki-laki wiraswasta Lain-lain hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE D hidup

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup


(50)

Lampiran

TingkatPendidikan

Jumlah Persen

Valid Tidak sekolah 19 27.9

SD 16 23.5

SMP 13 19.1

SMA 14 20.6

Diploma 2 2.9

sarjana 4 5.9

Total 68 100.0

jenisKelamin

Jumlah Persen

Valid laki-laki 40 58.8

perempuan 28 41.2

Total 68 100.0

Rujukan

Jumlah Persen

Valid TIPE A 18 26.5

TIPE B 12 17.6

TIPE C 8 11.8

TIPE D 13 19.1

Pelayanan Primer 12 17.6

Lain-lain 5 7.4


(51)

Mortalitas

Jumlah Persen

Valid hidup 43 63.2

mati 25 36.8

Total 68 100.0

Pekerjaan

Jumlah Persen

Valid tidak bekerja 13 19.1

ibu rumah tangga 18 26.5

Wiraswasta 19 27.9

Petani 13 19.1

PNS 5 7.4


(1)

(2)

LAMPIRAN

Sekolah Jenis Kelamin Pekerjaan Rujukan Tingkat

mortalitas

SMA laki-laki wiraswasta TIPE A hidup

SMP laki-laki tidak bekerja

Pelayanan

Primer hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SMA laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

SD laki-laki tidak bekerja TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga Lain-lain hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

SMP perempuan petani TIPE A hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki tidak bekerja TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki wiraswasta TIPE B hidup

SMA laki-laki PNS TIPE D mati

SMA perempuan wiraswasta TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

SMA laki-laki petani TIPE A hidup

sarjana laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SD laki-laki petani TIPE D hidup

SMA laki-laki wiraswasta Lain-lain hidup

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

SD laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

Tidak

sekolah perempuan tidak bekerja TIPE C hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SMA perempuan petani

Pelayanan

Primer hidup

sarjana laki-laki PNS

Pelayanan

Primer hidup

Tidak


(3)

SMP perempuan tidak bekerja TIPE C hidup

SMA laki-laki wiraswasta TIPE A mati

SD perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE D hidup

SMA laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

SMA laki-laki tidak bekerja TIPE D hidup

SD laki-laki petani TIPE A hidup

SMP laki-laki petani Lain-lain hidup

Tidak

sekolah perempuan petani TIPE B hidup

Tidak

sekolah perempuan tidak bekerja TIPE D hidup

Tidak

sekolah laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup

Diploma laki-laki PNS

Pelayanan

Primer mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C mati

SD laki-laki wiraswasta TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga Lain-lain mati

SMP laki-laki tidak bekerja TIPE A mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A mati

SMA perempuan petani TIPE A hidup

SD laki-laki wiraswasta TIPE D mati

SMP laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE A hidup

Tidak

sekolah laki-laki tidak bekerja TIPE B hidup

SMP perempuan ibu rumah tangga TIPE B hidup

Diploma laki-laki PNS TIPE D hidup

SMP perempuan wiraswasta

Pelayanan

Primer mati

SMA laki-laki wiraswasta TIPE C hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C hidup

SD laki-laki petani TIPE A mati

Tidak


(4)

sarjana laki-laki wiraswasta TIPE D mati Tidak

sekolah laki-laki petani

Pelayanan

Primer mati

SD laki-laki wiraswasta TIPE A hidup

SMP laki-laki tidak bekerja TIPE B mati

SD perempuan petani TIPE B hidup

SMP laki-laki wiraswasta Lain-lain hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE C hidup

Tidak

sekolah perempuan ibu rumah tangga TIPE D hidup

SD laki-laki wiraswasta

Pelayanan

Primer hidup


(5)

Lampiran

TingkatPendidikan

Jumlah Persen

Valid Tidak sekolah 19 27.9

SD 16 23.5

SMP 13 19.1

SMA 14 20.6

Diploma 2 2.9

sarjana 4 5.9

Total 68 100.0

jenisKelamin

Jumlah Persen

Valid laki-laki 40 58.8

perempuan 28 41.2

Total 68 100.0

Rujukan

Jumlah Persen

Valid TIPE A 18 26.5

TIPE B 12 17.6

TIPE C 8 11.8

TIPE D 13 19.1

Pelayanan Primer 12 17.6

Lain-lain 5 7.4


(6)

Mortalitas

Jumlah Persen

Valid hidup 43 63.2

mati 25 36.8

Total 68 100.0

Pekerjaan

Jumlah Persen

Valid tidak bekerja 13 19.1

ibu rumah tangga 18 26.5

Wiraswasta 19 27.9

Petani 13 19.1

PNS 5 7.4