2.5.6 Manifestasi Klinis
Adanya darah atau cairan dalam rongga peritonium akan memberikan tanda – tanda rangsangan peritonium. Rangsangan peritonium menimbulkan nyeri
tekan dan defans muskular, pekak hati bisa menghilang akibat udara bebas di bawah diafragma. Peristaltik usus menurun sampai hilang akibat kelumpuhan
sementara usus Wilson et al,2008 . Bila telah terjadi peritonitis bakterial, suhu badan penderita akan naik dan
terjadi takikardia, hipotensi dan penderita tampak letargik dan syok Wilson et al,2008.
Rangsangan ini menimbulkan nyeri pada setiap gerakan yang menyebabkan pergeseran peritonium dengan peri tonium. Nyeri subjektif berupa
nyeri waktu penderita bergerak seperti jalan, bernafas, batuk, atau mengejan. Nyeri objektif berupa nyeri jika digerakkan seperti palpasi, nyeri tekan lepas, tes
psoas, atau tes lainnya Hoyt,2009.
2.5.7 Diagnosis
Diagnosis dari peritonitis dapat ditegakkan dengan adanya gambaran klinis, pemeriksaan laboratorium dan X -Ray.
A. Gambaran klinis
Gambaran klinisnya tergantung pada luas peritonitis, berat peritonitis dan jenis organisme yang bertanggung jawab. Peritonitis dapat lo kal, menyebar, atau
umum. Gambaran klinis yang biasa terjadi pada peritonitis bakterial primer yaitu adanya nyeri abdomen, demam, nyeri lepas tekan dan bising usus yang menurun
atau menghilang. Sedangkan gambaran klinis pada peritonitis bakterial sekunder yaitu adanya nyeri abdominal yang akut. Nyeri ini tiba -tiba, hebat, dan pada
penderita perforasi misal perforasi ulkus, nyerinya menjadi menyebar keseluruh bagian abdomen. Pada keadaan lain misal apendisitis, nyerinya mula -mula
dikarenakan penyebab uta manya, dan kemudian menyebar secara gradual dari fokus infeksi. Selain nyeri, pasien biasanya menunjukkan gejala dan tanda lain
yaitu nausea, vomitus, syok hipovolemik, septik, dan neurogenik, demam,
Universitas Sumatera Utara
distensi abdominal, nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus atau umum, dan secara klasik bising usus melemah atau menghilang. Gambaran klinis
untuk peritonitis non bakterial akut sama dengan peritonitis bakterial Schrock. T. R,2008.
Peritonitis bakterial kronik tuberculous memberikan gambaran klinis adanya keringat malam, kelemahan, penurunan berat badan, dan distensi
abdominal; sedang peritonitis granulomatosa menunjukkan gambaran klinis nyeri abdomen yang hebat, demam dan adanya tanda -tanda peritonitis lain yang muncul
2 minggu pasca bedah Schrock. T. R,2008.
B. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan adanya lekositosis, hematokrit yang meningkat dan asidosis metabolik.
Pada peritonitis tuberculosa cairan peritoneal mengandung banyak protein lebih dari 3 gram100 ml dan banyak limfosit; basil tuberkel diidentifikasi dengan
kultur. Biopsi peritoneum per kutan atau secara laparoskopi memperlihatkan granuloma tuberkuloma yang khas, dan merupakan dasar diagnosa sebelum hasil
pembiakan didapat Schrock. T. R,2008.
C. Pemeriksaan X-Ray
Ileus merupakan penemuan yang tidak khas pada peritonitis; usus halus dan usus besar berdilatasi. Udara bebas dapat terlihat pada kasus -kasus perforasi
Schrock. T. R,2008.
2.5.8 Penatalaksanaan
Prinsip umum terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena, pemberian antibiotika yang sesuai, dekompresi
saluran cerna dengan penghisapan nasogastrik dan intestinal, pembuangan fokus septik apendiks, dsb atau penyeba b radang lainnya, bila mungkin mengalirkan
nanah keluar dan tindakan -tindakan menghilangkan nyeri Anonim,2008.
Universitas Sumatera Utara
Resusitasi dengan larutan saline isotonik sangat penting. Pengembalian volume intravaskular memperbaiki perfusi jaringan dan pengantaran oksige n,
nutrisi, dan mekanisme pertahanan. Keluaran urine tekanan vena sentral, dan tekanan darah harus dipantau untuk menilai keadekuatan resusitasi Schwartz et
al,2009. Terapi antibiotika harus diberikan sesegera diagnosis peritonitis bakteri
dibuat. Antibiotik berspektrum luas diberikan secara empirik, dan kemudian diubah jenisnya setelah hasil kultur keluar. Pilihan antibiotika didasarkan pada
organisme mana yang dicurigai menjadi penyebab. Antibiotika berspektrum luas juga merupakan tambahan drainase beda h. Harus tersedia dosis yang cukup pada
saat pembedahan, karena bakteremia akan berkembang selama operasi Schwartz et al,2009.
Pembuangan fokus septik atau penyebab radang lain dilakukan dengan operasi laparotomi. Insisi yang dipilih adalah insisi vertik al digaris tengah yang
menghasilkan jalan masuk ke seluruh abdomen dan mudah dibuka serta ditutup. Jika peritonitis terlokalisasi, insisi ditujukan diatas tempat inflamasi. Tehnik
operasi yang digunakan untuk mengendalikan kontaminasi tergantung pada lokas i dan sifat patologis dari saluran gastrointestinal. Pada umumnya, kontaminasi
peritoneum yang terus menerus dapat dicegah dengan menutup, mengeksklusi, atau mereseksi viskus yang perforasi Rotstein et al 2010.
Lavase peritoneum dilakukan pada peritoniti s yang difus, yaitu dengan menggunakan larutan kristaloid saline. Agar tidak terjadi penyebaran infeksi
ketempat yang tidak terkontaminasi maka dapat diberikan antibiotika misal sefalosporin atau antiseptik misal povidon iodine pada cairan irigasi. Bila
peritonitisnya terlokalisasi, sebaiknya tidak dilakukan lavase peritoneum, karena tindakan ini akan dapat menyebabkan bakteria menyebar ketempat lain Schrock.
T. R,2008. Drainase pengaliran pada peritonitis umum tidak dianjurkan, karena pipa
drain itu dengan segera akan terisolasiterpisah dari cavum peritoneum, dan dapat menjadi tempat masuk bagi kontaminan eksogen. Drainase berguna pada keadaan
Universitas Sumatera Utara
dimana terjadi kontaminasi yang terus -menerus misal fistula dan diindikasikan untuk peritonitis terlokalisasi yang tidak dapat direseksi Schrock. T. R,2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Bedasarkan konsep di atas,maka dapat di ketahui bahwa peneliti ingin melihat hubungan tingkat pendidikan, fasilitas kesehatan, dan Respon Waktu
pada pasien mortalitas peritonitis di Rumah sakit umum pusat RSUP Haji Adam Malik.
3.2 Definisi Operasional
1. Karakteristik sosiodemografi mencakup tingkat pendidikan dan fasilitas kesehatan.
2. Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang di jalani oleh pasien yang mencakup SD, SMP, SMA, Sarjana dan lain -lain.
3. Fasilitas kesehatan adalah fasilitas yang terbaik yang pernah pasien dapati.
4. Mortalitas adalah jumlah kematian pasien peritonitis di RSUP HAM . Pasien Peritonitis berusia
6 tahun Tingkat Pendidikan
Tingkat Fasilitas Kesehatan Pekerjaan
Mortalitas
Universitas Sumatera Utara