Pankreas Diabetes Melitus UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH INFUSA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

sehingga mengakibatkan gangguan pada pasokan oksigen yang dibawa darah Mangoenprasodjo, 2005. Kadar glukosa dalam darah diatur oleh beberapa hormon. Hormon insulin yang dihasilkan oleh kelenjar pankreas menurunkan kadar glukosa dan pembentukan glikogen dari glukosa Wirahadikusumah, 1985. Diantara beberapa penyakit kelainan metabolisme karbohidrat, yang paling banyak diketahui adalah Diabetes Melitus Tjay dan Raharja, 2002

5. Pankreas

Pankreas merupakan organ lonjong kira – kira 15 cm terletak di belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98 sel-sel dengan sekresi ekstern, yang memproduksi enzim – enzim cerna pankreatin yang disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel pulau Langerhans dengan sekresi intern yaitu hormon-hormon insulin dan glukagon yang disalurkan langsung ke aliran darah. Ada empat jenis endokrin: a. Sel alfa yang memproduksi hormon glukagon b. Sel beta yang membran selnya banyak granula berderetan, yang berisi insulin c. Sel delta yang memproduksi somatostatin d. Sel PP yang memproduksi PP pancreatic polipeptide yang berperan pada penghambatan sekresi endokrin dan empedu Tjay dan Raharja, 2002. Pulau Langerhans tersusun mengelilingi pembuluh kapiler kecil yang merupakan tempat penampungan hormon yang disekresikan oleh sel-sel tersebut. Pulau Langerhans mengandung tiga jenis sel utama, yakni sel alfa, beta, dan delta. Sel beta kira-kira 60 persen dari semua sel, terletak terutama di tengah dari setiap pulau dan mensekresi insulin. Sel alfa yang mencakup kira-kira 25 persen dari semua sel, mensekresi glukagon. Dan sel delta, yang merupakan 10 persen dari seluruh sel, mensekresikan somastotatin. Selain itu, paling sedikit terdapat satu jenis sel lain, yang disebut sel PP, yang terdapat dalam jumlah sedikit dalam pulau langerhans dan mensekresikan hormon yang fungsinya masih diragukan yakni polipeptida pankreas Guyton,1997. Hormon insulin normalnya dilepaskan secara langsung ke dalam sirkulasi darah dari pulau Langerhans yang tersebar di seluruh kelenjar pankreas Wise, 2002. Insulin diperlukan untuk penyerapan glukosa dalam tubuh. Aksi insulin dimulai dengan membentuk ikatan antara insulin – reseptor pada permukaan membran sel target. Reseptor insulin merupakan membran glikoprotein yang terdiri dari dua subunit protein yang dikode oleh satu gen Masharani dkk., 2004.

6. Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association ADA 2003, diabetes melitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya Soegondo, 2005. Pada diabetes, pankreas tidak memproduksi insulin atau memproduksi insulin terlalu sedikit sehingga kadar glukosa darah meningkat Tjay dan Rahardja, 2002.

a. Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis diabetes melitus menurut ADA 2003 yaitu diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe 2, diabetes tipe lain dan diabetes gestasional Soegondo, 2005. 1. Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel-sel beta pankreas gagal merespon semua stimulus insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan hiperglukagonemia, serta peningkatan kadar gukosa darah Katzung, 2002. 2. Diabetes Melitus Tipe 2 Penderita diabetes tipe 2 mempunyai sirkulasi endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar yang kurang normal atau kadarnya relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan untuk memproduksi insulin. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, terjadi pula defisiensi respon sel beta pankreas terhadap glukosa Katzung, 2002. Patogenesis dari diabetes melitus tipe 2 sangat kompleks termasuk interaksi dari faktor genetik dan lingkungan. Latar belakang etnis, jenis kelamin, dan usia merupakan faktor penting dalam menentukan perkembangan risiko diabetes tipe ini Buse dkk., 2003. Diabetes tipe 2 biasanya timbul pada usia lebih dari 40 tahun. Kebanyakan pasien diabetes tipe ini bertubuh gemuk, dan resistensi terhadap kerja insulin dapat ditemukan pada banyak kasus Woodley dan Whelant, 1995. 3. Diabetes Melitus Tipe Lain Pada diabetes tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan penyakit-penyakit lain yang jelas. Penyakit tersebut meliputi penyakit eksokrin pankreas, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, endokrinopati, karena obat zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik Soegondo, 2005. 4. Diabetes Melitus Gestasional Istilah ini dipakai terhadap pasien yang menderita hiperglikemia selama kehamilan. Pada pasien – pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setalah persalinan Woodley danWhelant, 1995.

b. Gejala – Gejala Diabetes

Gejala utama diabetes yaitu polifagia meningkatnya rasa lapar, polidipsia meningkatnya rasa haus, dan poliuria meningkatnya buang air kecil, serta kehilangan berat badan terutama pada diabetes tipe 1 DiPiro dkk., 2005. Gejala dan tanda-tanda penyakit diabetes melitus dapat digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. Gejala akut penyakit diabetes melitus pada tiap penderita tidaklah sama, bahkan ada penderita yang tidak menunjukkan gejala apapun sampai saat tertentu masih kompensasi. Gejala hampir sama dengan gejala utama. Namun, bila keadaan tersebut tidak cepat diobati, lama-kelamaan mulai timbul gejala yang disebabkan oleh kurangnya insulin, yaitu nafsu makan mulai berkurang tidak polifagia lagi bahkan kadang-kadang disusul dengan mual, mudah lelah, dan bila tidak lekas diobati akan timbul rasa mual bahkan penderita akan jatuh koma. Gejala kronis penyakit diabetes melitus antara lain kesemutan, kulit terasa panas, terasa tebal di kulit, kram, lelah, mudah mengantuk, mata kabur, gatal di sekitar kemaluan, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun, para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin Tjokroprawiro, 2006.

c. Pengelolaan Diabetes Melitus

Menurut Soegondo 2005, pilar utama pengelolaan diabetes melitus antara lain perencanaan makan, latihan jasmani, obat berkhasiat hipoglikemik, dan penyuluhan. Pengelolaan diabetes melitus jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala, dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Tujuan pengelolaan jangka panjang untuk mencegah komplikasi sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. 1. Perencanaan makan Perencanaan makan sangat penting pada pasien diabetes tipe 1 maupun tipe 2. Tujuan dari perencanaan makan yaitu untuk menjaga konsentrasi glukosa dalam rentang normal atau mendekati normal. Standar yang dianjurkan adalah makanan yang seimbang dalam hal karbohidrat, lemak, dan protein sesuai dengan kecukupan gizi baik yaitu karbohidrat 60 - 70 , protein 10 - 15 , dan lemak 20- 25 Soegondo, 2005. 2. Latihan Jasmani Menurut Waspadji 2005, latihan jasmani dianjurkan 3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance training. Penderita diabetes harus didukung untuk latihan jasmani berdasarkan usia dan kemampuan fisik penderita. Latihan fisik dapat meningkatkan metabolisme karbohidrat, sensitivitas insulin, dan fungsi kardiovaskuler Sweetman, 2005. 3. Obat Berkhasiat Hipoglikemik a. Insulin Secara kimawi, insulin terdiri dari dua rantai peptida A dan P dengan masing-masing 21 dan 30 asam amino, yang saling dihubungkan oleh 2 jembatan disulfida. Berat molekulnya 5700. Pada tahun 1974, sintesis totalnya ditemukan, tetapi meliputi sekitar 200 reaksi kimiawi dan sangat mahal Tjay Rahardja, 2002. Insulin dapat meningkatkan simpanan lemak maupun glukosa sumber energi dalam sel sasaran khusus, serta mempengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi metabolisme berbagai jenis jaringan. Klasifikasi akhir diabetes melitus mengidentifikasi terdapatnya suatu kelompok pasien yang hampir tidak mempunyai sekresi insulin dan kelangsungan hidupnya tergantung pemberian insulin eksogen diabetes tipe 1. Sebagian besar penderita diabetes tipe 2 tidak memerlukan insulin eksogen untuk kelangsungan hidupnya, tetapi banyak memerlukan suplemen eksogen dari sekresi endogen untuk mencapai kesehatan yang optimum Katzung, 2002. Secara keseluruhan sebanyak 20 - 25 pasien diabetes melitus tipe 2 kemudian akan memerlukan insulin untuk mengendalikan kadar glukosa darahnya. Untuk pasien yang sudah tidak dapat dikendalikan kadar glukosa darahnya dengan kombinasi sulfonilurea dan metformin, langkah berikut yang mungkin diberikan adalah insulin Soegondo, 2005. Pemberian insulin akan menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus. Namun demikian agar pengobatan dengan insulin dapat optimal maka pemberiannya perlu dilakukan dengan meniru semirip mungkin sekresi insulin yang fisiologis, yang sulit dikerjakan pada pemberian secara subcutan bahkan juga dengan pemberian insulin melalui infus intravena Woodley dan Whelant, 1995. b. Obat Hipoglikemik Oral 1. Pemicu sekresi insulin a. Sulfonilurea Kerja utama dari sulfonilurea yaitu meningkatkan pengeluaran produksi insulin dari pankreas. Mekanisme obat golongan sulfonilurea adalah menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin, dan meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat dari rangsangan glukosa Soegondo, 2005. Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi sel-sel beta pankreas dari pulau langerhans pankreas yang kemampuan sekresi insulinnya menurun sehingga bisa ditingkatkan dengan obat ini. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes yang tidak tergantung insulin yang begitu berat, sel-sel betanya masih cukup baik bekerja. Ada indikasi bahwa obat golongan ini juga memperbaiki kepekaan organ tujuan bagi insulin dan menurunkan absorbsi insulin oleh hati TjayRahardja, 2002. Obat golongan sulfonilurea mempunyai efek samping, yang paling umum adalah rasa tidak nyaman di perut dan diare. Beberapa orang mungkin mengalami ruam pada kulit. Sulfonilurea biasanya direkomendasikan 30 menit sebelum makan untuk mendapatkan hasil yang terbaik Ramaiah, 2006. b. Glinid Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, yaitu meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat, yaitu repaglinid derivat asam benzoat, dan nateglinid derivat Fenilalanin. Obat ini diabsorbsi cepat setelah pemberian oral, dan diekskresi secara cepat melalui hati Waspadji, 2005. Efek samping nateglinid antara lain hipoglikemia, rash, urtikaria. Sedangkan repaglinid jarang menyebabkan hipoglikemia, nyeri abdominal, gangguan gastrointestinal, dan gangguan penglihatan Anonim,2006 2. Penambah sensitivitas Insulin a. Biguanid Golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Penjelasan lengkap tentang mekanisme kerja biguanid masih belum jelas. Mekanisme yang diusulkan baru-baru ini meliputi stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dalam darah, penurunan gukoneogenesis hati, melambatkan absorbsi glukosa dalam saluran cerna, dan penurunan kadar glukagon plasma Katzung, 2002. Biguanida umumnya menghasilkan rasa yang tidak enak, pahit, atau seperti logam pada lidah, menghilangkan selera makan, menimbulkan rasa mual, dan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu juga menyebabkan rasa tidak bersemangat, rasa lemah pada otot dan penurunan berat badan yang berlebihan pada sebagian orang Ramaiah, 2006. Pemakainan tunggal metformin dapat menurunkan kadar glukosa darah sampai 20. Kombinasi sulfonilurea dengan metformin tampak merupakan kombinasi yang rasional karena cara kerja yang berbeda yang saling aditif. Kombinasi tersebut dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak daripada penggunaan tnggal masing-masing Waspadji, 2005. b. Tiazolidindion Tiazolidindion merupakan golongan obat antidiabetes oral yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Kerja utama obat golongan tiazolidindion yaitu untuk mengurangi resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose Katzung, 2002. Golongan tiazolidindion dapat digunakan berasama sulfonilurea atau insulin atau metformin untuk menurunkan kadar glukosa dalam darah. Contoh produk ini adalah pioglitazone dan rosiglitazone Tjay Rahardja, 2002. Efek samping yang ditimbulkan antara lain gangguan gastrointestinal, pertambahan berat badan, hipoglikemi, anemia, dan udem Anonim, 2006. 3. Penghambat glukosidase alfa Golongan penghambat glukosidase alfa tersedia untuk penggunaan klinik yaitu acarbose dan miglitol. Perbedaan pokok antara keduanya yaitu pada proses absorbsinya Masharani dkk., 2004. Acarbose merupakan contoh penghambat glukosidase alfa yang sering digunakan. Obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim glukosidase alfa dari dalam sel cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menururkan hiperglikemia post prandial Soegondo, 2005. Glukosa akan dilepaskan lebih lambat dan absorbsinya ke dalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula darah bisa dihindari. Hal tersebut karena cara kerja obat golongan ini berdasar persaingan penghambatan enzim alfa glukosidase di mukosa duodenum, sehingga reaksi penguraian diturunkan atau polisakarida menjadi monosakarida dihambat Tjay Rahardja 2002. Acarbose tersedia dalam tablet 50 mg dan 10 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu 50 mg dua kali sehari, secara bertahap ditingkatkan 100mg tiga kali sehari. Untuk efek maksimal, acarbose diberikan bersama suapan pertama. Pada pasien diabetes acarbose dapat mengurangi hiperglikemi postprandial 30-50 , dan menurunkan HbA 1C 0,5-1 Masharani dkk., 2004. Pemakaian acarbose dosis tinggi bisa menyebabkan malabsorpsi penyerapan yang tidak memadai. Sedangkan untuk efek samping, acarbose dapat meningkatkan gas di dalam perut, rasa masuk angin dan diare Ramaiah, 2006. Dosis tunggal acarbose tidak mengakibatkan risiko terjadinya hipoglikemia. Namun, kombinasi acarbose dengan insulin atau sulfonilurea dapat mengakibatkan hipoglikemia Masharani dkk., 2004.

7. Uji Antidiabetes

Dokumen yang terkait

Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah oleh Ekstrak Air Herba Jaka Tuwa (Scoparia dulcis L.) pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa

0 3 6

UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK ETANOL HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

0 2 26

UJI EFEK INFUSA HERBA CEPLUKAN (Physalis angulata L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH KELINCI JANTAN.

0 3 16

UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK HEKSANA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

0 1 19

UJI EFEK INFUSA DAUN SENDOK (Plantago major L.) TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH KELINCI JANTAN.

0 0 15

UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK HEKSANA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK HEKSANA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

1 3 14

PENDAHULUAN UJI EFEK PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH EKSTRAK HEKSANA HERBA DAUN SENDOK (Plantago mayor L.) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA.

0 0 18

UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH EKSTRAK AIR HERBA JAKA TUWA Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah oleh Ekstrak Air Herba Jaka Tuwa (Scoparia Dulcis L) pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa.

0 1 15

PENDAHULUAN Uji Penurunan Kadar Glukosa Darah oleh Ekstrak Air Herba Jaka Tuwa (Scoparia Dulcis L) pada Kelinci Jantan yang Dibebani Glukosa.

1 23 19

UJI PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH OLEH EKSTRAK ETANOL 70% DAUN BUNCIS (Phaseolus vulgaris L) PADA KELINCI JANTAN YANG DIBEBANI GLUKOSA

0 0 8