Strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra kepada anaknya yang awas (studi kasus pada sebuah keluarga penyandang tunanetra di Yogyakarta).

(1)

KEPADA ANAKNYA YANG AWAS

(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta) Emmanuel Pandu Harummurti

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra yang memiliki anak dengan pengelihatan normal (awas). Subyek penelitian ini adalah sebuah keluarga penyandang tunanetra yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional yang berdomisili di daerah Sleman Yogyakarta dan memiliki keturunan (anak) yang berpenglihatan normal.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian studi kasus kualitatif dengan metode wawancara dan observasi. Pengumplan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek pola asuh, yaitu (1) Penerimaan, (2) Perasaan, (3) Strategi, (4) Harapan. Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada konsep triangulasi, dengan cara mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari seseorang maupun manusia lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh sebuah keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra memiliki sikap penerimaan yang baik terhadap anaknya, mereka cenderung telah siap menerima apapun keadaan keturunannya nanti, keluarga tersebut menerima kehadiran anaknya yang tidak cacat mata dengan penuh rasa syukur, berkaitan dengan perasaan keluarga tersebut sangat gembira dan bahagia sebab fisik anaknya yang lengkap, sehat, dan normal layaknya manusia pada umumnya. Keluarga tunanetra juga memiliki strategi dan kiat –kiat tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, demikian juga dengan harapan mereka terhadap anak-anaknya yang indah dan baik untuk masa depan mereka, mereka telah menyiapkannya sedemikian rupa.


(2)

THE BLIND FAMILY EDUCATING AND NURTURING STRATEGY FOR NORMAL SIGHTED CHILD

( The case study on a Yogyakarta blind damily) Emmanuel Pandu Harummurti

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

This research has a goal to know the education strategy of the blind person having normal sighted child. The subject of this research is a blind family working as traditional massager living at Sleman area Yogyakarta having normal sighted child.

This research type is a case study using qualitative method and using interview and observation data collection. The data collection of this research used interview being arranged in four aspects : (1) acceptance, (2) feeling, (3) strategy, and (4) expectation. The data analysis technique used was triangulation concept which was based on human constructing, facts, organization, feeling, motivation, demand, and information enlarging obtained from a person and others.

This research showed that the blind people family parenting had children good acceptance, they tended to accept whatever condition to their future ancestry. This family gratefully accepted their non defect eye children present, relating to the very happy family feeling due to having complete physical condition child, healthy and normal as general humanlike. The blind family had also strategies and tips for their children educating and nurturing, and also had made good preparation for their children future lovely and good expectation.


(3)

STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS

(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh :

Emmanuel Pandu Harummurti 111114071

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS

(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta) SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun Oleh :

Emmanuel Pandu Harummurti 111114071

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

MOTTO

Segala sesuatu di dunia ini terjadi

pada waktu yang ditentukan oleh

Allah.

-Pengkotbah 3:1-

Lebih baik penghasilan sedikit disertai kebenaran

daripada penghasilan banyak tanpa keadilan.

-Amsal 16:8-

Around here

however we don’t look backwards for

very long we keep moving forward, opening up new

doors and doing new things, because we curious and

curioscity keeps leading us down new path.

-Walt Disney-

Learn from yesterday, live for today, hope for tommorow.

-Albert Einstein-


(8)

v

PERSEMBAHAN

Puji dan syukur aku panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu mendengarkan dan mengabulkan doa-doaku, memberikan aku semangat, kesehatan, dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Puji Tuhan akhirnya pada tanggal 24 Januari 2017 aku bisa melalui dan menyelesaikan skripsiku ini dengan baik. Skripsiku ini, akan aku persembahkan untuk orang-orang yang sudah membantu, mendukung, menyemangatiku, dan mendoakanku, yaitu :

Yang tercinta orangtuaku Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah

Yang tercinta Kakek dan Nenekku Hadrianus Wahya Sudibya dan Modesta Sutarinah

Yang terkasih Veronica Desy Irma Rosari

Prodi Bimbingan dan Konseling Sanata Dharma


(9)

(10)

(11)

viii

ABSTRAK

STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS

(Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)

Emmanuel Pandu Harummurti Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra yang memiliki anak dengan pengelihatan normal (awas). Subyek penelitian ini adalah sebuah keluarga penyandang tunanetra yang bekerja sebagai tukang pijat tradisional yang berdomisili di daerah Sleman Yogyakarta dan memiliki keturunan (anak) yang berpenglihatan normal.

Jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan metode kualitatif dan dengan alat pengumpulan data wawancara dan observasi. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara yang disusun berdasarkan 4 aspek pola asuh, yaitu (1) Penerimaan, (2) Perasaan, (3) Strategi, (4) Harapan. Teknik analisis data yang digunakan mengacu pada konsep triangulasi, dengan cara mengkontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari seseorang maupun manusia lain.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola asuh sebuah keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra memiliki sikap penerimaan yang baik terhadap anaknya, mereka cenderung telah siap menerima apapun keadaan keturunannya nanti, keluarga tersebut menerima kehadiran anaknya yang tidak cacat mata dengan penuh rasa syukur, berkaitan dengan perasaan keluarga tersebut sangat gembira dan bahagia sebab fisik anaknya yang lengkap, sehat, dan normal layaknya manusia pada umumnya. Keluarga tunanetra juga memiliki strategi dan kiat –kiat tersendiri dalam mendidik dan mengasuh anak-anaknya, demikian juga dengan harapan mereka terhadap anak-anaknya yang indah dan baik untuk masa depan mereka, mereka telah menyiapkannya sedemikian rupa.


(12)

ix ABSTRACT

THE BLIND FAMILY EDUCATING AND NURTURING STRATEGY FOR NORMAL SIGHTED CHILD

( The Case Study On a Yogyakarta Blind Family) Emmanuel Pandu Harummurti

Sanata Dharma University Yogyakarta

This research has a goal to know the education strategy of the blind person having normal sighted child. The subject of this research is a blind family working as traditional massager living at Sleman area Yogyakarta having normal sighted child.

This research type is a case study using qualitative method and using interview and observation data collection. The data collection of this research used interview being arranged in four aspects : (1) acceptance, (2) feeling, (3) strategy, and (4) expectation. The data analysis technique used was triangulation concept which was based on human constructing, facts, organization, feeling, motivation, demand, and information enlarging obtained from a person and others.

This research showed that the blind people family parenting had children good acceptance, they tended to accept whatever condition to their future ancestry. This family gratefully accepted their non defect eye children present, relating to the very happy family feeling due to having complete physical condition child, healthy and normal as general humanlike. The blind family had also strategies and tips for their children educating and nurturing, and also had made good preparation for their children future lovely and good expectation.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah dan kasihNya yang begitu besar sehingga penyusunan skripsi ini berjalan dengan lancar dan terselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun untuk melengkapi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

Penulis mengucapkan terimakasih atas kesempatan, bimbingan, tenaga, dan waktu yang telah diberikan oleh semua pihak dalam memperlancar skripsi ini. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah terlibat dalam proses penyusunan karya tulis ini. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa memberikan berkat dan kasih-Nya. 2. Bunda Maria dan Santo Yoseph yang telah memberkati setiap doa dan usaha

yang penulis lakukan demi terselesaikannya skripsi ini.

3. Rohandi, Ph.D. sebagai Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma.


(14)

xi

5. Juster Donal Sinaga, M.Pd. sebagai Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam proses administrasi ujian pendadaran.

6. Drs. Robertus Budi Sarwono, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan pendampingan bagi penulis, meluangkan waktu untuk berbagi pengalaman, menuntun penulis dengan penuh kesabaran, dan membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta atas ilmu-ilmu pengetahuan serta pengalaman yang diberikan dalam proses perkuliahan, sehingga memberikan bekal dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. A. Priyatmoko sebagai sekretariat Program Studi Bimbingan dan Konseling yang telah mengurus segala keperluan administrasi.

9. Keluarga Subyek teliti yang berkenan menerima dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Kedua Orangtuaku yang tercinta Yoseph Rahmat Hartoko dan Yusta Rumiah yang tak henti-hentinya memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

11. Kedua kakek dan nenek yang tercinta Hadrianus Wahya Sudibya dan Modesta Sutarinah yang memberikan semangat, motivasi, dukungan, dan doa kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.


(15)

xii

12. Veronica Desy Irma Rosari yang terkasih yang selalu membantu, memberikan semangat, dukungan, dan doa kepada penulis selama penulisan skripsi.

13. Para sahabat Sugeng Purnomo, Yohanes Pius, Kaprino Parto, Andreas Ridam, Ign. Hanung, Yosua Drita, Alfian Fauzi yang selalu mengingatkan dan memberikan bantuan moral maupun material sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.

14. Teman-teman prodi BK angkatan 2011 atas kebersamaan dan dukungan selama proses perkuliahan sampai skripsi ini selesai.

15. Teman-teman Komunitas Motor Box dan teman-teman Independent Bikers Community.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Penulis


(16)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Fokus Penelitian ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Strategi Pengasuhan Orangtua 1. Pola Asuh ... 12

2. Tipe Pola Asuh ... 13

B. Hakekat Tunanetra ... 16

C. Hakekat Orangtua ... 18

D. Hakekat Anak ... 20

E. Teori Harapan ... 23

F. Kajian Penelitian yang Relevan ... 24

G. Kerangka Pikir ... 27

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 31

C. Subyek Penelitian ... 32

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara ... 33


(17)

xiv

E. Keabsahan Data/Validitas Data ... 38

F. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Pelaksanaan Penelitian ... 41

B. Deskripsi Data 1. Subyek Ayah ... 42

2. Subyek Ibu ... 42

3. Subyek Anak ... 43

4. Subyek Pendukung (Saudara Subyek) ... 43

5. Latar Belakang Keluarga ... 44

6. Perkembangan Jasmani dan kesehatan ... 45

C. Hasil Penelitian 1. Perasaan Orangtua Penyandang Tunanetra Menerima Kehadiran Anak ... 45

2. Cara atau Strategi untuk Mengasuh Anak dalam Keterbatasan Fisik yang dimiliki oleh Orangtua Penyandang Tunanetra ... 47

3. Cara dan Sikap Orangtua Penyandang Tunanetra dalam Menghadapi Tantangan-tantangan Mengasuh Anak ... 48

4. Harapan Orangtua Penyandang Tunanetra terhadap Anaknya ... 49

D. Pembahasan 1. Penerimaan ... 50

2. Strategi ... 51

3. Hambatan ... 54

4. Harapan ... 56

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 57

B. Saran-saran ... 59

C. Keterbatasan Penelitian ... 60

D. Penutup ... 60


(18)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Tempat dan Waktu Penelitian Bulan November 2015 ... 31 Tabel 2 Panduan Wawancara ... ... 34 Tabel 3 Contoh Lembar Observasi ... ... 37


(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Observasi ... 64

Lampiran 2 Verbatim Reduksi ... 67

Lampiran 3 Verbatim Tematik ... 88

Lampiran 4 Lembar Persetujuan Menjadi Informan ... 91


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan fokus penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Masing-masing sub dijabarkan secara padat dan jelas. Berikut merupakan penjabaran dari masing-masing sub bagian.

A. Latar Belakang Masalah

Pepatah kuno mengatakan, mata merupakan jendela hati, melalui mata kita mengintip isi hati seseorang. Lewat mata kita melihat dunia, lewat mata kita membedakan hitam dan putih. Lalu bagaimana bila mata hanya bisa melihat warna hitam saja. Pada dasarnya Tuhan mengaruniakan indra penglihatan kepada manusia sebagai wujud cinta Tuhan kepada manusia. Melalui mata yang dapat melihat seorang manusia dapat melihat, membedakan, memahami bahkan menghayati sesuatu hal. Itulah yang membuat mata manusia sebagai indra penglihatan berbeda dengan mata pada hewan meskipun mereka sama-sama memiliki mata untuk melihat.

Di Indonesia, seseorang dengan keterbatasan penglihatan disebut sebagai “tunanetra”. Secara etimologi, kata tunanetra berasal dari kata tuna yang berarti rusak, dan netra yang berarti mata atau penglihatan. Jadi secara umum tunanetra berarti rusak penglihatan. Tunanetra berarti buta, tetapi buta belum tentu sama sekali gelap atau sama sekali tidak dapat melihat. Ada orang buta yang sama sekali tidak dapat melihat, orang semacam ini biasanya disebut buta total. Disamping buta total, masih ada juga orang yang


(21)

mempunyai sisa penglihatan tetapi tidak dapat dipergunakan untuk membaca dan menulis huruf biasa. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsinya indera penglihatan.

Sikap masyarakat luas terhadap penyandang tunanetra jauh lebih baik dibandingkan dengan sikap terhadap tunarungu. Kebutaan adalah cacat yang dapat dilihat dengan jelas oleh semua orang yang dapat melihat. Negara mungkin memberikan kemudahan-kemudahan tertentu pada mereka . Misalnya, diberi potongan khusus terhadap pajak pendapatan dan kekayaan mereka. Orang tunanetra pada umumnya menimbulkan simpati pada orang lain tetapi mungkin simpati tersebut disesalkan oleh tunanetra itu sendiri dan tak jarang berimbas pada keluarga atau orang terdekatnya.

Menurut data dari Kementerian Sosial RI, pada tahun 2011, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 3,11%, atau sebesar 6,7 juta jiwa. Sedangkan menurut Kementerian Kesehatan RI, jumlah penyandang disabilitas lebih besar, yaitu: 6% dari total populasi penduduk Indonesia. Akan tetapi, bila mengacu pada standar Organisasi Kesehatan Dunia PBB (WHO) yang lebih ketat, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 10 juta jiwa, sementara rata-rata jumlah penyandang disabilitas di negara berkembang sebesar 10% dari total populasi penduduk. Berdasarkan survei dari PT Surveyor Indonesia (Persero), jumlah populasi penyandang disabilitas tertinggi berada di Provinsi Jawa Barat, sekitar 50, 90%, sedangkan populasi terendah berada di Provinsi Gorontalo, sekitar 1,65%. Menurut data terbaru (Juli 2012), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia


(22)

tercatat sebagai berikut; Tunanetra 1.749.981 jiwa, Tunarungu/wicara 602.784 jiwa, Tunadaksa 1.652.741 jiwa, Tunagrahita 777.761 jiwa.

Dengan melihat kenyataan seperti di atas maka dapat dikatakan penyandang tunanetra di Indonesia cukup banyak, bahkan bila dikaji kembali penyandang tunanetra adalah yang terbanyak apabila dibandingkan dengan penyandang disabilitas lain. Melihat fakta ini bisa saja dimungkinkan segelintir kecil keluarga memiliki sanak saudara yang menyandang tunanetra, bahkan tidak menutup kemungkinan seorang penyandang tunanetrapun membangun kehidupan berumah tangga dan memiliki seorang anak. Tidak menutup kemungkinan juga anak yang lahir dari pasangan tunanetra itu tidak mengalami kebutaan dalam artian normal namun, tidak menutup kemungkinan juga anak yang dilahirkan tersebut juga lahir sebagai penyandang tunanetra.

Anak-anak dan remaja tentunya masih dalam pengawasan dan asuhan orangtuanya, namun tidak seperti pada umumnya orangtua yang menyandang tunanetra memiliki anak, baik yang berpenglihatan normal maupun juga penyandang tunanetra pasti akan memiliki atau memunculkan perilaku, cara pikir, pola asuh dan perasaan yang jauh berbeda apabila dibandingkan dengan orangtua bukan penyandang tunanetra atau bisa disebut normal yang memiliki anak bukan tunanetra. Padahal, anak merupakan individu yang membutuhkan pemeliharaan, kasih sayang, dan tempat bagi perkembangannya. Anak juga mempunyai perasaan, pikiran, kehendak tersendiri yang kesemuanya itu


(23)

merupakan totalitas psikis pada masa anak-anak dan remaja (tahap perkembangan).

Keluarga merupakan tempat pertama dimana seorang anak tumbuh dan berkembang, dalam masa pertumbuhan dan tahap perkembangannya itu anak haruslah didamping secara maksimal oleh kedua orangtuanya supaya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki hakekat pribadi, dengan kata lain memiliki konsep diri yang utuh. (Carl Roger, 1945) Anak mempunyai arti penting bagi orangtua, dapat dikatakan anak adalah aset bagi keluarga. Anak berkepribadian tangguh, mandiri, bertanggung jawab dan berbudi pekerti luhur merupakan dambaan setiap orangtua. Sikap-sikap tersebut dapat terbentuk melalui bagaimana orangtua mendidik anak. Pola asuh yang tepat akan menumbuhkan anak yang berkepribadian baik.

Hubungan yang baik antara orang tua dan anak akan membentuk hubungan simbiosis mutualisme antara keduanya. Anak, di samping mempunyai arti penting bagi orangtua, orangtua juga mempunyai peran penting bagi anak, salah satu peran tersebut adalah sebagai pengasuh utama bagi anak saat periode pertama kehidupannya. Orangtua sebagai pengasuh utama bagi seorang anak, karena itu anak sangat membutuhkan orangtua sebagai pribadi yang utuh dan sempurna. Orangtua yang menyenangkan akan tercermin dalam sikapnya yang memberikan perhatian dan menghormati kebutuhan anak, membuat anak lebih terbuka dalam menyatakan perasaan, lebih bertanggung jawab atas pekerjaan rumah, mandiri, percaya diri, dan gembira. Sebagai pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orangtua sangat


(24)

berperan dalam meletakkan dasar-dasar perilaku anak. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orangtua akan senantiasa dilihat, diamati, dan ditiru oleh anak yang secara sadar atau tidak akan diresapi dan menjadi kebiasaan bagi anak. Pola perilaku tersebut terbentuk karena anak pertama kali mengidentifikasikan diri pada orangtuanya sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain.

Setiap orangtua menyayangi anaknya, akan tetapi manifestasi dari rasa sayang itu berbeda-beda antara satu orangtua dengan orangtua lainnya. Perbedaan tersebut akan nampak dalam pola asuh yang diterapkan oleh orangtua kepada anak. Faktor lain yang mempengaruhi gaya pengasuhan orangtua selain perbedaan manifestasi rasa sayang dapat dibagi menjadi dua faktor yakni faktor dari dalam diri orangtua dan faktor dari luar diri orangtua. Faktor dari luar diri orangtua antara lain kesibukan orangtua, latar belakang pendidikan orangtua, jenis kelamin anak, serta budaya dan tradisi keluarga. Faktor dari dalam orangtua antara lain kesehatan jasmani dan mental orangtua, serta sifat dan pembawaan orang tua. Kesehatan jasmani dan rohani orangtua juga dapat menjadi faktor yang mempengaruhi pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak. Orang tua yang sehat secara mental dan spiritual dapat mengasuh anak dengan penuh rasa cinta kasih dan rasa “memiliki” terhadap anak, sehingga anak merasa nyaman berada di dekat orangtua. Orangtua yang sehat dan bugar secara jasmani dapat mendampingi, mengawasi, dan membimbing dalam melakukan kegiatan seperti belajar dan atau bermain, juga dapat membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi anak dalam melakukan suatu kegiatan.


(25)

Berbeda dengan orangtua yang memiliki kekurangan secara fisik atau jasmani, misalnya pada orangtua yang memiliki kelumpuhan pada bagian tubuhnya, yakni pada bagian tangan tidak dapat dengan leluasa menggendong anaknya seperti anak-anak lain digendong oleh orangtuanya. Aktivitas menggendong anak, meskipun terlihat remeh namun sangat berarti dalam menjalin kedekatan hubungan antara orangtua dan anak. Anak yang tidak pernah digendong akan merasa kecewa bahwasanya dia tidak dapat seperti teman-temannya, walaupun lambat laun anak akan terbiasa dengan kondisi tersebut. Sama halnya dengan orangtua yang mempunyai kekurangan fisik seperti tidak dapat melihat atau disebut dengan tunanetra. Orangtua dengan kekurangan seperti ini mempunyai pola asuh yang berbeda dengan orangtua pada umumnya yang tidak memiliki kekurangan.

Keterbatasan orangtua dalam hal fisik terutama indera penglihatan tentu memberikan pekerjaan rumah tersendiri bagi para orangtua dengan keterbatasan ini. Kondisi ini sering tidak disadari oleh lingkungan sekitar dan kurang mendapat perhatian bahwasanya orangtua dengan keterbatasan seperti ini membutuhkan bimbingan dari lingkungannya untuk belajar menjadi orang tua bagi putra-putrinya. Orangtua penyandang cacat tunanetra mempunyai sifat dan karakteristik yang berbeda dari orang normal pada umumnya. Berdasarkan alasan tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana orangtua dengan keterbatasan fisik sebagai penyandang cacat tunanetra dapat mengekspresikan kasih sayang mereka


(26)

kepada anak sekaligus menanamkan nilai-nilai kehidupan yang akan tercermin dalam pola asuh yang diterapkan orangtua kepada anak.

Fokus penelitian ini adalah strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra terhadap anaknya yang sedang dalam masa pertumbuhan anak (usia Sekolah Dasar). Bagaimana seorang penyandang tunanetra memandang pentingnya pola asuh terhadap anak dan bagaimana seorang tunanetra mengasuh anaknya dalam kehidupan nyata di masyarakat dengan kekurangannya tersebut di tengah-tengah jaman yang semakin berkembang ini.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah di atas terkait dengan pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra, hal tersebut dapat diidentifikasikan dalam masalah sebagai berikut :

1. Orangtua penyandang tuna netra tidak memberikan dukungan yang maksimal kepada anaknya yang awas.

2. Orangtua penyandang tuna akan sulit menjadi seorang pembela kepentingan anak sebab membela kepentingan dan hak-haknya sendiripun masih sulit.

3. Orangtua penyandang cacat tuna netra menemui hambatan dan tantangan dalam mengembangkan berbagai aspek kehidupan khususnya aspek perkembangan panca indra.

4. Menjadi orangtua berarti juga menjadi pengawas bagi anaknya. Pengawasan itu sendiri memiliki arti sikap dari orang tua dalam


(27)

mengamati dan mengontrol apa yang dilakukan anaknya. Dengan adanya pengawasan orang tua, maka diharapkan anak mempunyai tingkah laku dan kebiasaan yang baik. Menjadi sebuah masalah bila, peran pengawasan dan kontrol itu dilakukan oleh orang dengan keterbatasan hingga ketidak mampuan melihat melalui indra penglihatan.

5. Menjadi orangtua tidak hanya melulu soal keluarga tetapi juga menjadi bagian dari kehidupan bermasyarakat, dalam kehidupan bermasyarakatpun orangtua memiliki peranan yang penting bagi perkembangan anak dalam rangka mengasuh dan memelihara anaknya tersebut. Tanggungjawab orangtua dalam hal ini ialahuntukmendidik, mengasuh dan membimbing anak anaknyauntukmencapaitahapantertentu yang menghantarkan anak untuk siap dalam kehidupanbermasyarakat tidak terkecuali orangtua yang menyandang tunanetra yang notabene kehidupan bermasyarakatnyapun belum tercapai secara maksimal atau bahkan tidak jarang “disingkirkan” dalam masyarakat karena dianggap tidak mampu.

C. Fokus Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti berfokus untuk untuk menggali, memahami, dan mendeskripsikan sejauh manakah penyandang tunanetra mengasuh anaknya yang dalam artinormal penglihatannya tidak seperti orangtuanya, terkhusus seperti apa pola asuh seorang tunanetra dan apa saja cara dan strategi yang dibuat dalam rangka mengasuh anak, mengawasi anak, membimbing anak baik dalam keluarga bagi keluarga, dan dalam masyarakat untuk kehidupan.


(28)

D. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang dan hasil identifikasi masalah diatas peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji lebih dalam lagi. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana perasaan orangtua penyandang tuna netra menerima kehadiran anak?

2. Bagaimanakah cara-cara atau strategi untuk mengasuh anak dalam keterbatasan fisik yang dimiliki oleh orangtua penyandang tuna netra? 3. Bagaimana cara dan sikap orangtua penyandang tuna netra dalam

menghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak?

4. Bagaimana harapan orangtua penyandang tuna netra terhadap anaknya?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliti melakukan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui perasaan keluarga tunanetra dalam menerima kehadiran anak di dalam keluarga mereka.

2. Mendeskripsikan strategi pola asuh anak pada keluarga dengan orangtua penyandang tunanetra.

3. Cara dan sikap orangtua penyandang tunanetra dalam menghadapi tantangan-tantangan mengasuh anak.

4. Mengetahui perwujudan nyata tanggungjawab dan harapan orangtua kepada anak.


(29)

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti berharap muncul manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu pengetahuan mengenai pola asuh (parenting style) orangtua atau keluarga tunanetra kepada anaknya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi para dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil penelitian ini dapat menjadi tolok ukur yang dapat digunakan oleh program studi untuk melihat mendalami dan, mengkaji seperti apa dan bagaimanakah pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra dalam mengasuh anaknya. b. Bagi orangtua. Penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan

kesadaran dan memahami pentingnya membangun pola asuh yang baik, benar, tepat dan efisien dalam rangka mendidik anak di dalam keluarga int, baik keluarga yang memiliki kekurangan secara fisik dan atau mental.

c. Bagi peneliti. Melalui penelitian ini, penulis memperoleh pengetahuan dan pemahaman baru mengenai pola asuh keluarga tunanetra pada anaknya yang normal penglihatannya. Peneliti jugfa mendapatkan kesempatan pembelajaran dan mengalami praktik langsung bertemu


(30)

dengan subyek teliti dan melakukan penelitian dan mengembangkannya secara ilmiah dalam koridor ke-BKan.


(31)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisikan mengenai kajian-kajian teori yang mendukung penelitian yang dilakukan oleh peneliti yakni tentang pola asuh (parenting style). Teori-teori yang dipaparkan dan dijabarkan merupakan teori yang telah dikemukakan oleh para ahli sebelumnya, dan pada bab ini peneliti menggunakannya untuk pondasi dasar untuk melandasi setiap gagasan dan argumen yang muncul dari peneliti selama penelitian skripsi ini berjalan sampai jadi dan dapat dipertanggungjawabkan.

A. Hakikat Strategi Pengasuhan Orangtua 1. Pola asuh

Pola asuh pada dasarnya merupakan keseluruhan cara perlakuan orangtua yang diterapkan pada anak. Pengasuhan anak menunjuk pada pendidikan umum yang diterapkan terhadap anak, berupa proses interaksi antara orangtua (pengasuh) dengan anak (yang diasuh). Interaksi tersebut mencakup perawatan seperti mencukupi kebutuhan makan, mendorong keberhasilan dan melindungi, maupun sosialisasi yaitu mengajarkan tingkah laku umum yang diterima oleh masyarakat (Wahyuning, 2003 : 126).

Menurut Hurlock (1980) , pola pengasuhan orangtua disebutkan dengan teknik disiplin orangtua kepada anak. Disiplin merupakan cara masyarakat mengajarkan kepada anak mengenai perilaku moral yang diterima kelompok. Tujuannya adalah menunjukkan kepada anak


(32)

perilaku mana yang baik dan yang buruk serta mendorongnya untuk berperilaku sesuai standar masyarakat (Hurlock, 1999:82). Setiap orangtua memiliki sikap dan perilaku yang berbeda satu sama lain dalam menghadapi anak-anak mereka. Sikap tersebut akan tergambar dalam bentuk pola asuh yang diterapkan oleh orangtua. Bronfenbrenner dan Melvin Kohn (dalam Ihromi, 2004:48) mengkategorikan pola pengasuhan atau pola sosialisasi ke dalam dua bentuk, yakni pola asuh yang berorientasi pada ketaatan yang disebut dengan pola pengasuhan cara represif (repressive socialization), dan pola pengasuhan yang berorientasi pada dilakukannya partisipasi (participatory socialization).

2. Tipe Pola Asuh

Pola asuh represif menitik beratkan pada hukuman terhadap perilaku yang salah, dan pola asuh partisipatori memberikan imbalan untuk perilaku yang baik. Pola asuh represif berpusat pada orangtua karena anak harus memperhatikan keinginan orangtua, sedangkan pola sosialisasi partisipatori lebih berpusat pada anak karena orangtua memperhatikan keinginan anak. Berbagai cara orangtua dalam menerapkan pola asuh terhadap anak akan menghasilkan berbagai karakteristik perilaku anak.

Pola asuh dapat membentuk karakteristik perilaku anak karena interaksi yang dilakukan orang tua cenderung bersifat stabil dan dalam jangka waktu yang lama.Pola asuh orangtua yang diterapkan pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat


(33)

dirasakan oleh anak dari segi negatif maupun positif. Menurut Baumrind (1967) ada empat macam tipe pola asuh orangtua, antara lain pola asuh demokratis, pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh penelantar.

Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan, dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat.

Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Misalnya kalau tidak mau makan tidak akan diberi uang saku. Orangtua tipe ini juga cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum. Apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan orangtua, maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orangtua tipe ini tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dari anaknya untuk mengerti mengenai anaknya.

Pola asuh permisif atau pemanja biasanya meberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk


(34)

melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat, sehingga seringkali disukai oleh anak.

Pola asuh tipe penelantar. Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biayapun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.

Pangaruh pola asuh orangtua pada pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak anak yang mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru, dan koperatif terhadap orang-orang lain. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut, pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menentang, suka melanggar norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang impulsive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial. Pola asuh penelantar akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang moody,


(35)

impulsive, agresif, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, penghargaan diri (self esteem) yang rendah, sering bolos, dan bermasalah dengan teman.

B. Hakekat Tunanetra

Pengertian tunanetra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat melihat (KBBI, 1989:971). Pada umumnya orang mengira bahwa tunanetra identik dengan buta, padahal tidaklah demikian karena tunanetra dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori. Anak yang mengalami gangguan penglihatan dapat didefinisikan sebagai anak yang rusak penglihatannya yang walaupun dibantu dengan perbaikan, masih mempunyai pengaruh yang merugikan bagi anak yang yang bersangkutan (Scholl, 1986:29). Pengertian ini mencakup anak yang masih memiliki sisa penglihatan dan yang buta.

Dengan demikian, pengertian anak tunanetra adalah individu yang indera penglihatannya (kedua-duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari-hari seperti orang awas. Persatuan Tunanetra Indonesia / Pertuni (2004) mendefinisikan ketunanetraan sebagai berikut: Orang tunanetra adalah mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total) hingga mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal meskipun dibantu dengan kaca mata (kurang awas). Ini berarti bahwa seorang tunanetra mungkin tidak mempunyai penglihatan sama sekali meskipun hanya untuk


(36)

membedakan antara terang dan gelap. Orang dengan kondisi penglihatan seperti ini kita katakan sebagai ”buta total”.Orang tunanetra yang masih memiliki sisa penglihatan yang fungsional seperti ini kita sebut sebagai orang ”kurang awas” atau lebih dikenal dengan sebutan ”Low vision”.

Tunanetra dapat dipahami sebagai sebutan bagi subjek atau orang yang menyandang tunanetra. Kondisi atau masalah yang berkaitan dengan tunanetra dan ketunanetraan dari berbagai segi mengakibatkan terjadinya berbagai pengertian tunanetra. Secara umum berbagai pengertian yang ada memiliki kesamaan (Hadi, 2005). Secara harfiah, kata tunanetra terdiri dari kata tuna dan netra. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan kata tuna mempunyai arti tidak memiliki, tidak punya, luka atau rusak. Netra berarti penglihatan. Tunanetra mempunyai arti tidak memiliki atau rusak penglihatannya. Secara etimologis kata tunanetra berarti luka, rusak, kurang atau tidak memiliki. Netra berarti mata atau penglihatan. Tunanetra berarti kondisi luka atau rusaknya mata sehingga mengakibatkan kurang atau tidak memiliki kemampuan penglihatan. Frans Harsanan dalam buku karya Rudiyati (2002) menyebutkan bahwa tunanetra ialah suatu kondisi dari indera penglihatan atau mata yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.

Kondisi itu disebabkan oleh kerusakan pada mata, syaraf optik, dan atau bagian otak yang mengolah stimulus visual. Menurut Noah Webster (1953: 287) dalam Webster Dictionary yang dikutip oleh Rudiyati (2002: 4), istilah buta “blind” diartikan “destitute of the sense of sight either by natural defect deprivation”, sedangkan kebutaan “blindness” diartikan “state or quality of


(37)

being blind”. Artinya bahwa buta adalah kekurangan pada indera penglihat,

baik kodrati maupun karena kehilangan, sedangkan kebutaan adalah keadaan atau tingkat buta. Ketunanetraan yang dihadapi oleh seseorang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam bersikap dan berperilaku terhadap lingkungan sekitarnya. Keterbatasan tersebut menjadikan kendala bagi penyandang tunanetra untuk dapat beraktifitas sesuai dengan harapan individu tunanetra maupun harapan masyarakat umum. Perilaku penyandang cacat tunanetra pada mulanya merupakan ciri khas secara individu, namun pada perkembangannya menunjukkan hampir semua penyandang tunanetra pada golongan yang sama relatif memiliki karakteristik yang sama (Hadi, 2005:48).

C. Hakekat Orangtua

Orangtua dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan “orangtua artinya ayah dan ibu“ (Poerwadarmita, 1987: 688). Banyak para ahli yang mengemukakan pendapatnya tentang pengertian orang tua, yaitu menurut Miami yang dikutip oleh Kartini Kartono, dikemukakan “orangtua adalah pria dan wanita yang terikat dalam perkawinan dan siap sedia untuk memikul tanggung jawab sebagai ayah dan ibu dari anak-anak yang dilahirkannya.“ (Kartono, 1982 : 27).

Maksud dari pendapat di atas, yaitu apabila seorang laki-laki dan seorang perempuan telah bersatu dalam ikatan tali pernikahan yang sah maka mereka harus siap dalam menjalani kehidupan berumah tangga salah satunya adalah dituntut untuk dapat berpikir seta begerak untuk jauh kedepan, karena


(38)

orang yang berumah tangga akan diberikan amanah yang harus dilaksanakan dengan baik dan benar, amanah tersebut adalah mengurus serta membina anak-anak mereka, baik dari segi jasmani maupun rohani. Karena orang tualah yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya.

Singgih D Gunarsa dalam bukunya psikologi untuk keluarga mengatakan, “Orang tua adalah dua individu yang berbeda memasuki hidup bersama dengan membawa pandangan, pendapat dan kebiasaan- kebiasaan sehari-hari“ (Gunarsa, 1976 : 27). Dalam hidup berumah tanggga tentunya ada perbedaan antara suami dan istri, perbedaan dari pola pikir, perbedaan dari gaya dan kebiasaan, perbedaan dari sifat dan tabiat, perbedaan dari tingkatan ekonomi dan pendidikan, serta banyak lagi perbedaan-perbedaan lainya. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mempengaruhi gaya hidup anak-anaknya, sehingga akan memberikan warna tersendiri dalam keluarga. Perpaduan dari kedua perbedaan yang terdapat pada kedua orang tua ini akan mempengaruhi kepada anak-anak yang dilahirkan dalam keluarga tersebut. Pendapat yang dikemukakan oleh Nasution (1986) adalah “orangtua adalah setiap orang yang bertanggung jawab dalam suatu keluarga atau tugas rumah tangga yang dalam kehidupan sehari-hari disebut sebagai bapak dan ibu”.

Seorang bapak atau ayah dan ibu dari anak-anak mereka tentunya memiliki kewajiban yang penuh terhadap keberlangsungan hidup bagi anak-anaknya, karena anak memiliki hak untuk diurus danan dibina oleh orang tuanya hingga beranjak dewasa. Berdasarkan Pendapat-pendapat para ahli yang telah diurarakan di atas dapat diperoleh pengertian bahwa orang tua


(39)

orang tua memiliki tanggung jawab dalam membentuk serta membina ank-anaknya baik dari segi psikologis maupun pisiologis. Kedua orang tua dituntut untuk dapat mengarahkan dan mendidik anaknya agar dapat menjadi generasi-generasi yang sesuai dengan tujuan hidup manusia.

D. Hakekat Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/oddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18 tahun). Rentang ini berada antara anak satu dengan yang lain mengingat latar belakang anak berbeda. Pada anak terdapat rentang perubahan pertumbuhan dan perkembangan yaitu rentang cepat dan lambat.

Dalam proses perkembangan anak memiliki ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Semua anak tidak mungkin memiliki pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya. Demikian juga halnya perkembangan kognitif juga mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif yang cepat dan juga adakalanya perkembangan kognitif yang lambat. Hal tersebut juga dapat dipengaruhi oleh latar belakang anak. Perkembangan konsep diri ini sudah ada sejak bayi, akan tetapi belum terbentuk secara sempurna dan akan mengalami perkembangan seiring dengan pertambahan usia pada anak. Demikian juga pola koping yang dimiliki anak hampir sama dengan konsep diri yang dimiliki anak.


(40)

Bahwa pola koping pada anak juga sudah terbentuk mulai bayi, hal ini dapat kita lihat pada saat bayi anak menangis.Salah satu pola koping yang dimiliki anak adalah menangis seperti bagaimana anak lapar, tidak sesuai dengan keinginannya, dan lain sebagainya. Kemudian perilaku sosial pada anak juga mengalami perkembangan yang terbentuk mulai bayi. Pada masa bayi perilaku sosial pada anak sudah dapat dilihat seperti bagaimana anak mau diajak orang lain, dengan orang banyak dengan menunjukkan keceriaan. Hal tersebut sudah mulai menunjukkan terbentuknya perilaku social yang seiring dengan perkembangan usia. Perubahan perilaku social juga dapat berubah sesuai dengan lingkungan yang ada, seperti bagaimana anak sudah mau bermain dengan kelompoknya yaitu anak-anak (Hidayat, 2005).

Pada dasarnya anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil, melainkan manusia yang oleh karena kondisinya belum mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang matang, maka segala sesuatunya berbeda dengan orang dewasa. Anak masih mempunyai keterbatasan-keterbatasan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Pengertian anak menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak yang dikutip oleh Suryanah (1996: 1) menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah menikah. Batas usia 21 tahun ditetapkan karena berdasarkan pertimbangan usaha kesejahteraan sosial, kematangan pribadi, dan kematangan mental seorang anak dicapai pada usia tersebut.


(41)

Anak adalah penerus bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan anak adalah seseorang yang berusia 18 tahun. Termasuk di dalamnya anak yang masih dalam kandungan (Supeno, 2010: 40).

Menurut Hurlock (1980) tugas perkembangan adalah suatu tugas yang muncul pada saat atau suatu periode tertentu. Tugas tersebut jika berhasil akan menimbulkan rasa bahagia dan membawa kearah keberhasilan dalam melaksanakan tugas berikutnya. Kegagalan dalam melaksanakan tugas akan menimbulkan rasa tidak bahagia dan kesulitan dalam menghadapi tugas-tugas berikutnya. Pada masa-masa tersebut, anak sedang belajar mengenai berbagai hal yang harus bisa mereka lakukan sebagai mahkluk individu seperti keterampilan fisik, sikap sehat, serta memainkan peran jenis kelamin yang sesuai. Sebagai makhluk sosial mereka juga harus bisa bergaul, bersikap sesuai dengan norma di masyarakat lingkungan sekitar. Orangtua dalam hal ini mempunyai tugas dalam mendampingi dan mendidik anak agar mereka dapat menyelesaikan tugas perkembangan mereka dengan baik untuk menyambut tugas perkembangan selanjutnya.


(42)

E. Teori Harapan

Teori harapan kadang disebut teori ekspektasi atau expectacy theory of

motivation dikemukakan oleh Victor Vroom pada tahun 1964. Vroom lebih

menekankan pada faktor hasil (outcomes), ketimbang kebutuhan (needs) seperti yang dikemukakan oleh Maslow and Herzberg. Teori ini menyatakan bahwa intensitas kecenderungan untuk melakukan dengan cara tertentu tergantung pada intensitas harapan bahwa kinerja akan diikuti dengan hasil yang pasti dan pada daya tarik dari hasil kepada individu.

Koontz (1990) mengemukakan bahwa orang-orang akan termotivasi untuk melakukan hal-hal tertentu guna mencapai tujuan apabila mereka yakin bahwa tindakan mereka akan mengarah pada pencapaian tujuan. Sehubungan dengan tingkat ekspektasi seseorang, Craig C. Pinder (1948) dalam bukunya Work Motivation berpendapat bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat harapan atau ekspektasi seseorang yaitu:

a. Harga diri.

b. Keberhasilan waktu melaksanakan tugas.

c. Bantuan yang dicapai dari seorang supervisor dan pihak bawahan. d. Informasi yang diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas. e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik untuk bekerja.

Sementara teori harapan menyatakan bahwa motivasi karyawan adalah hasil dari seberapa jauh seseorang menginginkan imbalan (valence), yaitu penilaian bahwa kemungkinan sebuah upaya akan menyebabkan kinerja yang diharapkan (expectacy) dan keyakinan bahwa kinerja akan mengakibatkan


(43)

penghargaan (instrumentality). Singkatnya, valence adalah signifikansi yang dikaitkan oleh individu tentang hasil yang diharapkan. Ini adalah kepuasan yang diharapkan dan tidak aktual bahwa seorang karyawan mengharapkan untuk menerima setelah mencapai tujuan.

Harapan adalah keyakinan bahwa upaya yang lebih baik akan menghasilkan kinerja yang lebih baik. Harapan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kepemilikan keterampilan yang sesuai untuk melakukan pekerjaan, ketersediaan sumber daya yang tepat, ketersediaan informasi penting dan mendapatkan dukungan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

F. Kajian Penelitian yang Relevan

Melati (2013) mahasiswi Universitas Esa Unggul Jakarta melakukan penelitian yang berkaitan dengan orangtua dan tuna netra. Dalam penelitiannya banyak sekali dibahas mengenai persoalan-persoalan yang dihadapi selama menjadi orangtua anak yang tuna netra. Penelitian ini bertujuan melihat bagaimana proses penerimaan diri seorang Ibu yang memiliki anak tunanetra. Jenis penelitian kualitatif, dengan metode deskriptif. Sampel penelitian 3 Ibu yang memiliki anak tunanetra sejak lahir. Teknik yang dipakai purposive sampling. Mengumpulkan data dengan cara wawancara mendalam. Berdasarkan hasil analisis, ketiga Subjek dapat menerima dirinya dengan melalui beberapa fase dalam penerimaan diri. Walaupun tidak semua tanda-tanda dari sebuah perasaan yang kemungkinan muncul pada suatu tahapan mereka rasakan. Contohnya seperti Subjek


(44)

pertama yang tidak merasakan perasaan terguncang, dan tidak percaya, namun merasakan perasaan tidak siap.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penerimaan diri tersebut diantaranya adalah,adanya pemahaman tentang diri sendiri yang baik, adanya hal-hal realistik yang terpikirkan, tidak adanya hambatan dalam lingkungan, sikap anggota keluarga yang menyenangkan, tidak adanya gangguan emosional yang berat, pengaruh keberhasilan yang dialami, identifikasi dengan orang yang memiliki penerimaan diri yang baik, pola asuh dimasa kecil yang baik.

Penelitian lain yang dilakukan terkait dengan orangtua yang tunanetra adalah jurnal penelitian milik Rahmawati (2012) seorang mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta. Penelitian ini berupa jurnal yang sama-sama membahas mengenai persoalan pola asuh orangtua yang menyandang tunanetra terhadap anaknya. Teknik sampling menggunakan teknik purposive sampling. Proses pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik dalam analisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1) Keluarga dengan orangtua penyandang cacat tunanetra memiliki kecenderungan pola asuh otoriter dan permisif. 2) Hambatan yang dialami orangtua penyandang cacat tunanetra adalah berupa: tidak dapat mengontrol secara penuh kegiatan anak sehari-hari dan kekhawatiran terhadap kondisi anak dalam pergaulan sehari-hari. 3)


(45)

Upaya untuk mengatasi hambatan yang dialami oleh orangtua penyandang cacat tunanetra yaitu: menjalin hubungan baik dengan tetangga dan lingkungan sekitar, menggunakan peran pihak ketiga, dan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada dalam keluarga.

Kedua penelitian diatas memang sama-sama mengangkat permasalahan tentang orangtua, anak, dan tunanetra. Melihat kembali ke paragraf sebelumnya pada penelitian pertama subyek yang diteliti ialah orangtua terkhusus ibu tanpa cacat mata yang memiliki anak cacat mata atau buta (tunanetra), penelitian kedua meneliti orang tua cacat mata atau tunanetra yang juga sama-sama memiliki anak dalam kasus ini peneliti kedua meneliti tentang pola asuh yang dipakai orangtua tersebut. Apabila menilik dari kedua penelitian yang relevan diatas tadi penelitian kedua memang terdengar sangat identik dengan penelitian yang peneliti lakukan dalam penulisan skripsi ini. Namun, apabila dikaji lebih mendalam penelitian yang penulis tulis ini sebenarnya memiliki perbedaan dan keistimewaan dibandingkan dengan dua penelitian diatas salah satunya ialah penelitian ini tidak tebatas sebagai sebuah jurnal melainkan sebagai sebuah skripsi yang dipakai penulis untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana (S1).

Selain daripada itu penelitian ini juga mengandung dan berkiblat pada teori psikologi yang kental, meskipun pada jurnal penelitian pertama juga bersifat psikologis namun subyek penelitian berbeda. Bisa dikatakan bahwa penelitian ini adalah gabungan antara kedua jurnal penelitian diatas.


(46)

G. Kerangka Pikir

ORANGTUA TUNANETRA

ANAK AWAS (normal/tidak tunanetra)

STRATEGI PENGASUHAN TANTANGAN CARA-CARA

PENERIMAAN

STRATEGI PENGASUHAN


(47)

Dengan melihat diagram diatas peneliti mencoba untuk menggambarkan alur dan kerangka penelitian yang dibuat. Pada diagram atau pola diatas dapat dilihat dengan jelas maksud penelitian yang ditulis ini, penelitian ini mengangkat isu mengenai orangtua tunanetra, seorang orangtua pastilah memiliki kiat-kiat, aturan-aturan, cara main, atau strategy tersendiri dalam membesarkan anaknya yang dalam bahasa yang lebih familiar adalah pola asuh. Menurut peneliti pola asuh sendiri mencakup sedikitnya empat buah aspek yaitu penerimaan, cara-cara, tantangan, dan harapan. Keempat aspek pola asuh tadi belum dapat dilihat maupun dirasakan oleh anak tanpa adanya wujud nyata dalam bentuk strategi pengasuhan, wujud nyata yang dimaksud penulis disini adalah tindakan-tindakan real yang dilakukan oleh orangtua terhadap anak dalam rangka melakukan binaan, bimbingan, dan momongan atau yang dikenal dengan pola asuh tadi.


(48)

29 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (perspektif subyek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian. Terdapat perbedaan mendasar antara peran landasan teori dalam penelitian kuantitatif dengan penelitian kualitatif.

Dalam penelitian kuantitatif, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan; sedangkan dalam penelitian kualitatif peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir

dengan suatu “teori”.

Penelitian kualitatif jauh lebih subyektif daripada penelitian atau survei kuantitatif dan menggunakan metode sangat berbeda dari mengumpulkan informasi, terutama individu, dalam menggunakan wawancara secara mendalam dan grup fokus. Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam. Peserta diminta untuk menjawab pertanyaan umum, dan interviewer atau moderator grup periset menjelajah dengan tanggapan mereka untuk mengidentifikasi dan menentukan persepsi,


(49)

pendapat dan perasaan tentang gagasan atau topik yang dibahas dan untuk menentukan derajat kesepakatan yang ada dalam grup.

Kualitas hasil temuan dari penelitian kualitatif secara langsung tergantung pada kemampuan, pengalaman dan kepekaan dari interviewer atau moderator group. Jenis penelitian yang sering kurang dilakukan dari survei karena mahal dan sangat efektif dalam memperoleh informasi tentang kebutuhan komunikasi dan tanggapan dan pandangan tentang komunikasi tertentu. Dalam hal ini sering metode pilihan dalam kasus di mana pengukuran atau survei kuantitatif tidak diperlukan.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif studi kasus. Penelitian kualitatif memiliki tujuan untuk memahami fenomena sosial melalui gambaran yang menyeluruh dan pemahaman yang mendalam (Moleong, 2007). Penelitian kualitatif ini bersifat deskriptif sehingga data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan makna dibalik data tersebut (Sugiyono, 2010). Menurut Idrus (Rohandi, 2011) studi kasus adalah analisis multiperspektif, karena peneliti tidak hanya berpegang pada perkataan dan sudut pandang pelaku, namun juga kelompok yang memiliki relevansi dengan pelaku dan interaksi diantara mereka. Ini menjadi point penting yang menjadi karakteristik studi kasus. Memberi kesempatan bersuara pada entisitas-entisitas yang tidak memiliki kekuatan dan tidak bersuara (voiceless).


(50)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat dan waktu penelitian tidak ditentukan secara kaku. Namun penelitian akan sering dilakukan di lingkungan sekitar tempat tinggal atau domisili subyek saat subyek melakukan pekerjaan, maupun melakukan kegiatan kesehariannya yang tentu saja berkaitan dengan kepentingan penelitian. Apabila dirasa kurang peneliti juga akan melakukan penelitian dengan datang ke rumah subyek dengan catatan apabila peneliti mendapatkan izin dari subyek sebelumnya. Peneliti merencanakan tempat dan waktu penelitian pada bulan November tahun 2015.

Tabel 1

Tempat dan Waktu Penelitian Bulan November 2015

No. Tanggal Pertemuan Keterangan Tempat

1. 20 Desember 2015 Konfirmasi dengan subyek

Rumah Subyek 2. 26 Desember-25

Januari 2016

Observasi dan penelitian terhadap subyek

dilakukan

Menyesuaikan (fleksibel)

3. 26-30 Januari 2016 Melengkapi data yang dirasa kurang dan memulai melakukan analisa penelitian

Menyesuaikan (fleksibel)

Tabel diatas merupakan tabel perkiraan jadwal yang akan dilakukan oleh peneliti dalam rangka melakukan penelitian terhadap subyek. Adapun setting dan suasana selama penelitian fleksibel karena disesuaikan dengan lingkungan tempat subyek melakukan kegiatan sehari-harinya.


(51)

C. Subyek Penelitian

Penelitian kualitatif tidak menekankan upaya generalisasi melalui perolehan subyek secara acak seperti pada penelitian kuantitatif. Penelitian kualitatif berupaya memahami konteks dan sudut pandang secara lebih mendalam.

Sarantokos (Poerwandari, 2005) menjelaskan prosedur penentuan subyek, yaitu sebagai berikut:

1. Tidak mengambil subyek dalam jumlah yang besar, tetapi melihat kasus perkasus yang memiliki kekhususan tipe dengan masalah penelitian. 2. Sejak awal penelitian tidak ditentukan secara kaku, baik jumlah maupun

karakteristik subyek tetapi berkembang mengikuti pemahaman konseptual selama penelitian.

3. Mencari kecocokan konteks, bukan pada keterwakilan (dalam arti jumlah/peristiwa acak).

Dalam penelitian ini nama subyek disamarkan bila subyek tidak ingin namanya dicantumkan. Tetapi, bagi subyek yang tidak keberatan namanya dicantumkan, peneliti akan mencantumkan namanya.

Subyek penelitian adalah pasangan suami istri tunanetra yang memiliki anak (kandung) yang awas (dapat melihat/non-tunanetra). Peneliti telah menentukan kriteria subyek teliti sebagai berikut:

1. Pasangan suami istri (pasutri), usia ±35-45 tahun (penyandang tunanetra) 2. Memiliki anak kandung usia Sekolah Dasar, usia ± 7-13 tahun. (normal


(52)

D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan pertanyaan atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara itu ditegaskan dalam Lincoln & Guba (Moleong 2007 : 186) mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang lain baik manusia maupun manusia (triangulasi).

Wawancara ditujukan kepada orangtua yang menyandang tuna netra, anak subyek (bukan penyandang tunanetra), dan orang lain yang berhubungan dekat dan langsung dengan subyek serta anaknya. Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah pertanyaan tidak terstruktur. Berikut ini disajikan sebagian panduan wawancara tidak terstruktur yang akan diaplikasikan pada subyek teliti.


(53)

Tabel 2

Panduan wawancara Aspek Pertanyaan untuk

Subyek Pertanyaan untuk Significant Others Pertanyaan untuk Anak Penerimaan

1. Saat anda mengetahui istri anda hamil bagaimana perasaan anda? 1. Bagaimanakah menurut pengamatan anda perasaan si ibu tersebut ketika hamil?

1. Selama ini, bagaimana perasaanmu terhadap kondisi orangtuamu yang tuna netra? 2. Saat anda

mengetahui anda hamil bagaimana perasaan anda? 2. Bagaimanakah menurut pengamatan anda perasaan ayah tersebut ketika mengetahui istrinya hamil?

2. Bagaimana sikap orangtuamu kepadamu?

3. Apa sajakah yang anda persiapkan untuk kehadiran anak anda?

3. Menurut yang anda ketahui, selama masa penantian kelahiran anak tersebut apakah keluarga ini

mempersiapkan kelahiran anak mereka dengan baik?

3. Bagaimana perasaan orangtuamu kepadamu?

4. Apa yang anda lakukan selama masa penantian kelahiran anak anda?

4. Menurut anda bagaimanakah sikap keluarga tuna netra tersebut terhadap anak kandungnya?

4. Bagaimana sikapmu kepada orangtuamu?

5. Setelah anak anda lahir, bagaimanakah perasaan anda? 5. Menurut sepengetahuan anda, bagaimanakah perasaan keluarga tuna netra tersebut setelah anaknya lahir?

5. Bagaimanakah perlakuan mereka terhadapmu?


(54)

Aspek Pertanyaan untuk Subyek Pertanyaan untuk Significant Others Pertanyaan untuk Anak Tipe Pola Asuh 1. Bagaimana strategi anda dalam mengasuh anak dalam keterbatasan fisik yang anda miliki?

1. Menurut anda, bagaimana strategi orangtua penyandang tuna netra tersebut dalam mengasuh anak? 1. Bagaimanakah orang tuamu merawatmu dalam keterbatasan yang mereka miliki? 2. Bagaimana cara anda untuk mendisiplinkan anak dalam keterbatasan yang anda miliki?

2. Menurut anda, bagaimana cara orangtua penyandang tuna netra tersebut mendisiplinkan anaknya?

2. Apabila kamu tidak disiplin dalam suatu hal, adakah cara yang selalu orangtuamu terapkan supaya kamu lebih disiplin? Bagaimanakah cara tersebut? 3. Bagaimana cara

anda mengawasi pergaulan anak anda dalam kondisi anda yang demikian?

3. Menurut anda, bagaimana orangtua penyandang tuna netra tersebut mengawasi setiap perilaku anaknya?

3. Bagaimana cara orang tua mu mengawasi perilaku maupun pergaulan kamu? 4. Bagaimanakah anda merawat anak anda apabila anak anda sakit atau terluka?

4. Menurut anda, apakah orangtua penyandang tuna netra tersebut termasuk orang tua yang tegas?

4. Bagaimana orang tuamu mendidik kamu? Apakah tegas atau lebih membebaskan kamu? 5. Bagaimanakah sikap anda apabila anak anda melakukan kesalahan (nakal)?

5. Menurut anda bagaimana sikap orang tua

penyandang tuna netra tersebut apabila menghadapi anaknya berbuat kesalahan

5. Bagaimana cara orang tuamu memarahi kamu? Pernahkan mereka memukulmu?


(55)

Aspek Pertanyaan untuk

Subyek Pertanyaan untuk Significant Others Pertanyaan untuk Anak

Tantangan 1. Menurut pengalaman anda apa sajakah tantangan dan hambatan dalam mengasuh anak itu datang?

1. Menurut anda, adakah hambatan dan tantangan yang mereka hadapi selama proses mengasuh anak? Apa sajakah itu?

1. Selama mengasuhmu, apa sajakah

tantangan-tantangan yang dihadapi orang tuamu 2. Menurut pengalaman anda bagaimanakah cara tantangan dan hambatan dalam mengasuh anak itu datang?

2. Menurut anda, bagaimanakah biasanya tantangan itu muncul dalam keluarga mereka?

2. Bagaimana biasanya hambatan itu muncul? (pada waktu apa)?

3. Didalam

keterbatasan anda, bagaimana cara anda mengantisipasi pengaruh buruk yang datang pada masa perkembangan anak anda? 3. Bagaimanakah mereka mengantisipasi datangnya pengaruh buruk yang membahayakan anak mereka?

3. Bagaimana orang tuamu mengantisipasi datangnya pengaruh buruk yang datang kepadamu 4. Didalam keterbatasan anda, bagaimana tindakan anda apabila menghadapi pengaruh buruk yang datang pada masa perkembangan anak anda? 4. Bagaimanakah mereka menghadapi pengaruh buruk yang telah membahayakan atau mempengaruhi anak mereka?

4. Bagaimanakah orang tuamu menghadapi masalah ataupun tantangan yang telah menimpamu

5. Bagaimanakah sikap anda dalam menghadapi masalah-masalah selama proses mengasuh anak? 5. Sepengetahuan anda, bagaimana cara mereka menghadapi

masalah yang timbul dalam rangka

mengasuh anak?

5. Bagaimana sikap mereka menghadapi masalah-masalah yang datang dalam kehidupan mereka selama mengasuhmu?


(56)

2. Observasi

Observasi adalah salah satu cara mengumpulkan data dengan mengamati perilaku subyek secara langsung. Melalui observasi peneliti belajar tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut, Marshal (Sugiyono 2010 : 310). Peneliti melakukan observasi saat pertama kali datang ke lokasi dan selama proses penelitian dan penggalian data yang dilakukan bersama subyek dimana dilaksanakan penelitian.

Tabel 3

Contoh Lembar Observasi

Hari :

Tanggal :

Waktu :

Aspek Deskripsi

Peneliti menggunakan alat perekam suara dan kamera untuk merekam dan mengambil gambar semua informasi yang didapatkan melalui percakapan maupun perilaku yang tertangkap oleh mata selama melakukan wawancara dan observasi. Tujuan peneliti menggunakan alat tersebut diatas adalah untuk memudahkan peneliti mengumpulkan data-data dan informasi yang diperoleh selama penelitian. Selain itu untuk memperoleh tanda bukti berupa informasi yang bersifat asli dan benar


(57)

adanya. Penggunaan alat diatas diberikan atas dasar kesepakatan peneliti dan subyek. Perlu diingat bahwa alat perekam suara dan kamera bukan merupakan alat penelitian melainkan alat bantu penelitian yang digunakan untuk mendukung pengisian lembar observasi.

E. Keabsahan Data / Validitas Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan sumber lainnya. Pada penelitian ini teknik triangulasi yang digunakan ialah teknik triangulasi sumber, triangulasi sumber berarti membandingkan dengan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif Patton (Moleong 2007 : 330).

Triangulasi, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.


(58)

F. Teknik Analisis Data

Peneliti melakukan analisis data melalui dua teknik dari instrument pengumpulan data yang berbeda. Kedua teknik yang peneliti maksudkan adalah wawancara subyek, wawancara significant others, dan observasi. Teknik pertama adalah wawancara, hasil wawancara yang diperoleh peneliti kemudian dibuat verbatim.

Verbatim adalah percakapan wawancara yang dituliskan hitam diatas putih mengenai jawaban dari setiap pertanyaan yang diajukan pada saat proses wawancara. Verbatim ini didapat dengan mendengarkan kembali percakapan wawancara yang direkam dengan alat perekam seperti disebutkan diatas tadi. Kemudian setelah semua percakapan selama wawancara tersebut ditulis peneliti melakukan reduksi, tujuan reduksi adalah menghilangkan jawaban atau perkataan yang muncul selama wawancara namun tidak ada kaitannya sama sekali dengan penelitian.

Selanjutnya peneliti melakukan coding atau pengkodean kemudian melakukan pengelompokan terhadap setiap pernyataan yang muncul dari hasil wawancara mendalam terkait dengan penyesuaian diri baik penyesuaian diri pribadi, sosial, emosional, ekononi, dan lain sebagainya. Dengan kata lain peneliti mengkodekan setiap jawaban dari subyek menurut aspek dari pertanyaan yang berupa kode. Pemberian kode ini dilakukan oleh peneliti sendiri dengan maksud agar data mudah dipilah-pilah serta kode ini hanya dimengerti oleh peneliti saja.


(59)

Teknik pengumpulan data yang kedua adalah observasi. Observasi dilakukan melalui pengamatan langsung oleh peneliti terhadap subyek dan obyek penelitian. Subyek penelitian yang dimaksud adalah orangtua (ayah & ibu penyandang tunanetra) yang memiliki anak sedangkan obyek telitinya adalah pola asuh yang dilakukan. Semua informasi yang dianggap penting dan dapat digunakan untuk mendukung penelitian kemudian ditulis dan dilampirkan gambar atau foto-foto sebagai data hasil pengamatan secara langsung.


(60)

BABBIV

HASILBPENELITIAN

Pada bab ini peneliti membahas mengenai pelaksanaan penelitian. Hasil penelitian berupa analisis data berbagai sumber. Proses trianggulasi data berupa data dari satu respoden. Pada bab ini, peneliti juga mendiskripsikan validitas data penelitian.

A. PelaksanaanBPenelitian

Bagian ini mendeskripsikan tentang subyek dan lokasi terutama yang berkenaan atau yang terkait dengan topik penelitian. Deskripsi ini bermaksud menginformasikan tentang subyek dan lokasi penelitian secara umum, dan data atau peristiwa penting yang erat hubungannya dengan topik peneliti.

Penelitian dilakukan pada keluarga penyandang cacat tuna netra dengan kualifikasi memiliki anak normal (tanpa cacat). Peneliti mengambil subyek sebuah keluarga tunanetra yang berprofesi sebagai tukang pijat dengan tiga orang anak yang normal penglihatannya (awas) di daerah Sleman, Yogyakarta. Lokasi penelitian terletak ± 4 KM arah selatan dari pusat Kota Sleman. Peneliti hendak meneliti mengenai bagaimana pola asuh orangtua penyandang tunanetra terhadap anak-anaknya yang memiliki penglihatan normal. Peneliti memulai penelitian dari tanggal 20 Desember 2015 sampai dengan 31 Januari 2016. Pelaksanaan penelitian berjalan dengan baik dan lancar, dan tanpa kendala suatu apapun.


(61)

B. DeskripsiBData 1. SubyekBAyah

Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :

Nama : NT (nama inisial)

Tempat tanggal lahir : Sleman, 28 Juli 1979

Asal : Sleman, Yogyakarta

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 36 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan Formal Terakhir : SD

Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra

Pekerjaan : Tukang pijat

2. SubyekBIbu

Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :

Nama : S (nama inisial)

Tempat tanggal lahir : KP, 26 Desember 1984

Asal : Kulon Progo, Yogyakarta

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 32 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan Formal Terakhir :

-Pendidikan Informal : Panti Sosial Bina Netra


(62)

3. SubyekBAnak

Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :

Nama : SNA (nama inisial)

Tempat tanggal lahir : Sleman, 27 Maret 2005

Asal : Sleman, Yogyakarta

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 11 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan Formal Terakhir : TK

Pekerjaan : Siswi kelas 5 SD

4. SubyekBPendukungB(SaudaraBSubyek)

Dibawah ini adalah diskripsi subyek dari hasil pendataan peneliti :

Nama : AG (nama inisial)

Tempat tanggal lahir : Sleman, 6 Agustus 1983

Asal : Sleman

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 33 Tahun

Agama : Islam

Pendidikan formal Terakhir : SMP


(63)

B5.BLatarBBelakangBKeluarga

Keluarga NT adalah keluarga sederhana yang bertempat tinggal di Desa Gabahan, Padukuhan Warak, Kelurahan Mlati, Kecamatan Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Keluarga ini terdiri dari satu orang kepala keluarga, satu ibu rumah tangga dan, tiga orang anak. Bapak NT sebagai kepala keluarga adalah seorang penyandang tunanetra begitupula dengan ibu S, dengan demikian bisa dikatakan keluarga tersebut adalah keluarga tunanetra.

Anak mereka yang sulungpun bisa dikatakan sebagai penyandang

low vision sebab mata sebelah kirinya sudah tidak berfungsi sedangkan

penglihatan mata sebelah kanannya kurang optimal (rabun). Dia masih duduk dibangku Sekolah Menengah Pertama kelas 2. Anak mereka yang kedua masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5, anak ini termasuk memiliki penglihatan yang sehat dan normal, kemudian anak mereka yang bungsu masih berada diusia balita namun juga memiliki kekurangan dalam penglihatannya akan tetapi sedang dalam masa pengobatan.

Menjalani profesi sebagai tukang pijit tunanetra adalah cara keluarga ini menggerakkan roda perekonomiannya, meskipun terlihat seperti pekerjaan yang sepele namun melalui hal ini keluarga bapak NT dapat mensekolahkan anaknya dan melanjutkan pengobatan anaknya yang bungsu.


(64)

6.BPerkembanganBJasmaniBdanBKesehatan

Awalnya bapak NT bukan penyandang tunanetra atau bisa dikatakan bukan cacat lahir, kebutaan matanya adalaha akibat dari gen yang diturunkan oleh ayahnya yang juga mengalami hal yang serupa. Ayahnya yang seorang tunanetra akibat glukoma membawa bibit glukoma yang bersarang didalam gen yang diturunkan langsung kepada bapak NT, namun berbeda dengan bapak NT ibu S adalah penyandang tunanetra dari lahir, menurut kepercayaan orang kuno ada mitos kebutaannya diakibatkan karena ketika ibu dari ibu S ini mengandung dirinya ayah ibu S menyembelih kambing tetapi secara tidak sengaja melukai mata kambing tersebut sehingga pengaruh tersebut turun kepada anaknya. Kemudian keturunan dari bapak NT dan ibu S ada 3 orang anak pertama membawa bibit glukoma akibatnya matanyapun terserang penyakit tersebut, anak yang kedua berpenglihatan normal, sedangkan anak ketika mereka juga membawa bibit tersebut akan tetapi sudah sedini mungkin diobati secara rutin bahkan sudah sempat operasi satu kali.

C.BHasilBPenelitian

1. Perasaan B Orangtua B Penyandang B Tunanetra B Menerima B Kehadiran Anak.

Seseorang yang telah berkeluarga tentu saja ingin mendapatkan keturunan, tidak terkecuali pada keluarga yang memiliki keterbatasan dalam fisiknya, meskipun keluarga tersebut dikatakan tidak sempurna namun mereka siap menerima resiko apapun dalam keluarganya termasuk


(65)

menerima kehadiran anak di dalam rumah tangga mereka. Pada awalnya keluarga ini memiliki keragu-raguan dalam menerima kehadiran anak dalam keluarga, namun karena dari hubungan suami istri maka keluarga ini harus menerima resiko memiliki seorang anak, sperti (mendidik, membesarkan, merawat, serta mengasuhnya). Seiring berjalannya waktu akhirnya keluarga ini merasakan kebahagiaan memiliki seorang anak yang sehat secara fisik dan mental seperti anak-anak pada umumnya. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil wawancara terhadap subyek Ayah (A) sebagai kepala keluarga :

Suvyek A verpendapat vauwa tujuan dari adanya pernikauan adalau untuk melanjutkan keturunan, seuingga yang suvyek rasakan adalau perasaan vauagia. Akan tetapi suvyek juga merasakan perasaan lain yaitu perasaan vingung sevav suvyek menilik kemvali keadaannya saat ini. (Pn.A.v2_00:32-01:10)

Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B (ibu) pun memiliki perasaan yang sama dalam menerima kehadiran anak dalam keluarganya, berikut hasil wawancaranya :

Suvyek B verfikiran vauwa anak adalau rejeki yang diverikan Tuuan, seuingga verapapun jumlau anak yang diverikan kepada suvyek akan diterima dengan senang uati dan dengan tulus ikulas merawatnya. (Pn.B.v3_14:00-14:12)

Dari jawaban tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga penyandang tunanetra juga merasakan kebahagiaan bahwa dia sudah diberikan keturunan yang sehat secara fisik seperti anak-anak lain pada keluraga normal pada umumnya.


(66)

2. Cara BatauBStrategi BuntukBMengasuhBAnak BdalamBKeterbatasanBFisik yangBdimilikiBolehBOrangtuaBPenyandangBTunanetra.

Dalam keluarga yang memiliki anak pasti keluarga tersebut memiliki cara atau strategi dalam mengawasi, membimbing, mendidik, dan mengasuh anaknya, tidak terkecuali untuk keluarga yang dibatasi oleh kekurangan pada penglihatannya. Dapat dikatakan bahwa keluarga penyandang tunanetra memiliki lebih banyak strategi yang unik dan kadang tidak terfikirkan oleh keluarga normal pada umumnya. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui hasil wawancara dengan subyek A berikut :

Suvyek pada awalnya diajari merawat vayi oleu orangtua (Str.A.v2_16:50-17:55), seiring verjalan waktu kesulitan merawat anak semakin meningkat, suvyek akuirnya menerapkan strategi-strategi dalam merawat anak. Adapun strategi-strategi tersevut adalau dengan meminta tetangganya untuk mengawasi anak-anaknya ketika anak sedang verada diluar rumau (BStr.A.v2_18:36-20:35), kemudian setelau anak tumvuu dewasa dan semakin nalar suvyek secara verkala memverikan naseuat-naseuat agar anak verperilaku santun (B Str.B.v3_22:53-23:30). Selain itu, suvyek juga memiliki strategi dalam memverikan pendidikan kepada anaknya, yaitu dengan memasukkan anaknya di sekolau yang vervasis Islam dengan alasan yang pertama sekolau Islam tersevut sekolau yang fullday scuool dengan demikian jam vermain anak dirumau visa dikurangi dan jam velajar meningkat, yang kedua sekolau tersevut mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan leviu vanyak dan terperinci divandingkan dengan sekolau negeri seuingga uarapan suvyek teruadap anaknya menjadi anak yang takut akan Tuuan dan verakulak mulia (Str.A.v2_24:00-30:00). Kemudian menujukan wivawa orangtua dengan versikap tegas apavila anak melakukan kesalauan, dan ketika anak melakukan kesalauan yang verleviu tidak jarang suvyek marau kepada anak dan memukul anak dengan tujuan memvuat anak jera dan vukan untuk menyakiti anak (BStr.B.v3_28:45-31:40).


(67)

3. CaraBdanBSikapBOrangtuaBPenyandangBTunanetraBdalamBMenghadapi Tantangan-tantanganBMengasuhBAnak.

Mengasuh seorang anak yang sedang tumbuh dalam masa perkembangan anak jelas memiliki kesulitan tersendiri sebab masa anak-anak sangat dipengaruhi oleh ciri fisik, kognitif, konsep diri, pola koping dan perilaku sosial. Semua anak tidak mungkin memiliki pertumbuhan fisik yang sama akan tetapi mempunyai perbedaan dan pertumbuhannya yang tidak lain dipengaruhi secara kuat oleh pola asuh orangtuanya. Berkaitan dengan tantangan keluarga tunanetra jelas menghadapi tantangan yang besar karena yang pertama keterbataasan fisik yang dialami yang kedua adalah hambatan yang mucul dari dalam diri anak sendiri yang kadang tidak jujur kepada orangtuanya dan hambatan atau tantangan dari luar yang menggangu tumbuh kembang anak dalam rangka pola asuh tersebut, hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara dengan subyek A dan subyek significant otuers yang tidak lain adalah adik

subyek sendiri. Berikut hasil wawancaranya :

Suvyek versikap waspada namun cenderung tenang dalam menguadapi tantangan-tantangan mengasuu anak (Skp.A.v2_37:02-39:04). Hamvatan yang utama adalau ketika anak tidak dapat versikap tervuka dan jujur kepada suvyek, namun suvyek memverikan kepercayaan kepada anaknya agar anak mengerti dan memauami kondisi orangtuanya selain itu orangtua juga sudau percaya dengan penanaman ilmu agama yang salau satunya adalau perintau untuk patuu teruadap orangtua. Hamvatan lain yang terjadi adalau uamvatan mengenai masalau velajar. Suvyek kesulitan untuk mengawasi dan memvantu anaknya, kemudian sikap suvyek adalau dengan versavar dan iklas uati mengantarkan anaknya vaukan sampai menunggui anaknya velajar kelompok atau velajar versama di rumau temannya (Skp.A.v2_41:41-43:54).


(68)

Sejalan dengan pendapat yang di utarakan oleh subyek A, subyek B (ibu) pun memiliki cara dan sikap dalam menghadapi tantangan mengasuh anak. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil wawancara dengan subyek sebagai berikut:

Suvyek verpendapat ual yang menjadi uamvatan dalam mengasuu anak adalau dalam ual mendisiplinkan anak. Suvyek menilai anak jaman sekarang pandai sekali memvantau dan menjawav apa yang dikatakan orangtuanya (Skp.B.v3_35:21-36:04).

4. HarapanBOrangtuaBPenyandangBTunanetraBterhadapBAnaknya.

Selayaknya manusia yang memiliki hati, budi, dan pikiran yang normal pastilah menginginkan anaknya menjadi seseorang yang memiliki nasib jauh lebih baik dibandingkan kedua orangtuanya, demikian pula dengan keluarga ini mereka tidak ingin terkungkum dalam kubangan yang sama. Harapan mereka adalah anak maka mereka menyekolahkan anak mereka setinggi mungkin meskipun mereka tahu tanggungjawab yang diemban berat hambatan yang merintangpun besar namun mereka sungguh-sungguh ingin mengentaskan anak mereka. Adapun harapan-harapan tersebut dapat di buktikan dengan hasil wawancara berikut :

Suvyek veruarap kepada anaknya agar tetap diveri keseuatan (Hrp.A.v2_45:19-46:46), agar dapat mengangkat derajat orangtua, dapat sekolau diperguruan tinggi yang dicita-citakan, memiliki pekerjaan yang leviu vaik divandingkan dengan orangtuanya (Hrp.A.v2_50:27-52:00). Harapan tervesar suvyek adalau anak yang ia vesarkan dengan kasiu sayang tersevut dapat menjadi tenaga pendidik atau guru. Semuanya itu dipasraukan kepada Tuuan lewat doa dan uarapan yang mendalam (Hrp.B.v3_44:22-47:29).


(1)

Lampiran 4 LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bersedia menjadi informan penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program Studi Bimbingan dan

Konseling, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang bernama, Emmanuel Pandu Harummurti dengan judul penelitian “STRATEGI PENGASUHAN ORANGTUA PENYANDANG TUNANETRA KEPADA ANAKNYA YANG AWAS (Studi Kasus pada sebuah Keluarga Penyandang Tunanetra di Yogyakarta)”.

Saya telah mendapatkan penjelasan bahwa penelitian ini tidak menimbulkan dampak negatif terhadap diri saya. Data mengenai diri saya dijaga kerahasiaannya oleh peneliti. Semua data yang mencantumkan identitas saya hanya akan

digunakan untuk keperluan pengolahan data dan bila sudah tidak digunakan akan dimusnahkan. Hanya peneliti yang dapat mengetahui kerahasiaan data-data penelitian.

Demikian, tanpa ada unsur pemaksaan dari pihak manapun dan dari siapapun dan dengan suka rela saya bersedia berperan serta dalam penelitian ini.

Sleman, 22 Desember 2015 Sleman, 22 Desember 2015

... ... (Tanda tangan informan) (Tanda tangan informan)


(2)

92

Lampiran 5

FOTO-FOTO PENELITIAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

94


(5)

(6)

96


Dokumen yang terkait

Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya (Studi Etnografi Komunikasi tentang Aktivitas Komunikasi Penyandang Tunanetra di Yayasan Pembinaan Tunanetra Indonesia Majalaya)

1 43 93

POLA ASUH ORANGTUA PENYANDANG DISABILITAS (TUNANETRA) TERHADAP ANAKNYA DI PANTI KARYA HEPHATA LAGUBOTI.

2 13 25

PENERIMAAN ORANGTUA KANDUNG PADA ANAKNYA YANG PENYANDANG AUTIS Penerimaan Orangtua Kandung Pada Anaknya Yang Penyandang Autis.

0 6 15

PENERIMAAN ORANGTUA KANDUNG PADA ANAKNYA YANG PENYANDANG AUTIS Penerimaan Orangtua Kandung Pada Anaknya Yang Penyandang Autis.

0 2 16

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 0 17

PRESTASI DIRI PENYANDANG TUNANETRA (STUDI KASUS SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN TUNANETRA Prestasi Diri Penyandang Tunanetra (Studi Kasus Sekolah Luar Biasa Bagian Tunanetra/SLB A-YKAB Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013).

0 1 14

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA DAN ANAK : Studi kasus deskriptif pada orang tua penyandang tunanetra dan anaknya yang tunarungu.

0 1 22

SELF EFFICACY KARIR PADA PENYANDANG TUNANETRA :Studi Kasus pada Siswa Penyandang Tunanetra di SMLB SLB-A Negeri Kota Bandung.

0 6 28

Strategi pengasuhan orangtua penyandang tunanetra kepada anaknya yang awas (studi kasus pada sebuah keluarga penyandang tunanetra di Yogyakarta)

0 0 114

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PENYANDANG TUNANETRA (Studi pada Mahasiswa Tunanetra Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta).

1 1 203