Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan Dalam Mencapai Kesejahteraan Di Masyarakat

(1)

MASYARAKAT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh: DINI FIQRIAH NIM: 1111054100003

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1436 H/ 2015 M


(2)

(3)

(4)

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya sendiri yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini, telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidyatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa dalam penulisan skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain (plagiat), maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 11 September 2015


(5)

Dini Fiqriah 1111054100003

Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat

Tunanetra merupakan sebuah hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat. Pada umumnya penyadang tunanetra seringkali digambarkan sebagai figur yang memiliki kekurangan. Tidak jarang hal ini menyebabkan tunanetra dipandang sebagai kaum yang lemah dan tidak berdaya. Penyandang tunanetra sangat mungkin akan dihadapkan pada berbagai masalah terutama pada masalah kesejahteraannya. Ditengah permasalahan yang menghantui tunanetra, mereka harus tetap bertahan untuk menjalani kehidupan.

Resiliensi (ketahanan) pada tunanetra sangat penting dan harus dimiliki oleh setiap individu tunanetra, karena dengan ketahanan akan menentukan berhasil atau tidaknya tunanetra dalam mencapai kesejahteraan. Untuk itu peneliti ingin meneliti bagaimana resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraannya di masyarakat.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian deskritif. Tujuannya untuk menghasilkan penelitian dengan bentuk penjabaran kata-kata yang mempresentasikan fakta-fakta yang telah didapat di lapangan selama proses penelitian berlangsung. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi dengan informan yang dipilih secara sengaja. Peneliti menentukan sendiri sampel yang diambil karena ada pertimbangan tertentu (purposive sampling). Informan dalam penelitian ini berjumlah 6 orang yang terdiri dari ketua bidang, pengurus, dan tunanetra.

Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tunanetra binaan yayasan khazanah kebajikan mampu bertahan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat. Terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan ketahanan (resiliensi) tunanetra yaitu, regulasi emosi, pengendalian impuls, optimisme, analisis penyebab masalah, empati, efikasi diri, dan peningkatan aspek positif. Terdapat pula faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi diantaranya, faktor I am, faktor I have, dan faktor I can. Selain tujuh kemampuan yang berkontribusi dan faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi, kegiatan pembinaan yang diberikan oleh yayasan khazanah kebajikan juga memiliki peran dalam pembentukan resiliensi tunanetra. Melalui kegiatan pembinaan spiritual dan pembinaan financial yang ada di yayasan khazanah kebajikan, memberikan dampak positif terhadap ketahanan tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.


(6)

Assalamualaikum Wr.Wb

Tiada kata yang dapat peneliti untaikan selain ucapan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat yang begitu luar biasa. Berkat Rahmat serta Hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW berserta para keluarga dan sahabatNya.

Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial jurusan Kesejahteraan Sosial. Peneliti menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesain skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.

1. Dr.Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Suparto, M.Ed, ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr.Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum. Dr.Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.

2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Jurusan Studi Kesejahteraan Sosial dan Ibu Nunung Khoiriyah, MA selaku Sekretaris Jurusan Kesejahteraan Sosial.


(7)

meluangkan waktunya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. 4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada peneliti. Semoga ilmu yang diberikan bermanfaat di masa yang akan datang.

5. Bapak Amirudin, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Terima kasih atas nasihat serta bimbingannya.

6. Kedua orang tua peneliti, Bapak Juju Junaidi dan Mama Kholisoh yang selalu mendoakan, mendukung, memberikan motivasi dan kasih sayang kepada peneliti. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk kalian sebagai orang tua yang sabar dan orang tua yang terbaik untuk anak-anaknya dan juga untuk adikku tersayang Ajie Indra Permana.

7. Ketua Yayasan Khazanah Kebajikan Bapak Drs. H. Nadjamuddin Siddiq, Kepala Bidang Keagamaan Bapak Adam, Bidang Kesekretariatan Kak Rici, dan seluruh pengurus Yayasan Khazanah Kebajikan. Terima kasih atas bantuannya selama peneliti melakukan penelitian.

8. Ibu Astuti, Bapak Edi, Bapak Setu, dan Bapak Drajat. Terima kasih atas doa dan motivasinya, peneliti memperoleh banyak pembelajaran kehidupan dari kalian.

9. Sahabat seperjuangan selama 4 tahun yaitu, Mira, Puspita, Ranny, Arini, Ita, dan Rena terima kasih selalu memberikan semangat dan memberikan warna di hari-hari yang melelahkan.


(8)

bersama-sama memajukan Indonesia melalui pekerjaan sosial.

11.Sahabatku Siti Khoiriyah, Zerina Zetary dan Lentari Pancar Wengi, yang selalu menjadikan hari-hari selalu menyenangkan.

12.Denhari Aditya, yang telah memberikan semangat, dukungan moril dan kesabarannya untuk peneliti.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal peneliti untuk meraih kesuksesan kedepannya. Aamiin ya Rabbal alamin..

Ciputat, 11 September 2015

Peneliti


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 8

1. Pembatasan Masalah... 8

2. Perumusan Masalah... 8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

1. Tujuan Penelitian... 9

2. Manfaat Penelitian... 9

D. Metodelogi Penelitian... 9

1. Pendekatan Penelitian... 9

2. Jenis Penelitian... 11

3. Waktu dan Tempat Penelitian... 12

4. Teknik Pengumpulan Data... 12

5. Teknik Pemilihan Informan... 14

6. Sumber Data... 16


(10)

8. Keabsahan Data... 17

9. Teknik Penulisan... 18

E. Tinjauan Pustaka... . 19

F. Sistematika Penulisan... 20

BAB II LANDASAN TEORI A. Resiliensi... 22

1. Definisi Resiliensi... 22

2. Aspek Resiliensi... 25

3. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 30

B. Tunanetra... 32

1. Definisi Tunanetra... 32

2. Klasifikasi Tunanetra... 33

3. Sebab Terjadinya Ketunanetraan... 35

4. Karakteristik Tunanetra... 38

C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial... 39

1. Definisi Kesejahteraan Sosial... 39

2. Definisi Pekerja Sosial... 40

3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial... 41

D. Lembaga yang Bergerak di Bidang UKS... 44

BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga... 46

B. Visi, Misi dan Tujuan... 47

C. Lembaga Mitra dan Program YKK... 48


(11)

E. Struktur Organisasi... 52

F. Kegiatan Tunanetra... 53

G. Gambaran Umum Informan... 54

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat... 62

1. Apek Resiliensi... 63

a. Regulasi Emosi... 63

b. Pengendalian Impuls... 65

c. Optimisme... 68

d. Analisis Penyebab Masalah... 72

e. Empati... 74

f. Efikasi Diri... 77

g. Peningkatan Aspek Positif... 82

2. Faktor yang mempengaruhi resiliensi... 84

a. I Am (Inner Strength)... 84

b. I Have (External Support)... 87

c. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)... 89

B. Program Pembinaan Yayasan Khazanah Kebajikan yang dapat Mempengaruhi Resiliensi Tunanetra di Masyarakat... 91

1. Pembinaan Spiritual Keagamaan... 92

2. Pembinaan Financial... 94


(12)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan... 99

B. Saran... 104

DAFTAR PUSTAKA... 107


(13)

1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Informan... 15 2. Tabel 3.1 Struktur Organisasi... 52 3. Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan... 53


(14)

1. Surat Bimbingan Skripsi

2. Surat Izin Penelitian ke Yayasan Khazanah Kebajikan

3. Surat Keterangan Penelitian dari Yayasan Khazanah Kebajikan 4. Hasil Observasi

5. Pedoman Wawancara 6. Transkrip Wawancara 7. Hasil Studi Dokumentasi


(15)

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Fisik merupakan faktor penting dalam pembentukan gambaran tubuh dan dalam perkembangan Selfconcept. Jika fisik seseorang jelas berbeda atau menyimpang dari yang normal, dengan cacat pada indera atau organ motorik, maka penyimpangan seperti itu akan sangat mempengaruhi bentuk dari gambaran diri seseorang.1

Tidak ada satu orangpun di dunia ini yang menginginkan dirinya mengalami kecacatan, baik itu cacat sementara ataupun permanen. Tetapi, banyak kasus kecelakaan atau musibah yang tidak diinginkan yang dapat mengakibatkan seseorang mengalami kecacatan. Bahkan ada sebagian dari penyandang cacat yang memang telah dilahirkan dalam keadaan kurang sempurna, sehingga mereka tidak pernah merasakan kesempurnaan bentuk tubuh.

Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat menjelaskan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang

1


(16)

terdiri dari (a) penyandang cacat fisik; (b) penyandang cacat mental; dan (c) penyandang cacat fisik dan mental.2

Sedangkan menurut Disabled People’s International (DPI) kekurangan fisik atau (impairment) adalah keterbatasan fungsional pada seseorang individu yang disebabkan kekurangan fisik, mental dan sensorik.3 Salah satu permasalahan kekurangan atau keterbatasan fisik yang banyak dijumpai di Indonesia adalah keterbatasan pada kemampuan indera penglihatan (tunanetra).

Survey Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996 menunjukan angka kebutaan di Indonesia 1,5 % -paling tinggi di Asia- dibandingkan dengan Bangladesh 1%, India 0,7%, dan Thailand 0,3%. Artinya jika ada 12 penduduk dunia buta dalam setiap 1 jam, empat diantaranya berasal dari Asia Tenggara dan dipastikan 1 orangnya berasal dari Indonesia.4

Pendataan pemilih dan pendataan penduduk berkelanjutan tentang jumlah pemilih penyandang cacat dalam pemilu 2004 yang disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) kepada komisi pemilihan umum menyatakan

2 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules. php?name= News&file=article&sid=594.

3

Colin Barnes dan Geof Mercer, Disabilitas Sebuah Pengantar (Jakarta:PIC UIN Jakarta, 2007), h.105.

4 Djunaedi, “Tahun 2020 Jumlah Tuna Netra Dunia Menjadi 2x Lipat”, artikel diakses

pada 06 Januari 2014 dari http://rehsos.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= print& sid=1077.


(17)

sebanyak 309.146 penderita tunanetra.5 Hasil Susenas tahun 2009 menunjukkan bahwa jumlah disabilitas secara keseluruhan adalah 2,13 juta orang dengan 339.209 orang adalah penyandang tunanetra.6

Hasil sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menjelaskan jumlah penyandang tunanetra di wilayah DKI Jakarta yang dibedakan menjadi beberapa klasifikasi tingkat kesulitan melihat. Berdasarkan klasifikasi tingkat kesulitan melihatnya adalah tidak sulit 7.631.889 jiwa, sedikit sulit 270.390 jiwa, parah 16.372, dan yang tidak ditanyakan sebanyak 82.764, jumlah keseluruhan 8.001.415 jiwa.7 Berdasarkan data tersebut membuktikan bahwa angka penyandang tunanetra di Indonesia masih sangat tinggi dan cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Kebutaan atau gangguan penglihatan dapat mengganggu produktivitas dan mobilitas seseorang yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi bagi lingkungan, keluarga, masyarakat dan negara. Rendahnya produktivitas seorang tunanetra jelas memberikan dampak negatif pada pendapatan (income) yang optimal dari suatu keluarga kemudian suatu daerah tempat tinggalnya.

5 Hermana, ”Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung Jawab Sosial Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name=News&file= article&sid=594.

6

Linda Amalia Sari Gumelar, “Keynote speech pada acara rapat kerja nasional Persatuan Tunanetra Indonesia (PERTUNI) tahun 2011 Jakarta, 14 Desember 2011” diakses dari http://pertuni.idp-europe.org/Rakernas2011/Rakernas2011-keynote_Menteri_Pemberdayaan_ Perempuan.php.

7


(18)

Pendapatan yang rendah disebabkan karena kesempatan kerja untuk seseorang yang memiliki kekurangan pada fisik masihlah sangat terbatas. Perusahaan atau pemberi kerja belum mau menerima para pekerja yang memiliki kecacatan pada diri pekerjanya dengan alasan produktivitas. Produktivitas mereka yang rendah di lain pihak juga kerap menimbulkan penolakan secara terang-terangan atau tersembunyi, karena dianggap kurang mampu menyesuaikan diri di lingkungannya.

Dalam Undang-undang No.4 tahun 1997 menegaskan bahwa penyandang cacat merupakan bagian masyarakat Indonesia yang juga memiliki kedudukan, hak, kewajiban, dan peran yang sama. Mereka juga mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Pada pasal 6 dijelaskan bahwa setiap penyandang cacat berhak memperoleh: (1) pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; (2) pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya; (3) perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; (4) aksesibilitas dalam rangka kemandiriannya; (5) rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan (6) hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.8

8 Hermana, “

Pemberdayaan Penyandang Cacat: Apa Tanggung jawab Sosial

Perusahaan?”, diakses pada Selasa, 06 Januari 2015 dari http://www.kemsos.go.id/modules.php ?name= News&file=article&sid=594.


(19)

Undang-undang No.4 tahun 1997 jelas menerangkan tentang kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama bagi penyandang cacat di segala aspek kehidupan tanpa melihat adanya perbedaan. Seseorang yang memiliki keterbatasan fisik juga memiliki kesempatan dan peran yang sama di masyarakat.

Dalam Al-Quran terdapat surah yang menerangkan seruan untuk memperhatikan penyandang tunanetra. Adapun surah yang menggambarkan tentang tunanetra terdapat dalam Al-Quran surah Abassa ayat 1-3:

Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling (1), karena telah datang seorang buta kepadanya (2), Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa) (3)”.

Surat Abassa mengisahkan pada suatu ketika Rasulullah SAW sedang menerima dan berbicara dengan pemuka-pemuka Quraisy yang dia harapkan agar mereka masuk Islam. Pada saat itu datanglah Ibnu Ummi Maktum, seorang sahabat yang buta yang mengharapkan agar Rasulullah SAW membacakan ayat-ayat Al-Quran yang telah diturunkan Allah SWT. Tetapi, Rasulullah SAW bermuka masam dan memalingkan muka dari Ibnu Ummi Maktum yang buta itu, lalu Allah menurunkan surat ini sebagai teguran atas sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Maktum. Dengan ayat tesebut sangat


(20)

tegas Allah SWT menyerukan kepada umatnya untuk tidak mengacuhkan tunanetra.

Undang-undang dan ayat Al-Quran jelas menerangkan untuk memberikan hak, kewajiban dan kedudukan yang sama kepada tunanetra, sayangnya upaya untuk memberikan tunanetra hak serta posisi yang sama di masyarakat belum terlihat hasil yang memuaskan. Masih banyak tunanetra yang mengalami kesulitan dalam mempertahankan kehidupanya. Pada umumnya tunanetra akan lebih mendapatkan simpati dari orang lain, ironisnya hal tersebut banyak dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk mengambil keuntungan pribadi seperti memanfaatkan kekurangannya untuk mencari sumbangan di pinggir jalan. Hal ini membuktikan masih minimnya upaya pemerintah dalam menanggulanggi permasalahan tunanetra di Indonesia.

Sikap-sikap dari masyarakat umum terhadap orang-orang dengan kecacatan fisik telah diselidiki. Hasilnya menunjukan bahwa sikap yang diverbalisasikan (diungkapkan dengan kata-kata) terhadap orang yang cacat akan sedikit menyenangkan, tetapi bagi sebagian kecil mungkin benilai negatif. Sikap-sikap lebih dalam yang tidak diungkapkan lebih sering menimbulkan rasa permusuhan. Kadang kecacatan fisik yang mencolok dapat mengundang ejekan.9

Dengan segala permasalahan yang ada di masyarakat mulai dari kurangnya akses, merasa dirinya berbeda dengan yang lain, serta berbagai pengucilan yang diterima oleh penyandang tunanetra akan menyebabkan tekanan dan kecemasan di dalam diri mereka. Tunanetra merasa mengalami

9


(21)

penolakan dan perlakuan yang berbeda yang dapat mengakibatkan peran sosialnya terhambat. Menariknya, dengan semua tekanan yang mereka rasakan, tunanetra tetap harus menjalani dan melanjutkan kehidupannya untuk mencapai kesejahteraan di masyarakat. Untuk itu, diperlukan resiliensi

(ketahanan) pada diri tunanetra untuk mengatasi tekanan hidup yang mereka hadapi. Resiliensi menurut Revich dan Shatte adalah kemampuan seseorang untuk bangkit dan berkembang dalam menghadapi tekanan hidup ataupun stres yang menimpanya.

Dalam penelitian ini peneliti memilih Yayasan Khazanh Kebajikan sebagai tempat penelitian. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah lembaga sosial keagamaan yang didirikan untuk menampung kaum dhuafa, anak yatim dan tunanetra. Yayasan Khazanah Kebajikan merupakan tempat berkumpul dan tempat berkegiatan bagi tunanetra yang berada di Cinere dan sekitarnya. Yayasan khazanah kebajikan telah berdiri sejak tahun 1992, sampai saat ini sudah lebih dari 100 tunanetra yang mengikuti kegiatan di Yayasan khazanah kebajikan. Yayasan ini sudah banyak mendapatkan bantuan dari tokoh-tokoh terkemuka di Indonesia, seperti Yusuf Kalla dan Keluarga Cendana. Berdasarkan pemaparan diatas dalam skripsi ini peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat”.


(22)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian dan menghidari dari ketidakjelasan serta melebarnya masalah penelitian, maka peneliti membatasi penelitian ini pada Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat.

Pembatasan masalah juga peneliti lakukan dalam membatasi informan yang akan peneliti teliti. Peneliti akan membatasi untuk meneliti tunanetra yang mengalami gangguan penglihatan pada masa hidupnya dengan kata lain tunanetra yang dipilih adalah mereka yang mengalami gangguan penglihatan bukan sejak lahir melainkan ketika semasa hidupnya.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah, maka peneliti merumuskan masalah pokok sebagai berikut:

a. Bagaimana resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat?

b. Bagaimana Yayasan Khazanah Kebajikan memberikan pembinaan yang dapat mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat.


(23)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu kepada permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan yang ingin peneliti capai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.

b. Untuk mengetahui program pembinaan yayasan khazanah kebajikan yang mempengaruhi resiliensi tunanetra di masyarakat. 2. Manfaat Penelitian

Sedangkan manfaat yang diharapkan dari seluruh rangkaian kegiatan dan hasil penelitian adalah sebagai berikut:

a. Diharapkan dapat menambah informasi bagi para pembaca, mengenai resiliensi tunanetra.

b. Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan jenjang S1 Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

c. Diharapkan dapat bermanfaat menjadi dokumen perguruan tinggi sebagai rujukan bagi mahasiswa yang berkonsentrasi pada studi sosial dalam dimensi pemberdayaan tunanetra.

D. Metodelogi Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metodelogi penelitian adalah strategi umum yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab


(24)

permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodelogi ini dimaksudkan untuk menentukan data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.

Adapun pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, presepsi, dan pemikiran orang secara individu maupun kelompok.10

Secara harfiah, sesuai dengan namanya, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur kuantitatif, perhitungan statistik, atau bentuk cara-cara lainnya yang menggunakan ukuran angka. Kualitatif berarti sesuatu yang berkaitan dengan aspek kualitas, nilai atau makna yang terdapat di balik fakta. Kualitas, nilai atau makna hanya dapat diungkapkan dan dijelaskan melalui linguistik, bahasa atau kata-kata.11

Dengan pendekatan kualitatif diharapkan fakta-fakta yang ada di lapangan dapat digali lebih dalam, guna mendapatkan gambaran yang lengkap. Dengan kata lain, pendekatan kualitatif dipandang sebagai pendekatan yang tepat pada penelitian ini, karena dengan pendekatan kualitatif diharapkan informasi tentang resiliensi tunanetra

10

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 89.

11

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), h. 82.


(25)

binaan yayasan khazanah kebajikan dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat, dapat diambil informasi secara mendalam dan detail.

2. Jenis Penelitian

Ada beberapa jenis penelitian yang sering digunakan dalam penelitian kualitatif. Jenis penelitian digunakan sesuai dengan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Jenis penelitian yang peneliti pakai dalam penelitian ini adalah deskriptif.

Deskriptif yaitu suatu metode untuk memecahkan masalah atau keadaan atau peristiwa yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek/obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta tampak atau sebagaimana adanya.12

Jenis penelitian deskriptif dipilih karena peneliti harapkan mampu menggambarkan keadaan dari resiliensi tunanetra binaan Yayasan Khazanah Kebajikan sesuai dari fakta dan data yang didapatkan. Selain itu, jenis penelitian ini dapat menggambarkan secara mendalam masalah, peristiwa dan keadaan mengenai objek yang diteliti berdasarkan seluruh informasi dan fakta yang diperoleh dari proses penelitian langsung di lapangan. Selain menggambarkan kondisi secara mendalam, peneliti juga bertujuan untuk menarik realita sosial yang ada kepermukaan.

12

Lexy J. Melong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.12.


(26)

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian dilakukan kurang lebih selama 6 bulan, yakni dari bulan Februari 2015 sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini berlokasi di Jln.Talas I, perum Bukit Cirendeu, Pondok Cabe Ilir, Pamulang. Adapun alasan pemilihan lokasi didasarkan oleh pertimbangan sebagai berikut:

a. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang membuka rumah singgah untuk penyandang tunanetra.

b. Yayasan Khazanah Kebajikan adalah salah satu yayasan yang membuka kegiatan/program keagamaan untuk tunanetra.

4. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan pekerjaan penelitian yang tidak dapat dihindari dalam kegiatan penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian merupakan hal yang ensensial. Pengumpulan data penelitian kualitatif bukanlah mengumpulkan data melalui instrumen seperti halnya penelitian kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif instrumen utama adalah peneliti sendiri (human instrument), untuk mencari data dengan berinteraksi secara simbolik dengan informan/subjek yang diteliti.13

Teknik pengumpulan data tetap merupakan langkah yang strategis, karena tujuan pokok penelitian adalah mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk dapat menjelaskan dan menjawab

13

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Al-Ruzz Media, 2012), h. 163.


(27)

permasalahan penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan:

a. Observasi atau pengamatan

Observasi adalah teknik pengamatan yang mengharuskan peneliti turun langsung ke lapangan mengamati hal-hal yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan benda-benda, waktu, peristiwa, tujuan, dan perasaan. Dalam tahap observasi peneliti menerapkan observasi partisipatif dalam mengumpulkan data. Observasi partisipatif (pengamatan terlibat) adalah pengamatan sambil sedikit banyak berperan serta dalam kehidupan orang-orang yang sedang diteliti.14

b. Wawancara

Wawancara ialah teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan tatap muka antara peneliti dengan narasumber yang berada di Yayasan Khazanah Kebajikan.

Teknik wawancara digunakan untuk dapat menggali tidak saja yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam dari subjek penelitian. Selain itu, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa

14

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h. 165-167.


(28)

kini, dan juga masa mendatang. Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tak terstruktur.

Wawancara tak terstruktur bersifat luwes, susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara, disesuaikan dengan kebutuhan, dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial-budaya informan yang dihadapi. 15

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui pengkajian arsip-arsip, majalah, dan termasuk buku-buku mengenai Tunanetra di Yayasan Kazanah Kebajikan. Dokumentasi dilakukan guna memperoleh data tambahan dalam penelitian. 5. Teknik pemilihan Informan

Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, untuk memilih sampel lebih tepat dilakukan secara sengaja (perposive sampling). Teknik perposvie sampling bertujuan dimana informan dipilih berdasarkan pertimbangan tertentu yang dianggap sebagai orang yang tepat dalam memberikan informasi. Selanjutnya, apabila dalam proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informan, maka peneliti tidak perlu lagi mencari informan baru, proses informasi sampai selesai. Adapun informan dalam penelitian ini tergambar dalam tabel 1.1 sebagai berikut:

15

M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif , h.176-177.


(29)

Tabel 1.1

Gambaran Umum Informan No Informan Informasi yang

dicari Jumlah

Gambaran Umum Informan 1

Ketua Bidang Keagamaan

Gambaran umum lembaga,

pelaksanaan kegiatan tunanetra.

1 orang Nama: Adam Sahili Usia: 34 tahun Pendidikan: SMA Asal: Sumatra Selatan

2

Pengurus Kegiatan Tunanetra

Program untuk tunanetra,

Pelaksanaan kegiatan tunanetra

1 orang Nama:Yeti Khazanah, Usia: 44 tahun, Pendidikan: SMEA Suku/Asal: Betawi

3

Tunanetra Resiliensi tunanetra di Masyarakat

4 orang Nama:Edi Maryadi Usia: 46 tahun

Pendidikan: S1 Teknik Elektro

Penyebab ketunanetraan karena penyakit yang dialami pada usia 31 tahun.

Nama: Setu Usia: 55 tahun Pendidikan: Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB)

Penyebab ketunanetraan dikarenakan saat usia 5 tahun matanya terkena anyam-anyaman bambu. Nama: Astuti

Usia: 55 tahun Pendidikan: SPG

Penyebab ketunanetraan karena penyakit panas yang dideritanya pada saat kelas 6 SD Nama: Sudrajat Usia: 41 tahun Pendidikan: SLB

Penyebab ketunanetraan karena penyakit bawaan sejak bayi.


(30)

6. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian kualitatif deskriptif bersumber dari data primer dan skunder.

a. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh dari para informan yang ada di Yayasan Khazanah Kebajikan pada waktu penelitian. Data primer ini diperoleh melalui pengamatan langsung dan wawancara.

b. Data Skunder

Data skunder ialah data yang dikumpulkan melalui sumber-sumber informasi tidak langsung, seperti dokumen-dokumen yang ada di perpustakaan, pusat pengelolaan data, pusat penelitian, departemen dan sebagainya. Data skunder yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.

7. Analisis Data

Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian karena dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan subtantif maupun formal. Pada hakikatnya, analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur, mengurutkan, mengelompokan, memberi kode/tanda, dan mengatagorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab.16

16


(31)

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan menggunakan pengaturan data secara logis dan sistematis. Tahap analisis data diperlukan dalam menganalisis data yang sudah terkumpul, dan mengurutkan kedalam pengelompokan data. Data tersebut kemudian dianalisis agar mendapatkan kesimpulan, baik untuk masing-masing masalah maupun untuk keseluruhan masalah yang diteliti. Ada berbagai cara untuk menganalisa data, tetapi secara garis besar dengan langkah sebagai berikut:

a. Reduksi Data

Dimana peneliti mencoba memilih data yang relevan dengan resiliensi tunanetra.

b. Penyajian Data

Setelah data diperoleh, maka data tersebut disusun dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan tabel dan lain sebagainya.

c. Penyimpulan Data

Pengambilan kesimpulan dengan menghubungkan tema dengan data yang diperoleh sehingga memudahkan untuk menarik kesimpulan.

8. Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif sering dinyatakan tidak ilmiah sehingga kurang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai segi. Dengan alasan itulah dalam penelitian kualitatif perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data sebagai usaha untuk meningkatkan derajat kepercayaan data.


(32)

Untuk memeriksa keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi data digunakan sebagai proses memantapkan derajat kepercayaan (kredibilitas/validitas) dan konsistensi (reliabilitas) data, serta bermanfaat sebagai alat bantu analisis data di lapangan.17 Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan triangulasi metode.

Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Hal ini dapat dilakukan dengan membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara, membandingkan apa yang dikatakan orang secara umum dengan yang dikatakan secara pribadi, dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. Sedangkan triangulasi metode dapat dilakukan dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama18.

9. Teknik Penulisan

Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini dibuat sesuai dengan “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi”, yang diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development and Assurance) UIN Jakarta Press tahun 2007.

17

Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori &Praktik , h. 218.

18


(33)

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan tinjauan kepustakaan (literatur) yang berkaitan dengan topik pembahasan penelitian yang dilakukan. Tinjauan pustaka digunakan sebagai acuan untuk membantu penyusunan dalam penelitian skripsi ini. Peneliti menggunakan beberapa literatur skripsi yang terlebih dahulu ada guna membantu peneliti dalam menyusun skripsi. Tinjauan pustaka yang peneliti gunakan adalah:

1. Nama : Ahmad Shobrian NIM : 102051025441

Judul : Peran Dakwah Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat.

Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2009. Skripsi ini membahas tentang program dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan. Skripsi ini melihat pengaruh dari adanya program Dakwah yang dilakukan Yayasan Khazanah Kebajikan dengan peningkatan pengamalan ibadah sehari-hari tunanetra yang mengikuti kegiatan tersebut.

2. Nama : Dian Rahmawati NIM : 085000541

Judul :Gambaran Resiliensi dan Kemampuan Remaja Tuna Netra Ganda.


(34)

Skripsi S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia 2009. Skripsi ini membahas tentang resiliensi pada anak yang mengalami ketunanetraan ganda. Resiliensi (ketahanan) yang ditonjolkan dalam skripsi ini lebih kepada aspek psikologi tunanetra.

Skripsi yang peneliti bahas berbeda dengan penelitian sebelumnya. Pada penelitian ini, peneliti akan memfokuskan pada resiliensi tunanetra yang mengalami ketunanetraan pada masa hidupnya. Dalam penelitian ini peneliti juga akan menggali modal apa saja yang mempengaruhi resiliensi tunanetra dalam mencapai kesejahteraan di masyarakat.

F. Sistematika Penulisan

Guna memperoleh gambaran menyeluruh mengenai masalah yang ingin diuraikan dalam skripsi ini, maka peneliti memiliki sub-sub bab dengan penyusunan sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan yang di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodelogi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II Kerangka Teori, Merupakan bab yang melandasi pemikiran dalam menganalisa dari data-data yang telah dikumpulkan. Kerangka pemikiran yang digunakan adalah teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi. Teori yang


(35)

digunakan antara lain teori resiliensi, teori tunanetra, dan teori kesejahteraan sosial.

BAB III Gambaran Umum Lembaga, dalam bab ini menggambarkan sejarah berdirinya Yayasan Khazanah Kebajikan, visi dan misi, struktur organisasi, dan data yang berkaitan dengan kelembagaan.

BAB 1V Hasil Penelitian dan Analisa, merupakan gabungan dari hasil pengumpulan data dengan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian.

BAB V Penutup, merupakan kesimpulan dan saran dari penelitian tentang Resiliensi Tunanetra Binaan Yayasan Khazanah Kebajikan dalam Mencapai Kesejahteraan di Masyarakat.


(36)

KERANGKA TEORI A. Resiliensi

1. Definisi Resiliensi

Menurut Revich dan Shatte resiliensi adalah kemampuan untuk merespon secara sehat dan produktif ketika menghadapi kesulitan/trauma dimana hal itu penting untuk mengelola tekanan hidup sehari-hari. Orang yang memiliki resiliensi baik adalah orang yang memiliki komitmen tinggi untuk memecahkan masalah mereka, tidak menyerah, dan bergerak maju menemukan solusi dari permasalahan.1

Menurut Sibert, resiliensi mengacu pada kemampuan individu mengatasi tekanan dengan baik untuk melakukan perubahan yang signifikan mengganggu dan berkelanjutan, mempertahankan kesehatan dengan baik dan tetap kuat ketika berada dibawah tekanan, bangkit kembali dengan mudah dari keterpurukan yang dihadapinya, mengatasi kemalangan, mengubah cara kerja dengan yang baru dan meninggalkan cara lama ketika cara tersebut tidak memungkinkan lagi digunakan, dan melakukan semua itu tanpa bertindak dengan cara yang disfungsional ataupun berbahaya.2

1

Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for

overcoming life’s inevitable obstacles (New York: Broadway Book, 2002), h. 19 dan 26.

2


(37)

Menurut Grotberg resiliensi adalah kemampuan yang bersifat universal dimana memungkinkan individu, kelompok, atau masyarakat untuk mencegah, menguranggi atau mengatasi pengaruh yang dapat merusak dirinya setelah mengalami kesulitan.3 Menurut Grotberg memang tidak ada satu orangpun yang terlepas dari cobaan. Sekitar sepertiga dari orang-orang di berbagai belahan dunia secara konsisten menunjukan resiliensi yang baik yaitu mereka mengalami kesengsaraan, lalu mengatasinya dan memperkuatnya dengan mengubah cara yang lebih baik.4

Pernyataan Wilhelm Nietzshe’s, resiliensi berarti mampu

bangkit kembali dari perkembangan kehidupan yang mungkin terasa sangat luar biasa pada awalnya. Orang yang tangguh ketika kehidupan mereka terganggu, mereka akan menanggani perasaan mereka dengan cara yang sehat. Mereka membiarkan diri mereka merasa sedih, marah, kehilangan, dan kebingungan ketika sakit atau tertekan, tetapi mereka tidak membiarkan semua itu menjadi sebuah perasaan yang permanen. Sebuah hasil yang tak terduga, mereka tidak hanya menyembuhkan keterpurukannya tetapi mereka juga sering kali bangkit menjadi lebih kuat dari sebelumnya. Inilah sebabnya mengapa orang tangguh biasanya mengatasi kesulitan lebih mudah dari pada yang lainnya. Mereka berharap untuk membangun kembali kehidupan dengan cara

3

Paul Barnard, dkk, Children, bereavement and trauma: Nurturing resilience (United Kingdom: Jessica Kingsley, 1999), h. 54.

4

Henderson Grotberg, Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity (United States of America: Contemporary psychology, 2003), h.3.


(38)

kerja baru dan perjuangan untuk mengatasi kesulitan memunculkan kekuatan baru di dalamnya.5

Sedangkan menurut Edi Suharto, ketahanan sosial (social resiliensi) seperti halnya ketahanan ekonomi, politik, budaya, dan militer yang merupakan unsur pembentuk ketahanan nasional. Ketahanan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional, didefinisikan kemampuan individu-individu sebagai anggota sebuah lembaga atau komunitas dalam mengembangkan hubungan sosial sehingga dapat mempertahankan koeksistensinya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.6

Menurut Suradi ketahanan sosial masyarakat dapat dipahami sebagai kemampuan masyarakat untuk menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya. Pengertian yang lebih lengkap adalah suatu kondisi kehidupan dinamis masyarakat yang ditandai terpenuhinya hak dan kebutuhan dasar, optimalnya pelaksanaan peranan dan tugas-tugas kehidupan pada setiap individu maupun kelompok, serta terselesaikannya masalah sosial melalui gerakan sosial yang dilandasi oleh nilai kebersamaan dan kesetiakawanan sosial.7

Dalam keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia, ketahanan sosial masyarakat adalah kemampuan komunitas mengatasi resiko akibat perubahan ekonomi dan politik. Suatu komunitas

5

Al Siebert, The resiliency advantag, h.5

6

Edi Suharto, Isu-Isu tematik Pembangunan Sosial: Konsep dan Strategi (Jakarta: Badan Pelatihan dan Pengembangan Sosial Departemen Sosial RI, 2004), h.83-84.

7 Suradi, “Peran Kapital Sosial Dalam Penguatan Ketahanan Sosial Ma

syarakat, ”Jurnal Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, vol.11 no.02 (Mei-Agustus 2006), h. 3.


(39)

memiliki ketahanan sosial bila mampu melindungi secara efektif anggotanya termasuk individu dan keluarga yang rentan, mampu melaksanakan investasi sosial dalam jaringan sosial, mampu mengembangkan mekanisme yang efektif dalam mengelola konflik dan kekerasan, serta mampu memelihara kearifan lokal dalam mengelola sumber daya alam dan sosial.8

Dari beberapa definisi mengenai resiliensi yang dijelaskan diatas, maka peneliti mendeskripsikan resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan, bangkit, menerima keadaan dengan percaya diri dan menemukan cara untuk bergerak maju meninggalkan kesulitan yang dihadapinya tersebut.

2. Aspek Resiliensi

Menurut Reivich dan Shatte terdapat tujuh kemampuan yang berkontribusi dalam pembentukan resiliensi, yaitu:9

1. Regulasi emosi (Emotion regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang di bawah tekanan. Individu yang memiliki kemampuan meregulasi emosi dan mengembangkannya dapat membantu mereka dalam mengontrol emosi, perhatian, dan perilaku mereka. Pengaturan emosi penting bagi pembentukan hubungan dengan orang lain, keberhasilan di tempat kerja, dan menjaga kesehatan fisik.

8 Abu Hanifah, “Toleransi Dalam Masyarakat Plural Memperkuat Ketahanan Sosial,”

artikel diakses pada 18 Februari 2015 dari www.kemsos.go.id/unduh/Abu_Hanifah.pdf.

9

Keren Reivich dan Andrew Shatte, The Resilience Factor: 7 essential skills for


(40)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan dengan orang lain. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantara alasan yang sederhana adalah tidak ada orang yang mau menghabiskan waktu bersama orang yang marah, cemberut, cemas, khawatir serta gelisah setiap saat. Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh terhadap orang lain. Semakin kita terasosiasi dengan kemarahan maka kita akan semakin menjadi seorang yang pemarah.

Tidak semua emosi yang dirasakan oleh individu harus dikontrol. Tidak semua emosi marah, sedih, gelisah dan rasa bersalah harus diminimalisir. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi yang kita rasakan baik emosi positif maupun negatif merupakan hal yang konstruksif dan sehat, asalkan dilakukan dengan tepat. Bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi secara tepat merupakan bagian dari resiliensi.

2. Pengendalian Impuls (Impulse control)

Pengendalian impuls adalah kemampuan untuk mengendalikan keinginan, dorongan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dari dalam diri. Individu dengan pengendalian impuls rendah sering mengalami perubahan emosi dengan cepat yang dapat mengendalikan pikiran dan perilaku meraka. Individu seperti ini mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berperilaku


(41)

agresif, sehingga membuat lingkungan sosial di sekitarnya merasa kurang nyaman dan berakibat pada buruknya hubungan sosial dengan orang lain.

3. Optimisme (optimism)

Individu yang resilien adalah individu yang optimis. Mereka percaya bahwa segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik. Mereka memiliki harapan masa depan dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol arah kehidupan mereka. Dibandingkan dengan individu yang pesimis, individu yang optimis memiliki fisik lebih sehat, jarang mengalami depresi, lebih baik di sekolah, lebih produktif di tempat kerja, dan lebih banyak menang dalam olahraga.

Optimisme berarti kita melihat masa depan yang cemerlang. Optimisme berarti percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan untuk mengatasi kemalangan yang mungkin terjadi di masa depan. Menunjukkan bahwa optimisme dan faktor self-efficacy sering berjalan seiringan. Optimisme adalah anugrah jika dikaitkan dengan faktor self-efficacy karena dapat memotivasi untuk mencari solusi dan terus bekerja keras untuk memperbaiki situasi.

4. Analisis Penyebab Masalah (Causal Analysis)

Causal analysis adalah istilah yang digunakan untuk merujuk kepada kemampuan individu secara akurat dalam mengidentifikasikan penyebab masalah yang dihadapi. Jika


(42)

individu tidak dapat menilai penyebab masalah secara akurat, maka akan membuat kesalahan yang sama berulang-ulang.

Martin Seligman mengidentifikasikan gaya berfikir yang sangat erat kaitannya dengan causal analysis. Gaya berfikir dibagi pada tiga demensi: 1)Personal (saya - bukan saya), individu dengan

gaya berfikir „saya’ adalah individu yang cenderung menyalahkan

diri sendiri atas hal yang tidak berjalan semestinya. Sebaliknya,

individu dengan gaya berfikir „bukan saya’, meyakini faktor

eksternal (di luar diri) atas kesalahan yang terjadi. 2) Permanen (selalu – tidak selalu), individu yang pesimis cenderung berasumsi bahwa suatu kegagalan atau kejadian buruk akan terus berlangsung. Sedangkan individu yang optimis cenderung berfikir bahwa ia dapat melakukan suatu hal lebih baik pada setiap kesempatan dan memandang kegagalan sebagai ketidakberhasilan sementara. 3) Pervasive (semua – tidak semua), individu dengan gaya berfikir „semua’ melihat kemunduran atau kegagalan pada satu area kehidupan ikut menggagalkan area kehidupan lainnya. Individu dengan gaya berfikir „tidak semua’ dapat menjelaskan secara rinci penyebab dari masalah yang dihadapi.

5. Empati (Empathy)

Empati didefinisikan seberapa baik individu dapat membaca tanda-tanda psikologis dan emosional orang lain. Beberapa individu memiliki kemampuan dalam menafsirkan bahasa non-verbal yang ditunjukkan oleh orang lain, seperti


(43)

ekspresi wajah, intonasi suara, bahasa tubuh dan mampu menangkap apa yang dipikirkan dan dirasakan orang lain.

Individu yang tidak memiliki kemampuan berempati, tidak dapat menempatkan diri pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda non-verbal orang lain dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal, hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai.

6. Efikasi diri (Self-efficacy)

Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seorang individu dapat memecahkan masalah yang dialami dan mencapai kesuksesan. Orang yang memiliki kepercayaan pada kemampuan mereka untuk memecahkan masalah akan muncul sebagai pemimpin, sementara mereka yang tidak percaya diri tentang keberhasilan mereka akan menemukan diri mereka hilang di keramaian.

7. Peningkatan aspek positif (Reaching out)

Resiliensi bukan hanya tentang mengatasi kemalangan dan bangkit dari keterpurukan, resiliensi juga memungkinkan kita untuk meningkatkan aspek positif dari kehidupan setelah kemalangan yang menimpa.


(44)

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out, hal ini dikarenakan mereka telah diajarkan sejak kecil untuk menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Individu-individu ini memilki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir.

3. Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Grotberg menggemukakan faktor-faktor resiliensi yang didefinisikan berdasarkan sumber-sumber yang berbeda. Untuk kekuatan individu dalam diri pribadi digunakan istilah „I Am’, untuk dukungan eksternal dan sumber-sumbernya digunakan istilah „I Have’, sedangkan untuk kemampuan interpersonal digunakan istilah’ICan’.10 1. I Am (Inner Strength)

‘I Am‘ merupakan fitur kepribadian individu seperti harga diri ( self-esteem). Faktor „I Am’ dapat diperkuat dengan dukungan akan tetapi tidak dapat dibuat. „I Am’ adalah kekuatan yang terdapat dalam diri seseorang meliputi perasaan, tingkah laku, dan kepercayaan terhadap dirinya. Faktor „I Am’ secara spesifik mencakup:

a. Aku adalah seseorang yang dapat disukai dan dicintai.

b. Aku merasa senang apabila aku melakukan hal yang baik terhadap orang lain.

10


(45)

c. Aku adalah orang yang dapat menghargai diri sendiri dan juga orang lain.

d. Aku adalah orang yang bersedia untuk bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan.

e. Aku percaya bahwa semua akan baik-baik saja. 2. I Have (External Support)

‘I Have’ dimaksudkan sebagai dukungan keluarga dan struktur dukungan eksternal. Faktor ‘I Have’ dapat disediakan dan diperkuat. Secara spesifik mencakup:

a. Saya memiliki orang-orang di sekitar yang dapat saya percaya, b. Orang yang mencintai saya,

c. Orang-orang yang menunjukan contoh yang baik dan menjadi teladan untuk saya,

d. Membantu saya untuk belajar menjadi diri sendiri,

e. Orang yang membantu saya ketika sakit atau dalam kesulitan.

3. I Can (Interpersonal and problem-solving skills)

‘I Can’ dimaksudkan sebagai keterampilan sosial dan interpersonal individu, yaitu alat untuk belajar, melakukan, menjalin hubungan, dan lain-lain. Faktor ‘I Can’ dapat diajari dan diajarkan. Secara spesifik mencakup:

a. Berbicara dengan orang lain tentang hal menakutkan, b. Menemukan cara untuk memecahkan masalah, c. Mengontrol diri ketika sedang marah atau kesal,


(46)

d. Menentukan waktu yang baik untuk berbicara dengan seseorang,

e. Menemukan seseorang yang dapat membantu ketika saya membutuhkannya.

B. Tunanetra

a. Definisi Tunanetra

Secara Etimologi kata tunanetra berasal dari „tuna’ yang berarti rusak, dan „netra’ yang berarti mata atau penglihatan. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau tidak berfungsi indera penglihatan. Menurut istilah dalam hal ini pemerintah menyatakan bahwa yang dimaksud tunanetra adalah seseorang yang menurut ilmu kedokteran dinyatakan mempunyai kelainan fisik atau mental yang oleh karenanya merupakan hambatan atau rintangan untuk melakukan kegiatan sebagaimana mestinya.11

Menurut Agustyawati dan Solicha tunanetra adalah salah satu jenis hambatan fisik yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang untuk melihat, baik menyeluruh (total blind) ataupun sebagian (low vision). Dengan kata lain tunanetra adalah seseorang yang mengalami

11 Ahmad Shobrian, “Peran Dakwah Ya

yasan Khazanah Kebajikan (YKK) Dalam Meningkatkan Pengamalan Ibadah Kelompok Tuna Netra Desa Pisangan Ciputat.” (Skripsi S1 Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam Fkultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2009), h.31


(47)

gangguan fungsi penglihatan sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan indera penglihatannya secara fungsional.12

Menurut Koestler tunanetra (kebutaan) adalah ketajaman penglihatan pusat 20/200 atau kurang pada bagian mata yang lebih baik dengan kaca mata koreksi atau ketajaman penglihatan pusat lebih dari 20/200 jika terjadi penurunan ruang penglihatan dimana terjadi pengerutan suatu bidang penglihatan sampai tingkat tertentu sehingga diameter terlebar dari ruang penglihatan membentuk sudut yang besarnya tidak lebih dari 20 derajat pada bagian mata yang lebih baik.13

b. Klasifikasi Tunanetra

Secara garis besar tunanetra diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu total blind (buta) dan low vision:14

a. Total Blind (Buta)

Dikatakan buta apabila sama sekali tidak mampu menerima rangsangan cahaya dari luar (visusbya=0).

b. Low Vision

Bila masih mampu menerima rangsangan cahaya dari luar, tetapi ketajamannya lebih dari 6/21, atau berdasarkan tes anak hanya mampu membaca huruf pada jarak 6 meter yang oleh orang awas dapat dibaca pada jarak 21 meter.

12

Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h.5.

13

David Smith, Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua (Bandung: Penerbit Nuansa, 2006), h.241.

14


(48)

Selain dua klasifikasi besar tersebut, tunanetra juga dapat diklasifikasikan menjadi empat , yaitu:

1. Berdasarkan waktu terjadinya ketunanetraan

a. Tunanetra sebelum dan sejak lahir; yakni mereka yang sama sekali tidak memiliki pengalaman penglihatan.

b. Tunanetra setelah lahir atau pada usia kecil; mereka telah memiliki kesan-kesan serta pengalaman visual tetapi belum kuat dan mudah terlupakan.

c. Tunanetra pada usia sekolah atau pada masa remaja; mereka telah memiliki kesan-kesan visual dan meninggalkan pengaruh yang mendalam terhadap proses perkembangan pribadi.

d. Tunanetra pada usia dewasa; pada umumnya mereka yang dengan segala kesadaran mampu melakukan latihan-latihan penyesuaian diri.

e. Tunanetra dalam usia lanjut; sebagian besar sudah sulit mengikuti latihan-latihan penyesuaian diri.

2. Berdasarkan kemampuan daya penglihatan

a. Tunanetra ringan (defective vision/low vision); yakni mereka yang memiliki hambatan dalam penglihatan akan tetapi mereka masih dapat mengikuti program pendidikan dan mampu melakukan pekerjaan/kegiatan yang menggunakan fungsi penglihatan.

b. Tunanetra setengah berat (partially sighted); yakni mereka yang kehilangan sebagian daya penglihatan, hanya dengan


(49)

menggunakan kaca pembesar mampu mengikuti pendidikan biasa atau membaca tulisan yang bercetak tebal.

c. Tunanetra berat (totally blind); yakni mereka yang sama sekali tidak dapat melihat.

3. Berdasarkan kelainan-kelainan pada mata

a. Myopia: adalah penglihatan jarak dekat, bayangan tidak terfokus dan jatuh di belakang retina. Penglihatan akan menjadi jelas kalau objek didekatkan.

b. Hyperopia: adalah penglihatan jarak jauh, bayangan tidak terfokus dan jatuh di depan retina. Penglihatan akan menjadi jelas jika objek dijauhkan.

c. Astigmatisme: adalah penyimpangan atau penglihatan kabur yang disebabkan karena ketidakberesan pada kornea mata atau pada permukaan lain pada bola mata sehingga bayangan benda baik pada jarak jauh maupun dekat tidak terfokus jatuh pada retina.

c. Sebab Terjadinya Ketunanetraan15

1. Faktor pre-natal

Faktor penyebab keturunan pada masa pre-natal sangat erat hubungannya dengan masalah keturunan dan pertumbuhan seorang anak dalam kandungan, antara lain:

15


(50)

a. Keturunan

Ketunanetraan yang disebabkan oleh faktor keturunan terjadi dari hasil perkawinan bersaudara, sesama tunanetra atau mempunyai orang tua yang tunanetra.

b. Pertumbuhan seorang anak dalam kandungan

Ketunanetraan yang disebabkan karena proses pertumbuhan dalam kandungan dapat disebabkan oleh:

1) Gangguan waktu ibu hamil.

2) Penyakit menahun seperti TBC, sehingga merusak sel-sel darah tertentu sel-selama pertumbuhan janin dalam kandungan.

3) Infeksi atau luka yang dialami ibu hamil akibat terkena rubella atau cacar air.

4) Infeksi karena penyakit kotor, toxoplasmosis, trachoma

dan tumor.

5) Kurangnya vitamin tertentu. 2. Faktor post-natal

Penyebab ketunanetraan yang terjadi pada masa post-natal

dapat terjadi sejak atau setelah bayi lahir antara lain:

a. Kerusakan pada mata atau saraf mata pada waktu persalinan, akibat benturan alat-alat atau benda keras.

b. Pada waktu persalinan, ibu mengalami penyakit gonorrhoe, sehingga baksil gonorrhoe menular pada bayi.


(51)

c. Mengalami penyakit mata yang menyebabkan ketunanetraan, misalnya:

1) Xeropthalmia; penyakit mata karena kekurangan vitamin A.

2) Trachoma; penyakit mata karena virus chilimidezoon trachomanis.

3) Catarac; penyakit mata yang menyerang bola mata. 4) Glaucoma; penyakit mata karena bertambahnya cairan

dalam bola mata.

5) Diabetik retinopathy; gangguan pada retina yang disebabkan diabetis.

6) Macular degeneration; kondisi umum yang agak baik, dimana daerah tengah retina secara berangsur memburuk. Retina degenerasi masih memiliki penglihatan perifer akan tetapi kehilangan kemampuan untuk melihat secara jelas objek di bagian tengah. 7) Retinopathy of prematurity; anak yang terlahir

prematur. Pada saat bayi masih memiliki potensi penglihatan yang normal. Bayi yang dilahirkan prematur biasanya ditempatkan pada inkubator yang berisi oksigen dengan kadar tinggi, sehingga pada saat bayi dikeluarkan terjadi perubahan kadar oksigen yang dapat menyebabkan pertumbuhan pembulu darah tidak normal.


(52)

8) Terjadinya kecelakaan; seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan, dan lain-lain.

d. Karakteristik Tunanetra16

1. Karakteristik Fisiologis a. Totally blind (buta)

Tidak mampu melihat, tidak mampu mengenali orang pada jarak enam meter, kerusakan nyata pada kedua bola mata, sering meraba-raba atau tersandung saat jalan, mengalami kesulitan saat mengambil benda kecil di sekitarnya, bagian bola mata yang hitam berwarna keruh, peradangan hebat pada kedua bola mata, dan mata bergoyang terus.

b. Low vision

Menulis dan membaca dengan jarak yang sangat dekat, hanya dapat membaca huruf yang berukuran besar, mata tampak lain (terlihat putih di tengah mata/katarak atau kornea terlihat berkabut, terlihat tidak menatap lurus kedepan, memicingkan mata atau mengerutkan kening terutama di cahaya terang saat mencoba melihat sesuatu, lebih sulit melihat pada malam hari dari pada siang hari, dan pernah menjalani operasi mata dan atau memakai kaca mata yang sangat tebal tetapi masih tidak dapat melihat dengan jelas.

16


(53)

2. Karakteristik kognitif

Kecenderungan tunanetra mengganti indera penglihatan dengan indera pendengaran sebagai saluran utama penerimaan informasi dari luar mengakibatkan pembentukan pengertian atau konsep hanya berdasarkan pada suara atau bahasa lisan. Beberapa konsep yang sangat sulit dikenalnya seperti konsep warna, jarak, dan waktu. Namun demikian secara psikologis mereka sering dicirikan dengan pemilikan indera superior yaitu dalam hal perabaan, pendengaran dan daya ingat.

3. Karakteristik sosial

Perkembangan sosial tunanetra sangat bergantung pada bagaimana perlakuan dan penerimaan lingkungan terutama lingkungan keluarga itu sendiri. Penerimaan secara realistik dengan segala keterbatasannya adalah yang paling utama dalam menumbuhkan rasa percaya dirinya.

C. Definisi Kesejahteraan Sosial dan Pekerja Sosial 1. Definisi Kesejahteraan Sosial

Secara etimologi, kesejahteraan sosial terdiri atas dua kata yaitu kesejahteraan dan sosial. Kata kesejahteraan berasal dari kata sejahtera yang mendapat imbuan ke-an. Imbuan ke-an adalah imbuan yang membedakan kata sifat/keadaan sejahtera. Perkataan sejahtera sendiri merupakan perkataan yang berasal dari bahasa sansekerta “Jaitra” yang berarti damai, aman, sentausa atau senang. Oleh karena itu, sejahtera


(54)

adalah keadaan atau kondisi dimana seseorang merasa aman, tentram, makmur, selamat/terlepas dari segala macam gangguan kesehatan, gangguan kenikmatan atau gangguan kerja.17

Menurut Rober L Barker kesejahteraan diartikan sebagai kondisi mengenai kesehatan fisik, ketenangan emosi/batin, serta ketenangan di bidang ekonomi, serta kemampuan masyarakat untuk menolong masyarakatnya untuk mencapai kondisi atau keadaan tersebut.18

Dari pengertian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kesejahteraan sosial merupakan kondisi dimana seseorang/masyarakat merasa aman, tentram, senang, dan terhindar dari tekanan emosi, ekonomi, politik, sosial dan budaya.

2. Definisi Pekerja Sosial

Dalam mencapai kondisi kesejahteraan sosial, dibutuhkan peranan pekerja sosial di dalamnya. Menurut Zastrow pekerja sosial adalah aktivitas profesional untuk menolong individu, kelompok dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk tujuan tersebut.19

Dalam konferensi dunia di Montreal Kanada, Juli tahun 2000,

International Federation of Social Workers (IFSW), mendefinisikan profesi pekerjaan sosial mendorong pemecahan masalah dalam kaitannya

17

Pramuwito, C. Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial , 1996), h. 23.

18

Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h.24.

19


(55)

dengan relasi kemanusiaan, perubahan sosial, pemberdayaan dan pembebasan manusia, serta perbaikan masyarakat.20

Menurut Asosiasi Nasional Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW) pekerjaan sosial adalah kegiatan profesional membantu individu, kelompok, atau masyarakat untuk meningkatkan atau memulihkan kemampuan mereka berfungsi sosial dan untuk menciptakan kondisi sosial yang mendukung tujuan-tujuan ini. Praktik pekerjaan sosial terdiri atas penerapan profesional dari nilai-nilai, prinsip-prinsip, dan teknik-teknik pekerjaan sosial pada satu atau lebih dari tujuan-tujuan berikut: membantu orang memperoleh pelayanan nyata; memberikan konseling dan psikoterapi untuk individu, keluarga, dan kelompok; membantu komunitas atau kelompok memberikan atau memperbaiki pelayanan sosial dan kesehatan; dan ikut serta dalam proses legislatif yang berkaitan.21

3. Peran dan Fungsi Pekerja Sosial

Menurut Zastrow sekurang-kurangnya ada tujuh peran beserta fungsi dari pekerja sosial yang dapat dikembangkan oleh community worker, yaitu:22

a) Pemercepat Perubahan (Enabler)

Sebagai enabler seorang community worker membantu masyarakat agar dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka, mengidentifikasikan masalah mereka, dan mengembangkan kapasitas mereka agar dapat

20

Edi Suharto, Pekerja Sosial di Dunia Industri, h. 2.

21

Adi Fahrudin, Pengantar Kesejahteraan Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), h.60

22

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Lembaga Penerbit FE UI: Depok, 2003), h.91-94.


(56)

menangani masalah yang mereka hadapi secara lebih efektif. Peran

enabler ini adalah peran klasik dari seorang community worker. b) Perantara (Broker)

Peran seorang broker (perantara) dalam intervensi makro terkait erat dengan upaya menghubungkan individu ataupun kelompok dalam masyarakat yang membutuhkan bantuan ataupun layanan masyarakat (community service), tetapi tidak tahu dimana dan bagaimana mendapatkan bantuan tersebut, dengan lembaga yang menyediakan layanan masyarakat. Peran sebagai perantara, yang merupakan peran mediasi, dalam konteks pengembangan masyarakat juga diikutsertakan dengan perlunya melibatkan klien dalam kegiatan penghubung ini. c) Pendidik (Educator)

Dalam menjalankan peran sebagai pendidik, community worker

diharapkan mempunyai kemampuan menyampaikan informasi dengan baik dan jelas, serta mudah ditangkap oleh komunitas yang menjadi sasaran perubahan. Disamping itu, ia harus mempunyai pengetahuan yang cukup memadai mengenai topik yang akan dibicarakan. Dalam kaitan dengan hal ini community worker tidak jarang harus menghubungi rekan dari profesi lain yang menguasai materi tersebut. d) Tenaga Ahli (Expert)

Dalam kaitan dengan peranan sebagai tenaga ahli, community worker

diharapkan untuk dapat memberikan masukan, saran, dan dukungan informasi dalam berbagai area. Seorang expert harus sadar bahwa usulan dan saran yang ia berikan bukanlah mutlak harus dijalankan


(57)

klien mereka (masyarakat ataupun organisasi), tetapi usulan dan saran tersebut lebih merupakan masukan gagasan sebagai bahan pertimbangan masyarakat ataupun organisasi dalam proses pengambilan keputusan.

e) Perencanaan Sosial

Seorang perencana sosial mengumpulkan data mengenai masalah sosial yang terdapat dalam komunitas, menganalisisnya, dan menyajikan alternatif tindakan yang rasional untuk menangani masalah tersebut. Setelah itu perencana sosial mengembangkan program, mencoba mencari alternatif sumber pendanaan, dan mengembangkan konsensus dalam kelompok yang mempunyai berbagai minat ataupun kepentingan.

f) Advokat (Advocate)

Peran sebagai advocate dalam community worker dicangkok dari profesi hukum. Peran advocate pada satu sisi berpijak pada tradisi perbaharuan sosial, dan pada sisi lainnya berpijak pada tradisi pelayanan sosial. Peran ini yang aktif dan terarah (directive), dimana

community worker menjalankan fungsi advokasi atau pembelaan yang mewakili kelompok masyarakat yang membutuhkan suatu bantuan ataupun layanan, tetapi institusi yang seharusnya memberikan bantuan ataupun layanan tersebut tidak mempedulikan (bersifat negatif ataupun menolak tuntunan warga).


(58)

g) Aktivis (Activist)

Sebagai aktivis seorang community worker mencoba melakukan perubahan institusional yang lebih mendasar, dan seringkali tujuannya adalah pengalihan sumber daya ataupun kekuasan (power) pada kelompok yang mendapatkan keuntungan. Seorang aktivis biasanya memperhatikan isu-isu tertentu, seperti ketidaksesuaian dengan hukum yang berlaku, kesenjangan, dan perampasan hak.

D. Lembaga-lembaga yang Bergerak di Bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS)

Lembaga Kesejahteraan Sosial adalah salah satu organisasi kemasyarakatan (karena dibentuk oleh masyarakat secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan) tetapi dalam hal bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial (UKS) seperti yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 6 Tahun 1974 yaitu undang-undang tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial. Jadi lembaga Kesejahteraan Sosial adalah Organisasi Kemasyarakatan yang bergerak di bidang Usaha Kesejahteraan Sosial yaitu kegiatan-kegiatan yang menyangkut masalah-masalah mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan mengembangkan kesejahteraan sosial.23

Menurut Undang-undang Nomer 8 Tahun 1985, yang dimaksud dengan organisasi kemasyarakatan adalah: “Organisasi yang dibentuk oleh

23

Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial (Yogyakarta: Departemen Sosial RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 1996), h. 107.


(59)

anggota masyarakat Warga Negeri Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, fungsi, profesi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperan serta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.24

Pada Lembaga Kesejahteraan Sosial tujuan yang ingin dicapi adalah berfungsinya kembali masyarakat yang karena suatu hal mengalami atau kehilangan kemampuannya untuk berfungsi sosial dalam masyarakat, dalam bentuk memiliki keterampilan dan dapat produktif sehingga dapat menolong dirinya sendiri serta keluarganya dan mampu berpartisipasi secara aktif dalam pembangunan masyarakat.25

24

Pramuwito C, Pengantar Ilmu Kesjahteraan Sosial, h. 108.

25


(60)

GAMBARAN UMUM LEMBAGA A. Profil Lembaga

Yayasan Khazanah Kebajikan (YKK) berdiri pada tanggal 5 November 1992 di Pisangan Ciputat Tangerang Banten dengan Dewan Pendiri adalah Drs. H. Marzuki Usman, MA, Drs. H. Ahmad Djunaidi, AK, Drs. H. Nadjmuddin Siddiq, Ir. H. Iskandar Ismail dan Hj. Aswarni Usman.1

Berdirinya YKK berlandaskan Al-Quran surah Al-Maun ayat 1-3 yang artinya:

“Tahukah engkau akan orang yang mendustakan agama (1) orang itu ialah yang menindas serta berlaku zalim kepada anak yatim,(2) dan ia tidak menggalakkan untuk memberi makan yang berhak diterima oleh orang miskin (3)”

YKK merupakan lembaga sosial keagamaan yang mengasuh dan mendidik anak-anak yatim piatu, yatim, fakir miskin, janda dan manula. Ciri dari YKK adalah budaya shalat tahajud, kajian Al-Quran, penerimaan dan penyaluran zakat, infaq dan shodaqoh, pengasuhan kaum lemah dalam asrama dan pendidikan untuk siswa dan mahasiswa berekonomi lemah.

YKK didirikan sebagai bentuk kepedulian sosial untuk membantu kaum dhuafa dan untuk membendung gerakan misionaris di sekitar Pisangan dan Pondok Cabe Ilir. Pengurus YKK pertama kali mengambil dan mengasuh 16 anak yatim piatu dan fakir miskin dari warga sekitar

1

Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, (Cirendeu: Yayasan Khazanah Kebajikan, 2005).


(61)

Pisangan dan Pondok Cabe Ilir untuk dididik dan disantuni. YKK kini berkembang dan memiliki lembaga pendidikan formal dan non formal, baik dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi untuk membantu kaum dhuafa yang ingin mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan lembaga pendidikan tersebut, YKK berusaha untuk mengangkat harkat derajat keluarga besarnya dan menjadikan mereka hamba Allah SWT yang kuat iman dan taqwanya, berilmu tinggi, berakhlak mulia, profesional dalam bidangnya dan menjadi pemimpin ummat.2

B. Visi, Misi dan Tujuan3

1. Visi

Menjadi yayasan penggerak ibadah dan peningkat ekonomi ummat menuju masyarakat Islamia yang adil, makmur dan sejahtera dalam ridha Allah SWT.

2. Misi

a. Membumikan Al-Quran dalam kehidupan bermasyarakat (Budaya Al-Qurani)

b. Membudayakan gemar berdema (ZIS) dan shalat tahajud c. Mengangkat harkat dan derajat kaum lemah

d. Mengembangkan sumber daya yang beriman dan bertaqwa serta ilmu pengetahuan dan teknologi tinggi

e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam membangun ekonomi ummat.

2

Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005.

3

Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005.


(62)

3. Tujuan

a. Mengajak ummat Islam agar melaksanakan Al-Quran sesuai dengan ajaran-Nya dan mengikuti sunnah Rasulullah

b. Melaksanakan kegiatan usaha dalam rangka memakmurkan masjid dan musholla

c. Menyantuni anak yatim piatu, yatim dan fakir miskin d. Meningkatkan harkat derajat kaum lemah

e. Berperan aktif membantu negara dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.

C. Lembaga Mitra dan Program YKK4

1. Sekolah Dasar Islam (SDI) berdiri tahun 2000 2. Madrasah Tsanawiyah (MTs) berdiri tahun 1999 3. Madrasah Aliyah (MA) berdiri tahun 2005

4. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) berdiri tahun 1998

5. Akademi Bahasa Asing (ABA) Diploma 3 Bahasa Inggris berdiri tahun 2000

6. Lembaga Pendidikan Intensif Khazanah Kebajikan (LPIKK)- Kursus Bahasa Inggris, Bahasa Arab dan Matematika berdiri tahun 1997 7. Bimbingan Intensif Qiraat dan Ibadah (BIQI)- Baca Tulis Iqra dan

Al-Quran serta Bimbingan Ibadah berdiri tahun 1994 8. Forum Kajian Al-Quran (FKA) berdiri tahun 1994

9. Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) berdiri tahun 2004

4

Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005.


(63)

10.Balai Pengobatan Klinik Khazanah Kebajikan berdiri tahun 2005

D. Program-program YKK5

1. Program Pendidikan

a. Membumikan Al-Quran sebagai pedoman hidup dan kehidupan b. Mendidik anak untuk siap berkarya nyata dalam masyarakat

dengan mensinergikan pendidikan agama dan umum

c. Memberdayakan lembaga pendidikan intra YKK semaksimal mungkin agar berdaya guna dan berdimensi luas.

2. Program Kesehatan

a. Pelayanan kesehatan untuk santri, manula, tukang becak, tukang ojek, tunanetra dan masyarakat umum

b. Medical Check Up c. Khitanan masal

d. Pemeriksaan dan pengobatan gratis e. Pelayanan kesehatan keliling f. Penyuluhan kesehatan 3. Program Sosial

a. Santunan manula, tukang becak, ojek, dan tunanetra b. Buka sahur bersama tiap Ramadhan

c. Zakat, Infaq dan Shadaqah d. Pulang bersama Idul Fitri

5

Nurdin Qodir, Proyek Proposal Yayasan Khazanah Kebajikan Bangkit Bersama Dhuafa, 2005.


(64)

4. Program Dakwah a. Kajian Al-Quran

b. Pengajian tukang becak, dan tukang ojek

c. Pelatihan pidato tiga bahasa (Arab, Inggris dan Indonesia) d. Pengajian Manula dan Tunanetra

e. Dakwah keliling di masyarakat f. Peringatan hari-hari besar Islam g. Dialog keagamaan

5. Program Rumah Tangga a. Kegiatan Harian

1. Shalat Tahajud 2. Shalat Subuh

3. Istirahat, Mandi dan Makan Pagi 4. Belajar di sekolah

5. Shalat Dhuha 6. Shalat Dhuhur

7. Makan siang dan istirahat 8. Shalat Asyar

9. Kursus Bahasa Inggris, Arab dan Matematika 10.Shalat Maghrib

11.Mengaji Al-Quran dan Iqra 12.Shalat Isya

13.Makan malam 14.Belajar


(65)

15.Istirahat

b. Kegiatan Mingguan

1. Santunan Jumat setelah shalat Jumat 2. Santunan Sabtu setelah shalat Subuh 3. Santunan Minggu setelah shalat Subuh 4. Kajian Al-Quran malam Sabtu

5. Kajian Al-Quran malam Minggu 6. Senam dan olahraga Minggu pagi 7. Acara bebas

c. Kegiatan Bulanan

1. Acara hari besar Islam

2. Kajian Al-Quran dan Tahajjut di Rumah Hamba Allah 3. Check Up kesehatan warga YKK

4. Pembagian alat mandi dan kesehatan d. Kegiatan Tahunan

1. Pulang kampung bersama 2. Pembagian pakaian

3. General Check Up santri baru 4. Perlombaan olahraga

5. Rekreasi


(66)

E. Struktur Organisasi

Tabel 3.1

Sumber: Yayasan Khazanah Kebajikan

F. Kegiatan Tunanetra

Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan bermula sejak tahun 2007, ketika Bapak Drs. KH. Najamudin Shiddiq selaku ketua Yayasan Khazanah Kebajikan mengajak tunanetra untuk mengikuti kegiatan di yayasan. Tunanetra mengaku tidak memiliki uang untuk membayar guru mengaji, dengan ini Bapak Najam biasa dipanggil, mengajak mereka untuk mengaji di Yayasan Khazanah Kebajikan secara gratis, selain itu mereka juga

PENDIRI

Drs. KH. Najamuddin Shiddiq

KETUA UMUM

Drs. KH. Najamuddin Shiddiq

KETUA BIDANG KEMANUSIAAN

Ahmad Yunarpati

KETUA BIDANG SOSIAL

Muhammad Avicanna, S.Kom,

MM

KETUA BIDANG KEAGAMAAN

Adam Heri Sahili

KETUA BIDANG ASET

DAN UMUM


(67)

diberi ongkos dan makan. Alasan Bapak Najam membuka kegiatan untuk tunanetra, karena menurutnya kecacatan dan kefakiran bisa membawa keputusasaan dan kekufuran. Dari awalnya 5-7 orang tunanetra yang mengikuti kegiatan sampai saat ini sudah ada 120 orang tunanetra yang tercatat mengikuti kegiatan di yayasan. Mereka tidak hanya datang dari sekitar Tangerang Selatan saja tetapi ada juga yang datang dari Bogor bahkan Bekasi.6

Kegiatan untuk tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan lebih bersifat keagamaan dengan model kegiatan shalat tahajud bersama dan kajian Al-Quran. Kegiatan ini dilakukan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut:

Tabel 3.2 Jadwal Kegiatan

No Waktu Kegiatan

1 Senin-Jumat

Pukul 08:00-12:00

Kajian Al-Quran untuk umum

2 Senin-Jumat

Pukul 12:00-01:00

Shalat Tahajud bersama

3 Senin-Jumat

Pukul 02:00-03:00

Shalat Tahajud Tunanetra

4 Senin-Minggu

Pukul 05:00-06:00

Kajian Al-Quran Tunanetra

5 Sabtu-Minggu

Pukul 01:00-04:00

Shalat tahajud dan Kajian Al-Quran untuk umum

Sumber: Observasi Pribadi Peneliti

Selain mengikuti kegiatan keagamaan, setiap harinya tunanetra diberikan bantuan berupa uang transport dari yayasan . Besarnya uang tersebut ditentukan dari jarak tempat tinggal mereka. Untuk tunanetra yang bertempat

6


(68)

tingal dekat dengan yayasan akan diberikan uang tansport sebesar Rp.30.000, sedangkan bagi yang bertempat tinggal jauh dari yayasan akan diberikan uang transport sebesar Rp.50.000.

G. Gambaran Umum Informan 1. Profil Informan 1

Nama : Edi Maryadi

Usia : 46 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Alamat : Jln. Talas Bukit Cirendeu

Agama : Islam

Status : Menikah

Pekerjaan : Pedagang Kerupuk

Pendidikan Terakhir : S1 Teknik Elektro

Bapak Edi Maryadi mengalami ketunanetraan pada tahun 2001 saat berusia 31 tahun. Menurut dokter, ketunanetraan yang dialami Bapak Edi disebabkan karena kekebalan pada mata Bapak Edi mengalami pelemahan. Selama 9 bulan ia berusaha berobat ke rumah sakit mata untuk kesembuhan, tetapi hal tersebut tidak membuat keadaan matanya membaik. Kemampuan penglihatan Bapak Edi dari waktu ke waktu semakin memburuk dan pada akhirnya Bapak Edi mengalami kebutaan total. Jalan operasi juga tidak dapat ditempuh karena ketunanetraan tersebut bersumber dari kekebalan tubuh.


(1)

didektesi tuh mobil pribadi orang pendek mobilnya sih, kalo tronton kadang-kadang kita maenin tongkat, tongkatnya masuk ke kolong, kalo ketabrak ngeri besi semua ya, kadang kita make kacamata, kacamatanya nabrak pecah kadang tangkainya patah.

11. Apakah Bapak pernah mencoba bekerja pada sektor formal sebelumnya?

Harus ada yang nuntun harus ada perantara. Ya kaya gitu artinya tunanetra tuh masih kurang, jadi pemerintah itu apa belum ini belum apa ya menyediakan lapangan kerja untuk tunanetra. Terus sekarang usaha mijit kita juga sepi ya, karena udah banyak saingannya juga mungkin. Yang mijit sekarang juga pada beralih ke orang awas. Mungkin juga orang-orang yang suka mijit itu sukanya yang mudahkan kalo tunanetra kan susah apa kita jemput kita tuntun kalo orang awaskan telphon dateng sendiri. Akhirnya mereka milih mijit ke orang awas. Nah dengan tunanetra mijit sepi akhirnya mereka pada lari jualan kerupuk. Dulu panti pijat panti pijat tunanetra banyak dulu, sekarang udah berubah zaman sekarang kesaing sama orang-orang awas, jadi pemijatan untuk tunanetra itu berkurang tunanetra tuh pada jualan kerupuk soalnya panti-pantinya sepi sekarang.

12. Keahlian apa yang Bapak miliki

dan bagaimana

mengembangkannya?

Seni suara, baca Quran tuh. Dulu di asrama tuh diajarin yang pokok itu mijit tapi ada keterampilan lain kaya misalnya bikin keset bikin sarung, bikin taplak, nyulam gitu bikin-bikin kipas tuh apa namanya kipas bambu itu. Pelatihan musiknya juga ada dulu, cuma kalo kita vokal aja. Kalo masalah musik itu ga wajib kalo yang wajib itu pijit kalo yang bener-bener diwajibkan, tapi kalo misalnya latihan musik cuma itu aja ekstrakulikuler aja. Sebenernya tuh tunanetra harus bisa mijit sebenernya. 11. Bagaimana awal mula Bapak

bergabung dengan Yayasan Khazanah Kebajikan?

Ya temen-temen sebelum saya juga banyak yang udah di yayasan, tunanetra udah ada sih jadi kita dapet informasi dari temen-temen. Kan dulu juga kerjanya di pasar jumat terus ada


(2)

informasi kalo ada pengajian buat tunanetra dari temen di sini yaudah kita ikutan juga kan.

13. Apa saja kegiatan yang Bapak ikuti di Yayasan Khazanah Kebajikan?

Setiap malem tuh sholat tahajud nah setiap pagi tuh pengajian tunanetra itu, terus kalo sabtu malem minggu tuh ada tahajud jam 12. Kan kalo biasa kan tahajudnya jam 3 kalo sabtu malem minggu tuh tahajudnya jam 12 terus setelah jam 12 ada pengajian, pengajiannya tuh yang umumlah bukan buat tunanetra doang tapi umum. Itu pengajiannya jam tiga setengah tiga lah kalo sabtu malem minggu, kalo hari-hari biasa tuh sholat tahajudnya jam 3 tapi pengajiannya abis subuh khusus tunanetra gitu. Kalo bantuan transport setiap hari dikasih dari yayasan kalo kita pulang tuh transport dikasih ya kadang suka dikasih sembako. Tergantung jarak jauhnya, kalo jauh di sekitar Pondok Cabe ya di sekitar pamulang, sekitar Lebak Bulus sekitar Jakarta sana. Pokoknya kalo dari Jakarta tuh 50 kalo dari sekitar sini Lebak Bulus tuh 40, sini Pamulang 40 kalo dari yayasan sini ke Pondok Cabe doang sekitar 30, tergantung jarak jauhnya. Kalo dari yayasan kesini kan deketlah ditempuh dengan jalan kaki bisa, kalo naek mobil paling 3 ribu kalo dari sini ke pamulangkan agak jauh jadi 40, nah kalo dari sini keluar ke Jakarta misalnya dari sini Bekasi, dari sini Bogor itu 50.

14. Apa manfaat yang dirasakan dengan mengikuti kegiatan di Yayasan Khazanah Kebajikan?

Ya bedalah kita jadi bisa apa ya kita bisa mengerti lagi Quran, bisa baca Al-Quran, hafal Al-Quran juga sekarang udah biasa kaya Qori gitu ya alhamdulillah pokoknya kaya mendaptakan ilmu banyak.


(3)

HASIL DOKUMENTASI

Gambar 1

Rumah Singgah Tunanetra untuk Perempuan

Gambar 2

Tunanetra seusai sholat tahajud

Gambar 3


(4)

Gambar 4

Bapak Sapto (tunanetra) sedang mengoprasikan komputer

Gambar 5

Bapak Setu sebelum pergi bekerja

Gambar 6


(5)

Gambar 7

Kedekatan Bapak Edi dengan Anaknya

Gambar 8

Tunanetra yang sedang berjualan

Gambar 9


(6)

Gambar 10

Denah lokasi Yayasan Khazanah Kebajikan

Gambar 11

Artikel tentang kegiatan tunanetra di Yayasan Khazanah Kebajikan pada salah satu Majalah Tangsel