commit to user b. Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menjadi Biodiesel
Transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel dilakukan dengan mereaksikan minyak dan metanol pada perbandingan 1:12 dengan katalis
KFMg-Al hidrotalsit dengan optimasi berat katalis dilakukan dengan variasi berat katalis 1, 2, 3, 4 dan 5 dari berat minyak selama 3 jam pada suhu 65 °C.
Kemurnian biodiesel dianalisis dengan
1
HNMR. Kondisi terbaik dari optimasi berat katalis digunakan untuk optimasi waktu reaksi. Variasi waktu reaksi yang
digunakan adalah 5, 15, 30, 60, dan 180 menit pada suhu 65°C. c. Pemurnian Biodiesel
Hasil transesterifikasi kemudian dibiarkan sebentar sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan atas merupakan metil ester, sedangkan lapisan bawah adalah
gliserol. Bagian atas diambil dan diuapkan sampai bebas air dan metanol.
3. Karakterisasi Biodiesel
Biodiesel yang diperoleh dilakukan uji karakteristik dengan menggunakan
1
HNMR.
E. Teknik Pengumpulan Data
Data kualitatif dan kuantitatif yang diperoleh dari hasil eksperimen dikarakterisasi menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer AAS, X-
Ray Diffractometer XRD, ThermogravimetricDifferential Thermal Analysis
TGDTA, Fourier Transform Infra Red FTIR, dan Hidrogen Nuclear Magnetic Resonance
1
HNMR. Analisis AAS diperoleh data kandungan logam dalam brine water. Data
analisis XRD diperoleh dengan membaca difraktogram yang berupa suatu pola difraksi dengan puncak-puncak pa
da 2θ tertentu sehingga diperoleh jarak antara kisi kristal d yang sesuai dengan hukum Bragg. Analisis termal dengan
menggunakan TGDTA. Identifikasi gugus fungsi menggunakan data FTIR. Analisa persentase kandungan metil ester menggunakan spektra
1
HNMR. Keberadaan puncak gliserida menunjukkan kemurnian dari biodiesel yang
dihasilkan. 31
commit to user
F. Teknik Analisis Data
1. Kandungan Mg
2+
dan Ca
2+
dalam brine water dapat dianalisis dengan AAS yang dapat dikonversi kedalam satuan mol logam.
2. Data 3 puncak difraktogram dari hasil analisa XRD senyawa hasil sintesis dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data puncak dari Mg-Al
hydrotalcite-like standar dari Joint Committee on Powder Diffraction
Standards JCPDS. Pembandingan ini untuk memastikan bahwa senyawa
utama hasil sintesis adalah Mg-Al hydrotalcite-like. Persentase kandungan Mg-Al hydrotalcite-like dalam sampel dapat dihitung dengan membandingkan
jumlah intensitas relative senyawa dalam sampel dengan jumlah intensitas relatif total sampel.
3. Analisis termal digunakan TGDTA. DTA akan mendeteksi setiap perubahan termal yang terkait dengan peristiwa atau reaksi kimia, baik yang berjalan
secara eksotermik maupun endotermik. Sementara itu, TGA mendeteksi setiap perubahan massa yang terjadi pada cuplikan sebagai akibat dari kenaikan suhu,
baik yang diikuti oleh perubahan fasa kristal maupun tidak. 4. Gugus-gugus fungsi yang ada di dalam Mg-Al hydrotalcite-like diketahui
dengan membandingkan puncak-puncak spektra FTIR Mg-Al hidrotalsit dengan referensi. Berdasarkan strukturnya Mg-Al hydrotalcite-like memiliki
gugus fungsi M-O, O-C-O, karbonat, dan O-H dari lapisan hidroksida maupun interlayer.
6. Kandungan metil ester dihitung dari nilai integrasi puncak berdasarkan spektra
1
HNMR. Kandungan metil ester ditentukan dengan persamaan:
TAG ME
ME ME
I 9
I 5
I 5
x 100
C
dengan:
C
ME
= kandungan metil ester I
ME
= nilai integrasi puncak metil ester I
TAG
= nilai integrasi puncak triasil gliserida 32
commit to user
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Sintesis KFMg-Al Hydrotalcite-like
Katalis Mg-Al hydrotalcite-like dipreparasi dari brine water dengan perbandingan MgAl adalah 2:1 dengan metode pengendapan. Proses ini diawali
dengan penurunan kadar Ca
2+
dengan penambahan ion pengendap yaitu CO
3 2-
dari penambahan larutan buffer yang berasal dari campuran larutan Na
2
CO
3
dan NaHCO
3
. Menurut Alnavis 2010 pengendapan Ca
2+
sebagai CaCO
3
perlu dilakukan sebelum sintesis sebab adanya Ca
2+
yang berlebih akan membentuk senyawa pengotor pada sintesis hidrotalsit. Filtrat yang telah dipisahkan dari
padatan CaCO
3
disebut larutan awal. Pengendapan Ca
2+
sebagai CaCO
3
dilakukan dengan penambahan larutan buffer yang terdiri dari campuran larutan Na
2
CO
3
0,02 M dan NaHCO
3
0,04 M. Kandungan Mg
2+
dan Ca
2+
sebelum dan sesudah pengendapan Ca
2+
dianalisis dengan Atomic Absorption Spectrophotometer AAS dan diperoleh penurunan
kadar Ca
2+
sebesar 55,77 . Perhitungan untuk pengendapan Ca
2+
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Proses selanjutnya adalah larutan awal direaksikan dengan AlCl
3
.6H
2
O dan larutan Na
2
CO
3
0,1 M dalam suasana basa. Kondisi pH larutan selama berlangsungnya sintesis sangat penting untuk menghasilkan Mg-Al hydrotalcite-
like yang optimum. Sintesis Mg-Al hydrotalcite-like dilakukan pada pH antara
11,5 –12,0. Endapan AlOH
3
akan terbentuk apabila kondisi pH 11,5 dan logam alumunium akan membentuk ion Al
3+
yang tidak dapat mengendap apabila kondisi pH 12,0 Hickey, 2001.
Penelitian Savitri 2008 dalam sintesis Mg-Al hydrotalcite-like dari brine water
diperoleh pH optimum pada 10,5. Analvis 2010 menguji kestabilan hidrotalsit untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pH terhadap kestabilan Mg-
Al hydrotalcite-like. Diperoleh bahwa pada pH 3 Mg-Al hydrotalcite-like cenderung tidak stabil dikarenakan adanya protonasi gugus hidroksi. Ikatan gugus
hidroksi dengan Mg dan atau Al terputus sehingga kation logam menjadi terlarut.
33