PENGGUNAAN Mg Al HIDROTALSIT KF YANG DISINTESIS DARI BRINE WATER TIRUAN SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

(1)

commit to user

PENGGUNAAN Mg-Al/HIDROTALSIT-KF YANG DISINTESIS

DARI

BRINE WATER

TIRUAN SEBAGAI KATALIS

TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI

BIODIESEL

Disusun Oleh :

EVA ROMIYANI

M0306030

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian

persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Sains Kimia

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA Juli, 2011


(2)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

HALAMAN PENGESAHAN

Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret telah mengesahkan skripsi mahasiswa :

Eva Romiyani NIM M0306030, dengan judul ” Penggunaan Mg-Al/Hidrotalsit-KF yang disintesis dari Brine Water Tiruan sebagai Katalis Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit menjadi Biodiesel”.

Skripsi ini dibimbing oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

I.F. Nurcahyo, MSi Prof. Dr. Karna Wijaya, M.Eng.

NIP. 19780617 200501 1001 NIP. 19631207 198803 1001 Dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi pada :

Hari : Senin

Tanggal : 18 Juli 2011 Anggota Tim Penguji :

1. Drs. Patiha, MS 1.

NIP. 19490103 198103 1001

2. Dr.rer.nat. Atmanto Heru Wibowo, M.Si 2.

NIP.19740813 200003 1001

Ketua Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dr. Eddy Heraldy, M.Si. NIP. 19640305 200003 1002


(3)

commit to user

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “

PENGGUNAAN Mg-Al/HIDROTALSIT-KF YANG DISINTESIS DARI BRINE

WATER TIRUAN SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL” belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga belum pernah ditulis atau dipublikasikan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, Juli 2011


(4)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

PENGGUNAAN Mg-Al/HIDROTALSIT-KF YANG DISINTESIS DARI

BRINE WATER TIRUAN SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL

EVA ROMIYANI

Jurusan Kimia. Fakultas MIPA. Universitas Sebelas Maret

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian sintesis dan karakterisasi Mg-Al/hidrotalsit-KF dari brine water tiruan sebagai katalis transesterifikasi minyak kelapa sawit menjadi biodiesel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi berat katalis dan waktu reaksi terhadap hasil transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel. Al/Hidrotalsit disintesis dengan perbandingan mol Mg/Al 2:1. Katalis Mg-Al/Hidrotalsit digrinding dengan KF dengan perbandingan KF : Mg-Al/Hidrotalsit adalah 8/10. Transesterifikasi dilakukan dengan mereaksikan minyak kelapa sawit dengan metanol (1:12) dan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF pada suhu 65 ºC. Reaksi dilakukan dengan memvariasi berat katalis 1, 2, 3, 4, dan 5 % (b/b minyak) dan variasi waktu reaksi 5, 15, 30, 60, dan 180 menit. Material hasil sintesis selanjutnya dikarakterisasi dengan XRD, TG-DTA, FT-IR, 1HNMR, and GC-MS. Analisis hasil transesterifikasi dari spektra 1HNMR diperoleh kondisi optimum pada berat katalis 1 % dan diperkirakan waktu reaksi optimumnya 150 menit dengan kandungan metil ester hampir 100 %.

Kata kunci : Mg-Al/Hidrotalsit-KF, brine water tiruan, transesterifikasi, biodiesel


(5)

commit to user

THE USE OF Mg-Al/HYDROTALCITE-KF SYNTHESIZED FROM ARTIFICIAL BRINE WATER AS TRANSESTERIFICATION CATALYST

OF PALM OIL INTO BIODIESEL

EVA ROMIYANI

Department of Chemistry. Mathematic and Science Faculty Sebelas Maret University

ABSTRACT

The research on the use of Mg-Al/Hydrotalcite-KF synthesized from artificial brine water as transesterification catalyst of palm oil into biodiesel has been done. The aims of research were to determine the variation influence of catalyst weight and reaction time on the transesterification of palm oil into biodiesel. Mg-Al/Hidrotalcite was synthesized with mole ratio of Mg / Al of 2:1. Mg-Al/Hidrotalcite catalyst was ground with KF by the ratio of KF: Mg-Al/Hidrotalcite 8/10. Transesterification was carried out being reacted between palm oil and methanol (1:12) with Mg-Al/Hidrotalcite-KF catalyst at 65 º C. Reaction was performed with variation of catalyst weight 1, 2, 3, 4, 5 % (wt/wt oil) and variation of reaction time 5, 15, 30, 60, 180 minutes. Product was characterized by XRD, TG-DTA, FT-IR, 1HNMR, and GC-MS. Analyzed transesterification product of 1HNMR spectra showed that optimum condition of reaction was reached when catalyst weight was 1 % (wt/wt oil) and optimum reaction time predicted was 150 minutes. In this condition methyl ester contain of almost 100%.


(6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user MOTTO

¾ “Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan

kesedihanku.”

(Q.S. Yusuf: 86)

¾ “ Jagalah Allah, niscaya kamu akan dapati Dia dihadapanmu. Kenalilah Allah ketika kamu dalam keadaan senang, niscaya Dia akan mengenalimu ketika kamu dalam keadaan sulit. Dan ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang luput darimu, tidak akan pernah menimpamu dan segala sesuatu yang telah ditetapkan menimpamu, tidak akan pernah luput darimu.”

(HR. Tirmidzi)

¾ “Tidaklah dunia itu dibanding dengan akhirat melainkan bagaikan salah seorang kamu yang memasukkan jari tangannya ke dalam lautan, perhatikanlah yang dibawa oleh jari itu?!”

(HR. Muslim)


(7)

commit to user PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan kepada:

™ Bapak & I bu yang tercinta

™ K akak-kakakku yang kusayang

™ K eponakan-keponakanku yang lucu ( I ffa, R eza,

N aufal, R aihan, R aisa, H asan, H usain, M aisa dan Y ulva)


(8)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PENGGUNAAN Mg-Al/HIDROTALSIT-KF YANG DISINTESIS DARI

BRINE WATER TIRUAN SEBAGAI KATALIS TRANSESTERIFIKASI MINYAK KELAPA SAWIT MENJADI BIODIESEL”. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Ir. Ari Handono Ramelan, MSc., Ph.D. selaku Dekan FMIPA UNS. 2. Bapak Dr. Eddy Heraldy, M.Si. selaku Ketua Jurusan Kimia dan yang telah

membiayai penelitian ini.

3. Bapak I.F. Nurcahyo, M.Si. selaku pembimbing I sekaligus ketua Lab Dasar Kimia FMIPA UNS.

4. Bapak Prof. Dr. Karna Wijaya, M.Eng. selaku pembimbing II.

5. Bapak Prof. Drs. Sentot Budi Raharjo, Ph.D selaku pembimbing akademik. 6. Bapak Dr. rer. nat. A. Heru Wibowo, MSi selaku Ketua Sub-Lab Kimia Pusat

UNS sekaligus sebagai pembimbing akademis

7. Ketua Lab Kimia Organik dan Lab Kimia Analitik FMIPA UGM. 8. Ketua Lab Akademi Teknologi Kulit (ATK).

9. Bapak-Ibu dosen Jurusan kimia FMIPA UNS.

10.Staf Laboratorium Kimia Dasar FMIPA UNS : Mbak Nanik dan Mas Anang. 11.Sahabat-sahabat tercinta FC club yang telah mengajarkan arti sebuah

persahabatan.

12.Adikku Anisya, terima kasih untuk kesabaran dan pengertiaannya. 13.Teman-teman Kimia FMIPA UNS angkatan 2006.

14.Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Semoga Allah SWT berkenan memberikan balasan yang lebih baik atas pengorbanan yang diberikan. Amin.


(9)

commit to user

Penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat membantu penulis dalam memperbaikinya. Semoga karya kecil ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Juli 2011


(10)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN ABSTRAK ... iv

HALAMAN ABSTRACT ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 2

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pembuatan Air Laut Tiruan dan Komposisi Brine Water Tiruan… 5

2. Sintesis Hydrotalcite-Like (HTlc) ………... 6

3. Struktur dan Sifat Hydrotalcite ………... 6

4. Biodiesel ………. 9

5. Karakterisasi dan Analisis Hidrotalsit a. Spektroskopi Serapan Atom (SSA) ... 14

b. X-Ray Diffractometer (XRD) ... 15

c. Spektrofotometer IR (FTIR) ………. 17


(11)

commit to user

d. TG/DTA ... 18

6. Karakterisasi Biodesel a. 1H NMR ……… 19

b. GC-MS ... 21

B. Kerangka Pemikiran ... 22

C. Hipotesis .……….…. 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian ..………... 24

B. Tempat dan Waktu Penelitian ...………... 24

C. Alat dan Bahan 1. Alat ...………...………... 24

2. Bahan ………...…………... 25

D. Prosedur Penelitian 1. Pembuatan Larutan ... 26

2. Sintesis Mg-Al/Hydrotalcite-Like (HTlc)... 26

3. KarakterisasiMg-Al/Hidrotalsit ... 26

4. Preparasi Katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF ... 27

5. Penentuan Bilangan Asam ... 27

6. Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit menjadi Biodiesel ... 27

7. Karakterisasi Biodiesel ... 28

E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ... 28

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Sintesis Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF ... 30

B. Karakterisasi Katalis ... 30

1. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis ... 30

2. Penentuan Kandungan Mg-Al/Hidrotalsit ... 35

C. Transesterifikasi Minyak Sawit ... 35

D. Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan 1H NMR ... 36


(12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2. Kemurnian Biodiesel dengan Variasi Berat Katalis ... 38

3. Penentuan Waktu Reaksi Optimum ... 39

E. Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan FT-IR ... 39

F. Analisis Hasil Biodiesel Menggunakan GC-MS ... 40

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 42

B. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN-LAMPIRAN ………... 48


(13)

commit to user DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ion-ion yang Mempengaruhi Salinitas Air Laut ... 5 Tabel 2. Harga d Tiga Puncak Tertinggi Hasil Sintesis ... 31 Tabel 3. Perbandingan gugus fungsi Mg-Al/Hidrotalsit, Mg-Al/Hidrotalsit-KF, KF dan referensi ... 33 Tabel 4. Perbandingan kemurnian biodiesel pada reaksi transesterifikasi

dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF, Mg-Al/Hidrotalsit, dan KF ... 38 Tabel 5. Kandungan Senyawa dalam Biodiesel 5 % dengan


(14)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Brucitedan Hidrotalsit ... 7

Gambar 2. Struktur Hidrotalsit dengan Anion Antar Lapisan ... 8

Gambar 3. Reaksi Esterifikasi dari Asam Lemak menjadi Metil Ester ... 11

Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi Metil Ester Asam-Asam Lemak ... 11

Gambar 5. Mekanisme reaksi transesterifikasi pembentukan metil ester asam lemak dari triasilgliserol ... 12

Gambar 6. Difraktogram XRD Mg/Al-Hidrotalsit ... 17

Gambar 7. Spektrum 1H NMR Hasil Transesterifikasi Minyak Kedelai ... 21

Gambar 8. Difraktogram Difraktogram Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Al/Hidrotalsit ... 31

Gambar 9. Spektra FT-IR Mg-Al/Hidrotalsit, Mg-Al/Hidrotalsit-KF dan KF ... 33

Gambar 10. Termogram Mg-Al/Hidrotalsit ... 34

Gambar 11. Spektra 1H NMR Biodiesel 1 % dengan Waktu Reaksi 3 Jam ... 37

Gambar 12. Pengaruh Berat Katalis terhadap Kemurnian Biodiesel ... 38

Gambar 13. Pengaruh Waktu Reaksi terhadap Kemurnian Biodiesel ... 39

Gambar 14. Spektra FT-IR Biodiesel 5 % dengan Waktu Reaksi 3 Jam ... 40

Gambar 15. Kromatogram Biodiesel 5 % b/b Minyak dengan Waktu Reaksi 3 Jam ... 41


(15)

commit to user DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan Bilangan Asam ... 48

Lampiran 2. Data JCPDS Hidrotalsit ... 49

Lampiran 3. Difraktogram XRD dari Mg-Al/Hidrotalsit ... 50

Lampiran 4. Perbandingan Harga d Sampel Mg-Al/Hidrotalsit dengan Data JCPDS Hidrotalsit ... 51

Lampiran 5. Perhitungan Persentase Kandungan Mg-Al/Hidrotalsit ... 52

Lampiran 6. Difraktogram XRD dari Mg-Al/Hidrotalsit-KF ... 53

Lampiran 7. Spektra FTIR dari Mg-Al/Hidrotalsit ... 54

Lampiran 8. Spektra FTIR dari Mg-Al/Hidrotalsit-KF ... 55

Lampiran 9. Spektra FTIR dari KF ... 56

Lampiran 10. Termogram dan Kurva DTA Mg-Al/Hidrotalsit ... 57

Lampiran 11. Spektra 1H NMR ... 58

Lampiran 12. Spektra 1H NMR Biodiesel dengan Variasi Berat Katalis ... 61

Lampiran 13. Spektra FTIR biodiesel 5 % ... 63

Lampiran 14. Kondisi Alat Gas Spektrometer Massa (GC-MS) ... 64

Lampiran 15. Hasil kromatografi Gas Spektrometer Massa (GC-MS) dari Biodiesel 5 % dengan Waktu Reaksi 3 Jam ... 65

Lampiran 16. Fragmentasi senyawa 1 (metil ester tetradekanoat) ... 66

Lampiran 17. Fragmentasi senyawa 2 (metil ester heksadekanoat) ... 67

Lampiran 18. Fragmentasi senyawa 3 (metil ester 9-oktadekenoat) ... 69

Lampiran 19. Fragmentasi senyawa 4 (metil ester oktadekanoat) ... 71

Lampiran 20. Perhitungan ... 73


(16)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam proses desalinasi di PLTU, hanya 40 % air laut dapat diubah menjadi air bersih, sedangkan 60 % sisanya yang disebut brine water yang mengandung kadar garam tinggi akan dibuang kembali ke laut sebagai limbah. Brine water tiruan mempunyai komposisi yang mirip dengan brine water asli yang berasal dari air laut (natural seawater). Sintesis Brine water tiruan dibuat analog dengan cara membuat larutan air laut tiruan yang formulanya dikemukakan oleh Lyman dan Fleming (1940). Garam-garam utama yang terdapat dalam air laut tiruan dalam g/kg adalah klorida (19,353), natrium (10,764), sulfat (2,701), magnesium (1,297), kalsium (0,406), kalium (0,387) dan sisanya teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, stronsium dan florida. Kandungan Mg2+ dalam konsentrasi tinggi pada brine water

tiruan dapat dimanfaatkan untuk sintesis Mg-Al/Hidrotalsit.

Mg-Al/Hydrotalcite-like (HTlc) telah dikenal sebagai salah satu mineral yang menarik, prospektif dan menjanjikan karena dapat disintesis dengan mudah serta berguna dalam berbagai aplikasi (Tong et. al., 2003). Dalam aplikasi HTlc sebagai katalis dan atau prekusor lain, beberapa studi menunjukkan bahwa HTlc terkalsinasi memiliki aktivitas moderat dalam reaksi transesterifikasi (Cantrell et. al., 2005; Xie et. al., 2006). Shumaker et. al., (2007) menggunakan Li-Al/HTlc untuk mengkatalisis minyak kedelai dengan metanol, dan Liu et. al., (2007) menggunakan Mg-Al/HTlc terkalsinasi untuk mengkatalisis minyak poultry dengan metanol. Akan tetapi, dalam penelitiannya, katalis Mg-Al/HTlc dan juga oksida terkalsinasinya menunjukkan aktivitas yang rendah selama reaksi antara minyak dan metanol pada temperatur rendah (sekitar titik didih metanol) dibandingkan dengan Li-Al/HTlc. Untuk memperbaiki keadaan ini, ke dalam Mg-Al/HTlc sering ditambahkan zat-zat aktif agar aktivitas HTlc sebagai katalis akan semakin tinggi. Gao et. al., (2008) dalam


(17)

commit to user

reaksi transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel telah mencampurkan KF pada HTlc dan menghasilkan metil ester asam lemak mencapai 92 %.

Minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan metil ester merupakan bahan alternatif pengganti bahan bakar diesel dan termasuk sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable). Proses pengolahan dan pemanfaatan biodiselnya aman bagi manusia dan lingkungan karena minyak sawit dapat terbiodegradasi. Konversi minyak sawit menjadi bentuk metil ester asam lemak atau biodiesel melalui reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan metanol serta penambahan katalis, baik katalis basa maupun katalis asam.

Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisis dengan katalis asam atau basa. Katalis asam yang sering digunakan adalah asam sulfat dan asam klorida. Penggunaan katalis asam membutuhkan waktu refluk yang sangat lama (48-96 jam), perbandingan mol metanol yang dibutuhkan besar (30-150:1). Sedangkan katalis basa yang sering digunakan adalah kalium hidroksida, natrium hidroksida dan karbonatnya. Aktivitas katalis basa lebih cepat dibandingkan katalis asam, katalis

asam lebih korosif, katalis basa lebih disukai dan sering digunakan (Ilgen, 2007). Mengingat belum adanya pemanfaatan brine water tiruan yang mengandung

logam magnesium dalam konsentrasi yang tinggi serta potensi senyawa hydrotalcite-like yang cukup baik sebagai katalis, akan dilakukan penelitian sintesis dan karakterisasi Mg-Al/Hidrotalsit-KF dari brine water tiruan sebagai katalis transesterifikasi minyak kelapa sawit menjadi biodiesel.

B. Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Rasio molar Mg/Al berpengaruh terhadap sifat kebasaan katalis. Semakin basa suatu katalis maka semakin tinggi pula aktivitas katalisnya. Rasio molar Mg/Al yang paling baik dalam katalis Mg-Al/Hidrotalsit adalah 2:1.

Katalis Mg-Al/Hidrotalsit menunjukkan aktivitas yang rendah selama reaksi antara minyak dan metanol pada temperatur rendah. Upaya untuk meningkatkan


(18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

aktivitas Mg-Al/Hidrotalsit sebagai katalis adalah dengan menambahkan zat-zat aktif seperti kalium fluorida (KF) ke dalam Mg-Al/Hidrotalsit. Rasio molar KF pada katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF dapat berpengaruh pada perolehan hasil metil ester dalam reaksi transesterifikasi. Rasio molar KF pada katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF yang paling baik adalah 80 % berat/berat Mg-Al/Hidrotalsit .

Reaksi transesterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, berat katalis, perbandingan mol metanol/minyak, waktu reaksi, dan temperatur reaksi. Kenaikan persentase berat katalis akan menyebabkan kenaikan konversi metil ester. Kenaikan persentase berat katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF akan meningkatkan laju reaksi transesterifikasi pembentukan metil ester. Laju reaksi pembentukan metil ester akan berbanding langsung dengan fungsi konsentrasi Mg-Al/Hidrotalsit-KF karena reaktan dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF terdistribusi secara homogen di dalam metanol. Perbandingan mol metanol/minyak merupakan variabel penting yang mempengaruhi hasil ester. Hasil ester meningkat dengan meningkatnya jumlah metanol pada rasio molar metanol/minyak 12:1. Konversi metil ester akan meningkat dengan kenaikan waktu. Semakin lama waktu reaksi akan menyebabkan tumbukan antara molekul tiap reaktan semakin lama terjadi, sehingga produk yang dihasilkan juga semakin banyak. Laju reaksi transesterifikasi juga sangat dipengaruhi oleh suhu reaksi. Reaksi transesterifikasi dapat berlangsung sempurna pada suhu kamar dengan waktu reaksi yang cukup lama. Suhu reaksi transesterifikasi umumnya mengikuti suhu didih metanol yaitu 60-70 °C.

2. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka dibuat batasan masalah sebagai berikut :

a. Perbandingan Mg/Al yang digunakan dalam katalis adalah 2:1.

b. Katalis yang digunakan adalah Mg-Al/Hidrotalsi-KF dengan perbandingan KF 80 % berat/berat Mg-Al/Hidrotalsit.

c. Variasi kondisi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:


(19)

commit to user

1. Berat katalis yang digunakan 1, 2, 3, 4, dan 5 % berat/berat minyak dengan waktu reaksi 3 jam.

2. Waktu reaksi yaitu 5, 15, 30, 60 dan 180 menit. 3. Perbandingan mol metanol dengan minyak 12:1. 4. Temperatur reaksi pada suhu 65°C.

3. Rumusan Masalah

a. Kapan kondisi optimum dapat tercapai dengan variasi berat katalis terhadap terbentuknya metil ester pada reaksi transesterifikasi dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF?

b. Kapan kondisi optimum dapat tercapai dengan variasi waktu reaksi terhadap terbentuknya metil ester pada reaksi transesterifikasi dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh variasi berat katalis terhadap hasil transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel.

2. Mengetahui pengaruh variasi waktu reaksi terhadap hasil transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel.

D. Manfaat Penelitian

1. Memberi alternatif pembuatan katalis Mg-Al/Hydrotalcite-like (HTlc) dari brine water tiruan.

2. Menambah informasi mengenai pengaruh variasi berat katalis dan waktu reaksi terhadap hasil transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel.

3. Menambah informasi mengenai katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF yang aktif dan selektif untuk transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel.


(20)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB II

LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka

1. Pembuatan Air Laut Tiruan dan Komposisi Brine Water Tiruan

Komposisi kimia air laut tiruan (artificial seawater) hampir sama dengan komposisi air laut murni (natural seawater). Formula yang dikemukakan oleh Lyman dan Fleming (1940) adalah salah satu formula yang paling sering digunakan dalam pembuatan larutan air laut tiruan. Sintesis Brine water tiruan dibuat analog dengan cara membuat larutan air laut tiruan. Masa dari komponen utama air laut tiruan per kilogram larutan dihitung dari komponen garam-garam terlarut (salinitas) sebanyak 35 ‰ berdasarkan berat atom dan molekul. Dari kadar salinitas tersebut, terdapat beberapa ion utama. Menurut Kester dkk, salinitas air laut dipengaruhi oleh ion-ion seperti yang tercantum pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Ion-ion yang mempengaruhi salinitas air laut

Ion-ion Kadar dalam ‰ berat Proporsi salinitas total

Klorida (Cl-) 19,353 55,29

Natrium (Na+) 10,765 30,78

Sulfat (SO42-) 2,711 7,74

Magnesium (Mg2+) 1,295 3,70

Kalsium (Ca2+) 0,414 1,18

Kalium (K+) 0,387 1,11

Bikarbonat (HCO3-) 0,142 0,41

Bromida (Br-) 0,066 0,19

Borat (BO32-) 0,026 0,07

Stronsium (Sr2+) 0,008 0,02

Fluorida (F-) 0,001 0,003

Lainnya < 0,001 < 0,001


(21)

commit to user

2. Sintesis Hydrotalcite-like (HTlc)

HTlc dalam bentuk naturalnya adalah suatu hidroksikarbonat dari magnesium dan aluminium yang keberadaannya di alam sangat jarang dibandingkan dengan lempung kationik yang melimpah (Bejoy, 2001). Sintesis HTlc merupakan subyek riset yang diminati karena adanya kemudahan dalam mengontrol komposisi kimia, kemungkinan peningkatan luas permukaan aktif serta volume interlayer dari anion terinterkalasi sehingga dapat diaplikasikan sebagai sorben dan katalis atau pengemban katalis yang unggul.

Oleh karena itu, beberapa peneliti telah membuat dan mengembangkan HT berbahan dasar Mg sebagai sorben atau katalis dengan berbagai kondisi, baik dari bahan murni maupun bahan alam. Dari bahan murni, Orthman et. al., (2003) berhasil membuat lempung anionik yang dapat menghilangkan senyawa berwarna organik dari larutan cair; Shumaker et. al., (2008) dan Gao et. al., (2008) telah mensintesis HTlc dari campuran magnesium nitrat dan aluminium nitrat melalui metode kopresipitasi secara langsung sebagai katalis dan prekursor katalis transesterifikasi untuk menghasilkan biodiesel. Kameda et. al., (2000) telah berhasil membuat

hydrotalcite-like dari magnesium yang berasal dari air laut. Dalam pembuatan HTIc tersebut, Kameda menggunakan air laut tiruan (artificial seawater) yang mengandung NaCl, Na2SO4, MgCl2 dan CaCl2.

3. Struktur dan Sifat Hydrotalcite

Hidrotalsit merupakan lempung anionik yang terdiri dari lapisan bermuatan positif dengan anion interkalat dan molekul air dalam daerah interlayer (Rajamanthi et. al., 2001). Dalam bentuk naturalnya hidrotalsit merupakan suatu hidroksikarbonat dari magnesium dan aluminium dengan formula [Mg6Al2(OH)16]2+CO32-.4H2O. Rumus umum hydrotalcite-like adalah:


(22)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

dimana M II adalah kation logam divalen (bervalensi dua), seperti Mg2+, Fe2+, Ni2+, Cu2+, Co2+, Mn2+, Zn2+ atau Cd2+ sedangkan M III adalah kation logam trivalen (bervalensi tiga), seperti Al3+, Cr3+, Ga3+, atau Fe3+, An- adalah CO32-, SO42-, Cl-, NO3 -, atau anion organik dan m menunjukkan kandungan air dalam daerah interlayer (Zhiqiang Yang et. al., 2007).

Hidrotalsit mempunyai struktur mirip brucite, Mg(OH)2, dengan ion Mg2+ dikelilingi 6 ion OH- secara oktahedral (Kloprongge, 2001). Ion Mg2+ dalam

hydrotalcite diganti dengan alumunium yang merupakan kation dengan muatan lebih besar tetapi jari-jarinya tidak jauh berbeda. Hal ini menjadikan brucite tersebut sebagai jaringan muatan positif. Struktur brucite dan hydrotalcite ditunjukkan pada Gambar 1 (a) dan (b).

Mg O O H Mg O O H H Mg O H Mg H O H Mg O O H Al O O H H Mg O H Mg H O H

(a) (b)

Gambar 1. (a) Struktur brucite; (b) Struktur hidrotalsit (Hickey; 2001)

HTlc adalah salah satu jenis dari senyawa hidroksida ganda berlapis (Layered Double Hydroxides/LDH). LDH adalah lapisan berstruktur campuran hidroksida logam dengan muatan positif permanen akibat adanya substitusi isomorfi dengan anion penyeimbang pada daerah antar-lapisnya. Dengan adanya anion dan molekul air yang terinterkalasi di dalam daerah interlayer menyebabkan HTlc mempunyai kemampuan pertukaran anion yang signifikan. Struktur LDH terbentuk dengan menggantikan sepertiga bagian dari kation divalen pada lapisan hidroksida logam dengan ion trivalen. Penggantian ini menyebabkan kelebihan muatan positif pada


(23)

commit to user

lapisan hidroksida logam. Daerah antarlapisan hidroksida logam yang satu dengan yang lain akan dipisahkan oleh suatu interlayer yang merupakan gabungan antara anion dengan empat molekul H2O yang terikat lemah pada sisi muatan positif yang berlebih (Arrhenius, 2003).

Struktur oktahedral Mg2+ dan Al3+ yang sisinya saling berbagi akan membentuk lembaran-lembaran (sheets) yang tak terbatas. Lembaran-lembaran ini kemudian bertumpuk satu sama lain dan terikat dengan ikatan yang lemah melalui ikatan hidrogen (Vaccari et. al., 1998; Kovanda et. al., 2003). Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa lapisan-lapisan ini akan menjadi positif dan diperlukan anion interlayer untuk menghasilkan muatan listrik yang netral.

Gambar 2. Struktur hidrotalsit dengan anion antar lapisan

Pada material hidrotalsit rasio Mg2+/Al3+ menentukan jumlah dan susunan anion penyeimbang (Newman et. al., 1998). Rasio ini berkisar antara 1/1 sampai 4/1.

Senyawa hidrotalsit sekarang ini telah banyak dikembangkan karena potensi yang dimilikinya baik untuk adsorben (Wright, 2002), penukar ion dan sebagai katalis (Kishore and Kannan, 2002; 2004). Wright (2002) menyebutkan bahwa hidrotalsit memiliki sejumlah sifat yang membuatnya berpotensi seperti tersebut di atas, diantaranya adalah:

1. Luas permukaan yang cukup besar (100-300 m2/gram).

2. Padatan pendukung yang dapat disisipi oleh logam katalis dengan dispersi logam pada struktur hidrotalsit yang cukup tinggi.


(24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3. Memiliki efek sinergis antar lapisan.

4. Memiliki memory effect (dapat diregenerasi).

Hidrotalsit sebagai katalis mempunyai beberapa keuntungan diantaanya proses penanganannya mudah, mudah dipisahkan dengan produk, ramah lingkungan dan menghasilkan produk yang bagus (Kishore and Kannan, 2002). Perannya sebagai

katalis, senyawa hidrotalsit banyak digunakan dalam berbagai reaksi yang

berkataliskan basa seperti, kondensasi aldol, isomerisasi ikatan rangkap pada alkena, dan dehidrogenasi 2-propanol (Kishore and Kannan, 2004).

4. Biodiesel

Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah terbaharukan (renewable) selain bahan bakar diesel dari minyak bumi. Biodiesel sebagai bahan bakar non-petroleum umumnya mengandung metil ester asam lemak atau etil ester asam lemak yang dihasilkan dari transesterifikasi minyak, dimana komponen utamanya adalah trigliserida dengan methanol atau etanol (Gao et. al., 2008). Biodiesel tersusun dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak-minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak pagar, minyak biji kapok randu, dan masih ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan sumber energi bentuk cair ini (Prakoso, 2003).

Biodiesel dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan, tidak mencemari udara, mudah terbiodegradasi, dan berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui. Pada umumnya biodiesel disintesis dari ester asam lemak dengan rantai karbon antara C6-C22. Biodiesel bisa digunakan dengan mudah karena dapat bercampur dengan segala komposisi dengan minyak solar, mempunyai sifat-sifat fisik yang mirip dengan solar biasa sehingga dapat diaplikasikan langsung untuk mesin-mesin diesel yang ada hampir tanpa modifikasi (Prakoso, 2003)

Dibanding bahan bakar solar, biodiesel memiliki beberapa keunggulan, yaitu:

ƒ Biodiesel diproduksi dari bahan pertanian, sehingga dapat diperbaharui.

ƒ Biodiesel memiliki nilai cetane yang tinggi, volatil rendah, dan bebas sulfur. 9


(25)

commit to user

ƒ Ramah lingkungan karena tidak ada emisi SOx.

ƒ Menurunkan keausan ruang piston karena sifat pelumasan bahan bakar yang bagus (kemampuan untuk melumasi mesin dan sistem bahan bakar).

ƒ Aman dalam penyimpanan dan transportasi karena tidak mengandung racun.

ƒ Meningkatkan nilai produk pertanian.

ƒ Biodegradabel: jauh lebih mudah terurai oleh mikroorganisme dibandingkan minyak mineral. Pencemaran akibat tumpahnya biodiesel pada tanah dan air bisa teratasi secara alami (Park, 2008).

Oleh karena itu, pengembangan biodiesel di Indonesia dan dunia menjadi sangat penting seiring dengan semakin menurunnya cadangan bahan bakar diesel berbasis minyak bumi, isu pemanasan global, serta isu tentang polusi lingkungan. Pengembangan biodiesel didunia sudah dilakukan sejak tahun 1980-an sehingga pada saat ini beberapa bagian dunia telah dilakukan komersialisasi bahan bakar ramah lingkungan ini.

Adapun pembuatan biodiesel dari minyak yang berasam lemak bebas tinggi ini menggunakan reaksi transesterifikasi seperti pembuatan biodiesel pada umumnya dengan pretreatment untuk menurunkan angka asam pada minyak tersebut. Biodiesel dapat dibuat dari minyak berasam lemak bebas tinggi dengan proses konversi trigliserida menjadi metil atau etil ester dengan proses yang disebut transesterifikasi. Proses transesterifikasi mereaksikan alkohol dengan minyak untuk memutuskan tiga rantai gugus ester dari setiap cabang trigliserida. Reaksi ini memerlukan panas dan katalis basa untuk mencapai derajat konversi tinggi dari minyak menjadi produk yang terdiri dari biodiesel dan gliserin. (Prakoso,2008). Tahapan reaksi dalam pembuatan biodiesel adalah sebagai berikut:

a. Esterifikasi

Esterifikasi adalah tahap konversi dari asam lemak bebas menjadi ester. Esterifikasi mereaksikan minyak lemak dengan alkohol. Katalis-katalis yang cocok adalah zat berkarakter asam kuat seperti asam sulfat, asam sulfonat organik atau resin penukar kation. Asam kuat merupakan katalis-katalis yang biasa terpilih dalam


(26)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

praktek industrial (Soerawidjaja, 2006). Untuk mendorong agar reaksi bisa berlangsung ke konversi yang sempurna pada temperatur rendah (misalnya paling tinggi 120 °C), reaktan metanol harus ditambahkan dalam jumlah yang sangat berlebih (biasanya lebih besar dari 10 kali nisbah stoikhiometrik) dan air produk ikutan reaksi harus disingkirkan dari fasa reaksi, yaitu fasa minyak. Melalui kombinasi-kombinasi yang tepat dari kondisi-kondisi reaksi dan metode penyingkiran air, konversi sempurna asam-asam lemak ke ester metilnya dapat dituntaskan dalam waktu 1 sampai beberapa jam. Reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.

RCOOH + CH

3OH RCOOCH3 + H2O

Asam lemak methanol metil ester

Gambar 3.Reaksi esterifikasi dari asam lemak menjadi metil ester

Esterifikasi biasa dilakukan untuk membuat biodiesel dari minyak berkadar asam lemak bebas tinggi (berangka-asam ≥ 5 mg-KOH/g). Pada tahap ini, asam lemak bebas akan dikonversikan menjadi metil ester. Tahap esterifikasi biasa diikuti dengan tahap transesterfikasi. Namun sebelum produk esterifikasi diumpankan ke tahap transesterifikasi, air dan bagian terbesar katalis asam yang dikandungnya harus disingkirkan terlebih dahulu.

b. Transesterifikasi

Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis). Reaksi transesterifikasi trigliserida menjadi metil ester dapat dilihat pada Gambar 4.

O O

║ ║

H2C-O-C-R1 R1-C-O-CH3 H2C-OH

│ O O │

│ ║ ║ │

HC-O-C-R2 + 3 CH3OH R2-C-O-CH3 + HC-OH

│ O O │

│ ║ ║ │

H2C-O-C-R3 R3-C-O-CH3 H2C-OH


(27)

commit to user

Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi dari Trigliserida menjadi metil ester asam-asam lemak

Gambar 5. Mekanisme reaksi transesterifikasi pembentukan metil ester asam lemak dari triasilgliserol

Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch, 2004). Katalis yang biasa digunakan pada reaksi transesterifikasi adalah katalis basa, karena katalis ini dapat mempercepat reaksi.

Produk yang diinginkan dari reaksi transesterifikasi adalah ester metil asam-asam lemak. Terdapat beberapa cara agar kesetimbangan lebih ke arah produk, yaitu: a. Menambahkan metanol berlebih ke dalam reaksi

b. Memisahkan gliserol

c. Menurunkan temperatur reaksi (transesterifikasi merupakan reaksi eksoterm)

Hal-hal yang Mempengaruhi Reaksi Transesterifikasi

Trigliserida Metanol Ester Metil

Asam-Asam Lemak (Biodiesel)


(28)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Pada intinya, tahapan reaksi transesterifikasi pembuatan biodiesel selalu menginginkan agar didapatkan produk biodiesel dengan jumlah yang maksimum. Beberapa kondisi reaksi yang mempengaruhi konversi serta perolehan biodiesel melalui transesterifikasi adalah sebagai berikut (Freedman, 1984):

a. Pengaruh air dan asam lemak bebas

Minyak nabati yang akan ditransesterifikasi harus memiliki angka asam yang lebih kecil dari 1. Banyak peneliti yang menyarankan agar kandungan asam lemak bebas lebih kecil dari 0.5 % (<0.5 %). Selain itu, semua bahan yang akan digunakan harus bebas dari air. Karena air akan bereaksi dengan katalis, sehingga jumlah katalis menjadi berkurang. Katalis harus terhindar dari kontak dengan udara agar tidak mengalami reaksi dengan uap air dan karbon dioksida.

b. Pengaruh perbandingan molar alkohol dengan bahan mentah

Secara stoikiometri, jumlah alkohol yang dibutuhkan untuk reaksi adalah 3 mol untuk setiap 1 mol trigliserida untuk memperoleh 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Perbandingan alkohol dengan minyak nabati 4,8:1 dapat menghasilkan konversi 98 % (Bradshaw dan Meuly, 1944). Secara umum ditunjukkan bahwa semakin banyak jumlah alkohol yang digunakan, maka konversi yang diperoleh juga akan semakin bertambah. Pada rasio molar 6:1, setelah 1 jam konversi yang dihasilkan adalah 98-99 %, sedangkan pada 3:1 adalah 74-89 %. Nilai perbandingan yang terbaik adalah 6:1 karena dapat memberikan konversi yang maksimum.

c. Pengaruh jenis alkohol

Pada rasio 6:1, metanol akan memberikan perolehan ester yang tertinggi dibandingkan dengaan menggunakan etanol atau butanol.

d. Pengaruh jenis katalis

Alkali katalis (katalis basa) akan mempercepat reaksi transesterifikasi bila dibandingkan dengan katalis asam. Katalis basa yang paling populer untuk reaksi transesterifikasi adalah natrium hidroksida (NaOH), kalium hidroksida (KOH), natrium metoksida (NaOCH3), dan kalium metoksida (KOCH3). Katalis sejati bagi reaksi sebenarnya adalah ion metilat (metoksida). Reaksi transesterifikasi akan


(29)

commit to user

menghasilkan konversi yang maksimum dengan jumlah katalis 0,5-1,5%-b minyak nabati. Jumlah katalis yang efektif untuk reaksi adalah 0,5%-b minyak nabati untuk natrium metoksida dan 1%-b minyak nabati untuk natrium hidroksida.

e. Metanolisis Crude dan Refined Minyak Nabati

Perolehan metil ester akan lebih tinggi jika menggunakan minyak nabati refined. Namun apabila produk metil ester akan digunakan sebagai bahan bakar mesin diesel, cukup digunakan bahan baku berupa minyak yang telah dihilangkan getahnya dan disaring.

f. Pengaruh temperatur

Reaksi transesterifikasi dapat dilakukan pada temperatur 30 – 65 °C (titik didih metanol sekitar 65 °C). Semakin tinggi temperatur, konversi yang diperoleh akan semakin tinggi untuk waktu yang lebih singkat.

5. Karakterisasi dan Analisis Hidrotalsit a. Spektroskopi Serapan Atom (SSA)

Spektroskopi Serapan Atom (SSA) merupakan suatu metode analisis kimia untuk menentukan unsur-unsur logam dan semi logam dalam jumlah renik (trace). Hasil perhitungan akan memberikan kadar total unsur logam atau semi logam dalam sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul logam tersebut dalam sampel. Hasil ini didasarkan pada pengukuran jumlah radiasi yang diserap oleh atom-atom saat sejumlah radiasi dilewatkan melalui suatu sistem yang mengandung atom tersebut.

Prinsip kerja SSA adalah adanya interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Ini dapat dilaksanakan dengan menghisap cuplikan melalui selang kapiler dan menyemprotkan ke dalam nyala api yang memenuhi syarat tertentu sebagai kabut yang halus (aerosol). Jumlah radiasi yang diserap tergantung pada jumlah atom-atom bebas yang terlibat dan kemampuan atom itu untuk menyerap radiasi. Dasar perhitungan pada SSA adalah menggunakan hukum Lambert-Beer yaitu:


(30)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

A= ε.b.C

Keterangan : A = absorbansi

ε = koefisien absorpsi molar b = tebal kuvet

C = konsentrasi.

Cuplikan harus disiapkan dalam bentuk larutan untuk analisis kuantitatif dengan menggunakan nyala. Cuplikan ini perlu perlakuan pendahuluan untuk memperoleh bentuk larutan yang prosedurnya tergantung pada sifat dan jenis cuplikan yang akan dianalisis. Ada beberapa cara untuk melarutkan cuplikan, yaitu: (1) cuplikan langsung dilarutkan dalam pelarut yang sesuai, (2) cuplikan direaksikan dengan asam, atau (3) cuplikan dilebur dulu dengan basa kemudian hasil leburan dilarutkan dalam asam. Prosedur yang banyak digunakan adalah dengan melarutkan sampel dengan asam murni seperti HNO3, H2SO4, dan HCl karena tidak menambah kadar zat padat dalam larutan. Penentuan kadar logam dari suatu sampel dengan metode SSA, dapat dilakukan dengan cara kurva kalibrasi maupun penambahan standar (Skoog et. al., 1997).

b. X-Ray Diffractometer (XRD)

1) Identifikasi dan Kandungan Mineral

Metode yang digunakan untuk menganalisis zat padat berupa kristal secara kualitatif dan kuantitatif adalah XRD atau difraksi sinar X. Analisis secara kualitatif bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa utama dalam sampel, sedangkan analisis kuantitatif bertujuan untuk mengetahui persentase kandungan senyawa utama tersebut dalam sampel.

Dasar penggunaan sinar X adalah pemantulan sinar X oleh susunan sistematik atom-atom atau ion-ion dalam bidang kristal yang menghasilkan pola-pola difraktogram khas bila direkam. Pola ini digunakan sebagai sidik jari dalam identifikasi spesies mineral (Tan, 1982).


(31)

commit to user

Pola difraksi dapat diperoleh apabila sinar X yang dipantulkan mengalami penguatan pada arah tertentu. Penguatan ini hanya terjadi apabila hukum Bragg dipenuhi. Hukum Bragg didefinisikan sbb:

= 2dsin θ (1)

d = jarak antar bidang atom dalam kristal n = tingkat difraksi

λ = panjang gelombang sinar X θ = sudut difraksi

Gambar skematik dari berkas sinar X yang dipantulkan bidang kristal ditunjukkan oleh Gambar 5. Hukum Bragg mengasumsikan bahwa semua bidang-bidang dalam suatu kristal memantulkan sinar X bila kristal dimiringkan dengan sudut kemiringan (θ) tertentu terhadap sinar datang. Sudut tergantung pada panjang gelombang sinar X dan harga d (Tan, 1982).

Penggunaan pola difraktogram untuk identifikasi memperhatikan kesesuaian harga d dan kadang-kadang juga intensitasnya. Referensi harga d dan intensitas suatu senyawa dapat diperoleh dari data Joint Committee on Powder Diffraction Standars (JCPDS) yang bersumber dari International Centre for Difraction Data (West, 1992). Hidrotalsit dengan anion antar lapisan berupa CO32- dicirikan oleh harga d sekitar 7,80 Å. Pencirian ini disebutkan pula dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh Kloprogge, Wharton, Hickey, dan Frost (2002).

Persentase kandungan senyawa dalam sampel diketahui dengan membandingkan intensitas puncak difraksi karena intensitas tersebut sebanding dengan fraksi senyawa dalam sampel (Willard et. al., 1988). Persentase kandungan senyawa dalam sampel dihitung dengan rumus:

% kandungan =

(

)

(

/

)

100%

/ 1 1 × ⎥ ⎦ ⎤ ⎢ ⎣ ⎡ t s I I I I (2)


(32)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

(I/I1)t : jumlah intensitas relatif total sampel. 2) Kristalinitas

Kristalinitas Material Mg/Al-hidrotalsit ditentukan atas dasar posisi (berhubungan dengan nilai sudut difraksi atau 2θ) dan intensitas garis. Sudut difraksi ditentukan oleh jarak antara bidang kristal (d). Harga d dihitung dengan menggunakan hukum Bragg, berdasarkan nilai panjang gelombang yang diperoleh dari hasil pengukuran. Intensitas garis tergantung pada nomor dan jenis fraksi atom pusat yang terdapat pada masing-masing bidang kristal.

Penelitian Rhee dan Kang (2002) mendapatkan Mg/Al-hidrotalsit dengan rasio 4, 3, dan 2 dengan nilai d 7,90; 7,82; dan 7,65 Å. Nilai d menurun dengan meningkatnya kandungan Al. Difraktogramnya Mg/Al-hidrotalsit ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Difraktogram XRD Mg/Al-Hidrotalsit (a) rasio 2, (b) rasio 3, (c) rasio 4

Ukuran kristal Mg/Al-hidrotalsit dapat dihitung dari lebar garis puncak dalam difraktogram hasil XRD, dengan menggunakan persamaan Scherrer

D = 0,9 λ / B cos θ (3)

D = ukuran kristal

λ = lambda radiasi

B = full width at half maximum (FWHM)


(33)

commit to user

c. Spektrofotometer IR (FTIR)

Spektrofotometer infra merah biasanya merupakan spektrofotometer berkas ganda dan terdiri dari lima bagian utama yaitu, sumber radiasi, daerah cuplikan, kisi difraksi (monokromator), dan detektor. Penggunaan spektrum infra merah untuk penentuan struktur senyawa organik biasanya antara 650 – 4.000 cm-1. Daerah di bawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan infra merah jauh dan daerah diatas frekuensi 4.000 cm-1 dinamakan infra merah dekat (Sudjadi, 1985).

Jika suatu molekul menyerap sinar infra merah, maka di dalam molekul itu terjadi perubahan energi vibrasi dan perubahan tingkat energi rotasi. Syarat molekul dapat menyerap energi sinar infra merah adalah momen dwikutub harus tergetar (sebab dari vibrasi molekul) berinteraksi dengan vektor listrik tergetar dari berkas infra merah menyebabkan perubahan netto momen dwikutub dari gerakan vibrasi dan atau gerakan rotasi (Sudjadi, 1985).

Ada dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Sedangkan getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau karena gerakan sebuah gugus atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugus. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah (Silverstein et. al., 1986).

Spektra FTIR Mg-Al/Hidrotalsit menunjukkan adanya pita lebar pada bilangan

gelombang (v) 3400-3500 cm-1 yang merupakan serapan uluran OH lapisan

hidroksida Mg-Al/Hidrotalsit dan serapan ion CO32- antar lapisan diindikasikan oleh puncak pada v sekitar 1385 cm-1 yang merupakan serapan uluran O=C-O dan 650 cm -1

yang merupakan serapan tekukan O=C-O. Puncak pada v ± 550 cm-1 merupakan

uluran Al-O sehingga v 416,6 cm-1 dimungkinkan merupakan uluran Mg-O


(34)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

d. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TG/DTA)

Analisis termal adalah pengukuran sifat fisika dan kimia sebagai fungsi temperatur. (Skoog et. al., 1997). Dalam prakteknya, analisis termal ini meliputi entalpi, kapasitas panas, massa, dan koefisien ekspansi termal. Ada dua teknik utama dalam analisis yaitu Thermogravimetric Analyzer (TGA) yang secara otomatis mencatat perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur atau waktu dan

Differential Thermal Analyzer (DTA) yang mengukur perbedaan temperatur (T) antara sampel dan material pembanding inert sebagai fungsi temperatur. Oleh karena itu, DTA mendeteksi perubahan pada kandungan panasnya (Susilowati, 2002).

Pada DTA, panas yang diabsorpsi dan dipancarkan oleh sistem kimia diselidiki dengan mengukur perbedaan temperatur antara sistem dan senyawa pembanding inert (alumina, aluminium, silikon, karbida, gelas), jika temperatur keduanya dinaikkan dengan kecepatan yang sama dan konstan (Susilowati, 2002).

Peristiwa yang terjadi dalam sampel yaitu eksotermis dan endotermis. Kedua peristiwa ini ditampilkan dalam bentuk termogram differensial sebagai puncak maksimum dan minimum. Puncak maksimum menunjukan peristiwa eksotermis dimana panas akan dilepaskan oleh sampel. Puncak minimum menunjukan peristiwa endotermis dimana terjadi penyerapan panas oleh sampel.

Luas area kurva DTA tergantung pada massa (m) sampel yang digunakan, panas reaksi (perubahan entalpi, ∆H) faktor geometri sampel (G) dan konduktivitas termal (k). Secara matematis dirumuskan sebagai :

A = (-G.m.∆H)/k = -k’.m.(∆H) (4)

Luas area tidak bisa dikonversi menjadi massa atau energi secara langsung, tanpa mengetahui nilai dari k’ pada temperatur yang berkaitan. Nilai k’ diperoleh melalui kalibrasi alat. Jika ∆H negatif berarti proses yang terjadi eksotermis dan ∆H positif untuk proses endotermis (Susilowati, 2002).


(35)

commit to user

Termogram hidrotalsit mempunyai puncak endotermis pada temperatur 116 °C yang menunjukkan pelepasan molekul air pada antar lapisan dan temperatur 238 °C yang menunjukkan pelepasan gugus OH (Xie, An and Wang, 2003). Pelepasan karbonat ditunjukkan oleh puncak endotermis pada temperatur 414 °C sedangkan degradasi struktur hidrotalsit terjadi pada 498 °C (Frost et. al., 2005).

8. Karakterisasi Biodesel a.Hydrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR)

Partikel dari atom (electron-elektron, proton-proton, neutron-neutron) dapat berputar pada porosnya. Di beberapa atom seperti 12C, perputarannya saling berpasangan dan berlawanan satu sama lain jadi inti dari atom tidak memiliki spin pelindung. Akan tetapi di beberapa atom seperti 1H, dan 13C intinya hanya memiliki sebuah pelindung. Saat inti berada dalam medan magnet, populasi terinisiasi dari tingkatan energi ditentukan oleh termodinamikanya yang didiskripsikan oleh distribusi Boltzman.

Sebuah inti dengan spin ½ dalam suatu medan magnet dimana inti ini berada dalam tingkat energi yang lebih rendah. Inti tersebut akan berputar pada porosnya. Ketika diberi medan magnet, maka pusat rotasi akan terpresisi mengelilingi medan magnet. Jika energi magnet diserap oleh inti maka sudut presisi akan berubah dan menyebabkan perputaran spin berlawanan arah.

Medan magnet pada inti tidaklah sama dengan medan magnet yang digunakan, elektron-elektron disekeliling inti melindunginya dari medan yang ada. Perbedaan antara medan magnet yang dipakai dengan medan magnet inti disebut sebagai perisai inti. Medan magnet yang diberikan akan berpengaruh terhadap pergeseran kimia (chemical shift) karena proton yang memiliki banyak perisai (shielding) akan semakin sedikit menerima medan magnet yang diberikan. Efek pergeseran kimia adalah perbedaan frekuensi absorbsi proton akibat perbedaan lokasi letak atom terikat. Atom C yang semakin terlindung akan mengalami pergeseran kimia semakin ke kanan atau semakin terperisai sehingga spektra yang terbentuk akan


(36)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

semakin mendekati TMS (Tetra metil silan) yang digunakan sebagai standar. Puncak spektra 1H NMR akan mengalami pemecahan dipengaruhi oleh jumlah atom H tetangga. Jika tidak terdapat atom H maka disebut singlet yang berarti tidak terjadi pemecahan puncak. Satu atom H disebut duplet dengan pemecahan puncak sebanyak 2 puncak. Demikian juga untuk triplet dan kuartet menunjukkan pemecahan puncak sebanyak 3 dan 4 (Skoog, 1997).

Untuk mengetahui persentase konversi metil ester yang diperoleh digunakan 1

H NMR. Proton disekitar gugus trigliseirda ditunjukkan oleh puncak pada daerah 4-4,3 ppm. Proton disekitar gugus metil ester ditunjukkan oleh puncak pada daerah 3,7 ppm. Sedangkan proton α–CH2 ditunjukkan oleh puncak pada daerah 2,3 ppm. Contoh spektra 1H NMR ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Spektrum 1H NMR hasil transesterifikasi minyak kedelai. A,G, dan M merupakan proton dari α–CH2, gliserida, dan metil ester

Nilai konversi metil ester (yang dinyatakan sebagai konsentrasi metil ester) ditentukan dengan rumus:

TAG ME

ME ME

I 9 I 5

I 5 x 100 ,% C

+

= (5)

Keterangan:

CME = konversi metil ester, %


(37)

commit to user

IME = nilai integrasi puncak metil ester, %, dan ITAG = nilai integrasi puncak triasilgliserol, %.

Faktor 5 dan 9 adalah jumlah proton yang terdapat pada gliseril dalam molekul trigliserida mempunyai 5 proton dan tiga molekul metil ester yang dihasilkan dari satu molekul trigliserida mempunyai 9 proton (Knothe, 2000).

b.Gas Chromatograph – Mass Spectroscopy (GC-MS)

Kromatografi gas – spektroskopi massa atau yang lebih dikenal dengan GC-MS merupakan suatu instrumen gabungan dari kromatografi gas dan spektroskopi massa. Instrumen GC memungkinkan untuk memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran, dimana hal ini tidak mungkin dipisahkan dengan cara-cara lain. Karena sensitivitasnya yang tinggi maka hanya diperlukan sejumlah kecil cuplikan (mikroliter). Pemisahan komponen-komponen dari cuplikan terjadi diantara gas pengangkut dan fasa cair (Sastrohamidjojo, 2002).

Spektrometer massa merupakan alat analisis yang mempunyai kemampuan aplikasi yang paling luas, yang dapat dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai komposisi sampel dasar dari suatu bahan, struktur dari molekul anorganik, organik dan biologi, komposisi kualitatif dan kuantitatif dari kompleks, struktur dan komposisi dari permukaan padat dan perbandingan isotropik atom-atom di dalam sampel (Skoog et. al., 1998).

Metode spektroskopi massa didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan menjadi ion-ion gas dan memisahkannya berdasarkan perbandingan massa terhadap muatan (m/z). Bila suatu molekul berbentuk gas disinari oleh elektron berenergi tinggi di dalam sistem hampa maka akan terjadi ionisasi, ion molekul akan terbentuk dan ion molekul yang tidak stabil pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Hendayana, dkk., 1994). Lepasnya elektron dari molekul menghasilkan radikal kation dan proses ini dapat dinyatakan sebagai berikut.


(38)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Ion molekular M+• biasanya terurai lagi menjadi sepasang pecahan atau fragmen yang dapat berupa radikal dan ion atau molekul yang lebih kecil dan radikal kation.

M+• → M1+ + M2• atau M1+• + M2

Ion molekular, ion-ion pecahan dan ion-ion radikal pecahan dipisahkan oleh pembelokkan dalam medan magnet yang dapat berubah sesuai dengan massa dan muatan mereka dan menimbulkan arus ion pada kolektor yang sebanding dengan limpahan relatif mereka (Peasock, 1976).

Spektrum massa yang diperoleh merupakan grafik perbandingan massa terhadap muatan (m/z) dan intensitas. Di dalam spektrum massa dapat dilihat spektrum-spektrum yang menunjukkan massa dari gugus molekul, puncak ion molekul (M), puncak utama (base peak) dan puncak isotop. Puncak ion molekul (M) terjadi pada suatu massa yang sesuai dengan berat molekul dari molekul netralnya. Sedangkan puncak dengan intensitas terbesar merupakan puncak utama (base peak), sering kali ditandai dengan tinggi 100 (Hendayana, dkk., 1994).

B. Kerangka Pemikiran

Kenaikan persentase berat katalis akan meningkatkan laju reaksi transesterifikasi pembentukan metil ester. Persentase berat katalis yang semakin besar tidak menyebabkan bergesernya reaksi ke kanan (ke arah pembentukan metil ester), tetapi menyebabkan turunnya energi aktivasi. Dengan demikian akan meningkatkan kualitas tumbukan antar molekul reaktan yang mengakibatkan kecepatan reaksi transesterifikasi menjadi naik maka konversi biodiesel juga menjadi semakin tinggi. Katalis yang berlebih tidak dapat menggeser kesetimbangan untuk menghasilkan FAME yang lebih tinggi.

Bertambahnya waktu reaksi akan meningkatkan hasil FAME. Peningkatan waktu reaksi memperpanjang waktu kontak reaktan dengan katalis. Waktu reaksi yang lebih lama membuat reaksi transesterifikasi berpindah menjadi reaksi keseimbangan dan lebih banyak trigliserida berubah menjadi asam lemak metil. Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka dengan bertambahnya waktu reaksi tidak


(39)

commit to user

akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil dan karena reaksi yang terjadi dalam proses transesterifikasi adalah reversible (bolak- balik), maka apabila sudah terjadi kesetimbangan, reaksi akan bergeser ke kiri, dan akan memperkecil produk yang diperoleh.

C. Hipotesis

1. Meningkatnya persentase berat katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF akan meningkatkan kemurnian biodiesel dan diperoleh kondisi optimum.

2. Menigkatnya waktu reaksi akan meningkatkan kemurnian biodiesel dan dapat diperkirakan waktu reaksi optimum.


(40)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental laboratorium. Penelitian meliputi dua tahapan. Tahapan pertama adalah sintesis katalis Mg/Al-hidrotalsit yang dilakukan dengan metode pengendapan kemudian dikarakterisasi. Tahapan kedua adalah aplikasi katalis dalam transesterifikasi minyak kelapa sawit menjadi biodiesel.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama tujuh bulan mulai dari bulan Mei 2010 sampai dengan November 2010 di Laboratorium Dasar Kimia FMIPA UNS, Laboratorium Kimia FMIPA UGM dan laboratorium lain yang dianggap perlu sesuai tahapan-tahapan penelitian yang telah disusun.

C. Alat dan Bahan yang Digunakan

1. Alat a. Spektrofotometer serapan atom (SSA) b. Spektrofotometer infra merah (FTIR) c. X-Ray Diffraction (XRD)

d. Gas Chromatograph – Mass Spectroscopy (GC-MS), kolom : Rastek RXi-5MS, panjang kolom : 30 meter, t awal : 3 menit, t akhir : 50 menit, kecepatan alir : 80 mL/menit.

e. Hydrogen Nuclear Magnetic Resonance (1H NMR), 60 MHz. f. Neraca Analitik

g. pH-meter Corning 430 h. Hot plate


(41)

commit to user

i. Magnet stirer

j. Termometer k. Alat gelas

l. Oven

m. Cawan Porselin n. Mortir

o. Penjepit Kayu

p. Sentrifuge kecepatan 4000 rpm

q. Ayakan 150 mesh

r. Water pump

2. Bahan a. Minyak kelapa sawit

b. Akuades

c. MgCl2.6H2O p.a (E. Merck)

d. AlCl3.6H2O p.a (E. Merck)

e. Na2CO3p.a (E. Merck)

f. NaHCO3 p.a (E. Merck)

g. NaCl p.a (E. Merck)

h. KCl p.a (E. Merk)

i. CaCl2.2H2O (E. Merk)

j. KOH (E. Merck)

k. Methanol (E. Merck)

l. Kalium Fluorida (KF) (E. Merck)

m. AgNO3 (E. Merck)

n. Natrium Sulfat Anhidrats (Na2SO4) (E. Merck) o. Indikator PP

p. Kertas saring Whatman 42 q. Kertas saring lokal


(42)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user D. Prosedur Penelitian

1. Pembuatan Larutan a. Larutan tiruan brine water

Sebanyak 83,630 gram MgCl2.6H2O; 8,194 gram CaCl2.2H2O; 41,478 gram NaCl dan 1,4 gram KCl dilarutkan ke dalam 1 liter akuades sambil diaduk.

b. Larutan awal

Sampel brine water tiruan ditambahkan campuran larutan Na2CO3 0,02 M dan NaHCO3 0,04 M dengan tetap diaduk selama 1 jam dan dipanaskan pada suhu 95 °C.

c. Larutan prekursor

Sejumlah senyawa AlCl3 ditambahkan ke dalam larutan awal di atas dengan perbandingan rasio mol awal antara magnesium dan aluminium adalah 2:1. Sebanyak 100 mL larutan awal membutuhkan 0,6155 gram AlCl3.6H2O.

2. Sintesis Mg-Al/Hidrotalcite-like (HTlc)

Sejumlah larutan Na2CO3 0,1 M ditambahkan ke dalam 3 liter larutan prekursor hingga pH 10,3-10,5 dan kemudian larutan ini tetap diaduk selama 1 jam pada suhu 70 ºC. Kemudian didinginkan pada suhu ruangan.

Endapan yang diperoleh dicuci dengan akuades sampai bebas dari ion Cl-. Keberadaan ion Cl- diketahui dengan menguji filtrat pencucian dengan AgNO3 0,1 M. Filtrat pencucian yang bebas ion Cl- tidak menghasilkan endapan atau menjadi keruh apabila ditetesi dengan AgNO3 0,1 M.

Endapan yang bebas ion Cl- disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit, lalu dioven pada suhu 110 oC selama ± 6 jam. Endapan kering (padatan) yang dihasilkan digerus sampai halus kemudian diayak dengan ayakan 150 mesh.


(43)

commit to user

3. Karakterisasi Mg-Al/Hidrotalsit

Metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Mg-Al/Hidrotalsit secara kualitatif dan kuantitatif adalah XRD, FT-IR dan TG-DTA. Difraktogram hasil sintesis dibandingkan dengan difraktogram referensi. Data 3 puncak dengan intensitas tertinggi dibandingkan dengan data puncak dari Mg-Al/Hidrotalsit standar dari Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS).

4. Preparasi Katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF

Sebanyak 10 gram hidrotalsit dan 8 gram KF digerus dalam lumpang

porselen sampai halus kemudian ditambahkan beberapa tetes akuades sampai membentuk pasta, lalu di oven pada suhu 65 °C selama satu malam. Padatan katalis digerus sampai halus kemudian diayak dengan ayakan 150 mesh.

5. Penentuan Bilangan Asam

Sebanyak 1ml minyak sawit dalam erlenmeyer ditambah 2 tetes indikator penolftalen, kemudian campuran dititrasi dengan KOH 0,5 N menghasilkan warna merah jambu.

6. Reaksi Transesterifikasi Minyak Sawit menjadi Biodiesel

Metode yang dilakukan sesuai dengan Gao et al (2008) yang telah melakukan transesterifikasi minyak sawit menjadi biodiesel menggunakan katalis hydrotalcite

dan campurannya. Transesterifikasi dilakukan dalam labu leher tiga yang dilengkapi dengan thermostat dan stirrer mekanis. Ke dalam labu leher tiga yang telah berisi 5 gram minyak sawit, masing-masing ditambahkan metanol dan katalis dalam jumlah yang berbeda, lalu dipanaskan dengan suhu 65 °C sambil terus diaduk. Komposisi methanol dan katalis yang ditambahkan masing-masing adalah sebagai berikut : rasio mol methanol dengan minyak 12:1 ; rasio pengembanan KF ke dalam


(44)

Mg-perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Al/Hidrotalsit 80 % berat/berat Mg-Al/Hidrotalsit. Reaksi dilakukan dengan variasi waktu 5, 15, 30, 60, dan 180 menit. Optimasi berat katalis dilakukan dengan variasi 1, 2, 3, 4, dan 5 % berat dari berat minyak selama 3 jam. Setelah reaksi transesterifikasi selesai, reaktor didinginkan sampai ke temperatur ruangan. Kemudian disaring menggunakan corong pisah, lapisan atas merupakan biodiesel sedangkan lapisan bawah merupakan campuran gliserol, sabun dan air. Lapisan atas diambil kemudian diuapkan selama 1 jam, lalu ditambahkan Na2SO4 anhidrat untuk menghilangkan air. Kemudian biodiesel diuapkan kembali pada suhu lebih dari 100 °C untuk menghilangkan metanol. Biodiesel yang telah bersih siap untuk dikarakterisasi.

Transesterifikasi minyak sawit akan dilakukan dengan tiga jenis katalis, yaitu Mg-Al/Hidrotalsit; KF dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF. Transesterifikasi minyak sawit dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit dan KF dilakukan sebagai pembanding saja.

7. Karakterisasi Biodiesel

Biodiesel yang diperoleh dilakukan uji karakteristik dengan mengguanakan: a. 1H NMR

b. FT-IR c. GC-MS

.

E. Teknik Pengumpulan dan Analisa Data

Pembuatan biodiesel dari minyak sawit dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Identifikasi material hasil sintesis dengan XRD dianalisis dengan

membandingkan harga d sampel dengan standar Joint Committee on Powder Diffraction Standards ( JCPDS). Kesesuaian harga d sampel dengan standar dari JCPDS Mg-Al/Hidrotalsit menunjukkan sampel merupakan Mg-Al/Hidrotalsit. Persentase kandungan Mg-Al/Hidrotalsit dalam sampel dapat dihitung dengan 28


(45)

commit to user

membandingkan jumlah intensitas relatif senyawa dalam sampel dengan jumlah intensitas relatif total sampel.

2. Gugus-gugus fungsi yang ada di dalam Mg-Al/Hidrotalsit dan Al/Hidrotalsit-KF diketahui dengan membandingkan puncak-puncak spektra FT-IR Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Mg-Al/Hidrotalsit-KF dengan referensi. Berdasarkan strukturnya Mg-Al/Hidrotalsit memiliki gugus fungsi M-O, O=C-O, karbonat, O-H dari lapisan hidroksida maupun interlayer.

3. Analisis termal dilakukan dengan Thermografimetric Analyzer (TGA) yamg mencatat perubahan berat sampel sebagai fungsi temperatur dan Differential Thermal Analyzer (DTA) untuk identifikasi adanya molekul H2O dalam Mg-Al/Hidrotalsit dengan mendeteksi perubahan pada kandungan panasnya. Analisis ini dilakukan pada suhu 25-500 °C.

4. Analisa kemurnian metil ester dilakukan dengan 1HNMR.

5. Untuk membuktikan adanya metil ester pada produk transeterifikasi dilakukan analisa dengan FT-IR. Adanya metil ester dapat dilihat dari serapan khas pada gugus C=O dan C-O.

6. Identifikasi senyawa metil ester (biodiesel) menggunakan GC-MS. Berdasarkan hasil kromatogram GC dan fragmen MS dari masing-masing senyawa, suatu senyawa dikatakan mirip dengan standar jika memiliki berat molekul yang sama dan memiliki pola fragmen yang mirip serta harga SI (indeks kemiripan) yang tinggi. Untuk lebih memperkuat dugaan dapat dilihat base peak pada senyawa metil ester yang memiliki ciri khas pada m/z = 74. jika kandungan metil ester pada senyawa biodiesel tinggi maka dimungkinkan tingginya konversi trigliserida dalam minyak sawit menjadi metil ester. Sehingga semakin besar kandungan metil ester maka kemurnian biodiesel juga semakin besar.


(46)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sintesis Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF

Padatan Mg-Al/Hidrotalsit disintesis berdasarkan metode pengendapan, yaitu dengan mereaksikan larutan brine water tiruan dan AlCl3.6H2O dengan Na2CO3 dalam suasana basa. Anion antar lapisan CO32- dipilih karena dapat terikat dengan segera dan kuat dengan lapisan mirip brucite yang bermuatan positif sehingga sintesisnya tidak perlu menghindarkan kontaminasi anion lain yang lebih sulit dilakukan. Dipilihnya metode pengendapan dalam sintesis hidrotalsit selain karena mudah, semua kation mengendap secara simultan dalam rasio mol sesuai dengan rasio mol awalnya.Rasio mol Mg/Al yang disintesis adalah 2:1

Selama proses sintesis, kondisi pH larutan dijaga pada pH sekitar 10,3-10,5 untuk mendapatkan hidrotalsit yang optimum. Apabila pH jauh lebih besar dari pH optimum, ion Al3+ akan terlarut sehingga tidak dapat membentuk endapan, sedangkan apabila pH kurang dari pH optimum akan terjadi pengendapan senyawa-senyawa selain hidrotalsit sehingga produk yang terbentuk tidak optimum.

Katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF dipreparasi dengan metode grinding dengan perbandingan berat KF banding Mg-Al/Hidrotalsit sama dengan 8/10. Senyawa hasil sintesis mempunyai karakteristik fisik dengan bentuk bongkahan kecil dan berwarna putih kekuningan. Senyawa hasil sintesis tersebut kemudian dikarakterisasi dengan XRD, FT-IR dan TG-DTA.

B. Karakterisasi Katalis

1. Identifikasi Senyawa Hasil Sintesis

Identifikasi senyawa hasil sintesis dilakukan dengan X-Ray Diffragtometer

(XRD), FT-IR dan TG-DTA. Analisis ini bertujuan untuk memastikan bahwa senyawa utama hasil sintesis adalah Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF. Difraktogram Mg-Al/Hidrotalsit dan Mg-Al/Hidrotalsit-KF pada Gambar 8.


(47)

commit to user

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65 70

2 theta

Gambar 8. (a) Difraktogram Mg-Al/Hidrotalsit dan (b) Mg-Al/Hidrotalsit-KF

Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan harga d puncak-puncak difraktogram dengan data Mg-Al/Hidrotalsit standar dari JCPDS (Joint Comittee on Powder Diffraction Standard) nomor 41-1428. Gambar tersebut memberikan informasi bahwa hidrotalsit sudah terbentuk.

Tiga puncak tertinggi sampel sebagai penciri senyawa mempunyai harga

d-spacing yang sesuai data Mg-Al/Hidrotalsit standar yaitu pada harga d = 7,35; 3,73; dan 2,80 Å. Hidrotalsit alam yang diteliti oleh Allmann et. al. (1969) mempunyai harga d yaitu 7,69; 3,88; dan 2,58 Å. Adanya kesesuaian harga d tiga puncak tertinggi dengan standar mengindikasikan bahwa senyawa utama hasil sintesis adalah Mg-Al/Hidrotalsit. Data harga d-spacing tiga puncak tertinggi sampel disajikan pada Tabel 2. Perbandingan harga d puncak-puncak dari senyawa hasil sintesis dengan data Mg-Al/Hidrotalsit standar dari JCPDS secara keseluruhan disajikan pada Lampiran 2

.

Tabel 2. Harga d tiga puncak tertinggi hasil sintesis

Keterangan Harga d (Å)

Mg-Al/Hidrotalsit 7,359 3,730 2,806

Mg-Al/Hidrotalsit standar 7,844 3,914 2,6080

a b


(48)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Yang (2007) menyebutkan bahwa harga d-spacing sekitar 7,80 Å merupakan puncak karakteristik hidrotalsit dengan anion antar lapis berupa CO32-. Kesesuaian harga d-spacing hasil sintesis dengan harga d-spacing untuk anion antar lapis CO32- menunjukkan bahwa anion penyeimbang muatan pada Mg-Al/Hidrotalsit sampel adalah CO32-.

Gambar 8 (b) menunjukkan bahwa KF berpengaruh pada kristalinitas dari komposit Al/Hidrotalsit-KF. Hilangnya puncak-puncak difraktogram Mg-Al/Hidrotalsit seolah-olah komposit Mg-Mg-Al/Hidrotalsit-KF berubah menjadi amorf. Bila data itu dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gao (2010), hasilnya sangat berbeda. Gao (2010) juga mensintesis Mg-Al/Hidrotalsit-KF, akan tetapi hasil difraktogramnya mempunyai puncak-puncak yang tajam. Hilangnya puncak-puncak tersebut kemungkinana disebabkan oleh sifat Mg-Al/Hidrotalsit-KF yang sangat higroskopis. Kemampuannya mengikat air yang kuat maka bila katalis ini diinteraksikan dengan metanol dimungkinkan katalis ini sangat reaktif terhadap metanol, karena air dan metanol sama-sama mempunyai gugus hidroksil. Situs aktif yang dimiliki oleh Mg-Al/Hidrotalsit-KF yaitu terbentuknya kristal KMgF3 (Gao, 2010). Karena Mg-Al/Hidrotalsit disintesis dari brine water tiruan yang mengandung Ca+, dimungkinkan juga terbentuk situs aktif yang berupa CaAlF5, KCaF3, dan KCaCO3F yang reaktivitasnya lebih tinggi dari KMgF3 (Gao, 2010).

Untuk mendukung pembuktian bahwa material yang terbentuk adalah Mg-Al/Hidrotalsit, dilakukan pula identifikasi gugus-gugus fungsi yang terkandung dalam senyawa Mg/Al-HTlc, seperti gugus fungsi ion hidroksi (OH-) dan ion karbonat (CO32-) yang bila dideteksi dengan spetrofotometer FT-IR akan menghasilkan puncak-puncak khas untuk ikatan O-H, C-O, Mg-O atau Al-O. Spektra hasil pengukuran FT-IR pada sampel meterial sintesis Al/Hidrotalsit, Mg-Al/Hidrotalsit-KF dan KF disajikan pada Gambar 9, sedangkan perbandingan gugus fungsinya dengan referensi disajikan dalam Tabel 3. sebagai berikut :


(49)

commit to user

Gambar 9. Spektra FTIR, (a) Mg-Al/Hidrotalsit, (b) Mg-Al/Hidrotalsit-KF, (c) Kalium Fluorida

Tabel 3. Perbandingan gugus fungsi Mg-Al/Hidrotalsit, Mg-Al/Hidrotalsit-KF, KF dan referensi

Gugus fungsi Referensi Bilangan gelombang (υ) (cm-1)

Mg-Al/ Hidrotalsit

Mg-Al/ Hidrotalsit-KF

KF

Uluran O-H 3400-3500b 3425 3425 3467

Tekukan O-H 1650b 1629 1633 1629

Uluran simeris O=C-O 1385a 1357 1381 1369

Tekukan O=C-O 650b 678 671 663

Uluran Mg-O dan Al-O 400-600a (2 puncak)

555 559 561

447 462 430

Uluran KF 1003 972

Sumber : aKannan (1995) dalam Johnson et. al. (2003), bBhaumik et. al.(2004)

Dari Tabel 3 tampak bahwa puncak yang lebar dan tajam antara bilangan gelombang 3425-3467 cm-1 dapat dianggap berasal dari tumpang tindih vibrasi ulur

c b

a

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500


(50)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

O-H gugus hidroksi di dalam lembaran-lembaran Mg-Al/Hidrotalsit dengan molekul-molekul air dalam partikel atau dalam antar-lapis. Bilangan gelombang antara 1627-1633 cm-1 dengan puncak lebar yang lemah merupakan vibrasi tekuk molekul air pada daerah antar-lapis. Vibrasi ulur C-O simetris dan asimetris C=O dari CO32- di daerah antar-lapis muncul pada bilangan gelombang antara 1359-1369 cm-1. Puncak antara bilangan gelombang 663-678 cm-1 merupakan vibrasi asimetris CO32- . Puncak pada bilangan gelombang antara 557-561 cm-1 dan 428-449 cm-1 dapat diartikan sebagai vibrasi ulur Mg-O dan Al-O. Campuran KF dan Mg-Al/Hidrotalsit ditandai adanya vibrasi pada daerah 972-1002 cm-1 yang menunjukkan vibrasi KF. Serapan baru setelah pencampuran terjadi pada 1450 cm-1, namun peneliti belum mampu mengungkap serapan tersebut. Serapan tersebut mengindikasikan adanya perubahan struktur KF.

Hasil analisis TG/DTA untuk Mg-Al/Hidrotalsit ditunjukkan pada Gambar 10.

(a)


(51)

commit to user

(b)

Gambar 10. Termogram Mg-Al/Hidrotalsit , (a) TG, (b) DTA Mg-Al/Hidrotalsit

Pada Gambar 10 menunjukkan adanya puncak-puncak endotermis yang mengindikasikan bahwa Mg-Al/Hidrotalsit mengalami reaksi termal yang menyebabkan temperaturnya lebih rendah daripada temperatur meterial pembandingnya yaitu platina. Puncak endotermis pada suhu ± 90-116 °C mengindikasikan adanya pelepasan molekul H2O pada daerah antar lapisan. Hal ini menandakan adanya molekul H2O pada Mg-Al/Hidrotalsit. Puncak endotermis pada suhu 200-230 °C mengindikasikan pelepasan gugus OH. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Xie et. al., (2003). Puncak endotermis pada suhu 410 °C diperkirakan mengindikasikan pelepasan ion CO32- antar lapisan. Penelitian Frost et. al., (2005) juga menyebutkan hasil yang sesuai.

2. Penentuan Kandungan Mg-Al/Hidrotalsit

Penentuan kandungan relatif Mg-Al/Hidrotalsit merupakan analisa kuantitatif dari XRD. Analisa ini dilakukan dengan membandingkan intensitas relatif (I/I1) puncak-puncak difraktogram Mg-Al/Hidrotalsit dengan intensitas relatif seluruh puncak yang ada dalam sampel. Hasil perhitungan persentase kandungan relatif Mg-Al/Hidrotalsit dalam sampel sebesar 79,54 %. Perhitungan persentase kandungan relatif Mg-Al/Hidrotalsit disajikan pada Lampiran 5.


(52)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

C. Transesterifikasi Minyak Sawit

Transesterifikasi adalah tahap konversi dari trigliserida menjadi alkil ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Transesterifikasi juga menggunakan katalis dalam reaksinya. Tanpa adanya katalis, konversi yang dihasilkan maksimum namun reaksi berjalan dengan lambat (Mittlebatch, 2004).

Biodiesel dibuat dengan melakukan reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan pereaksi metanol dan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF. Produk utama yang diharapkan dari reaksi pembuatan biodiesel ini adalah metil ester, sedang hasil sampingnya adalah gliserol dan sabun. Terbentuknya biodiesel ditandai dengan terbentuknya dua lapisan dari hasil reaksi transesterifikasi. Lapisan yang atas adalah biodiesel yang berwarna kuning, sedangkan lapisan yang bawah adalah gliserol dan sabun yang berwarna kuning keruh dan lebih kental dibandingkan lapisan atas.

Reaksi transesterifikasi pada penelitian ini dilakukan pada temperatur 65 °C, perbandingan mol minyak dan metanol dibuat 1:12, menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF dengan perbandingan berat KF : Mg-Al/Hidrotalsit adalah 8/10. Reaksi dilakukan dengan variasi waktu 5, 10, 30, 60 , dan 180 menit, serta berat katalis divariasi 1, 2, 3, 4, dan 5 % (berat/berat minyak). Pada awal mulanya dilakukan variasi berat katalis dengan waktu 180 menit.

Transesterifikasi minyak sawit menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit dan KF, masing-masing dilakukan dengan berat katalis 1 % (b/b minyak) selama 180 menit. Perlakuannya sama seperti pada reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan katalis Al/Hidrotalsit-KF. Reaksi transesterifikasi menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit maupun katalis KF tidak dihasilkan gliserol dan biodiesel sehingga masih berupa minyak sawit.

Biodiesel yang terbentuk selanjutnya dianalisis dengan menggunakan 1

HNMR, FT-IR dan GC-MS.


(53)

commit to user

D. Analisis Biodiesel Menggunakan 1H NMR

1. Analisa spektra 1H NMR

Analisa hasil reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan 1HNMR dilakukan untuk mengetahui nilai konversi metil ester dari trigliserida di dalam biodiesel. Spektra 1H NMR dari biodiesel dieroleh dua jenis spektra yaitu spektra dengan kandungan metil ester kurang dari 100 % dan spektra dengan kandungan metil ester 100 %. Kandungan metil ester yang kurang dari 100 % menunjukkan bahwa dalam biodiesel tersebut masih terdapat gliserida. Salah satu spektra ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 11. Spektra 1H NMR biodiesel 1 % dengan waktu reaksi 3 jam

Proton disekitar gugus gliserida ditunjukkan oleh spektra pada daerah 4-4,3 ppm, sedangkan proton metil ester pada daerah 3,7 ppm dan proton α-CH2 pada daerah 2,3 ppm. Pada Gambar 12 di atas, muncul puncak kecil di daerah 4,3 ppm dan puncak lebih tinggi di daerah sekitar 3,7 ppm, hal ini menunjukkan konversi metil ester belum sempurna karena masih terdapat puncak gliserida meskipun luas areanya lebih kecil. Ini berarti biodiesel pada spektra di atas merupakan biodiesel belum murni. Pembentukan metil ester yang sempurna akan terjadi jika muncul puncak di sekitar proton gliserida.

Spektra yang muncul pada daerah 5-6 ppm merupakan proton di sekitar gugus aldehid pada rantai panjang asam lemak, posisinya berada paling jauh dengan TMS


(54)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

karena gugus ini tidak terlindungi. Kondisi ini disebabkan adanya elektron phi menyebabkan rapat elektron menjadi kecil sehingga proton ini tidak terlindungi. Pada daerah 1-2 ppm muncul puncak yang lebar dan tinggi, puncak ini terjadi karena proton-proton pada CH2 asam lemak berada terlalu dekat sehingga geseran kimia juga menjadi terlalu dekat akibatnya puncak-puncak akan bergabung menjadi suatu singlet dimana puncak-puncak tengah suatu multiplet makin tinggi sementara puncak-puncak pinggir akan mengecil ini disebut juga gejala pemiringan atau learning (Fessenden, 1999).

2. Kemurnian biodiesel dengan variasi berat katalis

Kemurnian biodiesel dengan variasi berat katalis ditunjukkan pada Gambar 12. 0 20 40 60 80 100

0 1 2 3 4 5 6

K emu rn iaan b ie d iesel ( % )

Berat katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF (% b/b minyak)

Gambar 12. Pengaruh berat katalis terhadap kemurnian biodiesel

Dari Gambar 12 menunjukkan bahwa secara umum dengan kenaikan berat katalis kandungan metil ester yang dihasilkan dalam biodiesel semakin besar. Reaksi transesterifikasi minyak sawit dengan berat katalis 1 % b/b minyak dapat menghasilkan biodiesel dengan kemurnian hampir 100 %.

Kemurnian biodiesel pada reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit dan KF saja adalah sangat kecil. Hal ini dikarenakan, reaksi


(55)

commit to user

transesterifikasi menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit maupun KF saja hanya menghasilkan biodiesel dengan konsentrasi yang sangat kecil dibanding reaksi transesterifikasi dengan menggunakan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF. Perbandingan kemurnian biodiesel pada reaksi transesterifikasi dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF, Mg-Al/Hidrotalsit, dan KF dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan kemurnian biodiesel pada reaksi transesterifikasi dengan katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF, Mg-Al/Hidrotalsit, dan KF

Katalis Kemurnian biodiesel (%)

Mg-Al/Hidrotalsit-KF 1 % 100

Mg-Al/Hidrotalsit 1 % Tidak terdeteksi

KF 1 % Tidak terdeteksi

3. Penentuan waktu reaksi optimum

Gambar 13 menunjukkan bahwa dengan kenaikan waktu reaksi jumlah metil ester semakin meningkat.

Gambar 13. Pengaruh waktu reaksi terhadap kemurnian biodiesel

0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00

0 30 60 90 120 150 180

Waktu reaksi (menit)

K e m ur ni a a n bi odi e s e l ( % ) Garis asimtot


(1)

commit to user

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Meningkatnya persentase berat katalis Mg-Al/Hidrotalsit-KF dapat

meningkatkan kemurnian biodiesel dan diperoleh kondisi optimum pada 1 % b/b minyak.

2. Meningkatnya waktu reaksi dapat meningkatkan kemurnian biodiesel dan

diperkirakan waktu reaksi optimum pada 150 menit.

B. Saran

Perlu dilakukan pencucian dan pemisahan Mg-Al/Hidrotalsit dengan metode pengendapan, apabila sudah terkonsentrasi maka dilakukan pemisahan dengan sentrifugasi.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, G., 2003, Seawater Composition, Marine Sciences. Bejoy, N., 2001, Hydrotalcite : The Clay that Cures, Resonance.

Bhaumik, A., Samanta, S., and Mal, N. K., 2004, Efficient Removal of Arsenic From Polluted Ground Water, J. Appl. Sci, Vol. 3.

Bo, X., Guomin, X., Lingfeng, C., Ruiping, W. and Lijing, G., 2007, Transesterification of Palm Oil with Methanol to Biodesel over a KF/Al2O3 Heterogeneous Base Catalyst, Energ Fuel 2007, 21:3109-3112.

Bradshaw, George B., Meuly, Wlater C., 1944, Preparation of Detergent, Us Patent Office, 2:300, 844.

Cantrell, D. G., Gillie, L. J., Lee, A. F. and Wilson, K., 2005, Appl. Catal., A, 287:183.

Carlino, S. and Hudson, M.J., 1998, A Thermal Decomposition Study on The Intercalation of Tri(Oxalato) Ferrate(III) Trihydrate into a Layered (Mg/Al) Double Hydroxide, Solid State Ionic, 110: 153-161.

Cavani, F., Trifiro, F. and Vaccari, A., 1991, Hydrotalcite-type Anionic Clays: preparation properties and applications, Catal. Today, 11: 173-301.

Cetinkaya, M. and Karaosmanoglu, F., 2004, Optimization of base-catalyzed transesterification reaction of used cooking oil, Energ. Fuel, 18(6):1888-1895. De Roy, A., Forano, C., El Malki, K. and Besse, J.P, 1992, In Synthesis of Microporo

Materials, Occelli, L., Robson, H., Eds., Van Nostrand Reinhold, New York,

2:108.

Freedman, B., Pryde, E. H., Mounts, T. L., 1984, Variables Affecting the Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetables Oil.

Frost, R. L., et. al, 2005, Thermal Decomposition of Hydrotalcite with Chromate Molybdate or Sulphate In The interlayer, Thermochim. Acta, Vol. 429 (2). Gao, L., Xu, B., Xiao, G and Jianhua, L., 2008, Transesterification of Palm Oil with

Methanol to Biodiesel over a KF/Hydrotalcite Solid Catalyst, Energ. Fuel, 43


(3)

commit to user

Gerpen, J.V., 2005, Biodiesel processing and production, Fuel Process. Technol., 86:1097-1107.

Ghadge, S.V. and Raheman, H., 2005, Biodiesel production from mahua (Madhuca indica) oil having high free fatty acids, Biomass Bioenerg., 28 (6):601-605. Gryglewicz, S., 1999, Rapeseed oil methyl esters preparation using heterogeneous

catalysts, Bioresource Technol., 70:249-253.

Hendayana, S., Kadarohman, A., Sumarna, A. A., Supriatna, A., 1994, Kimia Analitik

Instrumen, IKIP Semarang Press, Semarang.

Heraldy, E., Pranoto, Maruto, D., Nugrahaningtyas, K., Dinala, B.B. and Sujarwo, I., 2006, Studi Pengaruh Perbedaan Rasio Mol antara Mg/Al dalam Sintesis Mg/Al

Hydrotalcite like, J. Alchemy 5 (1) : 54-59.

Heraldy, E., Pranoto, Maruto, D., and Rikasdianti, I.C., 2007, Kajian Optimasi Jumlah Adsorben dan Waktu Kontak pada Adsorbsi Red 2B oleh Mg/Al

Hydrotalcite like, J. Alchemy 6 (2) : 31-36.

Heraldy, E., 2008, Sintesis Senyawa Hydrotalcite like Berbahan Dasar Mg dari Brine Water dan Aplikasinya sebagai Sorben Spesies Organik Anionik pada Limbah Cair, Usulan Penelitian untuk Disertasi, FMIPA UGM.

Ilgen, O., Dinder, I., Yildiz, M., Alptekin, E., Boz, N., Canacki, M., Akin, A.N., 2007, Investigation of Biodiesel Production from Canola Oil Using Mg-Al Hydrotalcite Catalysts, Turk. J. Chem.

Johnson, C. A. and Glasser,F.P., 2003, Hydrotalcite-like Minerals (M2Al(OH)6(CO3)0,5.XH2O, Where M = Mg, Zn, Co, Ni) In The Enviroment : Synthesis, Characterization, and Thermodynamic Stabillity, Clay Clay Miner., Vol. 51 (1).

Kameda, T., Yoshioka, T., Uchida, M. and Okuwaki, A., 2000, Synthesis of Hydrotalcite using Magnesium from Seawater and Dolomite, Mol. Cryst. Liq.

Cryst., 341 : 407-412.

Kannan, S., 1995, Synthesis and Physiochemical Properties of Cobalt Aluminium Hydrotalcite, J.Mater. Sci+., 30:1462-1468.


(4)

Kang, M. R., Lim, H. M., Lee, S. C., Lee, S.H. and Kim, K. J., 2005, Layered Double Hydroxide and its Anion Exchange Capacity, Azojomo, J. Mater. Online, 1 : 1-13.

Kim, H. J., Kang, B. S., Kim, M. J., Park, Y. M., D. K., Lee, J. S. and Lee, K. Y., 2004, Transesterification of Vegetable Oil to Biodiesel using Heterogeneous Base Catalyst, Catal. Today, 93:315-320.

Kloprogge, J. T., Wharton, D., Hickey, L., and Frost, R. L., 2002, Infra Red and Raman Study of Interlayer Anions CO32-, NO32-, SO42-, and ClO42- in Mg/Al-Hidrotalcite, Am. Mineral., 87:623-629.

Knothe, G., 2000, Monitoring a Progressing Transesterification Reaction by Finer-Optic Near Infrared Spectroscopy, J. Am. Oil Chem. Soc., 77, 9493:489-493. Kovanda, F., Grigar, T. and Dornicak, V., 2003, Thermal Behaviour of Ni-Mn

Layered Double hydroxide and Characterization of Formed Oxides, Solid State

sci., 5:1019-1026.

Lazaridis, N. K., Karapantsios, T. D. and Georgantas, D., 2003, Kinetic Analysis for the Removal of a Reactive Dye from Aqueous Solution to Hydrotalcite by Adsorption, Water Res., 37:3023-3033.

Ma F, Hanna MA (1999), Biodiesel Production : a review, Bioresource Technol., 70:1-15.

Mittlebach, M., Remschmidt, Claudia, 2004, Biodiesel the Comprehensive

Handbook, Vienna:Boersedruck Ges.

Newman, S. P. and Jones, W., 1998, Synthesis, Characterization and Application of Layered Double Hydroxides Containing Organic Guests, New J. Chem, pp. 105-115.

Orthman, J., Zhu, H.Y. and Lu, G.Q., 2003, Use of Anion Clay Hydrotalcite to Remove Coloured Organics from Aqueous Solutions, Sep. Purif. Technol., 31:53-59.

Park, Young Mo., et. al., 2008, The Heterogeneous Catalyst System for The Continous Convertion of Free Fatty Acid in Used Vegetable Oil for The Production of Biodiesel, Catal. Today, 13:238-243

Peasock, 1976, Modern Methods of Chemical Analysis, John Willey and Sons Inc., 45


(5)

commit to user

Prakoso, Tirto, 2003, Potensi Biodiesel Indonesia, Laboratorium Termofluida dan Sistem Utilitas, Departemen Teknik Kimia, ITB, Bandung.

Rajamanthi, M., Thomas, G. S, and Kamath, P. V, 2001, The Many Ways of Making Anionic Clays, Chem. Senses, 13, p671-680.

Santosa, S.J., Kunarti, E.S., and Karmanto, 2008, Synthesis and Utilization of Mg/Al Hydrotalcite for Removing Dissolved Humic Acid, Appl. Surf. Sci., 254:7612-7617.

Sastrohamidjojo, 2002, Kimia Minyak Atsiri, UniversitasGadjah Mada, Yogyakarta. Shumaker, J.L., Crofcheck, C., Tackett, S.A., Santillan-Jimenez, E., Morgan, T., Ji,

Crocker, M. and Toops, T.J., 2008, Biodiesel Synthesis using Calcined Layered Double Hydroxide Catalysts, Appl. Catal. B-Environ, 82:120-130.

Silverstein, R. M., 1981, Spectrometric Identification of Organic Compound, Fourth Edition, John Willey and Sons inc., Alih Bahasa : Penyelidikan Spektroskopi

Senyawa Organik, A. J., Hartomo, A. V., Purba, Edisi IV, Erlangga, Jakarta,

95-105, 181-212.

Skoog, D. A.,Holler, R. J., Nilmar, T. A., 1998, Principles of Instrumental Analysis, 5 th

Edition, Harcowt Brace and Company, Florida.

Soerawidjaja, Tatang, H., 2006, Fondasi-Fondasi Ilmiah dan Keteknikan dari

Teknologi Pembuatan Biodiesel, Handout Seminar Nasional ; Biodiesel

sebagai Energi Alternatif Masa Depan, UGM, Jogjakarta.

Sudjadi, 1985, Penentuan Struktur Senyawa Organik, Ghalia Indonesia, Jakarta. Susilowati, E., 2002, DTA : Tinjauan Teori dan Aplikasi, Laboratorium Pusat, UNS,

Surakarta.

Tan, K. H., 1982, Principles of Soil Chemistry Marchel Decker Inc., New York, Alih

Bahasa: Dasar-dasar Kimia Tanah, Diediek Hadjar Goenadi. 1991,

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tan, E. C., 2004, Nanoscale Layered Double Hydroxide Materials with Organic

Anion Intercalation, Thesis, University of Queensland, Brisbane.


(6)

Tong, Z., Shichi, T. and Takagi, K., 2003, Oxidation Catalysis of a Manganese (III)

Porphyrin Intercalated in Layered Double Hydroxide Clays, Mater Lett,

57:2258-2261.

Vaccari, A., 1998, Preparation and Catalytic Properties of Cationic and Anionic Clays, Catal. Today, 41:53-71.

Willard, Merritt, Dean, and Settle, 1988, Instrumental Method of Analysis, Sevent Edition, Wadsworth Pub. Co., California.

Wright, J., 2002, Removal of Organic Colours from Raw Water Using Hydrotalcite, University of Queensland, Brisbane.

Xie, W., Peng, H., Chen, L., 2006, Calcined Mg-Al Hydrotalcite as Solid Base Catalysts Methanolysis of Soybean Oil, J. Mol. Catal. A : Chem., 246:24. Yang, Z., Choi, K., Jiang, N., and Park, S., 2007, Microwave Synthesis of

Hydrotalcite by Urea Hydrolisis, Bull. Korean Chem. Soc, 28:11.