Menu Help, Sub Menu Help
3 Pada titik ini, Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalagewa berhasil
membujuk negara anggota ASEAN. Lewat diplomasi ulang-alik shuttle diplomacy, beliau berhasil melahirkan konsensus mengenai status Laut Cina Selatan. Meskipun, konsensus tersebut
hanya mengulang dan memperkuat apa yang telah dinyatakan dalam Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea
2002. Kedua adalah soal perlindungan dan penegakan hak asasi manusia HAM. Keberhasilan
ASEAN memasukan pembentukan Badan HAM ASEAN dalam Pasal 14 Piagam ASEAN merupakan suatu perkembangan positif. Sebab, persoalan perlindungan dan penegakan HAM di
negara anggota ASEAN menjadi salah satu isu yang disorot oleh komunitas di luar ASEAN. Namun, formalitas HAM dalam Piagam ASEAN menjadi hambar saat melihat praktik
perlindungan dan penegakan HAM di negara anggota ASEAN. Kasus pelanggaran HAM kepada etnis Rohingya di Myanmar baru-baru ini menjadi bukti vulgar bahwa ASEAN belum mampu
memberikan perlindungan dan penegakan HAM kepada masyarakat ASEAN secara keseluruhan. Persoalannya memang tidak mudah. Dalam kasus pelanggaran HAM, hampir setiap negara
anggota ASEAN memiliki masalahnya masing-masing. Sehingga, secara etika, sulit bagi negara anggota untuk mengkritik pelanggaran HAM yang terjadi di negara anggota lainnya. Pada titik
inilah, ASEAN sebagai entitas yang terpisah dari negara anggota bisa mengambil posisi yang tegas.
Sayangnya, ASEAN seperti macan ompong untuk menyelesaikan pelanggaran HAM. Hal ini dapat dilihat dari kerangka acuan TOR ASEAN Intergovernmental Commission on Human
Rights AICHR yang tidak memberikan kewenangan untuk mengusut dan memberikan sanksi
atas pelanggaran HAM. Preseden ini memberikan bukti bahwa negara anggota ASEAN sebenarnya masih setengah hati untuk membentuk suatu badan independen dalam mengusut
pelanggaran HAM. Ketiga, integrasi ekonomi dan sosial budaya. Persoalan ASEAN yang juga patut diperhatikan
adalah bagaimana menciptakan integrasi di bidang ekonomi serta sosial budaya untuk menciptakan masyarakat ekonomi dan masyarakat sosial budaya ASEAN. Selama ini, konsentrasi
ASEAN hanya berkutat pada masalah politik dan keamanan sehingga upaya penguatan di bidang ekonomi dan sosial budaya seolah terlupakan.
Tujuan untuk menciptakan pasar tunggal ASEAN yang terdiri dari lima elemen yakni; kebebasan perdagangan barang, jasa, investasi, modal dan tenaga kerja ahli masih jauh untuk
terwujud. Secara normatif, ASEAN memiliki blue print soal integrasi ekonomi. Misalnya, soal liberalisasi penerbangan. Akan tetapi, eksekusi rencana tersebut masih sangat sulit apabila
dihubungkan dengan kesiapan infrastruktur masing-masing negara anggota ASEAN. Hal ini tentu saja terkait dengan tingkat ekonomi yang tidak berimbang di antara negara anggota ASEAN.
4 Disparitas ekonomi antara negara anggota ASEAN memang tidak bisa dijadikan alasan
sebagai faktor penghambat integrasi ekonomi. Solusinya adalah mendorong negara-negara seperti Myanmar, Kamboja dan Vietnam untuk dapat meningkatkan kapasitas ekonominya melalui
pemberian keistimewan sementara dalam hal investasi dan liberalisasi perdagangan. Di bidang sosial budaya, ASEAN sebenarnya sangat terbantu dengan perkembangan social
media yang berkembang pesat akhir-akhir ini. Melalaui ruang tersebut, komunitas ASEAN
terbentuk melalui komunikasi informal antar warga negara masing-masing negara anggota ASEAN. Perkembangan ini sesuai dengan harapan ASEAN yang ingin memperkuat organisasi
melalui keterlibatan public masyarakat. Inilah sejatinya yang dimaksud dalam Piagam ASEAN sebagai komunitas ASEAN.
Ketiga persoalan domestik tersebut di atas harus mampu diselesaikan oleh ASEAN secara elegan dan efektif. Sebab, apabila tidak sulit untuk menciptakan Komunitas ASEAN pada tahun
2015. Pada akhirnya, semoga Komunitas ASEAN akan lebih memberikan manfaat bagi semua.
Dasar terbentuknya Komunitas ASEAN 2015 sendiri ditopang oleh tiga pilar utama yaitu: