10 Untuk penulisan ini adalah berdasarkan riset atau penelitian kepustakaan, yaitu
mengumpulkan bahan-bahan yang ada hubungannya dengan pokok bahasan. Observasi [pengamatan lapangan], yaitu melakukan kunjungan secara
langsung ke Pimpinan Pusat Muhammadiyah, guna memperoleh data yang lebih valid dan bisa dipertanggung jawabkan secara ilmah tentang filsaafat pendidikan Islam
menurut KH.Ahmad Dahlan. Observasi akan dilakukan selama 4 [empat] bulan, yaitu dari bulan Januari 2009. Selama observasi, penulis mencar informasi yang akurat
tentang keterkaitan Muhammadiyah dalam filsafat pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan.
Interview [wawancara], Yaitu melakukan tanya jawab secara mendalam mengenai beberapa aspek yang diperlukan peneliti khususnya menyangkut proses
perkembangan Muhamamadiyah, keterkaitan Muhammadiyah dengan pemecahan masalah penddikan masa kini.
Dengan metodologi tersebut diharapkan penulisan ini dapat memberikan informasi mengenai dimensi-dimensi yang menunjukan kelebihan dan kekurangan
pandangan K.H. Ahmad Dahlan dibanding pandangan-pandangan yang ada sebelumnya, sehingga penulisan ini menghasilkan suatu penilaian yang obyektif
dalam persoalan filsafat pendidikan Islam ini.
D.HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Dinamika Pemikiran Pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan.
Perumusan tujuan pendidikan dalam persyarikatan Muhammadiyah didasarkan pada orientasi tajdid
4
dan kondisi sosio kultural umat Islam pada saat kemunculannya. Persyarikatan Muhammadiyah sebagai suatu gerakan Islam, amr
ma’ruf nahi munkar dengan etos kerja yang disebut tajdid, pembaharuan dalam Islam pertama kali didirikan pada tanggal 10 Nopember 1912.M bertepatan dengan 8
Dzulhijjah 1330.H, oleh Kyai Ahmad Dahlan di Yogyakarta dengan diiringi pesta kecil yang bertempat di Jalan Malioboro Yogyakarta dan dihadiri oleh 60 sampai 70
4
Malik Fajar memberi penegasan terhadap eksistensi Muhammadiyah, bukan hanya sekedar organisasi, tetapi juga sebagai state of mind, suasana berpikir dengan etos kerja tajdid, karena jika hanya diidentifikasi sebagai organisasi, ia akan
terkungkung oleh batas-batas struktur , meknisme serta keanggotaan, lhat Imron Nasti, dkk.,Di Seputar Percakapan Pendidikan dalam Muhammadiyah, Yogyakarta: Pustaka SM, 14,hal.23
11 orang dari kalangan para haji, priyayi, pamong praja, orang umum dan pengurus
pergerakan Boedi Oetomo.
5
Tujuan didirikan persyarikatan Muhammadiyah ini adalah untuk membebaskan umat Islam dari kebekuan dalam segala bidang
kehidupannya, dan praktek-praktek agama yang menyimpang dari kemurnian ajaran Islam.
Saat munculnya persyarikatan Muhammadiyah, bangsa Indonesia tengah berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda, tahun 1912-1942 dalam suasana yang
kebanyakan umat Islam berada dalam kebodohan, keterbelakangan dan penindasan- penindasan penjajah.
6
Kalaupun waktu itu terdapat lembaga pendidikan Islam, keberadaannya tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman, akibat mengisolasi diri
dari pengaruh luar.
7
Bangsa Indonesia yang menerima pendidikan dari Barat terbatas pada calon- calon pamong praja. Anak Aristokrat ada yang dididik dalam rumahnya
sendiri,pendidikannya ditujukan untuk mempertinggi budi pekerti, akhlakkul karimah dan kepandaian bergaul, ditambah dengan adat–istiadat nenek moyang. Bagi
wanita kalau dikatakan belajar, pelajarannya terbatas kepada pengetahuan kehidupan dalam rumah tangga agar nantinya menjadi istri yang baik. Adapun rakyat jelata
umumnya tidak terdidik, kalau mereka ingin belajar merekapun masuk pondok pesantren.
8
Sementara pondok pesantren sendiri menolak semua pengaruh yang datang dari negeri Barat secara total, sampai-sampai cara berpakaian, huruf latin dan
termasuk ilmu-ilmu yang datang dari Barat ditolaknya, maka lengkaplah isolasi, mengucilan terhadap kehidupan modern.
9
Adanya dikotomi, pemisahan antara pendidikan agama dan pendidikan sains Barat, terlihat pula pada orientasi berikut yaitu di satu pihak lembaga-lembaga
pendidikan Islam saat itu tidak bisa menghasilkan ilmuwan yang mempunyai otoritas
5
M.T.Arifin, Op.Cit., hal.20
6
Ibid., hal.9
7
Malik Fadjar, Op.Cit, hal. 45
8
Nurhadi M.Munasir, ed, Dinamika Pemikiran Islam dan Muhammadiyah, Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1997, hal.24
9
Ibid.,hal.31
12 karena mementingkan masalah keakhiratan semata, dan di pihak lain pendidikan yang
diselenggarakan oleh kolonial penjajah Belanda sama sekali tidak memperhatikan masalah-masalah
kehidupan keakhiratan,
hanya mementingkan
kehidupan keduniawiaan. Akibatnya terjadilah pemisahan, dikotomi yang sangat lebar antara
lulusan lembaga pendidikan Islam dan lulusan sekolah Barat, yang sekuler,
10
menjauhkan ajaran Islam, pendangkalan ajaran Islam.
Pendidikan Islam yang dalam hal ini diwakili oleh pondok pesantren telah tersebar sebelum kedatangan penjajah kolonial Belanda ke Indonesia. Ia merupakan
lembaga pendidikan tingkat menengah dan tinggi. Pendidikan Islam untuk tingkat permulaan diberikan di masjid, langgar, musallah atau surau. Santri diberi kebebasan
memilih bidang studi dari guru yang diingininya. Ada santri senior yang diberi wewenang untuk mengajar. sorogan dan bandongan atau weton.
11
Di pondok pesantren tidak ada sistem kelas, tidak ada ujian atau pengontrolan evaluasi proses
belajar kemajuan santri dan tidak ada batas lamanya belajar [kelas]. Penekanannya pada kemampuan menghafal saja, tidak merangsang santri untuk berdiskusi dengan
sesama santri. Cabang-cabang ilmu yang dipelajari terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam yang meliputi hadits, musthalah hadits, fikih sunnahushul fikih, ilmu tauhid,
ilmu tasauf, ilmu mantik, ilmu falaq dan bahasa Arab.
12
Kyai Ahmad Dahlan, melihat kondisi sosial pendidikan umat Islam pada waktu itu, tergerak untuk melakukan aktivitas yang menerapkan sistematika kerja
organisasi ala Barat. Melalui pelembagaan amal usahanya, Kyai Ahmad Dahlan melakukan penangkalan kultural budaya atas penetrasi pengaruh kolonial Belanda
dalam kebudayaan, peradaban dan keagamaan, utamanya adalah intensifnya upaya Kristenisasi yang dilakukan misi zending dari Barat.
13
Kondisi objektif yang mendorong lahirnya persyarikatan Muhammadiyah adalah juga kenyataan terhadap kemajuan zending Kristen dan misi Katolik.
Penyebaran agama Kristen dan agama Katolik mendapat dukungan dari pemerintahan
10
Din Syamsuddin, ed,Muhammadiyah Kini dan Esok, hal.220
11
Sorogan adalah system pendidikan dimana seorang santri menghadap kyai dan membawa kitabnya. Kemudin Kyai membaca teks dan santri mengikuti bacaan sang kyai. Sedangkan bandongan sang kyai membaca, mengartikan dan menerangkan
maksud teks dari kitab tertentu di hadapan sejumlah santri, dan santri tingkat intermadiete dan advance, lihat Ibid., hal 221.
12
Ibid., hal 220-221
13
M.T. Arifin, Op.Cit., hal 4
13 kolonial Belanda. Untuk menyiarkan agama mereka di kalangan masyarakat
Indonesia, terutama di tanah Jawa. Dengan peralatan yang cukup canggih dan organisasi yang teratur berujud sekolah-sekolah, rumah-rumah sakit dan lain
sebagainya memperoleh kemajuan besar dalam merebut hati rakyat. Sebaliknya umat Islam dalam kondisi kemunduran apalagi alat-alat tabligh, penyiaran yang digunakan
masih secara kuno, tempat-tempat pendidikan Islam masih ketinggalan zaman.
14
Usaha-usaha pembaharuan Islam bidang pendidikan yang dilakukan Kyai Ahmad Dahlan dan para pemimpin persyarikatan Muhammadiyah meliputi dua segi
yaitu segi cita-cita dan tehnik pendidikan dan pengajaran.
15
Kyai Ahmad Dahlan dianggap sebagai tokoh pembaharuan Islam yang cukup unik,dan dikagumi karena usaha pembaharuan Islamnya merupakan upaya terobosan-
terobosan terhadap masalah-masalah umat yang mendesak untuk diatasi. Ia juga tidak memiliki background pendidikan Barat, tetapi gagasannya yang maju membuka lebar-
lebar pintu ijtihad, kesungguhan perubahan dalam Islam dan melarang pengikutnya bertaklid,
16
mengikuti tanpa mengetahui alasan dalilnya yang tepat.
Format pembaharuan dalam Islam persyarikatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan Islam, tercermin dan dapat dilihat dari ide-ide dasar yang
merupakan cita-cita penyelenggaraan pendidikan, seperti yang dituturkan pendirinya yaitu konsepsi kyai intelek dan intelek kyai. Kepada beberapa muridnya ia
menegaskan dengan kata-kata:
“Dadiyo Kiyai sing kemajuan, lan kanggo Muhammadiyah” yang artinya, jadilah ulama yang berpikir maju, dan jangan berhenti untuk kepentingan
pengabdian kepada organisasi Muhammadiyah.
17
Konsep tentang kyai intelek dan intelek kyai sebagai tujuan yang hendak dicapai dari produk pendidikan Muhammadiyah, mengandung maksud bahwa
pendidikan diarahkan dalam pembentukan manusia muslim yang sempurna baik budi
14
PP Muhammadiyah, Op.Cit,hal.59
15
Din Syamsuddin, Op.Cit.,hal.222
16
Malik Fadjar, Op.Cit., hal.89
17
Ibid.,hal.73
14 pekertinya, patuh dan alim dalam melaksanakan ajaran agamanya, luas dalam
pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan dan bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
18
Sebagai organisasi dakwah da pendidikan, persyarikatan Muhammadiyah mengharapkan agar dapat membentuk manusia muslim yaitu manusia yang
beridentitas Islam dengan ciri khas dapat mengamalkan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
19
Tegasnya,tujuan penyelenggaraan pendidikan di kalangan persyarikatan Muhammadiyah adalah menanamkan semangat Islam spirit of Islam dalam nuansa
wawasan keilmuan science. Sehingga hasil dari pendidikan Muhammadiyah adalah manusia-manusia yang berhati penuh dengan iman dan taqwa. Dari pemikirannya
melimpah berbagai pengetahuan dan di tangannya tergenggam sejuta ketrampilan. Maka oleh sebab itu, tidaklah sasaran persyarikatan Muhammadiyah dalam
pendidikannya mencetak ilmuan agama saja tetapi ilmuan yang berjiwa agamis Islamy.
2. Sistem Pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan