29
literatur, undang-undang, brosurtulisan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti.
38
Dalam penelitian ini data sekunder yang digunakan adalah Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia dan Anggaran Rumah Tangga Ikatan Notaris Indonesia,
Kode Etik Notaris serta hasil wawancara yang telah diolah dengan Informan seperti beberapa Notaris sebagai anggota PerkumpulanIkatan Notaris Indonesia, Majelis
Pengawas dan Dewan Kehormatan Notaris. Dalam penelitian hukum, data sekunder mencakup bahan primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat; bahan sekunder
yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer; dan bahan hukum tertier yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
39
4. Analisis Data
Didalam penelitian hukum normatif, maka analisis data pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum
tertulis. Sistematisasi berarti membuat klasifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut, untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi.
40
Sebelum analisis dilakukan, terlebih dahulu diadakan pemeriksaan dan evaluasi terhadap
38
Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal 11
39
Ibid
40
Soejono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia Press, Jakarta, 1984. hal.251.
Universitas Sumatera Utara
30
semua data yang dikumpulkan primer, sekunder maupun tersier, untuk mengetahui validitasnya.
Setelah itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam
penelitian ini, dengan tujuan untuk memperoleh jawaban yang baik.
41
Oleh karenanya analisis data dalam penelitian ini digunakan logika berpikir secara deduktif metode
deduktif, dengan metode deduktif akan dapat ditarik kesimpulan spesipik yang mengarah pada penyusunan jawaban terhadap permasalahan dimaksud. Kesimpulan
dimaksud diatas adalah tentang bagaimana bentuk, manfaat, dari penegakan hukum oleh ketentuan Undang-Undang Jabatan Notaris Nomor 30 Tahun
2004 dan hubungannya dengan Kode Etik Notaris.
41
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum Suatu Pengantar, Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2001, hal. 106.
Universitas Sumatera Utara
31
BAB II HUBUNGAN ANTARA PENEGAKAN KODE ETIK NOTARIS DENGAN
KEBERADAAN UNDANG-UNDANG JABATAN NOTARIS TERHADAP PROFESI PEKERJAAN NOTARIS
A. Fungsi, Kewenangan Notaris dan Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris Dengan Keberadaan UUJN
1. Defenisi Umum Tentang Fungsi dan Kewenangan Notaris
Keberadaan profesi notaris berfungsi sebagai pelaksana dalam membuat alat bukti tertulis mengenai akta-akta otentik sebagaimana yang tercantum dalam Pasal
1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Adapun yang dimaksud dengan akta otentik berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata adalah : “Suatu akta otentik
adalah suatu akta yang di dalarn bentuk yang ditentukan oleh undang-undang dibuat oleh atau di hadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
dimana akta dibuatnya”. Kewenangan tersebut selanjutnya dijabarkan oleh Pasal 1 jo Pasal 15 ayat 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris UUJN yang mulai berlaku tanggal 6 Oktober 2004. Adapun bunyi dari Pasal 1
angka UUJN adalah sebagai berikut : “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang ini”. Serta Pasal 15 ayat 1 UUJN mendefinisikan tentang kewenangan Notaris sebagai pejabat umum, yaitu sebagai berikut : “Notaris
berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
31
Universitas Sumatera Utara
32
ketetapan yang diharuskan oleh perundangundangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian
tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang- Undang”.
Sementara definisi Pasal 1 UUJN dan Pasal 15 UUJN seperti dimaksud diatas dapat diketahui bahwa :
42
1. Notaris adalah pejabat umum; 2. Notaris merupakan pejabat yang berwenang membuat akta autentik;
3. Akta-akta yang berkaitan dengan pembuatan, perjanjian, dan ketetapan yang
diharuskan oleh peraturan perundang-undangan danatau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan supaya dinyatakan dalam suatu akta otentik;
4. Adanya kewajiban dari Notaris untuk menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, memberikan grosse, salinan dan kutipannya;
5. Terhadap pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
Adapun yang dimaksud dengan ditetapkan oleh Undang-Undang pada poin 5 diatas adalah, unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata, yakni
sebagai berikut : a. Bahwa akta itu dibuat dan diresmikan dalam bentuk menurut hukum;
b. Bahwa akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum; c. Bahwa akta itu dibuat dihadapan yang berwenang untuk membuatnya di
tempat dimana dibuat.
42
Lihat Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Pasal 1 Jo Pasal 15.
Universitas Sumatera Utara
33
Sebagaimana diketahui Pasal 1 UUJN dan Pasal 15 UUJN telah menegaskan, bahwa tugas pokok dari Notaris adalah membuat akta otentik dan akta otentik itu
akan memberikan kepada pihak-pihak yang membuatnya suatu pembuktian yang sempurna. Hal ini dapat dilihat sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1870
KUHPerdata yang menyatakan bahwa suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak daripada
mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya. Disinilah letaknya arti yang penting dari profesi Notaris ialah bahwa ia karena
undang-undang diberi wewenang menciptakan alat pembuktian yang sempurna, dalam pengertian bahwa apa yang tersebut dalam otentik itu pada pokoknya dianggap
benar. Hal ini sangat penting untuk mereka yang membutuhkan alat pembuktian untuk sesuatu keperluan, baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk kepentingan
suatu usaha.
43
Notaris tidak hanya berwenang untuk membuat akta otentik dalam arti Verlijden, yaitu menyusun, membacakan dan menandatangani, sebagaimana yang
dimaksud oleh Pasal 1868 KUHPerdata, tetapi juga berdasarkan ketentuan terdapat dalam Pasal 16 ayat 1 huruf d UUJN, yaitu adanya kewajiban terhadap Notaris
untuk memberi pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Notaris juga memberikan nasehat hukum dan
penjelasan mengenai
ketentuan Undang-Undang
kepada pihak-pihak
yang
43
Soegondo R. Notodisorjo, Hukum Notariat di Indonesia Suatu Penjelasan, Cet. 2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1993, hal 9.
Universitas Sumatera Utara
34
bersangkutan. Adanya hubungan erat antara ketentuan mengenai bentuk akta dan keharusan
adanya pejabat yang mempunyai
tugas untuk melaksanakannya,
menyebabkan adanya kewajiban bagi penguasa, yaitu pemerintah untuk menunjuk dan mengangkat Notaris.
Menyangkut kewenangan yang berkaitan dengan “orang-orang” maka Notaris tidak berwenang untuk membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Orang-orang
seperti dimaksud ialah, menurut ketentuan hukum yang berlaku, ada kriteria orang dimana Notaris tidak berwenang untuk membuat akta bagi kepentingan mereka. Hal
tersebut ditentukan dalam Pasal 52 ayat 1 UUJN yaitu : “Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istrisuami,
atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah danatau
ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan
ataupun dengan perantaraan kuasa.
Ayat 2 : Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak berlaku, apabila orang tersebut pada ayat 1 kecuali Notaris sendiri, menjadi penghadap
dalam penjualan di muka umum, sepanjang penjualan itu dapat dilakukan di hadapan Notaris, persewaan umum, atau pemborongan umum, atau menjadi anggota rapat
yang risalahnya dibuat oleh Notaris.
Ayat 3 : Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berakibat akta hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah
tangan apabila akta itu ditandatangani oleh penghadap, tanpa mengurangi kewajiban Notaris yang membuat akta itu untuk membayar biaya, ganti rugi, dan bunga kepada
yang bersangkutan”.
Menyangkut kewenangan yang berkaitan dengan tempat, maka Notaris harus mempunyai kewenangan di tempat dimana akta itu dibuat. Bagi setiap Notaris
ditentukan daerah hukumnya daerah jabatannya dan hanya di dalam daerah yang
Universitas Sumatera Utara
35
ditentukan baginya itu ia berwenang untuk membuat akta otentik. Menyangkut kewenangan yang berkaitan dengan ”waktu”, hal ini berkaitan dengan apakah Notaris
mempunyai kewenangan pada waktu akta itu di buat. Tidak adanya kewenangan Notaris waktu pada saat akta dibuat dapat terjadi, misalnya apabila Notaris yang
bersangkutan sedang menjalankan cuti.
44
Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh Notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah ditentukan dan
ditetapkan dalam UUJN dan di dalam daerah hukum tersebut Notaris mempunyai wewenang. Apabila ketentuan itu tidak diindahkan, akta yang dibuat oleh Notaris
menjadi tidak sah. Adapun wewenang yang dimiliki oleh Notaris meliputi empat 4 hal yaitu sebagai berikut :
45
1 Notaris harus berwenang sepanjang yang menyangkut akta yang dibuat itu; 2 Notaris harus berwenang sepanjang mengenai orang-orang, untuk kepentingan
siapa akta itu dibuat; 3 Notaris harus berwenang sepanjang mengenai tempat, dimana akta itu dibuat;
4 Notaris harus berwenang sepanjang mengenai waktu pembuatan akta itu. Keempat hal tersebut di atas kemudian dapat dikembangkan melalui uraian
dibawah ini, yakni sebagai berikut :
46
44
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Cet. 3, Erlangga, Jakarta, 1996, hal.50.
45
Ibid, hal 49-50.
46
Ibid, hal 50.
Universitas Sumatera Utara
36
a Tidak semua pejabat umum dapat membuat semua akta, akan tetapi seorang pejabat umum hanya dapat membuat akta-akta tertentu, yaitu yang ditugaskan
atau dikecualikan kepadanya berdasarkan peraturan perundang-undangan; b Notaris tidak berwenang membuat akta untuk kepentingan setiap orang. Pasal
52 ayat 1 UUJN, misalnya telah ditentukan bahwa Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri, istrisuami, atau orang lain
yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah maupun ke
atas tanpa pembatasan derajat, serta garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan
ataupun dengan perantaraan kuasa. Maksud dan tujuan dari ketentuan ini adalah untuk mencegah terjadinya tindakan memihak dan penyalahgunaan
jabatan; c Bagi setiap Notaris ditentukan wilayah jabatannya dan hanya di dalam
wilayah jabatan yang ditentukan tersebut, Notaris berwenang untuk membuat akta otentik;
d Notaris tidak boleh membuat akta selama Notaris tersebut masih menjalankan cuti atau dipecat dari jabatannya. Notaris juga tidak boleh membuat akta
sebelum memangku jabatannya atau sebelum diambil sumpahnya. Apabila salah satu persyaratan di atas tidak terpenuhi, maka akta yang telah
dibuat notaris tersebut adalah tidak otentik melainkan hanya mempunyai kekuatan
Universitas Sumatera Utara
37
seperti akta di bawah tangan, hal itu juga harus terlebih dahulu ditandatangani oleh para penghadap.
2. Hubungan Penegakan Kode Etik Notaris Berdasarkan UUJN Guna