12
3. Untuk menganalisis guna mengetahui pertanggungjawaban Notaris, apabila dalam melaksanakan tugasnya melakukan pelanggaran kode etik.
D. Manfaat Penelitian 1.
Secara Teoritis
Secara teoritis, kajian dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi kalangan akademisi untuk menambah ilmu pengetahuan
hukum yang berkaitan dengan masalah Kenotariatan
2. Secara Praktis
Secara praktis, pembahasan dalam penelitian tesis ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi kalangan praktisi hukum seperti notaris, atau lembaga-
lembaga pemerintahan seperti pengadilan atau lembaga pemerintah lain agar dapat mengetahui informasi dan mekanisme yang terdapat dalam Undang-Undang Jabatan
Notaris dan dalam hubungannya dengan Kode Etik Notaris.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dan rekomendasi
Program Pasca Sarjana Magister Kenotariatan sampai sekarang belum ada judul yang sama mengenai “Analisis Yuridis Penegakan Hukum Atas Undang-Undang Jabatan
Notaris UUJN Dalam Hubungannya Dengan Penegakan Kode Etik Notaris”.
Universitas Sumatera Utara
13
Akan tetapi dalam penelusuran tersebut ada judul yang mengangkat mengenai Kode Etik Profesi, namun permasalahan dan bidang kajiannya sangat jauh berbeda.
Adapun judul dan nama peneliti dimaksud ialah : 1. Analisis Terhadap Putusan Peradilan Kode Etik Polri Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 di Wilayah Polda Sumut. Atas nama Jaholden
037005044 ; 2. Peranan Kode Etik Profesi Dalam Pemuliaan Jabatan Notaris. Atas nama
Ekawati Prasetia 087011040 ; dan
3. Larangan Melakukan Promosi Jabatan Dalam Menjalankan Profesinya Menurut Kode Etik Notaris Sebagai Upaya Menghindari Persaingan Tidak
Sehat Antar Notaris. Atas nama Octoverry Purba 087011088
F. Kerangka Teori dan Kerangka Konsepsi
1. Kerangka Teori
Perkembangan ilmu hukum tidak terlepas dari teori hukum sebagai landasannya dan tugas teori hukum adalah untuk: “menjelaskan nilai-nilai hukum dan
postulat-postulatnya hingga dasar-dasar filsafatnya yang paling dalam, sehingga penelitian ini tidak terlepas dari teori-teori ahli hukum yang di bahas dalam bahasa
dan sistem pemikiran para ahli hukum sendiri.”
17
17
W. Friedmann, Teori dan Filsafat Umum, Jakarta, Raja Grafindo, 1996, hal. 2
Universitas Sumatera Utara
14
Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang menjadi bahan perbandingan atau
pegangan teoritis dalam penelitian.
18
Dalam setiap penelitian harus disertai dengan pemikiran-pemikiran teoritis. Teori adalah menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses
tertentu terjadi.
19
Teori menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis artinya mendudukan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka
teoritis yang relevan, yang mampu menerangkan masalah tersebut.
20
Dalam penelitian ini digunakan teori pertanggungjawaban sebagai pisau analitis, teori pertanggungjawaban ini di prakarsai oleh John Austin 1790-1859.
Austin adalah tokoh yang memisahkan secara tegas antara hukum positif dengan hukum yang dicita-citakan, dengan kata lain ia memisahkan secara tegas antara
hukum dengan moral dan agama. Ilmu hukum hanya membahas hukum positif saja, tidak membahas hubungan antara hukum positif dengan moral dan agama. Tanpa
memperdulikan baik atau buruknya hukum itu, diterima atau tidak oleh masyarakat.
21
Suatu konsep yang terkait dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggungjawab hukum liability. Seseorang yang bertanggungjawab secara hukum
atas perbuatan tertentu bahwa dia dapat dikenakan suatu sanksi dalam kasus
18
M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, Cetakan ke I, 1994, hal 80
19
J.J.J M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, UI Press Jakarta, 1996, hal 203
20
Made Wiratha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis, Andi, Yogyakarta, 2006, hal 6
21
Filsafat Hukum, Filsafat Teori Hukum Zen Zanibar M.Z, https2.hukum.universitas pancasila.ac.id, diakses pada tanggal 19 Mei 2012
Universitas Sumatera Utara
15
perbuatannya bertentanganberlawanan hukum. Sanksi dikenakan deliquet, karena perbuatannya sendiri yang membuat orang tersebut bertanggungjawab.
22
Notaris merupakan suatu profesi yang dilatar belakangi dengan keahlian khusus yang
ditempuh dalam suatu pendidikan dan pelatihan khusus. Hal ini menuntut notaris untuk memiliki pengetahuan yang luas dan tanggung jawab untuk melayani
kepentingan umum. Pada saat notaris menjalankan tugasnya, notaris harus memegang teguh dan menjunjung tinggi martabat profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan
terhormat. Dalam hal tanggungjawab seorang notaris, mempunyai kewajiban yang sama
dengan bidang pekerjaan-pekerjaan lain yang juga memiliki tanggung jawab subyek responsibility dan subyek kewajiban hukum. Dalam teori tradisional, ada
dua jenis tanggung jawab: pertanggungjawaban berdasarkan kesalahan based on fault dan pertanggungjawab mutlak absolut responsibility. Tanggungjawab mutlak
yaitu suatu perbuatan menimbulkan akibat yang dianggap merugikan oleh pembuat undang-undang dan ada suatu hubungan antara perbuatan dengan akibatnya. Tiada
hubungan antara keadaan jiwa si pelaku dengan akibat dari perbuatannya.
23
Dalam melayani kepentingan umum, notaris dihadapkan dengan berbagai macam karakter
manusia serta keinginan yang berbeda-beda satu sama lain dari tiap pihak yang datang kepada notaris untuk dibuatkan suatu akta otentik atau sekedar legalisasi untuk
penegas atau sebagai bukti tertulis atas suatu perjanjian yang dibuatnya.
22
Ibid
23
Filsafat Hukum, FilsafatTeori Hukum Zen Zaniba MZ, https2.hukum.universitas pancasila.ac.id, diakses pada tanggal 19 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
16
Konsep kewajiban
yang dikembangkan
disini adalah
konsep yang
dimaksudkan oleh teori analitis Austin, argumentasi Austin berdasarkan pada asumsi bahwa sanksi selalu dikenakan pada deliquent dan tidak di perhatikan kasus dimana
sanksi juga
dikenakan kepada
individu dalam
hubungan hukum
tertentu dengan deliquent. Dia tidak menyadari perbedaan antara diwajibkan being obligated
dengan bertanggung jawab. Profesi Notaris berlandaskan pada nilai moral, sehingga pekerjaannya harus berdasarkan kewajiban, yaitu ada kemauan baik pada dirinya
sendiri, tidak bergantung pada tujuan atau hasil yang dicapai. Sikap moral penunjang etika profesi Notaris adalah bertindak atas dasar tekad, adanya kesadaran
berkewajiban untuk menjunjung tinggi etika profesi, menciptakan idealisme dalam mempraktikan profesi, yaitu bekerja bukan untuk mencari keuntungan, mengabdi
kepada sesama. Jadi hubungan etika dan moral adalah bahwa etika sebagai refleksi kritis
terhadap masalah moralitas, dan membantu dalam mencari orientasi terhadap norma- norma dan nilai-nilai yang ada. Definisinya tentang kewajiban hukum antara etika
dan moral adalah “diwajibkan melakukan atau tidak melakukan sesuatu, atau ditempatkan dibawah kewajiban atau keharusan melakukan atau tidak melakukan,
adalah menjadi dapat dimintai pertanggungjawaban untuk suatu sanksi dalam hal tidak mematuhi suatu perintah”. Tetapi bagaimana dengan kasus dimana orang selain
yang tidak mematuhi hukum, dalam bahasa Austin perintah, bertanggung jawab terhadap suatu sanksi.
Universitas Sumatera Utara
17
Penyelenggaraan kewenangan lembaga kenotariatan di Indonesia berada di bawah payung UUJN sebagai peraturan induk. Para notaris selain tunduk pada
ketentuan UUJN, juga tunduk pada sejumlah peraturan-peraturan hukum lain, baik peraturan perundang-undangan yang lebih umum, SK Menteri Hukum dan HAM,
juga ditambah dengan ketentuan-ketentuan kode etik organisasi profesi notaris. Kewenangan notaris bersifat umum yang ditentukan dalam Pasal 15 ayat 1
UUJN yaitu : “Notaris berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan perundang-
undangan danatau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain yang
ditetapkan oleh Undang-Undang”. Kewajiban hukum merupakan suatu kewajiban yang diberikan dari luar diri
manusia norma heteronom, sedangkan kewajiban moral bersumber dari dalam diri sendiri norma otonom. kewajiban hukum dan kewajiban moral dapat berpadu,
dalam tataran ini kewajiban-kewajiban hukum telah diterima sebagai kewajiban- kewajiban moral. dalam wilayah pembahasan etika, Immanuel Kant menguraikan
etika “imperatif kategoris” dimana, tunduk kepada hukum merupakan suatu sikap yang tanpa pamrih, dan tidak perlu alasan apapun untuk tunduk kepada hukum.
24
24
Teori Pertanggungjawaban, http:tyokronisilicus.wordpress.com20111104teori-hans- kelsen-mengenai-pertanggungjawaban-hukumhtml, diakses pada Tanggal 19 Mei 2012.
Universitas Sumatera Utara
18
Adanya kewenangan yang diberikan oleh Undang-Undang dan kepercayaan dari masyarakat yang dilayani itulah yang menjadi dasar tugas dan fungsi Notaris dalam
lalu lintas hukum. Dalam melaksanakan tugas jabatannya seorang Notaris harus berpegang teguh kepada Kode Etik Jabatan Notaris, karena tanpa itu, harkat dan
martabat profesionalisme akan hilang sama sekali. Dalam penelitian ini juga menggabungkan antara teori pertanggungjawaban
sebagaimana telah diuraikan diatas dengan teori sistem hukum. Teori tentang sistem hukum menurut Lawrence Meir Friedmann terdiri dari tiga elemen, yaitu : elemen
struktur structure, substansi substance, dan budaya hukum legal culture.
25
Dalam menganalisis topik mengenai permasalahan penegakan hukum atas Undang-Undang Jabatan Notaris UUJN dalam hubungannya dengan penegakan
Kode Etik Notaris dalam penelitian ini pengaturannya telah terkonsep dalam Undang- Undang Nomor 30 Tahun 2004, Tentang Undang-Undang Jabatan Notaris. Konsep
dalam Undang-Undang dimaksudlah yang merupkan aplikasi dari teori sistem hukum seperti dimaksud Friedmann diatas.
Selanjutnya ketiga elemen dalam teori tentang sistem hukum seperti dimaksud Friedmann diatas ialah, pertama mengenai struktur structure, dalam hal ini ialah
kode etik notaris. Keberadaan kode etik notaris bertujuan agar suatu profesi notaris dapat dijalankan dengan profesional dengan motivasi dan orientasi pada keterampilan
intelektual serta berargumentasi secara rasional dan kritis serta menjunjung tinggi
25
Lawrence. M. Friedman, Hukum Amerika : Sebuah Pengantar, American Law : An Introduction, diterjemahkan oleh Wisnu Basuki, PT. Tatanusa, Jakarta, 2001, hal. 7
Universitas Sumatera Utara
19
nilai-nilai moral. Ikatan Notaris Indonesia INI sebagai perkumpulan organisasi bagi para notaris mempunyai peranan yang sangat penting dalam penegakan pelaksanaan
kode etik profesi bagi Notaris, melalui Dewan Kehormatan yang mempunyai tugas utama untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan kode etik. Pengawasan
terhadap para Notaris sangat diperlukan dalam hal notaris mengabaikan keluhuran dan martabat atau tugas jabatannya atau melakukan pelanggaran terhadap peraturan
umum atau melakukan kesalahan-kesalahan lain di dalam menjalankan jabatannya sebagai notaris.
Selanjutnya elemen kedua yakni mengenai substansi substance, bahwa menurut Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris, bahwa dalam
menjalankan tugasnya diawasai oleh suatu lembaga yang telah ditentukan. Pengertian dasar dari suatu pengawasan menurut ketentuan Kode Etik Notaris adalah segala
usaha atau kegiatan untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya tentang pelaksanaan tugas atau kegiatan, apakah sesuai dengan yang semestinya atau
tidak.
26
Selain dari pada tugas pengawasan oleh Dewan Kehormatan seperti dimaksud diatas, Pada waktu sekarang ini setelah diberlakukannya Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris maka pengawasan atas Notaris menurut Pasal 67 ayat 1 dilakukan oleh Menteri. Dalam melaksanakan pengawasan yang dimaksud
Menteri membentuk Majelis Pengawas yang terdiri atas unsur pemerintah sebanyak 3
26
Sujamto, Aspek-aspek Pengawasan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta 1993, hal. 53
Universitas Sumatera Utara
20
tiga orang, Organisasi Notaris sebanyak 3 tiga orang, dan ahliakademisi sebanyak 3 tiga orang.
Kualitas hukum sebagian besar ditentukan oleh mutu moralnya, karena itu hukum harus diukur dengan norma moral. Sebaliknya moral membutuhkan hukum
yang bisa meningkatkan dampak sosial dari moralitas. Norma moral merupakan tolok ukur untuk menentukan benar-salahnya tindakan manusia dilihat dari segi baik-
buruknya sebagai manusia. Hal ini sesuai dengan elemen kedua dari sistem hukum yang dimaksud Friedmann, yaitu pada substansi hukum substance, yang dimaksud
dengan substansi hukum adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia, atau yang biasanya dikenal orang sebagai “hukum”. Itulah substansi hukum.
27
Dengan demikian dalam elemen kedua mengenai substansi substance, menurut Friedmann juga akan kembali bersinggungan dengan teori pertama yakni
mengenai pertanggungjawaban. Suatu konsep yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung jawab hukum, dalam arti bertanggung
jawab atas sanksi yang dikenakan atas perbuatannya yang bertentangan dengan hukum. Dalam tanggung jawab terkandung pengertian penyebab tanggung jawab
dapat dilakukan secara langsung ataupun secara tidak langsung dalam hal dilakukan oleh orang lain tetapi di bawah kekuasaannya atau pengawasannya.
28
Sedangkan mengenai budaya hukum Legal Culture yang merupakan elemen ketiga dari sistem hukum, Friedman mengartikannya sebagai sikap masyarakat
27
Lawrence. M. Friedman, Opcit. hal 7
28
Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia, Op Cit. hal. 325
Universitas Sumatera Utara
21
terhadap hukum dari sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, pemikiran, serta harapan masyarakat tentang hukum.
29
Harapan dimaksud ialah pertanggungjawaban profesional selaku notaris, yakni pertanggungjawaban kepada diri sendiri dan kepada
masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri berarti seorang profesional bekerja karena integritas moral, intelektual, dan profesional sebagai bagian dari
kehidupannya .
Berdasarkan sisi sejarah dapat dikatakan bahwa suatu profesi bermula dari masa kerajaan Romawi. Warga negara Romawi pada waktu itu digolongkan menjadi
the ruling class yaitu warga kota yang bebas dan golongan-golongan yang tidak bebas seperti budak-budak atau slaves. Pada masa itu hanya budaklah yang bekerja
sedangkan warga yang tergolong the ruling class tidak bekerja, bahkan merasa malu dan hina bila bekerja, hal ini disebabkan yang disebut sebagai bekerja adalah
mengandalkan fisik
semata. Namun
ada pekerjaan-pekerjaan
yang bersifat
intelektual, yang memerlukan kecakapan yang tinggi dan perlu dikerjakan, antara lain, pekerjaan hukum, kedokteran, kesenian dan sebagainya. Karena golongan budak
berpendidikan rendah, maka bidang-bidang pekerjaan itu hanya dapat dilakukan oleh golongan bebas atau the ruling class. Pekerjaan yang dilakukan oleh golongan the
ruling class itu disebut sebagai operae liberalis dan artes liberalis. Liberalis berarti orang bebas sebagai lawan dari budak yang tidak bebas slave.
30
29
Ibid, hal. 8
30
Abdulkadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, hal.58.
Universitas Sumatera Utara
22
Lebih lanjut Friedmann menyatakan bahwa dalam elemen struktur structure, dirumuskan bahwa sistem hukum legal system terus berubah, namun elemen-
elemen system itu berubah dalam kecepatan yang berbeda, ada pola jangka panjang yang berkesinambungan, aspek sistem yang berbeda disini kemarin atau bahkan pada
abad yang lalu akan berada disitu dalam jangka panjang. Inilah struktur system hukum, kerangka atau rangkanya, elemen yang tetap bertahan, elemen yang memberi
semacam bentuk atau batasan terhadap keseluruhan.
31
Menjelaskan hubungan antara ketiga elemen sistem hukum tersebut, Friedman menggambarkan sistem hukum
sebagai suatu “proses produksi”, dengan menempatkan mesin sebagai “struktur”, kemudian produk yang dihasilkan sebagai “substansi hukum”, sedangkan bagaimana
mesin ini digunakan merupakan representasi dari elemen “budaya hukum”. Ketiga elemen ini dapat digunakan untuk mengurai apapun yang dijalankan oleh sistem
hukum.
32
2. Konsepsi