13
atas, displacement berdasarkan peta tahun 2007 lebih besar 6 kali lipat dari peta gempa tahun 1987. Jika dibandingkan dengan peta gempa tahun 2002 displacement
yang terjadi 1,5 kali lipat.
C. Perkembangan Peraturan Gempa di Indonesia
1. Peraturan muatan Indonesia 1970, NI-18
Kebutuhan pengetahuan perencanaan bangunan terhadap gempa sangat dirasakan pada waktu Indonesia akan membangun gedung tinggi pertama, yaitu
Gedung Wisma Nusantara 30 lantai di Jakarta. Sebagai hasil studi Teddy Boen dan Wiratman terbitlah Peraturan Muatan Indonesia, PMI 1970 [7], peraturan pertama
yang mengatur tentang beban yang harus diperhitungkan akibat gempa. Peraturan mengenai beban gempa terdapat dalam bab V. Peta gempa yang terdapat dalam PMI
1970 hanya membagi wilayah Indonesia menjadi tiga daerah gempa Gambar 3. Percepatan gempa pada lantai gedung, a
i
, diatur dengan rumus 1. a
i
= k
ih
k
d
k
t
1 dimana, k
ih
adalah koefisien gempa pada ketinggian i, k
d
adalah koefisien daerah yang tergantung di daerah mana struktur dibangun, dan k
t
adalah koefisien tanah yang tergantung kepada jenis tanah keras, sedang, lunak, amat lunak dan jenis
konstruksi baja, beton bertulang, kayu, pasangan
Gambar 1. Peta Gempa menurut PMI 1970
14
Untuk bangunan dengan tinggi 10 m, koefisien gempa k
ih
ditentukan sebesar 0.1x percepatan grafitasi, sedangkan untuk bangunan lebih tinggi dari 10 m diatur seperti
terlihat dalam Gambar 2.
Gambar 2: Koefisien gempa PMI 1970
Perencanaan dilakukan dengan cara elastik. Karena kombinasi beban gempa dengan beban mati dan beban hidup yang direduksi dianggap sebagai beban
sementara, maka tegangan yang diijinkan dapat dinaikkan.
2. Peraturan Perencanaan Tahan Gempa Indonesia untuk Gedung, 1983
Peraturan ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Selandia Baru dan dengan sendirinya berkiblat kepada peraturan
Selandia Baru. Peraturan ini sudah mengikuti pola peraturan gempa moderen yang menggunakan respons spektra percepatan untuk menentukan percepatan gempa yang
harus diperhitungkan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Dalam peraturan ini untuk pertama kali dikenalkan konsep perencanaan yang mengandalkan
pemencaran energi melalui terjadinya sendi plastis. Banyak hal baru yang diperkenalkan dalam peraturan ini, seperti: 1 konsep daktilitas struktur; 2 konsep
keruntuhan yang aman, yaitu mekanisme goyang dengan pembentukan sendi plastis
10mH40 0.4 H
0.6 H
k
nh
k
oh
k
oh
= 1 10+0.1H 2
k
nh
= 1+ 0.05H k
oh
3
15
dalam balok beam side sway mechanism, yang mensyaratkan kolom yang lebih kuat dari balok strong column weak beam; dan 3 konsep perencanaan kapasitas
Capacity design. Diperkenalkan pula tiga cara analisa yaitu; 1 Analisa beban statik ekivalen; 2 Analisa ragam spektrum respons; dan 3 Analisa respons riwayat
waktu. Peta gempa diubah menjadi enam daerah gempa seperti ditunjukkan dalam
Gambar 3, sedangkan respons spektra percepatan yang digunakan ditiap daerah ditunjukkan dalam Gambar 4.
Gambar 3. Peta Gempa menurut PPTGIUG Gaya geser dasar horizontal total V, yang harus digunakan dalam
perencanaan terhadap gempa, ditentukan dengan menggunakan Rumus 4. V = C I K W
t
4 Dimana C adalah koefisien gempa dasar yang didapat dari respons spektra
Gambar 4 untuk waktu getar alami fundamental T, sesuai dengan daerah gempa tempat bangunan itu didirikan. I adalah faktor keutamaan Importance factor, I=1-2,
tergantung dari penggunaan gedung, gedung yang merupakan fasilitas penting dan diharapkan untuk tetap berfungsi setelah terjadinya gempa diberikan faktor
keutamaan yang lebih besar. K adalah faktor jenis struktur yang tergantung dari daktilitas jenis struktur yang digunakan K=1-4, untuk struktur yang kurang daktil
diberikan faktor jenis struktur yang lebih besar, sedangkan W
t
adalah berat total bangunan.
16
Peraturan ini mendasarkan respons spektra yang digunakan kepada gempa dengan periode ulang 200 tahun kemungkinan terjadi 10 dalam jangka waktu
kira-kira 20 tahun, setelah dibagi dengan daktilitas struktur sebesar 4. Penjelasan ini hanya dapat dibaca dalam seri laporan yang disampaikan oleh Beca Carter Hollings
and Farner [9] yang tidak tersedia untuk umum. Peraturan ini kemudian berubah nama menjadi Pedoman Perencanaan
Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung, SKBI-1.3.53.1987, UDC: 699.841 [10], lalu menjadi Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Gedung, SNI 03-
1726-1989 [11] tanpa ada perubahan isi.
Gambar 4: Koefisien Gempa Dasar C menurut PPTGIUG
17
3. Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung, SNI 03- 1726-