Karakteristik Penderita Glaukoma Di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

(1)

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RSU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

SKRIPSI

Oleh :

HENNY MAHRANI HSB NIM. 041000127

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RDU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

HENNY MAHRANI HSB NIM. 041000127

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul

KARAKTERISTIK PENDERITA GLAUKOMA DI RSU. Dr. PIRNGADI MEDAN

TAHUN 2007

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh : HENNY MAHRANI HSB

NIM : 041000127

Telah Diuji dan Dipertahankan Dihadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 14 Januari 2009 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH drh. Rasmaliah, M.Kes NIP. 130702002 NIP. 390009523

Penguji II Penguji III

dr. Achsan Harahap, MPH MPH Drs. Jemadi M.Kes

NIP. 130318031 NIP. 131996168

Medan, Maret 2009 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

dr. Ria Masniari Lubis, MSi NIP. 131124053


(4)

ABSTRAK

Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal, sehingga mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. Berdasarkan Survei Departemen Kesehatan Indonesia tahun 1996, dari 0.2% kebutaan akibat glaukoma, terdapat 0.16% kebutaan kedua mata, dan 0.04% kebutaan satu mata..

Untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007, dilakukan penelitian deskriptif dengan desain Case Series. Populasi adalah 143 penderita.

Dari hasil penelitian didapat proporsi penderita glaukoma terbanyak pada umur < 40 tahun (39,9%), jenis kelamin perempuan (56,6%), suku Batak (37,7%), agama Islam (75,5%), pendidikan SLTA/Sederajat (34,3%), pekerjaan Pelajar/mahasiswa (18,9%), status kawin (76,9%) dan di dalam Kota Medan (86,7%). Umur rata-rata 47,05 tahun (47 tahun), lebih dari satu keluhan utama (40,5%), glaukoma primer (79,0%), tekanan intraokuler > 20 mmHg mata kanan (56,6%) dan mata kiri (51,7%), tekanan intraokuler rata-rata mata kanan 25,43 mmHg (25 mmHg), tekanan intraokuler rata-rata mata kiri 24,87 mmHg (25 mmHg), tidak ada riwayat penyakit (79,0%), riwayat penyakit hipertensi (56,7%), obat-obatan (100%). Hasil uji chi-square terdapat perbedaan proporsi umur dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kanan (p=0,008), tidak terdapat perbedaan proporsi umur dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri (p=0,054), tidak terdapat perbedaan proporsi antara jenis kelamin penderita glaukoma dengan jenis glaukoma (p=0,051), tidak terdapat perbedaan proporsi jenis kelamin dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kanan (p=0,522), tidak terdapat perbedaan proporsi jenis kelamin dengan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri (p=0,298).

Dengan diketahuinya karakteristik penderita glaukoma, diharapkan kepada pihak RSU. Dr. Pirngadi Medan untuk mengadakan penyuluhan kepada penderita yang mempunyai jenis riwayat penyakit hipertensi tentang penyakit glaukoma agar dapat segera memeriksakan matanya ke rumah sakit serta melengkapi sistem pencatatan kartu status penderita glaukoma terutama pendidikan dan pekerjaan.


(5)

ABSTRACT

Glaucoma is characterized by significantly increase in eye pressure that can lead to order eye diseases including part or total blindness. Based on the survey conducted by Ministry of Health of Indonesia in 1996, from 0,2% the blindness caused by the glaucoma, it is found that both eyes blindness count for 0,16% and one sided blindness is 0,04%.

In order to know the characteristics of glaucoma patients in RSU Dr. Pirngadi in 2007, a study had been conducted by using Case Series and sample is total sampling as much as 143 patients data.

Result shows that the highest proportion of patients with glaucoma are at age < 40 years (39,9%), female (56,6%), Batak ethnic (37,7%), Moslem (75,5%), senior high school or the same degree (34,3%), private servant (31,5%), married (76,9%), and live in Medan (86,7%). The average age is 47,05 years, pain in the eyes or head ache (41,2%), primary glaucoma (79,0%), the intraocular pressure > 20 mmHg of the right eye (56,6%) the left eye (51,7%), average intraocular pressure of the right eye 25,43 mmHg, average intraokuler pressure of the left eye 24,87 mmHg, no accompanying disease (79,0%), hypertention (56,7%), on medicine (100%). The result of the Chi-square test found out the difference between age proportion and seriousness of right intraocular pressure (p=0,008), no difference of age proportion and the seriousness of left aye intraocular pressure (p=0,054), no difference in proportion between sex and type of glaucoma (0,051), no difference in proportion between sex and seriousness the intraocular pressure of the right eye (0,522), no difference in proportion between sex and seriousness the intraocular pressure of the left eye (0,298).

By knowing the characteristic of the glaucoma patient, it is expected that the RSU. Dr. Pirngadi Medan will provide health promotion and information abaut glaucoma to patients with hypertention to have aye examination so as to prevent glaukoma. It is also recommend that medical record should have also information regarding education and occupation.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Henny Mahrani HSB

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 20 September 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin

Jumlah Anggota Keluarga : 3 (tiga) Orang Bersaudara

Alamat : Jl. Lembaga Pemasyarakatan Gg. Jaya Pura

Tanjung Gusta Medan.

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1992 – 1998 : SD Khatolik Budi Murni 7 Medan

2. Tahun 1998 – 2001 : SMP Free Methodist I Medan

3. Tahun 2001 – 2004 : SMU Negeri 12 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

”Karakteristik Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ”.

Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Ibu dr. Ria Masniari Lubis, M.Si selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, MPH, selaku ketua Departemen

Epidemiologi FKM USU dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu drh. Rasmaliah, Mkes, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya dalam memberikan petunjuk dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Bapak dr. Achsan Harahap, MPH, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.


(8)

5. Bapak Drs. Jemadi, M.Kes, selaku Dosen Penguji II dan Dosen Pembimbing Akademik yang telah banyak memberikan sumbangan pikiran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Pegawai di FKM USU Medan.

7. Kepala bagian Rekam Medik RSU. Dr. Pirngadi Medan dan seluruh pegawai yang telah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

8. Kepada Orang tua tercinta Drs. K. Hasibuan dan S. Butar-Butar, abangku Renhard dan adikku Harry, serta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

9. Teman-temanku : Dwi, Rospida, Juminah, Ezra, Imel, Nerida, Lastiar, Nove, Nurmaya, Betty, Iwan, B’Zaro, K’Tince, K’Mertha, K’Imel dan seluruh rekan peminatan epidemiologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas perhatian dan kebersamaannya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Medan, Januari 2009

Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 4

1.3Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum ... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1Anatomi Mata... 6

2.2Pengertian Glaukoma ... 9

2.3Klasifikasi Glaukoma ... 10

2.3.1 Glaukoma Primer ... 10

2.3.2 Glaukoma Sekunder ... 14

2.3.3 Glaukoma Kongenital ... 16

2.3.4 Glaukoma Absolut ... 17

2.4Epidemiologi ... 17

2.4.1 Distribusi Frekwensi ... 17

2.4.2 Determinan (Faktor-faktor yang mempengaruhi) ... 18

2.5Gejala-gejala dan Keluhan Penderita Glaukoma ... 20

2.6Tingkat Keparahan ... 22

2.7Kerusakan Saraf Optik ... 22

2.8Defek Lapang Pandangan ... 22

2.9Diagnosis ... 23

2.10 Penatalaksanaan Medis Terhadap Penanggulangan Glaukoma ... 24

2.11 Pencegahan Glaukoma ... 25

BAB 3 KERANGKA KONSEP ... 28

3.1Model Kerangka Konsep ... 28

3.2Defenisi Operasional ... 28

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 33

4.1Jenis Penelitian ... 33

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33


(10)

4.2.2 Waktu Penelitian ... 33

4.3Populasi dan Sampel ... 34

4.3.1 Populasi ... 34

4.3.2 Sampel ... 34

4.4Metode Pengumpulan Data ... 34

4.5Teknik Analisis Data ... 34

BAB 5 HASIL PENELITIAN ... 35

5.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 35

5.2Sosiodemografi ... 37

5.3Keluhan Utama... 39

5.4Jenis Glaukoma ... 40

5.5Tingkat Keparahan ... 41

5.6Riwayat penyakit ... 42

5.7Penatalaksanaan Medis ... 43

5.8Analisis Statistik ... 43

5.8.1 Umur Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 43

5.8.2 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 44

5.8.3 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 45

5.8.4 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 45

5.8.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 47

5.8.6 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 47

5.8.7 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 48

5.8.8 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 50

5.8.9 Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit ... 51

BAB 6 PEMBAHASAN ... 52

6.1Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi ... 52

6.1.1 Umur ... 52

6.1.2 Jenis Kelamin ... 53

6.1.3 Suku ... 54

6.1.4 Agama ... 55

6.1.5 Tingkat Pendidikan ... 56

6.1.6 Pekerjaan ... 57

6.1.7 Status Perkawinan ... 58

6.1.8 Tempat Tinggal ... 59

6.2Umur rata-rata Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 63


(11)

6.3Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Keluhan Utama ... 64

6.4Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 64

6.5Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan .. 65

6.5.1 Tekanan Intraokuler Mata Kanan... 66

6.5.2 Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 67

6.6Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kanan dan Mata kiri ... 67

6.7Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit .... 68

6.8Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Riwayat Penyakit ... 69

6.9Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Penatalaksanaan Medis ... 70

6.10 Analisis Statistik ... 71

6.9.1 Umur Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 71

6.9.2 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 72

6.9.3 Umur Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 73

6.9.4 Jenis Kelamin Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 75

6.9.5 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata kanan ... 76

6.9.6 Jenis Kelamin Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri... 77

6.9.7 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 78

6.9.8 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma ... 79

6.9.9 Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat Penyakit ... 80

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

7.1Kesimpulan ... 82

7.2Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

Lampiran 1 : Master Data Lampiran 2 : Output SPSS

Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Selesai Penelitian


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 38 Tabel 5.2. Umur Rata-rata Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi

Medan Tahun 2007 ... 40 Tabel 5.3. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan

Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 41 Tabel 5.4. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan

Kombinasi Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 42 Tabel 5.5. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis

Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 42 Tabel 5.6. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan

Tingkat Keparahan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun

2007 ... 43 Tabel 5.7. Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan dan Mata

Kiri Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 44 Tabel 5.8. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan

Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 45 Tabel 5.9. Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis

Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 45 Tabel 5.10. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan

Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 46 Tabel 5.11. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan

Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di


(13)

Tabel 5.12. Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 48 Tabel 5.13. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 49 Tabel 5.14. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 50 Tabel 5.15. Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 51 Tabel 5.16. Perbedaan Distribusi Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada

Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 52 Tabel 5.17. Perbedaan Distribusi Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada

Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr.

Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 53 Tabel 5.16. Distribusi Proporsi Jenis Glaukoma Berdasarkan Riwayat

Penyakit Pada Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 6.1. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Umur di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 55

Gambar 6.2. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Kelamin di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 56 Gambar 6.3. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Suku di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 57

Gambar 6.4. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Agama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 58 Gambar 6.5. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tingkat Pendidikan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 59 Gambar 6.6. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Pekerjaan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 60

Gambar 6.7. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Status Perkawinan di RSU. Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2007 ... 61 Gambar 6.8. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tempat Tinggal di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 62 Gambar 6.9. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 64 Gambar 6.10. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 65


(15)

Gambar 6.11. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 66 Gambar 6.12. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 67 Gambar 6.13. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 68 Gambar 6.14. Diagram Bar Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Riwayat Penyakit di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 69 Gambar 6.15. Diagram Pie Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma

Berdasarkan Penatalaksanaan Medis di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 70 Gambar 6.16. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma

Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 71 Gambar 6.17. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 72 Gambar 6.18. Diagram Bar Distribusi Proporsi Umur Penderita Glaukoma

Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 73 Gambar 6.19. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 75 Gambar 6.20. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler Mata Kanan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 76 Gambar 6.21. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keprahan Tekanan Intraokuler Mata Kiri di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 77


(16)

Gambar 6.22. Diagram Bar Perbedaan Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada Mata Kanan Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 78 Gambar 6.23. Diagram Bar Perbedaan Tekanan Intraokuler Rata-rata Pada

Mata Kiri Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 79 Gambar 6.24. Diagram Bar Distribusi Proporsi Jenis Glaukoma Berdasarkan

Riwayat Penyakit Pada Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 ... 77


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan pada segala bidang, dan salah satu bidang yang tak kalah pentingnya dari bidang lain adalah bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.1

Indra penglihatan merupakan panca indra yang sangat penting dan besar pengaruhnya terhadap proses peningkatan kecerdasan dan produktivitas kerja manusia. Hal ini erat kaitannya dengan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) serta kualitas harapan hidup, meningkatkan kesejahteraan keluarga dan masyarakat serta mempertinggi kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.2

Mata membutuhkan sejumlah tekanan tertentu agar dapat berfungsi baik. Pada beberapa orang, tekanan bola mata ini dapat meninggi sehingga menyebabkan kerusakan pada saraf optik yang mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta. Kerusakan saraf optik ini dapat berupa penyakit glaukoma.3 Berdasarkan hasil survey World Health Organisation (WHO), pada tahun 1990 terdapat 38 juta penderita kebutaan, sedangkan pada tahun 1996 meningkat menjadi 45 juta penderita kebutaan.4

Angka kebutaan Bangladesh pada tahun 1996 tercatat 1% dari jumlah penduduk, Myanmar 0,9% dari jumlah penduduk, Bhutan 0,8% dari jumlah


(18)

penduduk, India 0,7% dari jumlah penduduk, Srilangka 0,5% dari jumlah penduduk, Korea selatan 0,4% dari jumlah penduduk, Thailand 0,3% dari jumlah penduduk.5,6

Berdasarkan Survey Departemen Kesehatan pada tahun 1982 angka kebutaan Indonesia tercatat 1,2% dari jumlah penduduk, sedangkan pada tahun 1996 meningkat menjadi 1,5% dari jumlah penduduk.5,7

Berdasarkan hasil survey World Health Organisation (WHO), penyebab utama kebutaan tahun 2002 adalah katarak (47,8%), glaukoma (12,3%), penyakit yang berhubungan dengan degeneratif (8,7%), corneal opacities (5,1%), diabetes retinopathy (4,8%), trakhoma (3,6%), lain-lain (17,6%).8

Prevalensi (angka kejadian) glaukoma tahun 1996 di beberapa negara, seperti di Amerika Serikat 0,27% hingga 5,6%, Swedia 0,86%, Inggris 0,64%, dan Jamaika 1,4%.9

Berdasarkan Survey Kesehatan Indra tahun 1993-1996, sebesar 1,5% penduduk Indonesia mengalami kebutaan dengan penyebab utama adalah Katarak (0,78%), Glaukoma (0,20%), Kelainan Refraksi (0,14%), penyakit yang berhubungan dengan lanjut usia (0,38%).5,10

Berdasarkan Survei Departemen Kesehatan Indonesia tahun 1996, dari 0.2% kebutaan akibat glaukoma, terdapat 0.16% kebutaan pada kedua mata, dan 0.04% kebutaan pada satu mata.11

Berdasarkan bank data Departemen Kesehatan Indonesia (2004), distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat inap menurut golongan sebab sakit adalah : Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (2.106 pasien), Katarak dan gangguan lain lensa (9.493 pasien), Glaukoma (1.119 pasien), Penyakit mata dan


(19)

adneksa lainnya (3.985 pasien). Sedangkan distribusi penyakit mata dan adneksa pasien rawat jalan menurut golongan sebab sakit adalah : Konjungtivitis dan gangguan lain konjungtivitis (116.938 pasien), Katarak dan gangguan lain lensa (53.065 pasien), Glaukoma (10.160 pasien), Penyakit mata dan adneksa lainnya (232.188 pasien).12

Berdasarkan data di Rumah Sakit Umum dr.Soetomo, pada tahun 1996-1997, jumlah penderita glaukoma tercatat 450 pasien. Di antara jumlah itu, 75% datang pada stadium lanjut, yang berarti sudah sulit untuk ditolong. Pada tahun 2006, total pasien glaukoma di Rumah Sakit Umum dr.Soetomo mencapai 639 orang. Rinciannya, 320 laki-laki dan 316 perempuan. Sedangkan pada tahun 2007, jumlah pasien menjadi 876 orang, terdiri atas 427 laki-laki dan 449 perempuan.9

Berdasarkan data kasus baru penderita glaukoma di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2000, dampak yang terjadi akibat glaukoma pada seluruh penderita glaukoma yang datang ke poliklinik mata adalah 36% menderita kebutaan pada kedua mata, dan 44% menderita kebutaan pada satu mata.13

Berdasarkan laporan data pada tahun 2006 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang menjadi pusat rujukan penderita glaukoma, dalam setahun tercatat 300-400 penderita glaukoma baru. Sedangkan penderita glaukoma yang berobat tiap hari sekitar 25 orang.14

Hasil survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di bagian rekam medis Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan ditemukan bahwa terdapat 143 penderita glaukoma pada tahun 2007.


(20)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang karekteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

1.2Perumusan Masalah

Belum diketahui karakteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui karakteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan sosiodemografi (umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tempat tinggal).

b. Untuk mengetahui umur rata-rata penderita glaukoma.

c. Untuk mengetahui distribusi penderita glaukoma berdasarkan keluhan utama. d. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan jenis

glaukoma.

e. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan tingkat keparahan (tekanan intraokuler mata kanan dan tekanan intraokuler mata kiri). f. Untuk mengetahui tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan dan mata


(21)

g. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan riwayat penyakit.

h. Untuk mengetahui distribusi proporsi penderita glaukoma berdasarkan penatalaksanaan medis.

i. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan jenis glaukoma. j. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan

tekanan intraokuler mata kanan penderita glaukoma.

k. Untuk mengetahui perbedaan proporsi umur berdasarkan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri penderita glaukoma.

l. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan jenis glaukoma.

m. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kanan penderita glaukoma.

n. Untuk mengetahui perbedaan proporsi jenis kelamin berdasarkan tingkat keparahan tekanan intraokuler mata kiri penderita glaukoma.

o. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan berdasarkan jenis glaukoma.

p. Untuk mengetahui perbedaan tekanan intraokuler rata-rata pada mata kiri berdasarkan jenis glaukoma.

q. Untuk mengetahui perbedaan proporsi riwayat penyakit berdasarkan jenis glaukoma.


(22)

1.4Manfaat Penelitian

a. Sebagai bahan masukan bagi pihak Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tentang penderita glaukoma dalam upaya perencanaan pencegahan kebutaan dengan mengenal secara dini karakteristik penderita glaukoma.

b. Sebagai bahan masukan/informasi bagi peneliti lain yang ingin


(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Anatomi Mata 2.1.1 Kornea19

Kornea adalah selaput bening mata yang tembus cahaya. Tebal kornea rata-rata orang dewasa adalah 0,65 mm di bagian perifer, dan 0,54 mm di bagian tengah. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan merupakan tempat masuknya cahaya ke dalam bola mata menuju ke retina. Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah di limbus, cairan mata dan air mata. Kornea terdiri dari lima lapisan, yaitu : epitel, membran Bowman, stroma, membran Descement dan endotel.

2.1.2 Sklera19,20

Sklera adalah selaput mata yang berwarna putih dan berfungsi sebagai pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sklera mempunyai kekakuan tertentu dan tebal 1 mm. Permukaan luar sklera diselubungi oleh lapisan tipis dari jaringan yang elastis dan halus, yaitu episklera, yang banyak mengandung pembuluh darah sedangkan pada permukaan sklera bagian dalam terdapat lapisan pigmen berwarna coklat, yaitu lamina fuska, yang membatasi sklera dengan koroit.

2.1.3 Uvea19

Uvea adalah lapisan vaskular di dalam bola mata, yang terdiri dari 3 bagian, yaitu:

a. Iris, mempunyai permukaan yang relatif datar dengan celah yang berbentuk bulat di tengahnya, yang disebut pupil. Iris mempunyai kemampuan untuk mengatur


(24)

banyaknya cahaya yang masuk ke dalam bola mata secara otomatis dengan mengecilkan dan melebarkan pupil. Pupil dapat mengecil akibat suasana cahaya yang terang dan melebar akibat suasana cahaya yang redup atau gelap.

b. Badan siliar, terdiri dari dua bagian, yaitu : korona siliar yang berkerut-kerut dengan tebal 2 mm dan pars plana yang lebih halus dan rata dengan tebal 4 mm. c. Koroid, berisi pembuluh-pembuluh darah dalam jumlah yang sangat besar, yang

berfungsi untuk memberi nutrisi pada retina bagian terluar yang terletak di bawahnya.

2.1.4 Lensa19

Terletak dibelakang iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi (terfokusnya objek dekat pada retina) dengan tebal 4 mm dan diameter 9 mm.

2.1.5 Badan Kaca19,20

Badan kaca merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang terletak antara lensa dan retina. Badan kaca tediri dari 99% air dan 1% terdiri dari 2 komponen, yaitu: kolagen dan asam hialuron. Fungsi badan kaca adalah mempertahankan bola mata agar tetap bulat dan meneruskan sinar dari lensa ke retina.

2.1.6 Retina

Retina atau selaput jala merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang menerima rangsang dari cahaya. Retina dialiri darah dari 2 sumber, yaitu : lapisan koriokapiler yang mengaliri darah pada 2/3 bagian luar retina, sedangkan 2/3 bagian dalam retina dialiri darah dari cabang-cabang arteri retina sentral.19


(25)

Sel-sel pada lapisan retina yang paling luar berhubungan langsung dengan cahaya. Sel-sel tersebut adalah sel-sel kerucut (cone) dan batang (rod). Sel kerucut (cone) berfungsi untuk penglihatan terang, warna dan penglihatan sentral. Sedangkan sel batang (rod) berfungsi untuk penglihatan dalam keadaan redup atau gelap.21

Berikut adalah gambaran anatomi mata dan peninggian tekanan di dalam bola mata.

Gambar 2.1 Anatomi Mata Manusia14


(26)

2.2Pengertian Glaukoma

Glaukoma merupakan suatu keadaan dimana tekanan mata seseorang demikian tinggi atau tidak normal. Sehingga mengakibatkan kerusakan pada saraf optik dan mengakibatkan gangguan pada sebagian atau seluruh lapang pandang atau buta.15 Tekanan mata yang normal dinyatakan dengan tekanan air raksa yaitu antara 15-20 mmHg.16,17

Didalam mata terdapat cairan mata yang terdiri dari 99,9% air murni (akuos humor) bening yang mengalir terus. Pengaliran cairan ini didalam bola mata seperti air yang berada di dalam kolam tertutup yang bertukar dan mengalir terus. Bila terjadi gangguan pengeluaran cairan maka air akan terbendung di dalam kolam. Demikian pula jika cairan mata tidak dapat keluar maka tekanan di dalam bola mata akan naik dan merusak saraf penglihatan.17,18

Di dalam bola mata sebelah depan terdapat apa yang disebut dengan bilik mata depan. Bilik mata depan merupakan ruangan di dalam mata yang dibatasi kornea, iris, pupil, dan lensa yang diisi oleh cairan mata (akuos humor). Cairan mata (akuos humor) mengatur oksigen dan makanan seperti : gula dan nutrient/zat gizi penting lainnya untuk kornea dan lensa. Cairan mata (akuos humor) mempunyai kapasitas isi tertentu untuk mempertahankan bola mata agar menjadi bulat. Cairan mata (akuos humor) dihasilkan oleh jonjot badan siliar yang terletak di belakang iris. Melalui celah iris dan lensa, cairan mata (akuos humor) keluar melalui pupil dan terus ke bilik mata depan. Setelah itu, melalui jaring trabekulum cairan mata (akuos humor) masuk ke dalam saluran yang disebut kanal Schlemm menuju ke pembuluh darah. Normalnya antara produksi cairan mata (akuos humor) dan aliran keluarnya


(27)

adalah seimbang. Jika aliran keluarnya terhambat atau produksinya berlebihan, maka tekanan bola mata akan meninggi (cairan akuos humor tidak sama dengan air mata).3,15

2.3Klasifikasi Glaukoma

Glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 20,22

2.3.1Glaukoma Primer

Pada glaukoma primer, penyebab timbulnya glaukoma tidak diketahui. Glaukoma primer dibagi atas 2 bentuk yaitu glaukoma sudut tertutup atau glaukoma sudut sempit dan glaukoma sudut terbuka, yang disebut juga sebagai glaukoma simpleks atau glaukoma kronik.20,22,23

2.3.1.1Glaukoma Sudut Tertutup a. Sudut Tertutup Akut

Terjadi pada pasien dengan sudut bilik mata sempit. Pada glaukoma sudut tertutup terjadi penutupan pengaliran keluar cairan mata secara mendadak. Tekanan yang mendadak ini akan memberikan rasa sakit yang sangat di mata dan di kepala serta perasaan mual dan muntah.16,20,23

Keadaan mata menunjukkan tanda-tanda peradangan seperti kelopak mata bengkak, mata merah, tekanan bola mata sangat tinggi yang mengakibatkan pupil lebar, kornea suram dan edem, iris sembab meradang, penglihatan kabur disertai dengan adanya halo (pelangi disekitar lampu).20,24

Serangan glaukoma mudah terjadi pada keadaan ruang yang gelap seperti bioskop yang memungkinkan pupil melebar, dan akibat mengkonsumsi beberapa obat tertentu seperti antidepresan, influenza, antihistamin, antimuntah serta obat yang


(28)

melebarkan pupil. Keluhan ini hilang bila pasien masuk ruang terang atau tidur karena terjadi miosis yang mengakibatkan sudut bilik mata terbuka.25

Hanya pembedahan yang dapat mengobati glaukoma sudut tertutup akut. Tindakan pembedahan harus dilakukan pada mata dengan glaukoma sudut tertutup akut karena serangan dapat berulang kembali pada suatu saat.20

b. Sudut Tertutup Kronik 15

Pada glaukoma tertutup kronis, iris berangsur-angsur menutupi jalan keluar cairan mata tanpa gejala yang nyata. Pada keadaan ini perlahan-lahan terbentuk jaringan parut antara iris dan jalur keluar cairan mata. Tekanan bola mata akan naik bila terjadi gangguan jumlah cairan keluar akibat bertambahnya jaringan parut.

c. Sudut Tertutup dengan Hambatan Pupil 26

Sudut tetutup dengan hambatan pupil adalah glaukoma dimana ditemukan keadaan sudut bilik mata depan yang tertutup disertai dengan hambatan pupil.

Bila usia bertambah tua maka lensa akan bertambah cembung sehingga bilik mata depan akan bertambah dangkal. Posisi lensa yang kedepan akan mendorong iris ke depan, oleh karena itu diperlukan tekanan yang lebih tinggi untuk mendorong cairan mata (akuos humor) keluar melalui celah iris.

d. Sudut Tertutup tanpa Hambatan Pupil 26

Glaukoma sudut tertutup tanpa hambatan pupil adalah glaukoma primer yang ditandai dengan sudut bilik mata depan yang tertutup, tanpa disertai dengan hambatan pupil. Pada umumnya sudut bilik mata depan sudah sempit sejak semula (bersifat herediter), sehingga menyebabkan gangguan penglihatan cairan bilik mata depan ke jaring trabekulum.


(29)

Hambatan aliran cairan mata (akuos humor) dapat terjadi karena penutupan sudut bilik mata yang dapat terjadi sedikit demi sedikit sampai tertutup sama sekali atau mendadak tertutup sama sekali. Masing-masing keadaan memberikan gambaran klinik yang berbeda-beda antara lain :

1) Penutupan Sudut Mendadak (Acute Angle Closure)

Penutupan sudut terjadi secara mendadak atau tiba-tiba sehingga aliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata depan menjadi terhalang sama sekali. Faktor pencetus dapat berupa keadaan emosi yang terlalu gembira, sesudah menonton film di bioskop, berada dalam ruangan yang gelap atau minum terlalu banyak.

2) Penutupan Sudut Intermedit (Intermettent Angle Closure)

Pada umumnya sudut bilik depan sudah sempit sejak semula dan dapat menyebabkan gangguan aliran cairan mata (akuos humor) menuju ke jaring trabekulum. Perjalanan penyakit biasanya berupa serangan-serangan yang singkat dan hilang timbul. Sesudah setiap kali serangan sudut bilik mata depan terbuka kembali, akan tetapi keadaan sudut bilik mata depan tidak terbuka kembali seperti semula (menjadi lebih sempit).

3) Penutupan Sudut Menahun (Chronic Angle Closure)

Dapat terjadi karena penutupan sudut yang perlahan-lahan atau merupakan kelanjutan serangan intermitet yang sudah menimbulkan sinekia (perlekatan iris dengan kornea pada sudut bilik mata) yang luas. Dapat juga terjadi karena serangan mendadak yang tidak diatasi dengan baik.


(30)

2.3.1.2Glaukoma Sudut Terbuka

a. Glaukoma Sudut Terbuka Kronik (Simpleks) 20,26

Glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) adalah glaukoma yang penyebabnya tidak ditemukan dan disertai dengan sudut bilik mata depan yang terbuka.

Pada umumnya glakoma sudut terbuka kronik (simpleks) ditemukan pada usia lebih dari 40 tahun, walaupun penyakit ini kadang kadang ditemukan pada usia yang lebih muda. Diduga glaukoma diturunkan secara dominan atau resesif pada kira-kira 50% penderita. Secara genetik penderitanya adalah homozigot. Pada penderita glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks) 99% hambatan terdapat pada jaring trabekulum dan kanal Schlemm.

Mata tidak merah dan sering penderita tidak memberikan keluhan sehingga terdapat gangguan susunan anatomik tanpa disadari penderita.

Gangguan akibat tingginya tekanan bola mata terjadi pada kedua mata, sehingga ditemukan gejala klinik akibat tekanan yang tinggi. Pada glaukoma simpleks terdapat perjalanan penyakit yang lama, akan tetapi berjalan progresif sampai berakhir dengan kebutaan.

b. Glaukoma Steroid 23

Pemakaian kortikosteroid topikal ataupun sistemik dapat mencetuskan glaukoma sudut terbuka kronik (simpleks). Pada pasien glaukoma steroid akan terjadi peninggian tekanan bola mata dengan keadaan mata yang terlihat dari luar putih atau normal. Pasien akan memperlihatkan kelainan funduskopi berupa ekskavasi papil glaukomatosa dan kelainan pada lapang pandangan. Bila steroid diberhentikan maka


(31)

pengobatan glaukoma steroid masih diperlukan sama seperti pengobatan pada glaukoma lainnya.

c. Glaukoma Tekanan Rendah (Normal)

Glaukoma bertekanan rendah (normal) adalah suatu keadaan dimana ditemukan penggaungan papil saraf optik dan kelainan lapang pandangan yang khas glaukoma tetapi disertai dengan tekanan bola mata yang tidak tinggi (normal).14,26

Penyebab dari tipe glaukoma bertekanan rendah (normal), berhubungan dengan kekurangan sirkulasi darah di daerah saraf optik mata, yang dapat mengakibatkan kematian dari sel-sel saraf optik yang bertugas membawa impuls/rangsang dari retina menuju ke otak.27

d. Glaukoma miopi atau pigmen 26

Glaukoma miopi dan pigmen adalah glaukoma primer sudut terbuka dimana pada pemeriksaan gonioskopi ditemukan pigmentasi yang nyata dan padat pada jaring trabekulum.

Pada stadium permulaan ditemukan tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata, yang tinggi dan adanya halo (pelangi disekitar lampu) karena adanya edema pada kornea. Sesudah stadium permulaan dapat diatasi biasanya tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata dapat terkontrol.

2.3.2 Glaukoma Sekunder 23

Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang diketahui penyebab timbulnya. Glaukoma sekunder dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan-kelainan atau penyakit yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu, seperti : kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan dan lain-lain.


(32)

2.3.2.1Glaukoma Dibangkitkan Lensa 22

Glaukoma dibangkitkan lensa merupakan salah satu bentuk daripada glaukoma sekunder. Glaukoma ini terjadi bersamaan dengan kelainan lensa, dimana terjadi gangguan pengaliran cairan mata (akuos humor) ke sudut bilik mata akibat mencembungnya lensa mata.

2.3.2.2Glaukoma Neovaskuler 26

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sekunder yang disebabkan oleh bertumbuhnya jaringan fibrovaskuler (neovaskuler) di permukaan iris. Neovaskuler ini menuju ke sudut bilik depan dan berakhir pada jaring trubekulum.

Glaukoma neovaskuler dapat diakibatkan oleh berbagai hal, misalnya : kelainan pembuluh darah, penyakit peradangan pembuluh darah, penyakit pembuluh darah sistemik, serta penyakit tumor mata.

2.3.2.3Glaukoma Maligna 26

Glaukoma maligna adalah suatu keadaan peningkatan tekanan intrakuler (TIO) atau tekanan pada bola mata oleh karena terdapatnya hambatan siliar (ciliary block).

Hambatan siliar pada glaukoma maligna terjadi karena penempelan lensa dengan badan siliar atau badan kaca dengan badan siliar. Hal ini menyebabkan terjadinya penimbunan cairan mata (akuos humor) hasil produksi badan siliar di bagian belakang yang mendesak ke segala arah. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya pendangkalan bilik mata depan.


(33)

2.3.2.4Glaukoma dengan Hambatan Pupil 26

Glaukoma dengan hambatan pupil adalah glaukoma sekunder yang timbul akibat terhalangnya pengaliran cairan mata (akuos humor) dari bilik mata belakang ke bilik mata depan. Hambatan ini dapat bersifat total dan relatif. Pada hambatan yang bersifat total, glaukoma terjadi akibat perlekatan iris dengan lensa ataupun iris dengan badan kaca. Hal ini biasanya terjadi sesudah peradangan. Pada hambatan yang bersifat relatif, glaukoma terjadi akibat iris dan pangkal iris terdorong kedepan, sehingga menutup sudut bilik mata depan. Akibatnya terjadi tekanan yang lebih tinggi di bilik mata belakang dibandingkan dengan bilik mata depan.

2.3.3 Glaukoma Kongenital

Glaukoma kongenital merupakan suatu keadaan tingginya tekanan bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata. Gangguan perkembangan embriologik dapat berupa kelainan akibat terdapatnya membran kongenital yang menutupi sudut bilik mata depan pada saat perkembangan bola mata, kelainan pembentukan kanal Schlemm, dan kelainan akibat tidak sempurnanya pembentukan pembuluh darah bilik yang menampung cairan bilik mata.23,27

Akibat pembendungan cairan mata, tekanan bola mata meninggi pada saat bola mata sedang dalam perkembangan sehingga terjadi pembesaran bola mata yang disebut sebagai buftalmos.16,23

Gejala-gejala glaukoma kongenital biasanya sudah dapat terlihat pada bulan pertama atau sebelum berumur 1 tahun. Kelainan pada glaukoma kongenital terdapat pada kedua mata. Rasa silau dan sakit akan terlihat pada bayi yang menderita


(34)

glaukoma kongenital, hal ini terlihat pada suatu sikap seakan-akan ingin menghindari sinar sehingga bayi tersebut akan selalu menyembunyikan kepala dan matanya.23,27

2.3.4 Glaukoma Absolut 16,20

Glaukoma absolut adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.

Pada glaukoma absolut, kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, mata keras seperti batu dan disertai dengan rasa sakit.

2.4Epidemiologi

2.4.1 Distribusi frekuensi

Glaukoma merupakan penyakit yang tidak dapat diobati, akan tetapi bila diketahui sejak dini dan segera dilakukan tindakan medis maka glaukoma dapat dikontrol untuk mencegah kerusakan lanjut atau kebutaan pada mata.11

Berdasarkan penelitian Saaddine dkk (2002) di Amerika Serikat, angka prevalensi glaukoma lebih tinggi pada usia >65 tahun (11,7%) dibanding dengan usia 50-64 tahun (4,9%).28

Menurut penelitian Oriza Sativa (2002) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, dari 86 penderita miopi yakni 43 miopi ringan dan 43 miopi sedang terdapat 1 orang penderita dengan sangkaan glaukoma pada miopi ringan dan 11 orang penderita pada miopi sedang.29

Berdasarkan penelitian Tabar Malem Bangun (2003) di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan, dari 20 penderita glaukoma simpleks terdapat rata-rata tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata sebesar 26,0 mmHg, dengan


(35)

rata-rata umur 42,8 tahun, usia termuda 16 tahun dan usia tertua 64 tahun. Dari hasil

penelitian ini didominasi oleh jenis kelamin laki-laki (70%).30

2.4.2 Determinan (Faktor-faktor yang Mempengaruhi)

Faktor-faktor yang mempengaruhi glaukoma antara lain adalah : a. Usia

Glaukoma merupakan salah satu penyebab kebutaan yang umumnya menyerang orang berusia diatas 40 tahun. Risiko terkena glaukoma akan meningkat pada umur 40 – 64 tahun sebesar 1% dan pada umur 65 tahun keatas sebesar 5%.3,9

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di Rumah Sakit Umum DR. Soetomo Surabaya, menemukan bahwa penderita hipertensi yang telah berumur ≥ 60 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar 6 kali lebih besar.32

b. Gender (Jenis Kelamin)

Glaukoma sudut tertutup dengan hambatan pupil pada orang kulit putih ditemukan bahwa pria 3 kali berisiko daripada wanita, sedangkan pada orang kulit hitam, penderita pria sama resikonya dengan wanita.26

c. Ras

Resiko terserang glaukoma sangat tinggi pada ras Afrika.3 Berdasarkan ras, orang kulit hitam mempunyai resiko 7 kali lebih besar terserang glaukoma dibandingkan orang kulit putih.15


(36)

Pada orang kulit putih ditemukan bahwa glaukoma primer sudut terbuka, berisiko 4 kali lebih besar daripada glaukoma primer sudut tertutup, sedangkan pada orang Indonesia glaukoma primer sudut tertutup berisiko lebih besar daripada glaukoma sudut terbuka.20,22,23

d. Riwayat Keluarga

Apabila dalam keluarga ada yang terkena Glaukoma, disarankan agar anggota keluarga yang lain sebaiknya memeriksakan mata secara rutin apabila umur telah lebih dari 40 tahun.3

Mereka yang memiliki riwayat glaukoma pada anggota keluarga berisiko 4-8 kali lebih besar untuk terserang glaukoma.3,9 Resiko terbesar terdapat pada hubungan kakak-beradik kemudian hubungan orang tua dengan anak-anak.3

e. Diabetes Mellitus

Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dipercaya meningkatkan terjadinya resiko terkena glaukoma.3 Penderita Diabetes Mellitus (DM), beresiko 2 kali lebih sering terkena glaukoma.15 Sebesar 50% dari penderita Diabetes mengalami penyakit mata dengan resiko kebutaan 25 kali lebih besar.32

f. Hipertensi

Penderita hipertensi pun berisiko lebih tinggi terserang glaukoma daripada yang tidak mengidap penyakit hipertensi. Penderita hipertensi, beresiko 6 kali lebih sering terkena glaukoma.14

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Christina Magdalena (2006) di Rumah Sakit Umum dr. Soetomo Surabaya, menemukan bahwa penderita yang telah


(37)

menderita hipertensi ≥ 5 tahun berisiko mengalami glaukoma sebesar 4 kali lebih besar.31

g. Trauma

Kelainan mata seperti kelainan lensa, kelainan uvea, trauma, pembedahan katarak atau radang mata dan lain-lain, dapat menyebabkan terjadinya glaukoma.27 Glaukoma sekunder adalah glaukoma yang dapat disebabkan atau dihubungkan dengan kelainan mata yang telah diderita sebelumnya atau pada saat itu.23

h. Miopi

Bentuk anatomi dari mata merupakan faktor kunci untuk berkembangnya glaukoma. Bentuk anatomi mata orang yang dengan miop (berkaca mata minus) biasanya yang lebih sering terkena glaukoma.27

i. Obat-obatan

Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya Glaukoma adalah Pemakaian obat-obatan yang mengandung steroid secara rutin dalam jangka waktu yang lama misalnya: Pemakai obat tetes mata yang mengandung steroid yang tidak dikontrol oleh dokter, obat inhaler untuk penderita asthma, obat steroid untuk radang sendi dan pemakai obat yang memakai steroid secara rutin lainnya. Pemakai obat-abatan steroid secara rutin, sangat dianjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter spesialis mata untuk pendeteksian glaukoma.3

2.5Gejala-gejala dan Keluhan Penderita Glaukoma

Gejala dini glaukoma tidak ada yang menunjukkan gejala yang berarti, karena sebagian orang hanya merasakan gejala yang hampir sama dengan penyakit mata


(38)

lainnya, seperti mata buram, sakit mata, atau timbul pelangi jika melihat sorot lampu (adanya halo), yang terjadi karena adanya tekanan yang tinggi pada mata sehingga membuat mata menjadi bengkak, akibatnya pembiasan cahaya menjadi terganggu.3

Penderita dapat mengalami glaukoma dalam stadium dini dan menengah selama bertahun-tahun tanpa merasakan gejala awal. Sebagian besar penderita glaukoma datang ke dokter spesialis mata setelah keluhan dirasakan pada stadium lanjut dan sudah mengalami kebutaan.14

Ada dua keluhan pasien Glaukoma, yang pertama adalah pada glaukoma akut (mendadak) yaitu penyakit mata yang disebabkan oleh tekanan intraokular (TIO) atau tekanan di dalam bola mata yang tinggi secara mendadak. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kebutaan dalam waktu relatif cepat yaitu dalam hitungan hari. Gejalanya adalah mendadak nyeri pada mata, sakit kepala, kelopak mata bengkak, mata merah, melihat pelangi disekitar sumber cahaya atau lampu (adanya halo), dan mual sampai muntah.22,23 Yang kedua adalah pada glaukoma kronis (menahun) yaitu penyakit mata yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata secara perlahan-lahan. Biasanya muncul diusia 40 tahun keataspada glaukoma kronis (menahun) saraf mata mengalami kerusakan dan kematian yang spesifik, sehingga mengakibatkan kehilangan lapang pandangan sesuai dengan beratnya Glaukoma. Namun terkadang glaukoma kronis (menahun) terjadi tanpa keluhan.14


(39)

2.6Tingkat Keparahan 33

2.6.1 Tingkat Keparahan Tekanan Intraokuler11

Tekanan intraoluler (TIO) atau tekanan di dalam bola mata seseorang, tidaklah sama dari hari ke hari ataupun dari jam ke jam. Oleh karena itu, perlu melakukan pemeriksaan teratur yakni 3-4 kali setahun. Tekanan bola mata yang norml berkisar antara 15-20 mmHg. Tekanan diatas 20 mmHg dianggap sudah ”high normal” dan sudah harus diwaspadai.

2.7Kerusakan Saraf Optik11

Terdapat 1.200.000 sel saraf optik yang tersusun di belakang bola mata. Dokter mata dapat melihat saraf optik dengan alat oftalmoskop melalui manik mata yang dilebarkan. Warna dan bentuk mangkok (papil) optik dapat menentukan adanya kerusakan akibat glaukoma disertai berat kerusakan yang terjadi.

2.8Defek Lapang Pandangan

Gangguan pada lapang pandangan merupakan gangguan yang terjadi akibat kerusakan saraf. Pemeriksaan lapang pandangan merupakan pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pasien dengan glaukoma.11

Tanda awal hilangnya lapang pandang biasanya terlihat berupa adanya area lengkungan yang tidak terlihat atau gelap (Blind Spot) sedikit diatas atau dibawah penglihatan sentral. Daerah gelap ini akan meluas apabila tidak diobati atau ditangani sehingga daerah yang sempit seperti kita melihat pada lubang kunci (tunnel vision).3


(40)

Gambar 2.3 Gambaran Proses Hilangnya Penglihatan oleh Penderita Glaukoma.3

2.9Diagnosis

Setiap orang perlu melakukan pemeriksaan matanya secara teratur. Apabila seseorang mengetahui mempunyai faktor risiko untuk terserang glaukoma maka seseorang tersebut memerlukan pemeriksaan yang lebih sering. Pemeriksaan mata pada umumnya sebaiknya dilakukan setiap 3-5 tahun sekali, namun bila usia telah mencapai lebih dari 40 tahun maka pemeriksaan mata dilakukan setiap 1-2 tahun sekali. Pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun sangat penting pada orang yang memiliki faktor risiko.15

Pemeriksaan ulang 3-4 kali setahun pada penderita glaukoma sangat perlu. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah tekanan bola mata tidak memberikan kerusakan baru pada saraf optik.15

Untuk mengetahui ada atau tidaknya glaukoma maka dokter mata akan melakukan pemeriksaan dasar glaukoma seperti pemeriksaan saraf optik, tekanan

Mata Normal Mata dengan Glaukoma

(Blind Spot)

Mata dengan glaukoma tingkat lanjut (Tunnel Vision)


(41)

bola mata, dan lapang pandangan. Bila dua dari tiga pemeriksaan diatas tidak normal maka diagnosis glaukoma sudah dapat dibuat.15

Beberapa uji yang sering dilakukan pada mata untuk membuat diagnosis antara lain : 11

a) Membuat anamnesis pribadi atau riwayat pada keluarga. Dokter mata akan menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita glaukoma. Dalam anamnesis dibutuhkan pula riwayat medis dan pribadi.

b) Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer atau dengan alat pengukur tekanan bola mata lainnya.

c) Dokter mata akan melakukan pemeriksaan dan melihat kerusakan yang terjadi pada saraf optik dengan menggunakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi adalah alat untuk memeriksa mata bagian dalam terutama saraf mata, dengan cara mengeluarkan sinar untuk menyinari bagian dalam mata, sehingga bentuk dan warna syaraf optik dapat dilihat.

d) Untuk melihat keadaan lapang pandangan, maka dilakukan uji dengan cara membuat peta lengkap lapang penglihatan dan gangguan penglihatan pada daerah penglihatan.

e) Pemeriksaan gonioskopi, yaitu pemeriksaan sudut bilik mata dengan menggunakan lensa gonioskopi yang disebut goniolens.

2.10 Penatalaksanaan Medis Terhadap Penanggulangan Glaukoma

Meskipun tidak ada obat yang dapat menyembuhkan glaukoma, namun pada kebanyakan kasus glaukoma dapat dikendalikan. Penderita glaukoma dapat dirawat dengan obat tetes mata, operasi laser dan pembedahan. Menurunkan tekanan pada


(42)

mata dapat mencegah kerusakan penglihatan yang lebih lanjut. Oleh karena itu semakin dini deteksi glaukoma maka akan semakin besar tingkat kesuksesan pencegahan kerusakan penglihatan.32 Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan untuk penanggulangan terhadap penderita glaukoma antara lain adalah : 27

2.10.1 Non Operasi

a) Tetes mata : cara ini merupakan yang paling umum dan sering serta harus dilakukan secara teratur. Sebagian pasien mendapatkan respon yang bagus dari obat tetes mata dan sebagian lainnya tidak mendapatkan respon, namun pemilihan pengobatan harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tipe glaukomanya. b) Laser (laser trabeculoplasty) : ini dilakukan jika obat tetes mata tidak

menghentikan kerusakan penglihatan. Pada kebanyakan kasus, meski telah dilakukan tindakan laser ini, obat tetes mata tetap harus diberikan. Tindakan laser ini tidak memerlukan pasien untuk dirawat di rumah sakit.

2.10.2 Operasi

Pembedahan (trabeculectomy) : biasanya dilakukan jika tetes mata dan penanganan dengan laser telah gagal dalam mengontrol tekanan bola mata. Sebuah saluran dibuat untuk memungkinkan cairan mata mengalir keluar. Tindakan ini dapat menyelamatkan sisa penglihatan yang ada tapi tidak memperbaiki lapang pandangan yang telah rusak .

2.11 Pencegahan Glaukoma

Tidak ada satu pun usaha yang dapat mencegah timbulnya glaukoma pada seseorang. Pengetahuan mengenal glaukoma adalah untuk mencegah terjadinya kebutaan akibat glaukoma. Masalah kebutaan juga menjadi masalah publik karena


(43)

berpengaruh pula terhadap masalah ekonomi seperti : hilangnya produktifitas, menjadi beban keluarga, beban pendamping, beban pemerintah, dan lain-lain. Adapun hambatan dalam pencegahan glaukoma adalah : kurangnya partisipasi masyarakat, kurangnya pengetahuan masyarakat, kurangnya tenaga profesional dan kurangnya fasilitas.33 Ada empat tingkat pencegahan yang dapat mencegah terjadinya kebutaan pada penderita glaukoma, yaitu :

2.11.1 Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial adalah pencegahan yang baru dikenal. Tujuan dari pencegahan primordial adalah untuk menghindari kemunculan atau kemapanan di bidang sosial, ekonomi dan pola kehidupan yang diketahui mempunyai kontribusi untuk meningkatkan risiko penyakit. Sasaran dari pencegahan primordial adalah masyarakat yang sehat secara umum.34

Mengingat besarnya masalah kebutaan di dunia, WHO pada tanggal 30 September 1999, mencanangkan komitmen global Vision 2020: The Right to Sight untuk mendorong pencegahan gangguan penglihatan dan kebutaan. Dalam upaya mencapai Vision 2020, WHO menetapkan setiap hari Kamis pada bulan Oktober minggu kedua sebagai peringatan Hari Penglihatan Sedunia (World Sight Day/WSD).10

2.11.2 Pencegahan Primer

Untuk dapat mencegah kebutaan diperlukan kerjasama banyak pihak diantaranya adalah : dari pihak masyarakat dalam hal peningkatan pengetahuan, pengertian dan kesadaran akan pentingnya kesehatan mata, dari pihak rumah Sakit Mata dalam bentuk pelayanan dan penyuluhan kesehatan mata baik didalam maupun


(44)

diluar Rumah Sakit, dari LSM, Individu, Profesional serta Sektor swasta, dan lain-lain.32

2.11.3 Pencegahan Sekunder

Kebutaan karena glaukoma dapat dicegah dengan pemeriksaan dini sehingga kemungkinan terjadinya kerusakan saraf mata yang lebih parah dapat dicegah. Bahkan, bila ditemukan lebih awal, saraf mata yang belum rusak karena glaukoma itu masih bisa dipertahankan dengan obat tetes mata, laser, dan tindakan operasi pembedahan.7

2.11.4 Pencegahan Tersier

Walaupun kerusakan yang sudah terjadi akibat glaukoma tidak dapat diperbaiki lagi, tetapi dengan pemeriksaan dan pengobatan yang teratur maka kerusakan dapat dihambat seminimal mungkin.3


(45)

BAB 3

KERANGKA KONSEP

3.1Model Kerangka Konsep

3.2 Defenisi Operasional

3.2.1 Penderita Glaukoma adalah penderita yang dinyatakan menderita glaukoma berdasarkan hasil diagnosa dokter seperti yang tertera pada kartu status. 3.2.2 Umur adalah usia penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status,

sewaktu berobat di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan, yang dikategarikan atas : 3,9

1. < 40 tahun 2. 40 – 64 tahun 3. ≥ 65 tahun.

Karakteristik Penderita Glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

1. Sosiodemografi Umur

Jenis Kelamin Suku

Agama Pendidikan Pekerjaan

Status Perkawinan Tempat Tinggal) 2. Umur rata-rata 3. Keluhan Utama 4. Jenis Glaukoma 5. Tingkat Keparahan

6. Tekanan Intraokuler rata-rata 7. Riwayat Penyakit


(46)

3.2.3 Jenis Kelamin adalah jenis kelamin penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.2.4 Suku adalah ras atau etnik yang melekat pada diri si penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Batak 2. Jawa 3. Melayu 4. Minang 5. Dan Lain-lain 6. Tidak Tercatat

3.2.5 Agama adalah kepercayaan yang dianut penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Islam 2. Kristen

3.2.6 Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Tidak Sekolah/SD

2. SMP

3. SMA / Sederajat

4. Akademi / Perguruan Tinggi 5. Tidak Tercatat


(47)

3.2.7 Pekerjaan adalah aktifitas utama atau kegiatan yang dilakukan secara rutin oleh penderita glaukoma di luar atau di dalam rumah seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. PNS / TNI / POLRI

2. Pegawai Swasta/Wiraswasta 3. Pelajar/Mahasiswa

4. Petani

5. Ibu Rumah Tangga 6. Tidak Bekerja 7. Dan lain-lain 8. Tidak Tercatat

3.2.8 Status Perkawinan adalah ada atau tidaknya pasangan hidup yang dimiliki penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Kawin 2. Tidak Kawin

3.2.9 Tempat tinggal adalah tempat tinggal dimana penderita glaukoma menetap, seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas :

1. Dalam Kota Medan 2. Luar Kota Medan

3.2.10 Keluhan utama adalah jenis keluhan atau gangguan fisik yang sering dirasakan penderita glaukoma berdasarkan anamnesis dokter seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas : 22,23

1. Nyeri pada Mata 2. Sakit Kepala

3. Kelopak Mata Bengkak 4. Mata Merah

5. Adanya Halo 6. Mual Muntah 7. Buta.


(48)

3.2.11 Jenis Glaukoma adalah berbagai jenis glaukoma yang diderita oleh penderita glaukoma seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas : 1. Glaukoma Primer : suatu jenis glaukoma yang penyebab timbulnya

glaukoma tidak diketahui. Dibagi menjadi 2, yakni glaukoma sudut tertutup dan glaukoma sudut terbuka.20

2. Glaukoma Sekunder : adalah suatu jenis glaukoma yang penyebab timbulnya glaukoma diketahui. Terdiri dari : glaukoma dibangkitkan lensa, glaukoma neovaskuler, glaukoma maligna, dan glaukoma dengan hambatan pupil.10,23

3. Glaukoma Kongenital : adalah suatu keadaan tingginya tekanan bola mata akibat terdapatnya gangguan perkembangan embriologik segmen depan bola mata.10,23

4. Glaukoma Absolut : adalah suatu keadaaan akhir semua jenis glaukoma dimana tajam penglihatan sudah menjadi nol atau sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut.10,20,22 3.2.12 Tingkat Keparahan adalah derajat keparahan yang dialami oleh penderita

glaukoma berdasarkan tekanan intraokuler (TIO) mata kanan dan mata kiri seperti yang tertera pada kartu status, yang dikategorikan atas : 33

1. ≤20 mmHg (normal) 2. > 20 mmHg (tinggi)

3.2.13 Riwayat Penyakit adalah riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh penderita glaukoma selama ini yang beresiko untuk menimbulkan glaukoma, yang dikategorikan atas :

1. Tidak ada 2. Ada 14,23,33

Jenis riwayat penyakit terdahulu yang pernah diderita oleh penderita glaukoma adalah sebagai berikut :

a. Diabetes mellitus b. Hipertensi c. Trauma d. Myopia


(49)

3.2.14 Penatalaksanaan Medis adalah segala usaha/tindakan-tindakan medis yang dilakukan terhadap penderita glaukoma, sesuai dengan yang tertera pada kartu status yang dikategorikan atas : 27

1. Obat-obatan 2. Operasi.


(50)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan desain case series yang akan menggambarkan karakteristik penderita glaukoma di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

4.2Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan. Alasan pemilihan lokasi ini atas dasar pertimbangan bahwa Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi Medan adalah salah satu rumah sakit di kota Medan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam mengelola penderita glaukoma dan belum pernah dilakukan penelitian yang sama sebelumnya serta tersedianya data tentang penderita glaukoma.

4.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan dari bulan Juni tahun 2008 sampai dengan Januari tahun 2009. Kegiatan yang dilakukan adalah pencarian literatur, penyusunan proposal, seminar proposal, pengumpulan data, konsul skripsi dan sidang skripsi.


(51)

4.3Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah data penderita glaukoma yang tercatat dalam laporan rekam medik rumah sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 yakni sebesar 143 kasus.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah data penderita glaukoma yang tercatat dalam laporan rekam medik rumah sakit Dr. Pirngadi Medan tahun 2007, besar sampel adalah sama dengan populasi (total sampling).

4.4Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari kartu status atau rekam medik di rumah sakit Umum Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dan dilakukan pencatatan sesuai dengan variabel yang dibutuhkan.

4.5Teknik Analisis Data

Data yang terkumpul dicatat dan diolah dengan menggunakan komputer program SPSS. Data univariate dianalisa secara deskriptif dan data bivariate dianalisis dengan menggunakan uji Chi-Square dan uji Anova pada taraf nyata 0,05 yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, diagram pie, dan diagram batang.


(52)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

5.1Gambaran Umum Lokasi Penelitian35

Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930.

Setelah masuknya Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, Rumah Sakit ini diambil alih oleh bangsa Jepang dan berganti nama menjadi Syuritso Bysonoince dan pemimpinnya dipercanyakan kepada seorang putera Indonesia yaitu Dr. Raden Pirngadi Gonggo Putro. Pada tahun 1947 nama Rumah Sakit ini diganti menjadi Rumah Sakit Kota Medan yang dipimpim oleh Dr. Ahmad Sofyan. Semasa kepemimpinannya Rumah Sakit ini berubah menjadi Rumah Sakit Umum Medan pada tahun 1952.

Pada tahun 1979 sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara No. 150 tahun 1979 tanggal 25 Juni 1979 RSU Pusat Propinsi Medan diberi nama RSU Dr. Pirngadi Medan.

Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 agustus 1952, maka RSU Dr. Pirngadi Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa FK USU, walaupun penandatanganan perjanjian kerja sama antara FK USU dengan RSU Dr. Pirngadi Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.


(53)

Sejalan dengan palaksanaannya otonomi daerah, maka berdasarkan Perda Kota Medan No. 30 tahun 2002 tanggal 6 September 2002 tentang pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Kota Medan sebutan dalam organisasi adalah Badan Pelayanan Kesehatan RSU. Dr. Pirngadi Kota Medan. Organisasi dipimpim oleh seorang Kepala Badan yang membawahi 5 bidang yaitu : Bidang Perencanaan dan Rekam Medik, Bidang Pelayanan Medis dan Penunjang Medis, Bidang Keperawatan, Bidang Pendidikan dan Penelitian, Bidang Pemeliharaan.

Sesuai dengan tugasnya RSU Dr. Pirngadi Medan melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu dengan upaya peningkatan pencegahan akibat penyakit, pemulihan dan rujukan, maka RSU Dr. Pirngadi Medan mempunyai fungsi sebagai berikut : menyelenggarakan pelayanan medis, menyelenggarakan Pelayanan Penunjang medis dan non medis, menyelenggarakan asuhan keperawatan, menyelenggarakan pelayanan rujukan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan penelitian dan pengembangan, nyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.

RSU Dr. Pirngadi Medan menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis yaitu : Instalasi Patologi Klinik, Patologi Anatomi, Radiologi, Pelayanan Kedokteran Kehakiman, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, Instalasi Farmasi.


(54)

5.2Sosiodemografi

Proporsi penderita glaukoma berdasarkan sosiodemografi yaitu umur, jenis kelamin, suku, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, dan tempat tinggal di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.1 Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Sosiodemografi di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Sosiodemografi f %

1

Umur

< 40 tahun 40 – 64 tahun

≥ 65 tahun

57 42 44 39,9 29,3 30,8

Total 143 100

2 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 62 81 43,4 56,6

Total 143 100

3 Suku Batak Jawa Melayu Minang Dan lain-lain Tidak Tercatat 54 30 20 7 7 25 37,7 21,0 14,0 4,9 4,9 17,5

Total 143 100

4 Agama Islam Kristen 108 35 75,5 24,5

Total 143 100

5 Pendidikan Tidak Sekolah/SD SLTP SLTA/Sederajat Akademi/Perguruan Tinggi Tidak Tercatat 4 13 49 15 62 2.8 9.1 34.3 10.5 43.3

Total 143 100

6

Pekerjaan

PNS / TNI / POLRI

Pegawai Swasta / Wiraswasta Pelajar/Mahasiswa Petani 12 45 2 24 8,4 31,5 1,4 16,8


(55)

Ibu Rumah Tangga Tidak Bekerja Dan lain-lain Tidak Tercatat 10 15 5 30 7,0 10,5 3,5 21,0

Total 143 100

7 Status Perkawinan Kawin Tidak Kawin 110 33 76,9 23,1

Total 143 100

8

Tempat Tinggal

Dalam Kota Medan Luar Kota Medan

124 19

86,7 13,3

Total 143 100

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat karakteristik penderita glaukoma di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 terbanyak adalah pada kelompok umur < 40 tahun sebanyak 57 orang (39,9%), kemudian kelompok umur ≥ 65 tahun sebanyak 44 orang (30,8%) dan kelompok umur 40 – 64 tahun sebanyak 42 orang (29,3%).

Penderita glaukoma yang terbanyak berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan sebanyak 81 orang (56,6%), sedangkan penderita laki-laki sebanyak 62 orang (43,4%).

Suku yang terbanyak adalah Batak sebanyak 54 orang (37,7%), dan yang paling sedikit adalah suku Minang sebanyak 7 orang (4,9%), serta dan lain-lain sebanyak 7 orang (4,9%).

Agama yang terbanyak adalah Islam yaitu 108 orang (75,5%), dan yang paling sedikit adalah Kristen sebanyak 35 orang (24,5%).

Berdasarkan pendidikan sebanyak 62 orang (43,3%) yang tidak tercatat, kemudian dari data yang tercatat yang terbanyak adalah pendidikan SLTA/Sederajat


(56)

sebanyak 49 orang (34,3%), dan yang paling sedikit adalah tidak sekolah/SD sebanyak 4 orang (2,8%).

Berdasarkan pekerjaan sebanyak 35 orang (24,5%) yang tidak tercatat, kemudian dari data yang tercatat yang terbanyak adalah pegawai swasta/wiraswasta sebanyak 45 orang (31,5%), dan yang paling sedikit adalah pelajar sebanyak 2 orang (1,4%).

Berdasarkan status perkawinan yang terbanyak adalah yang berstatus kawin yaitu sebanyak 110 orang (76,9%), sedangkan penderita yang tidak berstatus kawin sebanyak 33 orang (23,1%).

Berdasarkan tempat tinggal yang terbanyak adalah yang berasal dari kota medan yaitu sebanyak 124 orang (86,7%), sedangkan yang berasal dari luar kota medan sebanyak 19 orang (13,3%).

5.3Umur Rata-rata

Umur rata-rata penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.2 Umur Rata-rata Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

Umur Rata-rata (Tahun)

Rata-rata 47,05

SD 21,728

95% CL 43,46 – 50,64

Coefision of Variation (CoV) 46,18%

Minimum 11 Maksimum 89

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa umur rata-rata penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 adalah 47,05 tahun (47 tahun), Standard


(57)

Deviation (SD) 21,728 dengan nilai Coefisien of Variation 46,18% (>10%),

menunjukkan bahwa umur rata-rata penderita glaukoma bervariasi dimana umur minimum 11 tahun dan maksimum 89 tahun.

5.4Keluhan Utama

Proporsi penderita glaukoma di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 berdasarkan keluhan utama yaitu nyeri pada mata, sakit kepala, kelopak mata bengkak, mata merah, adanya halo, mual dan muntah serta buta dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.3 Distribusi Proposi Penderita Glaukoma Berdasarkan Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Keluhan Utama Jumlah

f % 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Nyeri pada Mata Sakit Kepala Mata Merah

Kelopak Mata Bengkak Buta Mual Muntah Adanya Halo 59 59 24 23 18 15 3 41,2 41,2 16,7 16,0 12,5 10,4 2,0

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa keluhan utama terbanyak yang diderita oleh penderita glaukoma adalah Nyeri pada Mata dan Sakit Kepala yaitu masing-masing sebanyak 59 orang (41,2%), dan keluhan utama yang paling sedikit adalah adanya halo yaitu sebanyak 3 orang (2,1%).

Berdasarkan keluhan, penderita glaukoma di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 mempunyai kombinasi keluhan utama. Adapun kombinasi keluhan utama penderita glaukoma dapat dilihat pada tabel 5.4 :


(58)

Tabel 5.4 Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Kombinasi Keluhan Utama di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Kombinasi Keluhan Utama f %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.

Nyeri pada Mata + Sakit Kepala Sakit Kepala

Buta

Mata Merah Nyeri pada Mata

Nyeri pada Mata + Kelopak Mata Bengkak Kelopak Mata Bengkak

Sakit Kepala + Mual

Nyeri pada Mata + Mata Merah Mual Muntah Adanya Halo 27 21 18 16 12 12 11 11 8 4 3 18,8 14,7 12,6 11,2 8,4 8,4 7,7 7,7 5,6 2,8 2,1

Total 143 100

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa penderita glaukoma yang terbanyak berdasarkan kombinasi keluhan utama adalah Nyeri pada Mata + Sakit Kepala sebanyak 27 orang (18,8%), dan yang paling sedikit adalah adanya Halo yaitu sebanyak 3 orang (2,1%).

5.5Jenis Glaukoma

Proporsi penderita glaukoma berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 5.4 :

Tabel 5.5 Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Jenis Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Jenis Glaukoma f %

1. 2. 3. Glaukoma Primer Glaukoma Sekunder Glaukoma Absolut 113 12 18 79,0 8,4 12,6

Jumlah 143 100

Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar jenis glaukoma yang terbanyak diderita adalah glaukoma primer yaitu sebanyak 113 orang (79,0%), glaukoma absolut sebanyak 18 orang (12,6%), sedangkan yang paling sedikit adalah


(59)

glaukoma sekunder yaitu sebanyak 12 orang (8,4%), dan tidak terdapat jenis glaukoma kongenital, hal ini dikarenakan tidak ada penderita glaukoma yang masih bayi di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007.

5.6Tingkat Keparahan

Proporsi penderita glaukoma berdasarkan tingkat keparahan di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5.6 Distribusi Proporsi Penderita Glaukoma Berdasarkan Tingkat Keparahan di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007

No. Tingkat Keparahan (mmHg) f %

1.

Tekanan Intraokuler Mata Kanan

≤ 20 > 20

62 81

43,4 56,6

Total 143 100

2.

Tekanan Intraokuler Mata Kiri

≤ 20 > 20

69 74

48,3 51,7

Total 143 100

Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa tingkat keparahan yang dilihat berdasarkan tekanan intraokuler pada mata kanan dan mata kiri, yang terbanyak adalah lebih besar dari 20 mmHg yaitu masing-masing sebanyak 81 orang (56,6%) pada mata kanan, dan 74 orang (51,7%) pada mata kiri, sedangkan tekanan intraokuler ≤ 20 mmHg sebanyak 62 orang (43,4%) pada mata kanan dan 69 orang (48,3%) pada mata kiri.

5.7Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan dan Mata Kiri

Tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan dan mata kiri penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 5.7 :


(60)

Tabel 5.7 Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan dan Mata Kiri Penderita Glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007 Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan (mmHg)

Rata-rata 25,43

SD 10,582

95%CI 23,69 – 27,18

Coefisien of Variation (COV) 41,61%

Minimum 0 Maksimum 79

Tekanan Intraokuler Rata-rata pada Mata Kanan (mmHg)

Rata-rata 24,87 SD 9,547

95%CI 23,30 – 26,45

Coefisien of Variation (COV) 38,38

Minimum 8 Maksimum 59

Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 adalah 25,43 mmHg (25 mmHg), Standard Deviation (SD) 10,582 dengan nilai Coefisien of Variation 41,61% (> 10%), menunjukkan bahwa tekanan intraokuler rata-rata pada mata kanan penderita glaukoma bervariasi dimana tekanan intraokuler minimum 0 mmHg dan maksimum 79 mmHg.

Tekanan intraokuler rata-rata pada mata kiri penderita glaukoma di RSU. Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 adalah 24,87 mmHg (25 mmHg), Standard Deviation (SD) 10,582 dengan nilai Coefisien of Variation 41,61% (> 10%), menunjukkan bahwa tekanan intraokuler rata-rata pada mata kiri penderita glaukoma bervariasi dimana tekanan intraokuler minimum 8 mmHg dan maksimum 59 mmHg.

5.8Riwayat Penyakit

Proporsi penderita glaukoma berdasarkan Riwayat Penyakit di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 5.8 :


(1)

Tekanan Intraokular Mata Kiri * Umur Penderita Glaukoma Crosstabulation

Umur Penderita Glaukoma Total

< 40 tahun 40 - 64 tahun >= 65 tahun

Tekanan Intraokular Mata Kiri

<= 20 mmHG Count

29 25 15 69

Expected Count 27.5 20.3 21.2 69.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 42.0% 36.2% 21.7% 100.0%

% within Umur

Penderita Glaukoma 50.9% 59.5% 34.1% 48.3%

% of Total 20.3% 17.5% 10.5% 48.3%

> 20 mmHg Count 28 17 29 74

Expected Count 29.5 21.7 22.8 74.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 37.8% 23.0% 39.2% 100.0%

% within Umur

Penderita Glaukoma 49.1% 40.5% 65.9% 51.7%

% of Total 19.6% 11.9% 20.3% 51.7%

Total Count 57 42 44 143

Expected Count 57.0 42.0 44.0 143.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 39.9% 29.4% 30.8% 100.0%

% within Umur

Penderita Glaukoma 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 39.9% 29.4% 30.8% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5.828(a) 2 .054

Likelihood Ratio 5.909 2 .052

Linear-by-Linear

Association 2.379 1 .123

N of Valid Cases

143


(2)

Jenis Glaukoma * Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Crosstabulation

Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Total

Laki-laki Perempuan

Jenis Glaukoma Glaukoma Primer Count 50 63 113

Expected Count 49.0 64.0 113.0

% within Jenis

Glaukoma 44.2% 55.8% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

80.6% 77.8% 79.0%

% of Total 35.0% 44.1% 79.0%

Glaukoma Sekunder Count 8 4 12

Expected Count 5.2 6.8 12.0

% within Jenis

Glaukoma 66.7% 33.3% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

12.9% 4.9% 8.4%

% of Total 5.6% 2.8% 8.4%

Glaukoma Absolut Count 4 14 18

Expected Count 7.8 10.2 18.0

% within Jenis

Glaukoma 22.2% 77.8% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

6.5% 17.3% 12.6%

% of Total 2.8% 9.8% 12.6%

Total Count 62 81 143

Expected Count 62.0 81.0 143.0

% within Jenis

Glaukoma 43.4% 56.6% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.4% 56.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square 5.965(a) 2 .051

Likelihood Ratio 6.210 2 .045

Linear-by-Linear

Association 2.091 1 .148

N of Valid Cases

143


(3)

Tekanan Intraokular Mata Kanan * Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Crosstabulation

Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Total

Laki-laki Perempuan

Tekanan Intraokular Mata Kanan

<= 20 mmHg Count

25 37 62

Expected Count 26.9 35.1 62.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kanan

40.3% 59.7% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

40.3% 45.7% 43.4%

% of Total 17.5% 25.9% 43.4%

> 20 mmHg Count 37 44 81

Expected Count 35.1 45.9 81.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kanan

45.7% 54.3% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

59.7% 54.3% 56.6%

% of Total 25.9% 30.8% 56.6%

Total Count 62 81 143

Expected Count 62.0 81.0 143.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kanan

43.4% 56.6% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.4% 56.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .410(b) 1 .522

Continuity

Correction(a) .221 1 .638

Likelihood Ratio .411 1 .521

Fisher's Exact Test .610 .319

Linear-by-Linear

Association .407 1 .523

N of Valid Cases 143

a Computed only for a 2x2 table


(4)

Tekanan Intraokular Mata Kiri * Jenis Kelamin Penderita Glaukoma Crosstabulation

Jenis Kelamin Penderita

Glaukoma Total

Laki-laki Perempuan

Tekanan Intraokular Mata Kiri

<= 20 mmHG Count

33 36 69

Expected Count 29.9 39.1 69.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 47.8% 52.2% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

53.2% 44.4% 48.3%

% of Total 23.1% 25.2% 48.3%

> 20 mmHg Count 29 45 74

Expected Count 32.1 41.9 74.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 39.2% 60.8% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

46.8% 55.6% 51.7%

% of Total 20.3% 31.5% 51.7%

Total Count 62 81 143

Expected Count 62.0 81.0 143.0

% within Tekanan

Intraokular Mata Kiri 43.4% 56.6% 100.0%

% within Jenis

Kelamin Penderita Glaukoma

100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 43.4% 56.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.085(b) 1 .298

Continuity

Correction(a) .761 1 .383

Likelihood Ratio 1.085 1 .297

Fisher's Exact Test .316 .191

Linear-by-Linear

Association 1.077 1 .299

N of Valid Cases 143

a Computed only for a 2x2 table


(5)

Oneway

Descriptives

Tekanan Intraokular Mata Kanan

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence

Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound

Upper

Bound

Glaukoma Primer 113 24.14 9.248 .870 22.42 25.87 7 79 Glaukoma Sekunder 12 29.92 15.012 4.334 20.38 39.45 0 59 Glaukoma Absolut 18 30.56 13.156 3.101 24.01 37.10 14 50

Total 143 25.43 10.582 .885 23.69 27.18 0 79

Test of Homogeneity of Variances

Tekanan Intraokular Mata Kanan

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

8.730 2 140 .000

ANOVA

Tekanan Intraokular Mata Kanan

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 901.507 2 450.753 4.207 .017

Within Groups 15000.279 140 107.145

Total 15901.785 142

Descriptives

Tekanan Intraokular Mata Kiri

N Mean

Std. Deviation

Std. Error

95% Confidence

Interval for Mean Minimum Maximum

Lower Bound

Upper

Bound

Glaukoma Primer 113 23.07 7.984 .751 21.58 24.56 8 50 Glaukoma Sekunder 12 28.25 9.176 2.649 22.42 34.08 19 37 Glaukoma Absolut 18 33.94 13.041 3.074 27.46 40.43 14 59

Total 143 24.87 9.547 .798 23.30 26.45 8 59

Test of Homogeneity of Variances

Tekanan Intraokular Mata Kiri

Levene

Statistic df1 df2 Sig.


(6)

ANOVA

Tekanan Intraokular Mata Kiri

Sum of

Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 1985.106 2 992.553 12.682 .000

Within Groups 10956.628 140 78.262

Total 12941.734 142

Crosstabs

Riwayat Penyakit * Jenis Glaukoma Crosstabulation

Jenis Glaukoma Total

Glaukoma Primer

Glaukoma Sekunder

Glaukoma Absolut

Riwayat Penyakit Tidak Ada Count 90 10 13 113

Expected Count 89.3 9.5 14.2 113.0

% within Riwayat

Penyakit 79.6% 8.8% 11.5% 100.0%

% within Jenis

Glaukoma 79.6% 83.3% 72.2% 79.0%

% of Total 62.9% 7.0% 9.1% 79.0%

Ada Count 23 2 5 30

Expected Count 23.7 2.5 3.8 30.0

% within Riwayat

Penyakit 76.7% 6.7% 16.7% 100.0%

% within Jenis

Glaukoma 20.4% 16.7% 27.8% 21.0%

% of Total 16.1% 1.4% 3.5% 21.0%

Total Count 113 12 18 143

Expected Count 113.0 12.0 18.0 143.0

% within Riwayat

Penyakit 79.0% 8.4% 12.6% 100.0%

% within Jenis

Glaukoma 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 79.0% 8.4% 12.6% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided) Pearson Chi-Square .663(a) 2 .718

Likelihood Ratio .637 2 .727

Linear-by-Linear

Association .415 1 .519

N of Valid Cases

143