39
BAB IV PERSAMAAN DAN PERBEDAAN PENAFSIRAN AL-JASHASH DAN
AL-QURTUBI TERHADAP SURAT AL-BAQARAH : 221 A.
Pemaknaan Musyrik
Musyrik adalah orang yang menyekutukan Allah dengan sesuatu, baik dengan menyembah benda-benda maupun menyembah Allah sambil menyembah
benda-benda. Jadi menurut mereka umat Yahudi dan Nasrani termasuk ke dalam golongan musyrik, karena umat Yahudi mengatakan Uzair putra Allah dan umat
Nasrani mengatakan bahwa Isa putra Allah dan juga agama-agama lain seperti Hindu, Budha, Konghucu dan lain-lain adalah musyrik. Sehingga umat Islam
diharamkan menikahinya.
Artinya : “30. Orang-orang Yahudi berkata: Uzair itu putera Allah dan orang-orang Nasrani berkata: Al masih itu putera Allah. Demikianlah itu
Ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dilaknati Allah mereka , bagaimana mereka sampai
berpaling?, 31. Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Tuhan selain Allah
1
dan juga mereka mempertuhankan Al masih putera Maryam, padahal mereka Hanya disuruh menyembah Tuhan yang
Esa, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan
”. Q.S. At-Taubah : 30-31
1
Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta, biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat
atau menghalalkan yang haram.
Ada pula ulama yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan musyrik adalah orang-orang Arab yang bukan ahlul kitab, jadi menurut mereka Yahudi dan
Nasrani boleh untuk dinikahi karena termasuk dalam ahlul kitab. Begitu juga agama Hindu, Budha, Konghucu boleh dinikahi, karena menurut mereka agama-
agam tersebut juga memiliki kitab suci dan mereka yakin bahwa agama-agama tersebut dibawa oleh nabi utusan Allah.
Menurut Ibnu Jarir Al-Thabari, bahwa musyrik yang dilarang untuk dikawini itu ialah musyrik dari bangsa Arab saja, karena bangsa Arab pada waktu
turunnya Al-Qur ’an memang tidak mengenal kitab suci dan menyembah berhala.
Maka menurut pendapat ini seorang muslim boleh menikah dengan wanita musyrik dari bangsa non-Arab, seperti Cina, India dan Jepang, yang diduga
dahulu mempunyai kitab suci atau serupa kitab suci. Muhammad Abduh juga sependapat dengan ini.
2
Beberapa pakar tafsir, seperti Thabathabai dan Rasyid Ridha berpendapat bahwa yang dimaksud dengan al-musyrikun dalam Al-
Quran adalah penyembah berhala yang ketika itu bertempat tinggal di Makkah. Ibnu Katsir dalam tafsir al-Q
ur’an al-azim meriwayatkan bahwa Abu Abdillah Ibn Hanbal pernah ditanya tentang siapa sebenarnya yang dimaksdukan
dengan musyrikat dalam ayat tersebut. Ibnu Hanbal menjawab bahwa yang dimaksud dengan musyrik dalam ayat itu adalah perempuan-perempuan musyrik
Arab yang menyembah patung,
3
Muhammad Rasyid Ridha berpendapat bahwa walaupun penyebutan musyrik diungkapkan dengan menggunakan kalimat yang
umum, namun ia memiliki pengertian yang khusus yaitu perempuan-perempuan
2
Ibnu Jarir Al-Thabari, Tafsir Al-Manar, jilid VI, h. 193.
3
Ibnu Katsir, Tafsir Al- Qur’an Al-Azhim, Beirut: Dar al-Fikri, t.th, h. 242.
musyrik Arab.
4
Ali As-Sabuni berpendapat bahwa yang dimaksud dengan perempuan musyrik adalah perempuan yang menyembah berhala dan perempuan
yang tidak mempunyai agama samawi.
5
Al-Jashash menukil hadis yang diriwayatkan dari Ibn Umar yang mengatakan bahwa kata “Musyrikat” dalam surat al-Baqarah 221 masih bersifat
umum, sehingga mencakup setiap wanita kafir dan wanita ahlul kitab. Ibn Umar ketika ditanya tentang menikahi wanita-wanita musyrik, Ibn Umar menjawab
bahwa Allah telah mengharamkannya, termasuk wanita Yahudi dan Nasrani haram untuk dinikahi oleh orang muslim, ketika ia ditanya tentang
keharamannya,
6
kemudian Ibnu Umar menjawab bahwa ia tidak mengetahui dari perbuatan syirik yang lebih besar daripada seseorang yang mengatakan bahwa
tuhannya adalah Isa atau salah satu dari hamba Allah.
7
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wanita-wanita yang musyrik adalah wanita-wanita penyembah berhala dan wanita-wanita yang
beragama Majusi, hal ini dinukil dari pendapat Imam Malik, Asy- Syafi’i, Abu
Hanifah, Al Auza’i, yang melarang menikah dengan wanita majusi.
8
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kedua ayat tersebut maksudnya ayat dalam surah Al Baqarah ini dan ayat dalam surah Al Maa’idah, sesungguhnya
tidak ada pertentangan di antara keduanya. Sebab zhahirnya lafazh syirik itu tidak mencakup Ahlul kitab. Hal ini berdasarkan kepada firman Allah SWT:
4
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al- Qur’an al-Hakim, Beirut: Darul al-Kutub, 1999,
h. 212.
5
Ali As-Sabuni, Rawai’ Al-Bayan, Dimsyiq: Maktabah al-Ghazali, 1980, h. 282.
6
Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15
7
Al-Jashash, Bab Nikah al-Musyrikat, h. 15.
8
Syaikh Imam al-Qurthubi, al- Jami’ Li Ahkam al-Quran, h. 151
Artinya: “Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik tiada
menginginkan diturunkannya sesuatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu. dan Allah menentukan siapa yang dikehendaki-Nya untuk diberi rahmat-Nya
kenabian; dan Allah mempunyai karunia yang besar”.Q.S Al-Baqarah ayat 105
Senada dengan hal itu pula sebagaimana yang telah difirmankan Allah SWT :
Artinya: “Orang-orang kafir yakni ahlul kitab dan orang-orang musyrik
mengatakan bahwa mereka tidak akan meninggalkan agamanya sebelum datang kepada mereka bukti yang nyata,”
Q.S Al-Bayyinah: 1
B. Hukum Menikahi Orang Musyrik