commit to user 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Kebisingan a. Pengertian Kebisingan
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel syaraf pendengar dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang
ditimbulkan getaran dari sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau penghantar lainnya dan
manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan,
maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan Suma’mur, 2009.
Kebisingan adalah semua bunyi atau suara yang tidak dikehendaki yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan
Anizar, 2009. b. Jenis-jenis Kebisingan
Berdasarkan atas sifat dan frekuensi bunyi, menurut Soeripto 2008, bising dapat dibagi atas :
1 Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang sempit. Misal: gergaji sirkuler dan katup gas.
2 Bising yang kontinu dengan spektrum frekuensi yang luas. Misal: mesin, kipas angin dan dapur pijar.
6
commit to user 2
3 Bising yang terputus-putus. Misal: lalu lintas dan suara kapal terbang.
4 Bising impulsif. Misal: suara tembakan, meriam, ledakan dan pukulan.
5 Bising impulsif berulang. Misal: mesin tempa dan pandai besi.
Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, menurut Soeripto 2008, bising dapat dibagi menjadi :
1 Bising yang mengganggu iritating noise, intensitasnya tidak keras.
2 Bising yang menutupi masking noise merupakan bunyi yang menutupi pendengaran.
3 Bising yang merusak damaginginjurious noise yaitu bunyi yang intensitasnya melampaui Nilai Ambang Batas NAB dan
akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran. Menurut Anizar 2009, kebisingan dapat diklasifikasikan
dalam beberapa jenis yaitu : 1 Bising secara terus menerus adalah bising yang mempunyai
perbedaan tingkat intensitas bunyi diantara maksimum dan minimum yang kurang dari 3 dB. Contohnya adalah bunyi yang
dihasilkan oleh mesin penenun tekstil. 7
commit to user 2
2 Bising fluktuasi yaitu bunyi bising yang mempunyai perbedaan tingkat di antara intensitas yang tinggi dengan yang rendah lebih
dari 3 dB. 3 Bising implus yaitu bunyi bising yang mempunyai intensitas
yang sangat tinggi dalam waktu yang singkat. Contohnya suara tembakan senjata api dan suara ledakan.
4 Bising bersela yaitu bunyi yang terjadi dalam jangka waktu tertentu secara berulang misalnya mesin tempa.
Menurut Tigor 2005, kebisingan diklasifikasikan ke dalam dua jenis golongan besar yaitu kebisingan tetap steady noise dan
kebisingan tidak tetap non steady noise. Kebisingan tetap dipisahkan lagi menjadi dua jenis yaitu :
1 Kebisingan dengan frekuensi terputus discrete frequency noise yaitu kebisingan yang berupa nada-nada pada frekuensi yang
beragam. Misalnya suara mesin dan kipas angin. 2 Broad band noise yaitu kebisingan yang terjadi pada frekuensi
yang lebih bervariasi bukan “nada” murni. Sedangkan kebisingan tidak tetap unsteady noise dibagi menjadi
tiga jenis yaitu : 1 Kebisingan fluktuatif fluctuating noise yaitu kebisingan yang
selalu berubah-ubah selama rentang waktu tertentu. 2 Intermittent noise yaitu kebisingan yang terputus-putus dan
besarnya berubah-ubah. Misalnya kebisingan lalu lintas. 8
commit to user 2
3 Impulsive noise yaitu kebisingan yang dihasilkan oleh suara- suara berintensitas tinggi memekakkan telinga dalam waktu
yang relatif singkat. Misalnya suara ledakan senjata api dan alat- alat sejenisnya.
Beberapa hal yang perlu dipahami tentang kebisingan Ridley, 2006 :
1 Kebisingan adalah bunyi yang tidak diharapkan. 2 Beberapa bunyi-bunyian diperlukan untuk :
a Berkomunikasi. b Memberi peringatan.
c Menyeimbangkan dan mengenali sesuatu. 3 Bunyi merupakan pulsa-pulsa tekanan di udara.
4 Ambang pendengaran adalah tingkat kebisingan paling rendah yang dapat dideteksi oleh telinga.
c. Nilai Ambang Batas Kebisingan NAB NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas
tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima oleh tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang
tetap untuk waktu terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggunya. NAB kebisingan adalah 85 dBA selama waktu
pemaparan 8
jam. Menurut
Permenakertrans RI
No. PER.13MEN2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
commit to user 2
Faktor Kimia di Tempat Kerja, NAB kebisingan adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Ambang Batas Faktor Fisik dan Kimia Waktu pemaparan per hari
Intensitas kebisingan
dalam dBA
8 Jam
85 4
88 2
91 1
94 30
Menit 97
15 100
7,5 103
3,75 106
1,88 109
0,94 112
28,12
Detik 115
14,06 118
7,03 121
3,52 124
1,76 127
0,88 130
0,44 133
0,22 136
0,11 139
Sumber : Permenakertrans RI No. PER.13MEN2011 d. Gangguan Kebisingan di Tempat Kerja
Kebisingan dapat mempengaruhi daya kerja seseorang dan efek tersebut merugikan baik ditinjau dari pelaksanaan kerja maupun
commit to user 2
dari hasil kerja. Pengaruh dari kebisingan juga dapat merusak indera- indera pendengaran yang menyebabkan tuli progresif. Menurut
Buchari 2007, gangguan kebisingan di tempat kerja dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1 Gangguan fisiologis Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah,
peningkatan nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian kaki, dapat menyebabkan
pucat dan gangguan sensoris. 2 Gangguan psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur dan emosi. Pemaparan jangka
waktu lama dapat menimbulkan penyakit psikosomatik seperti penyakit gastritis dan jantung koroner.
3 Gangguan komunikasi Gangguan
komunikasi ini
dapat menyebabkan
terganggunya pekerjaan bahkan terjadi kesalahan terutama bagi pekerja baru yang belum berpengalaman. Gangguan komunikasi
ini secara tidak langsung akan mengakibatkan bahaya bagi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja, karena tidak
mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktivitas kerja.
commit to user 2
4 Gangguan keseimbangan Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan
fisiologis seperti kepala pusing dan mual. 5 Gangguan terhadap pendengaran
Diantara gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling
serius karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat bersifat progresif atau awalnya
bersifat sementara tapi bila bekerja terus-menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara
menetap atau tuli. e. Pengendalian Kebisingan
Kebisingan dapat dikurangi dengan pengendalian yang dilakukan oleh pihak ahli teknik atau pihak manajemen
mempergunakan salah satu atau kedua-duanya. Pengendalian kebisinganyang pertama adalah bagaimana mengurangi kebisingan
yang ditimbulkan oleh sumber. Kedua adalah dengan mengurangi kebisingan di sepanjang jalur yang dilaluinya. Ketiga adalah
mengurangi kebisingan pada pendengar dengan menggunakan alat pelindung diri Anizar, 2009.
Menurut Budiman 2006, kebisingan dapat dikendalikan dengan berbagai cara, antara lain :
commit to user 2
1 Pengurangan sumber bising. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan peredam
suara pada sumber kebisingan, melakukan modifikasi mesin atau bangunan, mengganti mesin dan menyusun perencanaan
bangunan baru. 2 Penempatan penghalang pada jalan transmisi suara.
Isolasi antara ruang kerja dengan ruangan mesin merupakan upaya yang cepat dalam mengurangi kebisingan.
Agar efektif, harus disusun rencana yang sebaik mungkin dan bahan yang dipakai untuk penutup harus dibuat cukup berat dan
dilapisi oleh bahan yang dapat menyerap suara agar tidak menimbulkan getaran yang kuat.
3 Perlindungan dengan sumbat atau tutup telinga Tutup telinga biasanya lebih efektif dari penyumbat
telinga. Alat seperti itu harus diseleksi agar terpilih yang paling tepat. Alat semacam ini dapat mengurangi intensitas kebisingan
sekitar 20-25 dBA. Sebagai akibat penggunaan alat tersebut, upaya perbaikan komunikasi harus dilakukan. Masalah utama
pemakaian APD pendengaran adalah kedisiplinan pekerja saat menggunakannya.
commit to user 2
2. Kelelahan Kerja a. Definisi Kelelahan kerja
Kata kelelahan menunjukkan keadaan yang berbeda-beda, tetapi semuanya berakibat kepada pengurangan kapasitas kerja dan
ketahanan tubuh Suma’mur, 1996.Kelelahan kerja adalah perasaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan Setyawati, 2011.
Menurut Nurmianto
2003, kelelahan
kerja akan
menurunkan kinerja dan menambah tingkat kesalahan kerja. Meningkatnya kesalahan kerja akan memberikan peluang terjadinya
kecelakaan kerja dalam industri. Pembebanan otot secara statispun static muscular loading jika dipertahankan dalam waktu yang
cukup lama akan mengakibatkan RSI Repetition Strain Injuries, yaitu nyeri otot, tulang dan tendon yang diakibatkan oleh jenis
pekerjaan yang bersifat berulang repetitive. Menurut Setyawati 2011, kelelahan kerja merupakan
kriteria yang kompleks yang tidak hanya menyangkut kelelahan fisiologis dan psikologis tetapi dominan hubungannya dengan
penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi dan penurunan produktivitas kerja.
Tarwaka 2010 menyebutkan bahwa kelelahan merupakan mekanisme perlindungan tubuh agar terhindar dari kerusakan lebih
lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat. 14
commit to user 2
b. Jenis Kelelahan Kerja Berdasarkan waktu terjadinya kelelahan menurut Setyawati
2011, maka kelelahan dibagi menjadi dua yaitu : 1 Kelelahan akut yaitu kelelahan yang terjadi dengan cepat yang
pada umumnya disebabkan oleh kerja suatu organ atau seluruh tubuh yang berlebihan.
2 Kelelahan kronis yaitu kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi.
Sedangkan berdasarkan penyebab kelelahan menurut Setyawati 2011, maka kelelahan dibedakan menjadi dua yaitu :
1 Kelelahan fisiologis yaitu kelelahan yang timbul karena adanya perubahan fisiologis dalam tubuh.
2 Kelelahan Psikologis yaitu kelelahan yang terjadi karena adanya pengaruh dari luar diri berupa tingkah laku atau perbuatan alam
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti: suasana kerja, interaksi dengan pekerja maupun dengan atasan.
Menurut Tarwaka 2010, kelelahan diklasifikasikan menjadi dua jenis :
1 Kelelahan otot yaitu tremor pada otot atau perasaan nyeri pada otot.
2 Kelelahan umum biasanya ditandai dengan kurangnya kemauan untuk bekerja yang disebabkan oleh monotoni pekerjaan,
commit to user 2
intensitas dan lamanya kerja fisik, keadaan lingkungan, sebab- sebab mental, status kesehatan dan keadaan gizi.
c. Fisiologi Kelelahan Secara fisiologis tubuh manusia dapat diumpamakan
sebagai suatu mesin yang dalam menjalankannya membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi. Dalam melangsungkan tugas
fisik tubuh dipengaruhi oleh beberapa sistem yang bekerja sendiri atau bersama-sama. Sistem tersebut adalah sistem peredaran darah,
sistem pencernaan, sistem otot, sistem saraf dan sistem pernafasan Setyawati, 2011.
Kelelahan sebagai akumulasi asam laktat di otot-otot disamping zat ini berada di aliran darah. Akumulasi asam laktat
dapat menyebabkan penurunan kerja otot dan kemungkinan faktor saraf tepi dan sentral berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan.
Pada saat otot berkontraksi, glikogen diubah menjadi asam laktat dan asam ini merupakan produk yang dapat menghambat kontinuitas
kerja otot sehingga terjadi kelelahan. Dalam stadium pemulihan terjadi proses yang mengubah sebagian asam laktat kembali menjadi
glikogen sehingga memungkinkan otot-otot dapat berfungsi normal kembali Setyawati, 2011.
Menurut Setyawati 2011, bila pengaruh sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh dapat secara kuat menjawab setiap stimuli.
Bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat atau proses aktivasi sebagian 16
commit to user 2
menurun maka tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsang.
d. Gejala Kelelahan Kerja Kelelahan kerja pada umumnya dikeluhkan sebagai
kelelahan dalam sikap, orientasi dan penyesuaian pekerja yang mengalami kelelahan. Gejala kelelahan kerja menurut Setyawati,
2011 adalah : 1 Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti
penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok
dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga dan kehilangan inisiatif.
2 Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala diatas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung,
kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan. e. Penyebab Kelelahan Kerja
Dari penelitian kelelahan kerja di Indonesia sejak beberapa tahun yang lalu diperoleh pemahaman bahwa kejadian kelelahan
kerja ada hubungannya dengan lingkungan kerja yang tidak bersahabat dengan pekerja baik cuaca kerja, kebisingan, getaran
maupun bahan kimia tertentu dan gizi kerja. Kelelahan kerja juga berhubungan dengan stress kerja, shift kerja, kualitas tidur, dan
pengetahuan K3 bekerja Setyawati, 2011. 17
commit to user 2
Menurut Setyawati 2011, dari sudut neurofisiologi, siaga merupakan keadaan tertentu pada sistem saraf sentral yang
disebabkan oleh aktivitas antagonis sistem aktivasi dan inhibisi batang otak. Bila pengaruh sistem aktivasi lebih kuat maka tubuh
dapat secara cepat menjawab setiap stimuli. Bila pengaruh sistem inhibisi lebih kuat atau proses aktivasi sebagian besar menurun maka
tubuh mengalami penurunan kesiagaan bereaksi terhadap suatu rangsang.
Menurut Tarwaka 2010, menjelaskan bahwa faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi. Untuk
memelihara dan mempertahankan kesehatan serta efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan cancel out the stress.
Penyegaran terjadi terutama selama waktu tidur malam, tetapi periode istirahat dan waktu-waktu berhenti kerja juga memberikan
penyegaran. Menurut Setyawati 2011, penyebab kelelahan kerja secara
umum berkaitan dengan : 1 Pekerjaan yang monoton.
2 Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental yang tinggi. 3 Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta
lingkungan kerja lain yang tidak memadai. 4 Faktor psikologis misalnya rasa tanggungjawab, ketegangan-
ketegangan dan konflik-konflik. 18
commit to user 2
5 Circadian rhythm. Menurut Tarwaka 2010, penyebab terjadinya kelelahan
kerja adalah sebagai berikut : 1 Aktivitas kerja fisik.
2 Aktivitas kerja mental. 3 Sikap paksa.
4 Kerja statis. 5 Sifat kerja monoton.
6 Lingkungan kerja ekstrim. 7 Psikologis.
8 Kebutuhan kalori kurang. 9 Waktu kerja-istirahat tidak tepat.
Menurut Suma’mur
1994, faktor-faktor
yang mempengaruhi kelelahan kerja yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Yang termasuk faktor internal yaitu : 1 Faktor somatis atau fisik, seperti : kesehatan, gizi, pola makan,
jenis kelamin dan usia. 2 Faktor psikis, seperti : pengetahuan, sikap, gaya hidup, dan
pengelolaan stress. Sedangkan faktor-faktor eksternal yaitu :
1 Faktor fisik, seperti : kebisingan, suhu, pencahayaan. 2 Faktor kimia, seperti : zat beracun.
3 Faktor biologis, seperti : bakteri dan jamur. 19
commit to user 2
4 Faktor ergonomi 5 Faktor lingkungan kerja, seperti : kategori pekerjaan, sifat
pekerjaan, disiplin perusahaan, gajiuang lembur insentif, hubungan sosial, posisi kerja.
Menurut Depkes RI 1991, kelelahan mempunyai beragam penyebab yang berbeda yaitu :
1 Beban Kerja Merupakan volume pekerjaan yang dibebankan kepada
tenaga kerja, baik fisik maupun mental dan tanggung jawab. Beban kerja yang melebihi kemampuan akan mengakibatkan
kelelahan kerja. 2 Beban Tambahan
Beban tambahan merupakan beban di luar beban kerja yang harus ditanggung oleh pekerja. Beban tambahan tersebut
berasal dari lingkungan kerja yang memiliki potensi bahaya seperti lingkungan kerja.
f. Cara Mengatasi Kelelahan Kerja
Menurut Setyawati 2011, untuk mengatasi kelelahan kerja ada beberapa hal yang patut mendapat perhatian dan harus dilakukan
dengan baik agar kelelahan kerja dapat dikendalikan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut :
1 Lingkungan kerja bebas dari zat berbahaya, penerangan memadai, sesuai dengan jenis pekerjaan yang dihadapi, maupun
commit to user 2
pengaturan udara yang adekuat, bebas dari kebisingan, getaran, serta ketidaknyamanan.
2 Waktu kerja diselingi istirahat pendek dan istirahat untuk makan.
3 Kesehatan umum dijaga dan dimonitor. 4 Pemberian gizi kerja yang memadai sesuai dengan jenis
pekerjaan dan beban kerja. 5 Beban kerja berat tidak berlangsung terlalu lama.
6 Tempat tinggal diusahakan sedekat mungkin dengan tempat kerja, kalau perlu bagi tenaga kerja dengan tempat tinggal jauh
diusahakan transportasi dari perusahaan. 7 Pembinaan mental secara teratur dan berkala dalam rangka
stabilitas kerja dan kehidupannya. 8 Disediakaan fasilitas rekreasi, waktu rekreasi dan istirahat
dilaksankan secara baik. 9 Cuti dan liburan digunakan sebaik-baiknya.
10 Diberikan perhatian khusus pada kelompok tertentu seperti tenaga kerja beda usia, wanita hamil dan menyusui, tenaga kerja
dengan kerja gilir di malam hari, tenaga baru pindahan . 11 Mengusahakan tenaga kerja bebas alkohol dan obat berbahaya.
g. Pengukuran Kelelahan Kerja Sampai saat ini belum ada cara untuk mengukur tingkat
kelelahan secara langsung. Pengukuran-pengukuran yang dilakukan 21
commit to user 2
oleh peneliti sebelumnya hanya berupa indikator yang menunjukkan terjadinya kelelahan akibat kerja. Tarwaka 2010 mengelompokkan
metode pengukuran kelelahan dalam beberapa kelompok, yaitu: 1 Kualitas dan kuantitas kerja
Kualitas output digambarkan sebagai suatu jumlah proses kerja waktu yang digunakan dalam setiap item atau
proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti :
target produksi, faktor sosial, dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kuantitas output kerusakan produk, penolakan
produk atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah causal
factor. 2 Uji psikomotor Psychomotor test
Metode ini melibatkan fungsi persepsi, interpretasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang digunakan dengan
pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi yaitu jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai pada suatu saat kesadaran
atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau
goyangan badan. Terjadinya pemajangan waktu reaksi merupakan petunjuk adanya perlambatan pada proses faal syaraf
dan otot. 22
commit to user 2
Setyawati 2011 melaporkan, dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada
stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. Alat ukur
waktu reaksi yang telah berkembang di Indonesia biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.
Menurut Tim Hiperkes 2004, tingkat kelelahan kerja dapat diklasifikasikan berdasarkan waktu reaksi yang diukur
dengan reaction timer yaitu : a Normal N dengan waktu reaksi 150,0-240,0 milidetik.
b Kelelahan Kerja Ringan KKR dengan waktu reaksi 240,0 - 410,0 milidetik.
c Kelelahan Kerja Sedang KKS dengan waktu reaksi 410,0 - 580,0 milidetik.
d Kelelahan Kerja Berat KKB dengan waktu reaksi 580,0 milidetik.
3 Uji hilangnya kelipatan Flicker fusion test Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja
untuk melihat kelipatan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua
kelipatan. Uji kelipatan di samping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.
commit to user 2
4 Pengukuran kelelahan secara subyektif Subjective feelings of fatigue
Subjective Self Rating Test merupakan salah satu kuesioner yang dapat untuk mengukur tingkat kelelahan
subjektif. Pengukuran kelelahan dengan kuesioner subjektif dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan kelelahan
individu dalam kerja yang cukup banyak atau kelompok sampel yang dapat merepresentasikan populasi secara keseluruhan.
Adapun klasifikasi tingkat kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu yaitu :
Tabel 2. Klasifikasi tingkat kelelahan subjektif berdasarkan total skor individu
Tingkat Kelelahan
Total Skor Individu
Klasifikasi Kelelahan
Tindakan Perbaikan
1 30 – 52
Rendah Belum diperlukan
adanya tindakan
perbaikan. 2
53 – 75 Sedang
Mungkin diperlukan
tindakan dikemudian hari
3 76 – 98
Tinggi Diperlukan
tindakan segera 4
99 – 120 Sangat
tinggi Diperlukan
tindakan menyeluruh
sesegera mungkin
Sumber : Tarwaka, 2010 24
commit to user 2
3. Alat Pelindung Telinga Menurut Tarwaka 2008, Alat Pelindung Diri APD
merupakan seperangkat alat keselamatan yang digunakan oleh pekerja untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuhnya dari kemungkinan
adanya pemaparan potensi bahaya lingkungan kerja terhadap kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Secara teknis alat pelindung diri tidaklah dapat
melindungi tubuh secara sempurna terhadap paparan potensi bahaya. Alat Pelindung Diri APD merupakan sarana pengendalian yang digunakan
untuk jangka pendek dan bersifat sementara manakala sistem pengendalian yang permanen belum dapat diimplementasikan. APD
merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko di tempat kerja. Hal ini disebabkan oleh :
a. APD tidak menghilangkan resiko bahaya yang ada, tetapi hanya membatasi antara terpaparnya tubuh dengan potensi bahaya yang
diterima. b. Penggunaan APD dirasa tidak nyaman, karena kekurangleluasaan
gerak pada waktu bekerja dan dirasakan adanya beban tambahan karena harus dipakai selama bekerja.
Fungsi alat pelindung telinga adalah menurunkan tingkat kebisingan yang mencapai alat pendengar. Ada dua jenis alat pelindung
telinga yaitu : 25
commit to user 2
a. Sumbat Telinga ear plug Sumbat telinga yang paling sederhana terbuat dari kapas
yang dicelupkan dalam lilin yang terbuat dari bahan sintetis. Sumbat telinga ini dapat menurunkan intensitas kebisingan sebesar 25 dBA
sampai 30 dBA. Kapas telinga tidak dapat digunakan sebagai sumbat telinga karena tidak efektif Anizar, 2009.
Ear plug dapat terbuat dari kapas, plastik, karet alami dan bahan sintetis. Untuk ear plug yang terbuat dari kapas, spon dan
malam wax hanya bisa digunakan untuk sekali pakai disposable. Sedangkan yang terbuat dari bahan karet dan plastik yang dicetak
molded rubberplastic dapat digunakan berulang kali non disposable Tarwaka, 2008.
Keuntungan pemakaian ear plug adalah ukuran kecil sehingga mudah dibawa, pada tempat kerja yang panas lebih
nyaman, tidak membatasi gerakan kepala, lebih murah daripada ear muff dan lebih mudah dipakai bersama dengan kacamata dan helm.
Kerugian pemakaian ear plug adalah besarnya pengurangan terhadap bising attenuation lebih kecil, memasang harus secara tepat sekali
sukar, sukar mengontrol, dan saluran telinga mudah terkena infeksi Sigit, 2008.
b. Penutup Telinga ear muff Penutup telinga lebih baik dari pada penyumbat telinga,
karena selain menghalangi hambatan suara melalui udara, juga 26
commit to user 2
menghambat hantaran melalui tulang tengkorak. Penutup telinga dapat mengurangi intensitas kebisingan sebesar 30 dBA sampai 40
dBA Anizar, 2009. Alat pelindung jenis ini terdiri dari dua buah tutup telinga
dan sebuah headband. Isi dari tutup telinga dapat berupa cairan atau busa yang berfungsi untuk menyerap suara frekuensi tinggi. Pada
pemakaian yang cukup lama, efektivitas ear muff dapat menurun karena bantalannya mengeras dan mengerut sebagai akibat reaksi
dari bantalan dengan minyak dan keringat. Alat ini juga dapat melindungi bagian luar telinga dari benturan benda keras atau
percikan bahan kimia Tarwaka, 2008. Keuntungan
pemakaian ear
muff adalah
besarnya pengurangan attenuation terhadap bising umumnya maksimum,
performance baik, lebih stabil untuk pemakaian lama, lebih mudah diterima oleh tenaga kerja stadium permulaan, dapat dipakai saat ada
infeksi atau iritasi telinga, tidak mudah hilang, mudah memonitor pemakaian dari jarak jauh. Sedangkan kerugian ear muff adalah
harganya lebih mahal, tekanan yang ketat ke kepala dapat mengurangi kenyamanan, agak berat dan panas, tidak efektif dipakai
dengan kacamata atau topi keras, dapat menyebabkan radang atau infeksi kulit jika tidak dibersihkan secara memadai, sulit disimpan
dan kemampuan pelemahan suara menjadi berkurang jika bantalan 27
commit to user 2
menjadi keras atau retak, kehilangan fluida dan ketegangan pita mengendor Sasongko dkk, 2000.
4. Hubungan Bising dengan Kelelahan Kerja Mekanisme kebisingan terhadap kelelahan kerja dimulai dengan
gelombang suara yang datang dari luar ditangkap oleh daun telinga kemudian suara melewati liang telinga dan liang telinga ini akan
memperkeras suara dengan frekuensi sekitar 3.000 Hz dengan cara resonansi. Suara kemudian diterima oleh gendang telinga membran
timpani, sebagian suara dipantulkan dan sebagian diteruskan ke tulang- tulang pendengaran dan akhirnya menggerakkan stapes yang
mengakibatkan terjadinya gelombang pada perilympa. Telinga tengah merupakan satu kesatuan sistem penguat bunyi yang diteruskan oleh
gendang telinga. Penguat oleh sistem penguat tengah adalah sebesar 30 dB yang diperoleh akibat perbedaan penampang gendang telinga dengan
telinga lonjong. Gelombang pada perilympa pada scala media selanjutnya terus ke helicoterma scala tympani dan menggerakkan
foramen rotudum untuk membuang getaran ke telinga tengah akibat gelombang pada perilympa dan endollympha ini terjadi gelombang pada
membrane basalis yang mengakibatkan sel rambut pada organ corti mengenai membrane tectoria sampai membengkok dan terjadi potensi
listrik yang diteruskan sebagai rangsangan syaraf ke daerah penerima rangsangan pendengaran primer auditorius primer yang terletak pada
gyrus temporalis transverses gyrus heschi Ganong, 1992. 28
commit to user 2
Suara yang terlalu bising dan berlangsung lama dapat menimbulkan stimuli darah di sekitar area penerimaan pendengaran
primer yang akan menyebabkan sensasi gemuruh dan berdenging. Timbulnya sensasi suara ini akan menimbulkan stimulasi nucleus
ventralateralis thalamus yang akan menimbulkan inhibisi impuls dari kumparan otot muscle spindle dengan kata lain akan menggerakkan
atau menguatkan sistem inhibisi atau penghambat yang ada pada thalamus Chusid, 1992.
Kelelahan adalah reaksi fungsional pusat kesadaran yaitu otak cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonis yaitu sistem
penghambat inhibisi dan sistem penggerak aktivasi yang keduanya berada dalam susunan syaraf pusat. Sistem penghambat bekerja pada
thalamus yang mampu menurunkan kemampuan manusia bereaksi dan menyebabkan kecenderungan untuk tidur. Adapun sistem penggerak
terdapat dalam formatio retikularis yang dapat merangsang pusat-pusat vegetatif untuk konversi ergotropis dari organ-organ dalam tubuh ke
arah kegiatan bekerja, berkelahi dan melarikan diri. Apabila sistem aktivasi lebih kuat maka seseorang dalam keadaan segar untuk bekerja.
Sebaliknya manakala sistem penghambat berada pada posisi yang kuat dari pada sistem aktivasi maka seseorang berada dalam keadaan lelah
Harwanto, 2004. Kelelahan diatur oleh sentral dari otak. Pada susunan syaraf
pusat, terdapat sistem aktivasi dan inhibisi. Kedua sistem ini saling 29
commit to user 2
mengimbangi tetapi kadang-kadang salah satu daripadanya lebih dominan sesuai dengan kebutuhan. Sistem aktivasi bersifat simpatis,
sedang inhibisi adalah parasimpatis. Agar tenaga kerja berada dalam keserasian dan keseimbangan, kedua sistem tersebut berada pada kondisi
yang memberikan stabilitas pada tubuh Suma’mur, 2009. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya
kelelahan kerja bermacam-macam mulai dari faktor lingkungan kerja tidak memadai untuk bekerja sampai kepada masalah psikososial yang
dapat berpengaruh kepada lingkungan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya
kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja Setyawati, 2011. 30
commit to user 2
B. Kerangka Pemikiran