2.5 PEMAPARAN KASUS
Mengingat kembali kasus yang pernah terjadi di dunia maya yang membuat gempar semua masyarakat Indonesia yaitu, kasus yang dialami oleh
Ibu Prita Mulyasari yang dituduh telah mencemarkan nama baik sebuah rumah sakit di Jakarta yaitu rumah sakit OMNI Internasional. Yang kemudian
dihadapkan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika.
Telah menimbulkan suatu suasana disharmoni, dimana rasa keadilan masyarakat kemudian terusik akibat adanya praktik ketidakadilan dalam
penegakan hukum atas kaasus yang dialami oleh, Prita Mulyasari terhadap Rumah Sakit OMNI Internasional yang dituangkan dalam E-Mail, yang
dianggap telah mencemarkan nama baik RS OMI Internasional
15
. Kasus ini bermula dari surat elektronik Prita pada 7 Agustus 2008.
Yang mana dalam sosial media Prita mengirimkan Email berisi keluhannya ketika dirawat di Omni. Surat yang semula hanya ditujukan ke beberapa
temannya itu ternyata beredar ke berbagai milis dan forum di Internet, dan diketahui oleh manajemen Rumah Sakit Omni. PT Sarana Mediatama
Internasional, pengelola rumah sakit lalu merespon dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke milis dan memasang iklan di harian nasional.
Belakangan, PT Sarana juga menggugat Prita, baik secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkara gugatan perdata nomor 300PDG62008PN-TNG. Prita, dibidik oleh jaksa penuntut umum
15
Log, op., cit., hal 106.
dengan tiga dakwaan alternatif. Pertama, penuntut umum menjerat dengan Pasal 45 ayat 1 jo Pasal 27 ayat 3 UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik. Sementara dakwaan kedua dan ketiga, penuntut umum menjerat dengan Pasal 310 ayat 2 dan pasal 311 ayat 1.
Sebagaimana diketahui, ketiga pasal tersebut dirancang untuk menjerat bagi pelaku yang diduga melakukan pencemaran nama baik dan penghinaan. Prita
kemudian dituntut oleh penuntut umum yang diketuai oleh jaksa Riyadi selama enam bulan penjara.
Dalam tuntutannya, terdapat hal yang memberatkan. Bahwa perbuatan Prita dengan mengirimkan surat elektronik email kepada 20 alamat dinilai
tidak akan hilang terkecuali dihapus oleh penerima. Alasan kedua, bahwa tidak terjadi kesepakatan untuk berdamai di dalam persidangan meskipun ada
upaya dari pihak Walikota Tangerang Selatan HM Sholeh dengan manajemen RS Omni.
Majelis hakim melihat unsur dalam dakwaan pertama. Untuk unsur setiap orang, dinilai majelis terpenuhi karena Prita diajukan ke
persidangan dalam keadaan sehat. Lalu, unsur dengan sengaja, majelis berpendapat, perbuatan Prita dengan mengirimkan email berbunyi:
” Saya informasikan juga dr H praktek di RSCM juga. Saya tidak mengatakan RSCM
buruk tapi lebih hati-hati dengan perawatan medis dari dokter ini ” adalah
perbuatan yang dikehendaki. Sehingga, majelis berpendapat perbuatan Prita telah tercapai alias terpenuhi. Ketiga, unsur mendistribusikan akses elektronik.
Ketidakpuasan Prita atas pelayanan dan tidak transparansinya dokter yang merawat menjadi pemacu mengirimkan keluhan melalui email kepada
sejumlah temannya. Namun majelis justru mempertanyakan apakah isi dari keluhan email
tersebut berupa muatan pencemaran dengan judul “Penipuan RS Omni Internasional”. Majelis hakim tentu menelaah dengan tidak
sepotong kalimat. “Tapi harus dilihat hubungan hukum terdakwa dengan dr
Hengki dan dr Grace,” ujarnya Arthur. Dalam uraian pertimbangannya, majelis berpendapat Prita mengirimkan email kepada sejumlah temannya
bukan pencemaran, melainkan sebatas kritikan kepada dokter Hengki dan dokter Grace. Setelah berpidah ke RS Bintaro Internasional, hasil deteksi
menyatakan Prita menderita penyakit Gondongan dan menular. karena diagnosis itu Prita dimasukkan ke dalam ruang isolasi. Setelah tiga hari, Prita
kembali ke rumah. Dengan demikian, pernyataan Prita dalam email hanya sebatas kritikan kepada sang dokter. “Kalimat terdakwa merupakan satu cara
agar masyarakat terhindar dan tidak mendapat pelayanan medis dari dokter yang tidak baik. Demikian halnya kalimat terdakwa terhadap dr. Grace adalah
kritikan sebagai customer service ,” ujarnya.
Dengan demikian, menurut pendapat hakim, perbuatan dr Grace dapat dikatakan tidak profesional. Bahkan tidak menghargai hak seorang pasien
yang berharap sembuh dari penyakit. Berdasarkan uraian unsur ketiga, majelis berpendapat bahwa email terdakwa Prita Mulya Sari tidak bermuatan
penghinaan atau p un pencemaran nama baik. “Dalam kalimat tersebut adalah
kritik dan demi kepentingan umum agar masyarakat terhindar dari praktek- praktek dari rumah sakit dan dokter yang tidak memberikan pelayanan medis
yang baik,” ujarnya.
Dalam pertimbangannya, majelis tidak sependapat dengan penuntut umum, bahwa jika terdakwa tidak puas atas pernyataan dokter, pasien dapat
mengadukan dokter bersangkutan ke majelis kehormatan kedokteran. Sebab, sambung Arthur, kasus ini telah menjadi perhatian publik. Namun sayangya,
belum adanya tindakan dari majelis kehormatan kedokteran disiplin. Dalam pertimbangannya, lantaran salah satu unsur dakwan pertama
tidak terpenuhi, maka Prita tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan perta
ma. “Oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan tersebut,” ujarnya.
Sedangkan pada dakwaan kedua dan ketiga, yakni Pasal 310 ayat 2 dan Pasal 311 ayat 1 KUHP, dalam pertimbangan majelis pada pokoknya
sama yakni tindak pidana menyerang kehormatan orang lain dengan tulisan. Sedangkan Dalam Pasal 310 ayat 2 menyerang kehormatan dengan tulisan
dan gambar. Dalam Pasal 310 ayat 3, sambung Arthur, menyebutkan “Tidak termasuk pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas
dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri ”.
Majelis berpendapat
perbuatan terdakwa
semata-mata demi
kepentingan umum. Majelis merujuk pada Pasal 310 ayat 3 KUHP. Sehingga, perbuatan Prita Mulya Sari tidak secara sah dan meyakinkan
sebagaimana dakwaan kedua dan ketiga. “Oleh karena itu terdakwa harus dibebaskan dari kedua dakwaan tersebut,” ujarnya.
Akhirnya, Prita Mulyasari terdakwa dalam kasus pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional, Alam Sutera Tangerang, dapat
menghirup udara bebas. Prita mendengarkan dengan seksama ketika Arthur membacakan putusan. “Menyatakan terdakwa Prita Mulyasari tidak terbukti
secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana pencemaran nama baik. Membebaskan terdakwa Prita Mulyasari
dari dakwaan,” ujar Arthur, di Pengadilan Negeri PN Tangerang
16
.
2.6 PEMBAHASAN