Pesawat tanpa awak UAV Cacat Pada Las

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pesawat tanpa awak UAV

Unmanned Aerial Vehicle Pesawat tanpa awak UAV Unmanned Aerial Vehicle, adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya. Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang. Gambar 2.1. Pesawat tanpa awak Universitas Sumatera Utara

2.2. Desain Struktur pada Pesawat Tanpa Awak

Dalam perancangan pesawat tanpa awak ini, material yang digunakan adalah Aluminium Magnesium Al-Mg dengan perbandingan bahan 96-4, dengan tebal 5 mm. Proses pengecoran dilakukan dengan menggunakan metode sand casting, dimana proses pengecoran sand casting menggunakan cetakan pasir. Dapur yang digunakan,menggunakan tungku sederhana untuk mencairkan batangan Aluminium dan sebagai wadah untuk mencampurkan Magnesium. Adapun spesifikasi data khusus hasil design adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Spesifikasi data No Spesifikasi Karakteristik 1 Aifoil NACA 2412 2 Jenis Wing Straight Wing 3 Panjang Span 1200 mm 4 Lebar Chord 500 mm 5 Propulsion Electrik motor, dua buah 6 Putaran Propeler 4500rpm 7 Jumlah Blade 2 buah 8 Diameter Propeler 200 mm 9 Material Bahan Aluminium Magnesium 10 Jenis Landasan Tanah rata Dalam sebuah Perancangan Pesawat Terbang Tanpa Awak PPTA, terlebih dahulu mendefinisikan misi penerbangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pesawat tersebut. Hal ini Universitas Sumatera Utara harus dilakukan karena tidak ada satu jenis PTTA yang bisa melakukan semua misi yang ada dalam penerbangan. Pesawat terbang tanpa awak dimaksudkan untuk mengemban misi pemantauan udarauntuk melihat objek yanmg diam atau bergerak diatas permukaan tanah. Misi tersebut dilakukan dilakukan diwilayah dengan dukungan insfratruktur yang minim seperti daerah hutan,pegunungan,rawa dan lain-lain dengan misi tersebut, maka PTTA harus merupakan gabungan karakter antara tipe pesawat sport,trainer dan pesawat trainer glider, yaitu berkecepatan rendah,sangat stabil, dapat melayang dan mudah dikendalikan.

2.2.1 Gaya-gaya yang terjadi pada pesawat

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat sering kali disebut sebagai gaya-gaya aerodinamika. Dalam semua kasus aerodinamika, gaya-gaya yang bekerja pada benda berasal hanya dari dua sumber dasar ialah distribusi tekanan dan tegangan geser permukaan benda. Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat Gaya angkat lift Gaya dorong thrust Gaya berat weight Gaya hambat Drag Universitas Sumatera Utara Berikut ini adalah hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebutdalam sebuah penerbangan: 1. Thrust adalah gaya dorong yang dihasilkan oleh baling-baling pesawat. Gaya ini merupakan kebalikan dari gaya tahan Drag. 2. Drag adalah gaya ke belakang ,menarik mundur,dan disebabkan oleh ganguan aliran udara pada sayap,fuselage,dan objek-objek lainnya. Drag kebalikan dari Thrust, dan beraksi kebelakang paralel dengan arah angin relativef relative wind . 3. Weight adalah gaya berat adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri ,weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi.Weight melawan lift gaya angkat dan beraksi vertikal kebawah melalui center of gravity dari pesawat. 4. Lift gaya angkat melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan center of lift dari pesawat. Udara akan mengalir melewati bagian atas sayap dan bagian bawah sayap. Sebenarnya bukan udara yang mengalir melewati sayap pesawat tetapi sayap pesawat lah yang maju menembus udara. Dengan bentuk sayap yang melengkung di atas,maka aliran udara di atas sayap membutuhkan jarak yang lebih panjang dan membuat nya mengalir lebih cepat dibandingkan dengan aliran udara dibawah sayap pesawat. Tekanan dibawah sayap yang lebih besar akan akan mengangkatb sayap pesawat dan disebut gaya angkat lift . Karena itu kecepatan pesawat harus dijaga sesuai dengan rancangan nya. Jika kecepatan nya menurun maka lift nya akan berkurang. Dari riset sebelum nya ivan 2008 maka didapat nilai gaya-gaya pada pesawat sebgai berikut: Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Menghitung Nilai Thrust T

Pesawat bisa terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal dari mesin atau baling-baling pesawat, kemudian dorongan mesin penggerak tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara di bawah dan di atas sayap pesawat. Kecepatan udara di atas sayap akan lenih besar daripada di bawah syapa dikarenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang melalui atas sayap dan di bawah sayap adalah sama. Dorongan inilah yang disebut dengan Thrust. Secara teoritis ,thrust dapat dihitung sebagai berikut : Thrust = Force V ṁ P A V t ṁ t P t A t Dimana : V = kecepatan udara yang masuk V t = kecepatan udara yang dihasilkan ṁ = massa flow rata-rata sebelum masuk per waktu ṁ t = massa flow rata-rata sewaktu keluar per waktu P = tekanan sebelum masuk P t = tekanan ketika keluar A = A t = luas penampang sayap pesawat Dimana luas penampang sayap pesawat tersebut merupakan perkalian antara panjang span dengan lebar chord. Sesuai hasil design maka diperoleh nilai span sebesar 1200 mm dan nilai chord sebesar 500 mm. Berikut ini adalah perhitungan luas penampang sayap pesawat A = span x chord Propulsion Universitas Sumatera Utara = 1,2 m x 0,5 m = 0,6 m 2 Maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mencari massa flow perstuan waktu seperti di bawah ini m 0 = ρ . V 0 .A = 1.161 kgm 3 x 0.6 m 2 x 2.8 ms = 1,95 kgs m t = ρ . V t .A = 1.161 kgm 3 x 0.6 m 2 x 47.18 ms = 32,86 kgs Karena P ≠ P t maka rumus thrust T = m t . V t – m V + P t – P A P t – P = ΔP hukum Bernouli P t + 12 ρ V 2 = Pt + 12 ρ Vt 2 = Konstan Pt- Po = 0.5 x ρ V0 2 - Vt 2 = 0.5 x 1.161 kgm 3 1,95 2 - 32,86 2 = -624,6 Pa kgms 2 T = m t V t - m V + P t -P A T = 32,86 x 47.18 – 1,95 x 2.8 +-624,6 0,6 T = 1550.3348 – 5,46 + - 374,76 T = 1170,1148 N Maka besarnya gaya thrust pada pesawat aeromodeling adalah 1170,1148 N . Universitas Sumatera Utara

2.2.3 Menghitung Nilai Drag D

Drag adalah gaya kebelakang yang menarik mundurdan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi ke belakang paralel dengan arah angin relatif relatif wind . Gaya drag dapat dihitung denag rumus : Dimana : D = Drag Ns Cd = Cofisien Drag ρ = Massa jenis udara kgm 3 V = Kecepatan Pesawat ms A = Luas penampang m 2 Dalam hal ini, jenis airfoil yang digunakan adalah NACA 2412 yang memiliki angel of attack A A sebesar 15 untuk sudut maksimum dan 0 untuk sudut minimum dengan nilai koefisien drag untuk masin-masing sebesar 0,0237 dan 0,0067. Untuk lebih jelasnya, perhitungan nilai drag dapat dilihat sebagai berikut :  Untuk A A = 15 dengan nilai Cd = 0,0237 = 18.3745 Ns Universitas Sumatera Utara  Untuk A A = 0 dengan nilai Cd = 0.0067 = 4.96 Ns Setelah diperoleh nilai drag dari sayap,maka selanjutnya di hitung nilai drag yang terjadi pada fuselage pesawat aeromodeling. Menurut hasil pemilihan design fuselage, maka fuselage yang dipilih adalahtipe 8 dengan koefisien drag 0,458 untuk lebih jelas dapat ditunjukkan oleh gambar berikut. Gambar 2.3 Aircraft Design Maka perhitungan nilai drag untuk fuselage dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Cd = 0,458 Universitas Sumatera Utara Dimana : D = Drag Ns Cd = Coefisien Drag fuselage ρ = Massa jenis udara kgm 3 V = Kecepatan pesawat ms A = Luas penampang fuselage m 3 A= π r 2 , dimana r = 125 mm = 0.125 m A= 3,14 x 0,125 2 A = 0,4906 m 2 D fuselage = 6,2348 Ns Maka nilai drag total yang terjadi pada pesawat dapat dihitung dengan rumus : D total = D sayap + D fuselage D total = 18.3745 + 6,2348 D total = 24.6093 Ns

2.2.4 Menghitung Nilai LIFT L

Lift gaya angkat adalah gaya yang dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift dari sayap. Besarnya gaya lift dapat dihitung sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Dimana : L = Lift Ns Cl = Coefisien Lift ρ = Massa jenis udara kgm 3 V = Kecepatan Pesawat ms A = Luas penampang sayap m 2 Sama seperti perhitungan drag, perhitungan lift pada airfoil NACA 2412 juga memerlukan nilai A A maksimum dan minimum yaitu sebesar 15 dan 0 dengan coefisien lift masing-masing sebesar 1,005 dan 0,216. Untuk lebih jelasnya, perhitungan lift maksimum dan minimum dapat dilihat sebagai berikut :  Untuk A A = 15 dengan nilai Cl = 1,506 L max = = 1167.60 Ns  Untuk A A = 0 dengan nilai Cl = 0,265 L min = = 205.45 Ns

2.2.5 Menghitung Weight W

Universitas Sumatera Utara Weight gaya berat adalah gaya yang menarik pesawat ke bawahkarena gaya gravitasi. Weight melawan lift gaya angkat dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gavity dari pesawat. Dalam hal ini massa pesawat aeromodeling adalah sebesar 27 kg. Berat = 27 kg W = 27 x 9,8 W =264,6 N Dan data 4 gaya yang diperoleh adalah: T = 1170,1148 N D = 24.6093 N T ˃ D L = 1167.60 N L ˃ W W = 264,6 N Dari data hasil perhitungan di atas diperoleh bahwa nilai Thrust T lebih besar dari pada nilai drag D dan nilai Lift L lebih besar dari pada berat pesawat sehingga disimpilkan secara teori perancangan pesawat aeromodeling memenuhi syarat untuk dapat terbang.

2.2.6 Airfoil

Airfoil atau aerofoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu aliran fluida akan memproduksi gaya angkat lift lebih besar dari gaya hambat drag. Pada airfoil terdapat bagian-bagian seperti berikut: a Leading Edge adalah bagaian yang paling depan dari sebuah airfoil b Trailing Edge adalah bagaian yang paling belakang dari sebuah airfoil Universitas Sumatera Utara c Chambar line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan permukaan bawah dari airfoil mean chambar line d Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan trailing edge. e Chord c adalah jarak antara leading edge dengan trailing edge f Maksimum chamber zc adalah jarak maksimum antara mean chamber line dan chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk persentase chord. g Maksimum thickness tmax adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegal lurus terhadap chord line. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4. Gambar 2.4 Sudut Serang dan nomenklatur airfoil Sudut serang adalah sudut yang dibentuk oleh tali busur sebuah airfoil dan arah aliran udara yang melewatinya relative wind . Biasanya diberi tanda α alpha. Untuk airfoil simetris, besar lift yang dihasilkan akan nol, bila sudut serang nol sedang pada airfoil tidak simetris sekalipun sudut serang nol tetapi gaya angkat telah timbul. Gaya angkat menjadi nol bila airfoil Universitas Sumatera Utara tidak simetris membentuk sudut negatif terhadap aliran udara. Sudut serang diamana gaya angkat sebesar nol ini disebut zero angle lift. 2.3. Proses Pengecoran Proses pengecoran akan dihasilkan Aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah Aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya Tembaga, Magnesium, Mangan, Nikel, Silikon dan sebagainya. Pada desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Untuk membuat cetakan, dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebalnya irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan- keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Karena kualitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, maka penentuannya memerlukan pertimbangan yang teliti. Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan. Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladle, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari: cawan tuang, saluran turun, pengalir, dan saluran masuk.

2.4 Aluminium

2.4.1 Paduan Aluminium

Universitas Sumatera Utara Paduan aluminium merupakan material utama yang saat ini digunakan dibanyak industri. Aluminium dipilih karena memiliki sifat ringan dan kekuatannya dapat dibentuk dengan cara dipadu dengan unsur lain. Permasalahan yang dihadapi adalah pemilihan jenis unsur apa yang akan dipadu dengan aluminium untuk mendapatkan karakteristik material yang dibutuhkan. Paduan logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi terhadap korosi. Dan merupakan konduktor listrik yang sangat baik. Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu: 1. Berdasarkan pembuatan,klasifikasi paduan cor dan paduan tempa. 2. Berdasarkan perlakuan panas 3. Berdasarkan unsur-unsur paduan. Aluminium murni mempunyai sifat lunak dan kurang kuat terhadap gesekan. Berat Jenis Alumunium murni 2643 kgm 3 sedangkan titik cair aluminium 660 o C. Kekerasan permukaan aluminium murni 17 BHN sedangkan kekuatan tarik maksimum adalah 4,9 kgm 2 . Untuk memperbaiki sifat mekanis aluminium dilakukan dengan memadukan dengan unsur-unsur lain seperti tembaga, silisium, magnesium, mangan, dan nikel. Padauan aluminium ini memiliki beberapa keunggulan misainya Al-Si, Al-Cu-Si digunakan untuk bagian mesin, Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Ni-Mg digunakan untuk bagian mesin yang tahan panas, sedangkan Al-Mg untuk bagian yang tahan korosi. Secara historis, pengembangan praktek pengecoran untuk Aluminium dan paduannya merupakan prestasi yang relatif baru. Paduan Aluminium tidak tersedia dalam jumlah yang substansial untuk pengecoran tujuan hingga lama. Setelah penemuan pada tahun 1886 dari proses elektrolitik pengurangan Aluminium oksida oleh Charles Martin Hall di Amerika Serikat dan Paul Heroult di Perancis. Meskipun penemuan Hall disediakan Aluminium dengan biaya sangat Universitas Sumatera Utara kecil, nilai penuh dariAluminium sebagai bahan pengecoran tidak didirikan sampai paduan cocok untuk proses pengecoran yang sedang berkembang. Sejak sekitar 1915, kombinasi keadaan-secara bertahap mengurangi biaya, perluasan transportasi udara, pengembangan pengecoran paduan spesifik, sifat yang lebih baik, dan dorongan yang diberikan oleh dua perang dunia telah mengakibatkan penggunaan terus meningkat dari Aluminium coran. Aluminium dan Magnesium paduan coran, logam ringan, yang membuat langkah-langkah cepat ke arah penggunaan teknik yang lebih luas. Pada paduan Aluminium-Silisium dengan kandungan silisium 2 mempunyai sifat mampu cor baik, tetapi mempunyai sifat mekanis buruk hal ini disebabkan karena memiliki struktur butiran silisium yang besar, untuk memperbaiki sifat mekanik bahan dilakukan dengan menambahkan Mg, Cu atau Mn dan dilakukan proses perlakuan panas. Paduan Aluminium dengan kandungan Si 7 - 9 dan Mg 0,3 - 1,7 dikeraskan dengan presipitasi, dimana akan terjadi presipitasi Mg2Si dan memiliki sifat mekanis yang sangat baik. Paduan Aluminium yang mengandung magnesium sekitar 4 - 10 mempunyai sifat yang baik terhadap korosi, memiliki tegangan tarik 30 kgmm2 dan sifat mulur diatas 12 . Paduan Aluminium-Tembaga dan Aluminium-Magnesium merupakan paduan aluminium yang sangat baik jika diberikan proses perlakuan panas. 2.4.2 Paduan Aluminium-Magnesium Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada Aluminium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus. Universitas Sumatera Utara Keberadaan Magnesium hingga 15,35 dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660 o C hingga 450 o C. Namun, hal ini tidak menjadikan Aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60 o C. Keberadaan Magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Gambar diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 2.5. Gambar 2.5Diagram fasa Paduan Al-Mg, temperatur vs persentase Mg

2.5. Pengelasan

Pengelasan welding adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue. Universitas Sumatera Utara Definisi pengelasan menurut DIN Deutsche Industrie Normen adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan filler material. Teknik pengelasan secara sederhana telah diketemukan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Setelah energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesatnya sehingga menjadi sesuatu teknik penyambungan yang mutakhir. Hingga saat ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan. Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting.Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konsturksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia. Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

2.5.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara Universitas Sumatera Utara konvensional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur. Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu: 1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. 2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu. 3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair. Klasifikasi cara pengelasan dapat dilihat pada Gambar 2.6. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.6 Klasifikasi pengelasan.

2.5.2 Las Oxy-Acetylene

Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas acetylene melalui pembakaran C 2 H 2 dengan gas O 2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Pengelasan dengan gas dilakukan dengan membakar bahan bakar gas yang dicampur dengan oksigen O 2 sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu tinggi3000 o C yang mampu mencairkan logam induk dan logam pengisinya. Jenis bahan bakar gas yang digunakan adalah Universitas Sumatera Utara acetylene, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini dinamakan las oxy-acetylene atau dikenal dengan nama las karbit. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada gambar 2.7. Gambar 2.7 Tabung oksigen dan acetylene. Nyala acetylene diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan acetylene yang digunakan untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi. Oksigen diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan udara. Oksigen komersil umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen dipisahkan dari nitrogen. Oksigen ini disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa.Gas asetilen C 2 H 2 dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan air.Gelembung- gelembung gas naik dan endapan yang terjadi adalah kapur tohor. Reaksi yang terjadi dalam tabung asetilen adalah: 2C 2 H 2 + 5O 2 4CO 2 + H 2 Universitas Sumatera Utara Karbida kalsium keras, mirip batu, berwarna kelabu dan terbentuk sebagai hasil reaksi antara kalsium dan batu bara dalam dapur listrik. Hasil reaksi ini kemudian digerus, dipilih dan disimpan dalam drum baja yang tertutup rapat. Gas acetylene dapat diperoleh dari generator acetylene yang menghasilkan gas acetylene dengan mencampurkan karbid dengan air atau kini dapat dibeli dalam tabung-tabung gas siap pakai.Agar aman tekanan gas asetilen dalam tabung tidak boleh melebihi 100 KPa, dan disimpan tercampur dengan aseton.Tabung acetylene diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas acetylene. Tabung jenis ini mampu menampung gas acetylene bertekanan sampai 1,7 MPa. Nyala hasil pembakaran dalam las oxy-acetylene dapat berubah bergantung pada perbandingan antara gas oksigen dan gas acetylene nya. Ada tiga macam nyala api dalam las oxy-acetylene seperti ditunjukkan pada gambar di bawah: 1. Nyala acetylene lebih Nyala karburasi Bila terlalu banyak perbandingan gas acetylene yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan acetylene. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar 2.8 merupakan gambar nyala karburasi. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.8 Nyala karburasi. 2. Nyala oksigen lebih Nyala oksidasi Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya.Gambar 2.9 merupakan gambar nyala oksidasi. Gambar 2.9 Nyala oksidasi. 3. Nyala netral Universitas Sumatera Utara Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan acetylene sekitar satu.Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening.Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara.Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500 o C tercapai pada ujung nyala kerucut.Gambar 2.10 merupakan gambar nyala netral. Gambar 2.10 Nyala netral. Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala acetylene berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja.Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000 o C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500 o C. Pada posisi pengelasan dengan oxy-acetylene arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu: 1. Pengelasan di bawah tangan Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar brander terletak diantara 60° dan kawat pengisi filler rod dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan Universitas Sumatera Utara jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan.Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus. 2. Pengelasan mendatar horizontal Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar. 3. Pengelasan tegak vertikal Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°. 4. Pengelasan di atas kepala over head Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°. 5. Pengelasan dengan arah ke kiri maju Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas. Universitas Sumatera Utara 6. Pengelasan dengan arah ke kanan mundur Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas. Keuntungan dan kegunaan pengelasan oxy-acetylene sangat banyak, antara lain: 1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimalsedikit. 2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari. 3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di bengkel- bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana. 4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan. 2.6.Pengelasan Pada Aluminium 2.6.1 Aluminium dan Paduannya Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik.Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan.Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat Universitas Sumatera Utara dipercaya.Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang. Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu jenis Al murni, Al-Cu, Al-Mn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn.

2.6.2 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Magnesium

Jenis paduan ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu-lasnya.Paduan Al-Mg banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair dan oksigen cair.

2.6.3 Ketangguhan Logam Las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen da gas-gas lain. Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh unsur lain yang diserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las. Universitas Sumatera Utara Didalam daerah pegaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal yang terjadi sangat kompleks sehingga ketangguhannyapun semakin komplek.

2.6.4 Sifat Mampu Las

Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah: 1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja. 2. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium AlO 3 yang mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang. 3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas. 4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen. 5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya. 6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes. Universitas Sumatera Utara Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik lagi.

2.7 Cacat Pada Las

Cacat las defect weld adalah suatu keadaan hasil pengelasan dimana terjadi penurunan kualitas dari hasil lasan. Kualitas hasil lasan yang dimaksud adalah berupa turunnya kekuatan dibandingkan dengan kekuatan bahan dasar base metal, tidak baiknya performa tampilan dari suatu hasil las atau dapat juga berupa terlalu tingginya kekuatan hasil lasan sehingga tidak sesuai dengan tuntutan kekuatan suatu konstruksi. Terjadinya cacat las ini akan mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan dan mengarah pada turunnya tingkat keselamatan kerja, baik keselamatan alat, pekerja, lingkungan dan perusahaan. Di samping itu juga secara ekonomi akan mengakibatkan melonjaknya biaya produksi dan akan mengakibatkan kerugian. Menurut American Socety Mechanical Engineers ASME , penyebab cacat lasan dapat dibagi menjadi beberapa faktor antara lain : · 1. Kurang mendukungnya lokasi pengerjaan · 2. Kesalahan operator · 3. Kesalahan teknik pengelasan · 4. Kesalahan material. Jenis Cacat Permukaan Las: 1. Lubang Jarum Pin Hole Universitas Sumatera Utara Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan. Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100 di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli.Cacat lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.11. Gambar 2.11 Lubang jarum. 2. Percikan Las Spatter Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan. Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk.Cacat percikan las ditunjukkan pada gambar 2.12. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.12 Percikan las. 3. Retak Crack Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar. Akibat: Fatal. Penanggulangan: Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging dikikis 100 kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti.Cacat retak ditunjukkan pada gambar 2.13. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.13 Retak. 4. Keropos Porosity Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar. Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan. Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS.Cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.14. Gambar 2.14 Keropos. 5. Muka Cekung Concavity Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektroda terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar. Universitas Sumatera Utara Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser. Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat reinforcement. Cacat muka cekung ditunjukkan pada gambar 2.15. Gambar 2.15 Muka cekung. 6. Longsor Pinggir Undercut Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan. Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.Undercut yang tajam seperti takik, dilarang harus segera diperbaiki karena dapat menyebabkan keretakan notch.Cacat longsor pinggir ditunjukkan pada gambar 2.16. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.16 Longsor Pinggir. 7. Penguat berlebihan Excessive Reinforcement Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin. Akibat: Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji ultrasonik proba sudut angle probe, jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir. Penanggulangan: Gounging 100 dan dilas ulang sesuai WPS. Welder diperingatkan.Cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.17. Gambar 2.17 Penguat berlebihan. Universitas Sumatera Utara 8. Jalur Terlalu Lebar Wide Bead Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las. Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir.Cacat jalur terlalu lebar ditunjukkan pada gambar 2.18. Gambar 2.18 Jalur terlalu lebar. 9. Tinggi Rendah High Low Sebab: Penyetelan tidak benar. Akibat: Sambungan diapkir. Penanggulangan: Gouging 100, disetel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder diperingatkan.Cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.19. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.19 Tinggi rendah. 10. Lapis Dingin Cold Lap Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan sway tidak tetap consistent. Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan. Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.20. Gambar 2.20 Lapis dingin. Universitas Sumatera Utara 11. Penetrasi Tidak Sempurna Incomplete Penetration Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam sempit dan lebar tidak beraturan, ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar. Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak. Penanggulangan: Gouging 100 pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.21. Gambar 2.21 Penetrasi tidak sempurna. 12. Penetrasi Berlebihan Excessive Penetration Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq bola pembersih dalam pipa. Universitas Sumatera Utara Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.22. Gambar 2.22 Penetrasi berlebihan. 13. Retak Akar Root Crack Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq bola pembersih dalam pipa. Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.Cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.23. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.23 Retak akar. 14. Terbakar Tembus Blow Hole Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun. Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat. Penanggulangan: Gouging 100 di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS.Cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.24. Gambar 2.24 Terbakar tembus. 15. Longsor Pinggir Akar Root Undercut Universitas Sumatera Utara Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar. Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik notch. Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100 dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.25. Gambar 2.25 Longsor pinggir akar. 16. Akar Cekung Root Concavity Such Up Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya khususnya pada GTAW, kecepatan las akar terlalu tinggi. Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan. Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100 dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.26. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.26 Akar cekung. 17. Stop Start A Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat: Tampak buruk. Penanggulangan: Cukup disesuaikan dengan sekitarnya.Cacat stop start A ditunjukkan pada gambar 2.27. Gambar 2.27 Stop start A. 18. Stop start B Sebab: Penggantian elektrode terlalu maju. Universitas Sumatera Utara Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi underfill yang berpotensi retak. Penanggulangan: Bersihkan bagian yang underfill.Cacat stop start B ditunjukkan pada gambar 2.28. Gambar 2.28 Stop start B. Cacat las dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni: 1. Kelompok cacat visual Yakni cacat yang tampak di permukaan las, seperti : spatters percikan las,pin hole lubang jarum, porosity gelembung gaskeropos, convacity cekung, crack retak memanjang atau melintang, cold lap lapis dingin, undercut longsor pinggir baik yang bertegangan rendah maupun tinggi notch,excessive reinforcement terlalu menonjol, wide bead terlalu lebar, high low tinggi rendahsalah penyetelan, stop start salah sewaktu mengganti elektrode. 2. Kelompok cacat non visual Yakni cacat yang terdapat di permukaan namun tidak tampak karena berada pada akar las, seperti :porosity, convacity, undercut, crack, excessive penetration tembusan berlebihan, incomplete penetration tidak ada tembusan, blow hole terbakar tembus. Universitas Sumatera Utara 3. Kelompok cacat internal Yakni cacat yang terdapat di dalam bahan las yang baru dapat dideteksi dengan menggunakan teknik uji tanpa merusak seperti : radiografi, ultrasonik maupun magnetik partikel, seperti : slag inclusion inklusi terak, porosity, slag lines jajaran terak atau wagon track jejak gerobak, crack, worm metal inklusi tungsten logam berat, incomplete fussion fusi tidak sempurna, cold lap.

2.8. Kampuh Las

Dokumen yang terkait

Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las dan Foto Mikro dari Material Aluminium-Magnesium pada Sayap Pesawat Tanpa Awak

3 47 107

Pengaruh Ketangguhan Sambungan Las Pada Material Aluminium-Magnesium Terhadap Beban Impak Dengan Variasi Sudut Kampuh V 60 Derajat dan 90 Derajat

2 35 88

Analisa Data Dan Titik Berat Sayap Pada Pesawat Tanpa Awak Dan Pengujian Impak Dengan Material Aluminium – Magnesium (96%-4%)

2 65 84

ANALISA PENGARUH FILLER METAL ZINC TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN BEDA MATERIAL PADA LAS TITIK ANTARA Analisa Pengaruh Filler Metal Zinc Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Beda Material Pada Las Titik Antara Baja Tahan Karat Dan Aluminium.

0 3 19

PENGARUH DESAIN SAMBUNGAN LAS SPOT WELDING TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN PADA Pengaruh Desain Sambungan Las Spot Welding Terhadap Kekuatan Sambungan Pada Material Mild Steel.

0 1 20

NASKAH PUBLIKASI Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 2 26

TUGAS AKHIR Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 3 15

PENDAHULUAN Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 5 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las dan Foto Mikro dari Material Aluminium-Magnesium pada Sayap Pesawat Tanpa Awak

0 0 45

PENGARUH KETANGGUHAN SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL ALUMINIUM-MAGNESIUM TERHADAP BEBAN IMPAK DENGAN VARIASI SUDUT KAMPUH V 60

0 0 12