Pengaruh Sambungan Las pada Material Aluminium-Magnesium pada Body Pesawat Tanpa Awak Terhadap Beban Impak dan Cacat Las

(1)

PENGARUH SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL

ALUMINIUM-MAGNESIUM PADA BODY PESAWAT TANPA AWAK TERHADAP

BEBAN IMPAK DAN CACAT LAS

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi

Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DAHLAN TANJUNG NIM.080401015

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini dilaksanakan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini juga penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dan bantuan ini, penulis sangat sulit untuk dapat menyelesaikan skripsi ini mulai dari awal hingga selesainya skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr.ing.ir. Ikhwansyah Isranuri selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

3. Ayahanda Kristoffer Tanjung dan Ibunda Rusliana Napitupulu yang telah memberikan dorongan selama menempuh pendidikan terutama dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Abang saya Reymon W Tanjung , James Erikson Tanjung dan adek saya Lusi Astri Tanjung dan Rianawati Tanjung yang telah memberikan dukungan selama ini kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.


(8)

5. Ali Marthin Nainggolan sebagai teman satu tim untuk menyelesaikan skripsi ini. 6. Teman-teman angkatan 2008, yang telah memberikan semangat kepada penulis

dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Adek-adek 2010 yang selalu memberi motivasi.

8. Heryanto Simbolon, Teman seperjuangan yang banyak memberikan nasehat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Kos IIIa, Kampung susuk IV yang telah banyak memberikan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua dan dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu yang didapat selama dibangku kuliah. Apabila terdapat kesalahan dalam penyusunan, sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan penulis mengharapkan masukan dan kritikan yang bersifat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 2013 Penulis


(9)

ABSTRAK

Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan indusri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan unsur pengelasan. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik dengan menggunakan pengelasan Oxy Acetylene Welding (OAW) pada material paduan Aluminium-Magnesium maka dibutuhkan sertifikat bagi pengelas. Batasan masalah pada penelitian ini adalah bahan yang digunakan adalah paduan Aluminim-Magnesium pada body pesawat tanpa awak, Pengelasan menggunakan mesin las Oxy Acetylene Welding, Pengujian yang dilakukan adalah uji impak (impact test) dan uji penetran. Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui nilai impak dan jenis cacat las yang ditemukan setelah dilakukan proses pengelasan pada material body pesawat tanpa awak. Pada pengujian ini menunjukkan bahwa p e n a m b a h a n k a d a r m a g n e s i u m m e m p e n g a r u h i h a s i l l a s a n .


(10)

ABSTRACT

Welding is an integral part of the growth due to an increase in industry- a major role in engineering and repair of metal production . Making it nearly impossible without involving the construction of a factory welding element . Not all metals have good weldability properties . In order to obtain a good quality connection with Oxy Acetylene welding using Welding ( ÖAW ) on - Magnesium Aluminum alloy material is required for the welding certificate . Limitations of this study is the issue on the materials used are Aluminim - Magnesium alloy body drones on , Welding Oxy Acetylene welding use Welding machines , testing is conducted impact test (impact test) and penetrant testing . This research was conducted in order to determine the impact and value types of welding defects found after the welding process on the material body drones . In this test showed that the addition of magnesium levels affect the outcome of the weld .

Keywords : Oxy - Acetylene Welding , impact testing , penetrant testing , Aluminium -


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ………. iii

DAFTAR ISI ……….. v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR NOTASI ………... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang ……….... 1

1.2 Perumusan Masalah ……… 2

1.3 Batasan Masalah ………. 3

1.4 Tujuan Penelitian ……… 3

1.4.1 Tujuan Umum ……….. 3

1.4.2 Tujuan Khusus ……….. 4

1.5 Mamfaat Penelitian ………... 4

1.6 Sistematika penulisan……… 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ………. 6


(12)

2.2 Desain Struktur pada Pesawat Tanpa Awak…... ...7

2.2.1 Gaya-gaya yang terjadi pada pesawat …………... 8

2.2.2 Menghitung Nilai Thrust ( T )………….. ………… 10

2.2.3 Menghitung Nilai Drag ( D)... 13

2.2.4 Menghitung Nilai LIFT ( L)... 16

2.2.5 Menghitung Weight ( W)... 17

2.2.6 Airfoil... ... 18

2.3 Proses Pengecoran... ………... 19

2.4 Aluminium.. ……….. 20

2.4.1 Paduan Aluminium... 20

2.4.2 Paduan Aluminium-Magnesium... 22

2.5 Pengelasan………..24

2.5.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan ……… 25

2.5.2 Las Oxy-Acetylene ………. 27

2.6 Pengelasan Pada Aluminium...…… ... . 33

2.6.1 Aluminium dan Paduannya... . 33

2.6.2 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Magnesium... 34

2.6.3 Ketangguhan Logam Las... 34

2.6.4 Sifat Mampu Las... .. 35


(13)

2.8 Kampuh Las ... 50

2.9 Uji Impak... 53

2.9.1 Pengujian Impak Metode Charphy ……….. 54

2.9.2 Mesin Uji Impak... 55

2.10 Jenis Patahan... 60

2.11 Uji Cacat Las... 62

2.11.1 Metode Non Destructive Test...62

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ……… 66

3.1 Waktu dan Tempat………. ………. 66

3.2 Bahan Dan Alat Penelitian ……… 66

3.2.1 Bahan………. ………... 66

3.2.2 Alat Penelitian……….. 67

3.3 Prosedur Penelitian.. ...………... 72

3.3.1 Prosedur Pengujian Impak……….. 72

3.3.2 Prosedur Pengujian Cacat Las………. 74

3.3.3 Proses Pengelasan Body Pesawat……….. 76

3.3.4 Diagram Alir Penelitian……… 79

BAB 4 ANALISA DATA……. ……….. 80


(14)

4.2 Hasil Pengujian ……….. 80

4.2.1 Hasil Pengujian Impak….. …...………. 80

4.2.2 Hasil Pengujian Cacat Las …...………. 88

4.3 Pengelasan Body Pesawat……… 89

4.4 Proses Finishing……… 93

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ………...………... 94

5.1 Kesimpulan ………. 94

5.2 Saran ……… 95 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Pesawat Tanpa Awak……... 6

Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat.... 9

Gambar 2.3 Aircraft Design... 14

Gambar 2.4 Sudut Serang dan nomenklatur airfoil ………... 19

Gambar 2.5 Diagram fasa Paduan Al-Mg …………... 23

Gambar 2.6 Klasifikasi pengelasan ……….. ... 26

Gambar 2.7 Tabung oksigen dan acetylene ………… ……….. 27

Gambar 2.8 Nyala karburasi ……… …………... 29

Gambar 2.9 Nyala oksidasi ………. ... 30

Gambar 2.10 Nyala netral ………. ………... 30

Gambar 2.11 Lubang jarum ………. ... 37

Gambar 2.12 Percikan las.….. ……….……. 38

Gambar 2.13 Retak ………... ………...……… 39

Gambar 2.14 Keropos.….. ………... 40

Gambar 2.15 Muka cekung ………. …... 40

Gambar 2.16 Longsor Pinggir.…………..………. 41

Gambar 2.17 Penguat berlebihan.……….………... 42

Gambar 2.18 Jalur terlalu lebar ……… 42

Gambar 2.19 Tinggi rendah …….. ………..……….. 43

Gambar 2.20 Lapis dingin ….………...……….... 43


(16)

Gambar 2.22 Penetrasi berlebihan ………. 45

Gambar 2.23 Retak akar.……… …………... 45

Gambar 2.24 Terbakar tembus.……….……... 46

Gambar 2.25 Longsor pinggir akar ……………...……….... 47

Gambar 2.26 Akar cekung ………...………….... 47

Gambar 2.27 Stop start A …………….... 48

Gambar 2.28 Stop start B ……… ………..……….... 48

Gambar 2.29 Jenis sambungan las... Gambar 2.30 Pembebanan metode Charpy dan metode Izod... Gambar 2.31 Mesin Uji Impak Charpy... Gambar 2.32 . Standar ASTM Untuk Pengujian Impak... Gambar 2.33 Jenis-jenis Patahan... Gambar 2.34 Uji Penetran... 52 54 56 57 61 63 Gambar 3.1 Spesimen uji Impak………... 67

Gambar 3.2 Gergaji besi………... 67

Gambar 3.3 Tabung oksigen dan gas acetylene………... 68

Gambar 3.4 Mesin sekrap……….. 69

Gambar 3.5 Alat uji ketangguhan………... 70

Gambar 3.6 Skema pengujian impak………..………... 71

Gambar 3.7 Gerinda tangan ………. 71

Gambar 3.8 Tool …....... 72

Gambar 3.9 Posisi Spesimen pada tumpuan... 73


(17)

Gambar 3.11 Scale………... 74

Gambar 3.12 Spesimen uji penetran ... 75

Gambar 3.13 Cairan develover, Penetran, dan Cleaner……… 75

Gambar 3.14 Body Dan Sayap Pesawat ……….. 76

Gambar 3.15 Pesawat Sebelum Dilas……….. Gambar 3.16 Body Pesawat Setelah Dilas………. Gambar 3.17 Proses Polishing Body Pesawat……….. Gambar 3.18 Hasil Pengelasan Body Pesawat………. . 77 77 78 78 Gambar 3.19 Diagram Alir Penelitian……….. Gambar 4.1 Patahan spesimen ... 79 81 Gambar 4.2 Grafik energy serap E………... 86

Gambar 4.3 Hasil uji pentran ……… 89

Gambar 4.4 body pesawat sebelum dan sesudah pengelasan ... 90


(18)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Spesifikasi data... 7

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Impak ………. 9

Tabel 4.2 Tabel XX Tabel Hasil Impak………. ……… 32


(19)

DAFTAR NOTASI

Ep = Energi Potensial.

Em = Energi Mekanik.

m = Massa Bandul (Kg)

g = Gravitasi (m/s2)

h1 = Ketinggian awal bandul (m)

h2 = Ketinggian akhir bandul (m)

λ = Jarak lengan pengayun (m)

α = Sudut posisi awal pendulum β = Sudut posisi akhir pendulum

A = Luas Penanmpang (mm2)

V0 = kecepatan udara yang masuk

Vt = kecepatan udara yang dihasilkan

ṁ0 = massa flow rata-rata sebelum masuk per waktu

ṁt = massa flow rata-rata sewaktu keluar per waktu

P0 = tekanan sebelum masuk

Pt = tekanan ketika keluar

A0 = At = luas penampang sayap pesawat

D = Drag ( N/s ) Cd = Cofisien Drag

ρ = Massa jenis udara ( kg/m3)


(20)

ABSTRAK

Pengelasan merupakan bagian tak terpisahkan dari pertumbuhan peningkatan indusri karena memegang peranan utama dalam rekayasa dan reparasi produksi logam. Sehingga hampir tidak mungkin pembangunan suatu pabrik tanpa melibatkan unsur pengelasan. Tidak semua logam memiliki sifat mampu las yang baik. Agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik dengan menggunakan pengelasan Oxy Acetylene Welding (OAW) pada material paduan Aluminium-Magnesium maka dibutuhkan sertifikat bagi pengelas. Batasan masalah pada penelitian ini adalah bahan yang digunakan adalah paduan Aluminim-Magnesium pada body pesawat tanpa awak, Pengelasan menggunakan mesin las Oxy Acetylene Welding, Pengujian yang dilakukan adalah uji impak (impact test) dan uji penetran. Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui nilai impak dan jenis cacat las yang ditemukan setelah dilakukan proses pengelasan pada material body pesawat tanpa awak. Pada pengujian ini menunjukkan bahwa p e n a m b a h a n k a d a r m a g n e s i u m m e m p e n g a r u h i h a s i l l a s a n .


(21)

ABSTRACT

Welding is an integral part of the growth due to an increase in industry- a major role in engineering and repair of metal production . Making it nearly impossible without involving the construction of a factory welding element . Not all metals have good weldability properties . In order to obtain a good quality connection with Oxy Acetylene welding using Welding ( ÖAW ) on - Magnesium Aluminum alloy material is required for the welding certificate . Limitations of this study is the issue on the materials used are Aluminim - Magnesium alloy body drones on , Welding Oxy Acetylene welding use Welding machines , testing is conducted impact test (impact test) and penetrant testing . This research was conducted in order to determine the impact and value types of welding defects found after the welding process on the material body drones . In this test showed that the addition of magnesium levels affect the outcome of the weld .

Keywords : Oxy - Acetylene Welding , impact testing , penetrant testing , Aluminium -


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pengembangan teknologi dibidang konstruksi yang semakin maju tidak dapat dipisahkan dari pengelasan karena mempunyai peranan penting dalam rekayasa dan logam.Pembangunan konstruksi dengan logam pada masa sekarang ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya bidang rancang bangun karena sambungan las merupakan salah satu pembuatan sambungan yang secara teknis memerlukan keterampilan yang tinggi bagi pengelas agar diperoleh sambungan dengan kualitas baik.

Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam kostruksi sangat luas meliputi perkapalan, jembatan, rangka baja, bejana tekan, sarana transportasi, rel, pipa saluran dan lain sebagainya.Dalam pekerjaan konstruksi, pengelasan bukan tujuan utamamelainkan sarana untuk mencapai tujuan yang lebih sempurna (baik).

Dalam pengerjaan pengelasan kita harus memperhatikan kesesuaian pada konstruksi las agar tercapai hasil yang maksimal.Untuk itu pengelasan harus diperhatikan beberapa hal yang penting, diantaranya efisiensi pengelasan, penghematan tenaga, penghematan energi, dan tentunya dengan biaya yang murah.

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas, secara umum pengelasan dapat diartikan sebagai suatu ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan saat logam dalam keadaan cair.


(23)

Sambungan las merupakan bagian yang paling rawan terjadi kegagalan pada komponen mesin/konstruksi karena terjadi perubahan sifat material akibat pengaruh panas dan kecenderungan terdapat cacat pengelasan pada sambungan.Pada komponen/konstruksi yang mengalami beban dinamis, hal tersebut merupakan salah satu faktor penentu dalam ketangguhan material.Berbagai upaya dilakukan untuk mengantisipasi kerawanan tersebut seperti pengelasan yang benar sesuai WPS (Welding Procedure Specification).

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang memiliki kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik. Aluminium memiliki

ductility yang bagus pada kondisi dingin dan memiliki daya tahan korosi yang tinggi..Aluminium

dan paduannya memiliki sifat mampu las yang kurang baik.Hal ini disebabkan oleh sifat aluminium itu sendiri seperti konduktivitas panas yang tinggi, koefisien muai yang besar, reaktif dengan udara membentuk lapisan aluminium oxide serta berat jenis dan titik cairnya yang rendah.

1.2Perumusan masalah

Aluminium paduan banyak diaplikasikan pada konstruksi yang sama seperti: bangunan, otomotif , pesawat dan kapal laut. Kekuatan dan ketahanan terhadap korosi dari kedua material tersebut berbeda karena mempunyai sifat metalurgi yang berbeda.

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik melakukan Penelitian menggunakan bahan bermaterial Aluminium-magnesium pada body pesawat tanpa awak yang diberi perlakuan pengelasan dengan menggunakan las oxy-acetylene.Spesimen dilakukan uji impak dan uji penetran (cacat las).


(24)

1.3Batasan masalah

Batasan masalah pada penelitian ini adalah :

1. Bahan yang digunakan adalah paduan Aluminium dan Magnesium pada body pesawat tanpa awak.

2. Jenis las yang digunakan adalah jenis las oxy-acetylene.

3. Pengujian yang dilakukan adalah uji impak dan uji penetran (Cacat Las). 1.4Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai pada penelitian ini adalah : a) Secara umum

Untuk mendapatkan nilai ketangguhan sambungan las pada material aluminium-magnesium pada body pesawat tanpa awak terhadap beban impak dan untuk mengetahui jenis cacat las yang terjadi setelah proses pengelasan.

b) Secara khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah

1. Melakukan proses pembuatan spesimen dan proses pengelasan

2. Memperoleh sifat mekanik menggunakan pengujian Impak dan uji penetran (cacat las) dari spesimen.

3. Untuk mengetahui kwalitas paduan material Al 96%-Mg 4% pada body pesawat tanpa awak.

1.5Mamfaat penelitian


(25)

1. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka pengembangan teknologi khususnya dibidang pengelasan.

2. Bagi akademik dapat menambah pengetahuan tentang hasil penelitian yang telah dilakukan guna referensi penelitian selanjutnya.

3. Bagi industry dapat memberikan mamfaat apabila pada suatu konstruksi yang menggunakan proses pengelasan terutama pada material Aluminium-magnesium.

1.6Sistematika Penulisan

Agar penyusunan skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu: Halaman Judul, Lembar Pengesahan, Abstrak, Kata Pengantar, Daftar Isi, Daftar Gambar, Daftar Tabel, Bab 1 Pendahuluan (pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul skripsi yang telah ditetapkan, tujuan, manfaat, batasan masalah, sistematika penulisan dan metodologi penulisan skripsi), Bab 2 Dasar Teori (pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya berasal dari: buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, e-mail, e-book,

dan e news), Bab 3 Metodologi (pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan

digunakan untuk menyelesaikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat), Bab 4 Analisa Data Dan Pembahasan (pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan), Bab 5 Kesimpulan Dan Saran (pada bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran), Daftar Pustaka, Lampiran.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pesawat tanpa awak UAV (Unmanned Aerial Vehicle)

Pesawat tanpa awak UAV (Unmanned Aerial Vehicle), adalah sebuah mesin terbang yang berfungsi dengan kendali jarak jauh oleh pilot atau mampu mengendalikan dirinya sendiri, menggunakan hukum aerodinamika untuk mengangkat dirinya.

Kontrol pesawat tanpa awak ada dua variasi utama, variasi pertama yaitu dikontrol melalui pengendali jarak jauh dan variasi kedua adalah pesawat yang terbang secara mandiri berdasarkan program yang dimasukan kedalam pesawat sebelum terbang.


(27)

2.2. Desain Struktur pada Pesawat Tanpa Awak

Dalam perancangan pesawat tanpa awak ini, material yang digunakan adalah Aluminium Magnesium (Al-Mg) dengan perbandingan bahan 96%-4%, dengan tebal 5 mm. Proses

pengecoran dilakukan dengan menggunakan metode sand casting, dimana proses pengecoran sand casting menggunakan cetakan pasir. Dapur yang digunakan,menggunakan tungku sederhana untuk mencairkan batangan Aluminium dan sebagai wadah untuk mencampurkan Magnesium.

Adapun spesifikasi data khusus hasil design adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Spesifikasi data

No Spesifikasi Karakteristik

1 Aifoil NACA 2412

2 Jenis Wing Straight Wing

3 Panjang Span 1200 mm

4 Lebar Chord 500 mm

5 Propulsion Electrik motor, dua buah 6 Putaran Propeler 4500rpm

7 Jumlah Blade 2 buah

8 Diameter Propeler 200 mm

9 Material Bahan Aluminium Magnesium 10 Jenis Landasan Tanah rata

Dalam sebuah Perancangan Pesawat Terbang Tanpa Awak (PPTA), terlebih dahulu mendefinisikan misi penerbangan seperti apa yang akan dilakukan oleh pesawat tersebut. Hal ini


(28)

harus dilakukan karena tidak ada satu jenis PTTA yang bisa melakukan semua misi yang ada dalam penerbangan. Pesawat terbang tanpa awak dimaksudkan untuk mengemban misi pemantauan udarauntuk melihat objek yanmg diam atau bergerak diatas permukaan tanah. Misi tersebut dilakukan dilakukan diwilayah dengan dukungan insfratruktur yang minim seperti daerah hutan,pegunungan,rawa dan lain-lain dengan misi tersebut, maka PTTA harus merupakan gabungan karakter antara tipe pesawat sport,trainer dan pesawat trainer glider, yaitu berkecepatan rendah,sangat stabil, dapat melayang dan mudah dikendalikan.

2.2.1 Gaya-gaya yang terjadi pada pesawat

Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat sering kali disebut sebagai gaya-gaya aerodinamika. Dalam semua kasus aerodinamika, gaya-gaya yang bekerja pada benda berasal hanya dari dua sumber dasar ialah distribusi tekanan dan tegangan geser permukaan benda.

Gambar 2.2 Gaya-gaya yang bekerja pada pesawat Gaya angkat (lift)

Gaya dorong (thrust)

Gaya berat (weight) Gaya hambat ( Drag)


(29)

Berikut ini adalah hal-hal yang mendefinisikan gaya-gaya tersebutdalam sebuah penerbangan:

1. Thrust adalah gaya dorong yang dihasilkan oleh baling-baling pesawat. Gaya ini merupakan kebalikan dari gaya tahan (Drag).

2. Drag adalah gaya ke belakang ,menarik mundur,dan disebabkan oleh ganguan aliran udara pada sayap,fuselage,dan objek-objek lainnya. Drag kebalikan dari Thrust, dan beraksi kebelakang paralel dengan arah angin relativef( relative wind ).

3. Weight adalah (gaya berat) adalah kombinasi berat dari muatan pesawat itu sendiri ,weight menarik pesawat ke bawah karena gaya gravitasi.Weight melawan lift (gaya angkat) dan beraksi vertikal kebawah melalui center of gravity dari pesawat.

4. Lift ( gaya angkat) melawan gaya dari weight, dan dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan center of lift dari pesawat.

Udara akan mengalir melewati bagian atas sayap dan bagian bawah sayap. Sebenarnya bukan udara yang mengalir melewati sayap pesawat tetapi sayap pesawat lah yang maju menembus udara. Dengan bentuk sayap yang melengkung di atas,maka aliran udara di atas sayap membutuhkan jarak yang lebih panjang dan membuat nya mengalir lebih cepat dibandingkan dengan aliran udara dibawah sayap pesawat. Tekanan dibawah sayap yang lebih besar akan akan mengangkatb sayap pesawat dan disebut gaya angkat (lift) . Karena itu kecepatan pesawat harus dijaga sesuai dengan rancangan nya. Jika kecepatan nya menurun maka lift nya akan berkurang.

Dari riset sebelum nya ( ivan 2008) maka didapat nilai gaya-gaya pada pesawat sebgai berikut:


(30)

2.2.2 Menghitung Nilai Thrust ( T )

Pesawat bisa terbang karena ada momentum dari dorongan horizontal dari mesin atau baling-baling pesawat, kemudian dorongan mesin penggerak tersebut akan menimbulkan perbedaan kecepatan aliran udara di bawah dan di atas sayap pesawat. Kecepatan udara di atas sayap akan lenih besar daripada di bawah syapa dikarenakan jarak tempuh lapisan udara yang mengalir di atas sayap lebih besar dari pada jarak tempuh di bawah sayap, waktu tempuh lapisan udara yang melalui atas sayap dan di bawah sayap adalah sama. Dorongan inilah yang disebut dengan Thrust. Secara teoritis ,thrust dapat dihitung sebagai berikut :

Thrust = Force

V

0

ṁ0

P

0

A

0

V

t

ṁt

P

t

A

t Dimana :

V0 = kecepatan udara yang masuk

Vt = kecepatan udara yang dihasilkan

ṁ0 = massa flow rata-rata sebelum masuk per waktu

ṁt = massa flow rata-rata sewaktu keluar per waktu

P0 = tekanan sebelum masuk

Pt = tekanan ketika keluar

A0 = At = luas penampang sayap pesawat

Dimana luas penampang sayap pesawat tersebut merupakan perkalian antara panjang span dengan lebar chord. Sesuai hasil design maka diperoleh nilai span sebesar 1200 mm dan nilai chord sebesar 500 mm. Berikut ini adalah perhitungan luas penampang sayap pesawat

A = span x chord


(31)

= 1,2 m x 0,5 m = 0,6 m2

Maka selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mencari massa flow perstuan waktu seperti di bawah ini

m0 = ρ. V0 .A = 1.161 kg/m3 x 0.6 m2 x 2.8 m/s = 1,95 kg/s

mt = ρ. Vt .A = 1.161 kg/m3 x 0.6 m2 x 47.18 m/s = 32,86 kg/s

Karena P0 ≠ Pt maka rumus thrust

T = mt . Vt – m0 V0 + (Pt – P0 ) A

(Pt – P0) = ΔP (hukum Bernouli)

Pt + 1/2 ρ V02 = Pt + 1/2 ρ Vt2 = Konstan

Pt-Po = 0.5 x ρ ( V02- Vt2)

= 0.5 x 1.161 kg/m3 (1,952- 32,862) = -624,6 Pa (kg/ms2)

T = mt Vt- m0 V0 + (Pt-P0) A

T = 32,86 x 47.18 – 1,95 x 2.8 +(-624,6) 0,6 T = 1550.3348 – 5,46 + (- 374,76)

T = 1170,1148 N


(32)

2.2.3 Menghitung Nilai Drag ( D)

Drag adalah gaya kebelakang yang menarik mundurdan disebabkan oleh gangguan aliran udara oleh sayap, fuselage, dan objek-objek lain. Drag kebalikan dari thrust, dan beraksi ke belakang paralel dengan arah angin relatif ( relatif wind ). Gaya drag dapat dihitung denag rumus :

Dimana : D = Drag ( N/s )

Cd = Cofisien Drag

ρ = Massa jenis udara ( kg/m3)

V = Kecepatan Pesawat ( m/s )

A = Luas penampang ( m2 )

Dalam hal ini, jenis airfoil yang digunakan adalah NACA 2412 yang memiliki angel of attack ( A0A) sebesar 150 untuk sudut maksimum dan 00 untuk sudut minimum dengan nilai

koefisien drag untuk masin-masing sebesar 0,0237 dan 0,0067. Untuk lebih jelasnya, perhitungan nilai drag dapat dilihat sebagai berikut :

 Untuk A0A = 150 dengan nilai Cd = 0,0237


(33)

 Untuk A0A = 00 dengan nilai Cd = 0.0067

= 4.96 N/s

Setelah diperoleh nilai drag dari sayap,maka selanjutnya di hitung nilai drag yang terjadi pada fuselage pesawat aeromodeling. Menurut hasil pemilihan design fuselage, maka fuselage yang dipilih adalahtipe 8 dengan koefisien drag 0,458 untuk lebih jelas dapat ditunjukkan oleh gambar berikut.

Gambar 2.3 Aircraft Design

Maka perhitungan nilai drag untuk fuselage dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Cd = 0,458


(34)

Dimana : D = Drag ( N/s )

Cd = Coefisien Drag fuselage

ρ

= Massa jenis udara (kg/m3 ) V = Kecepatan pesawat (m/s) A = Luas penampang fuselage ( m3) A= π r2

, dimana r = 125 mm = 0.125 m A= 3,14 x 0,1252

A = 0,4906 m2

Dfuselage = 6,2348 N/s

Maka nilai drag total yang terjadi pada pesawat dapat dihitung dengan rumus : D total = D sayap + D fuselage

D total = 18.3745 + 6,2348

D total = 24.6093 N/s

2.2.4 Menghitung Nilai LIFT ( L)

Lift ( gaya angkat ) adalah gaya yang dihasilkan oleh efek dinamis dari udara yang beraksi di sayap, dan beraksi tegak lurus pada arah penerbangan melalui center of lift dari sayap. Besarnya gaya lift dapat dihitung sebagai berikut :


(35)

Dimana : L = Lift ( N/s ) Cl = Coefisien Lift

ρ

=

Massa jenis udara ( kg/m3 ) V = Kecepatan Pesawat (m/s) A = Luas penampang sayap (m2)

Sama seperti perhitungan drag, perhitungan lift pada airfoil NACA 2412 juga memerlukan nilai A0A maksimum dan minimum yaitu sebesar 150 dan 00 dengan coefisien lift

masing-masing sebesar 1,005 dan 0,216. Untuk lebih jelasnya, perhitungan lift maksimum dan minimum dapat dilihat sebagai berikut :

 Untuk A0A = 150 dengan nilai Cl = 1,506

L

max

=

=

1167.60 N/s

 Untuk A0A = 00 dengan nilai Cl = 0,265

L

min

=

=

205.45 N/s


(36)

Weight (gaya berat) adalah gaya yang menarik pesawat ke bawahkarena gaya gravitasi. Weight melawan lift ( gaya angkat) dan beraksi secara vertikal ke bawah melalui center of gavity dari pesawat. Dalam hal ini massa pesawat aeromodeling adalah sebesar 27 kg.

Berat = 27 kg

W = 27 x 9,8

W =264,6 N

Dan data 4 gaya yang diperoleh adalah:

T = 1170,1148 N

D = 24.6093 N T ˃ D L = 1167.60 N L ˃ W W = 264,6 N

Dari data hasil perhitungan di atas diperoleh bahwa nilai Thrust (T) lebih besar dari pada nilai drag (D) dan nilai Lift (L) lebih besar dari pada berat pesawat sehingga disimpilkan secara teori perancangan pesawat aeromodeling memenuhi syarat untuk dapat terbang.

2.2.6 Airfoil

Airfoil atau aerofoil adalah suatu bentuk geometri yang apabila ditempatkan di suatu

aliran fluida akan memproduksi gaya angkat (lift) lebih besar dari gaya hambat (drag). Pada airfoil terdapat bagian-bagian seperti berikut:

a) Leading Edge adalah bagaian yang paling depan dari sebuah airfoil


(37)

c) Chambar line adalah garis yang membagi sama besar antara permukaan atas dan permukaan bawah dari airfoil mean chambar line

d) Chord line adalah garis lurus yang menghubungkan leading edge dengan trailing

edge.

e) Chord (c) adalah jarak antara leading edge dengan trailing edge

f) Maksimum chamber (zc) adalah jarak maksimum antara mean chamber line dan

chord line. Posisi maksimum chamber diukur dari leading edge dalam bentuk

persentase chord.

g) Maksimum thickness (tmax) adalah jarak maksimum antara permukaan atas dan permukaan bawah airfoil yang juga diukur tegal lurus terhadap chord line.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Sudut Serang dan nomenklatur airfoil

Sudut serang adalah sudut yang dibentuk oleh tali busur sebuah airfoil dan arah aliran udara yang melewatinya (relative wind). Biasanya diberi tanda α (alpha). Untuk airfoil simetris, besar lift yang dihasilkan akan nol, bila sudut serang nol sedang pada airfoil tidak simetris


(38)

tidak simetris membentuk sudut negatif terhadap aliran udara. Sudut serang diamana gaya angkat sebesar nol ini disebut zero angle lift.

2.3. Proses Pengecoran

Proses pengecoran akan dihasilkan Aluminium dengan sifat-sifat yang diinginkan. Aluminium murni memiliki sifat mampu cor dan sifat mekanis yang tidak baik, maka dipergunakanlah Aluminium alloy untuk memperbaiki sifat tersebut. Beberapa elemen alloy yang sering ditambahkan diantaranya Tembaga, Magnesium, Mangan, Nikel, Silikon dan sebagainya.

Pada desain coran perlu dipertimbangkan beberapa hal sehingga diperoleh hasil coran yang baik, yaitu bentuk dari pola harus mudah dibuat, cetakan dari coran hendaknya mudah, cetakan tidak menyebabkan cacat pada coran. Untuk membuat cetakan, dibutuhkan saluran turun yang mangalirkan cairan logam kedalam rongga cetakan. Besar dan bentuknya ditentukan oleh ukuran, tebalnya irisan dan macam logam dari coran. Selanjutnya diperlukan penentuan keadaan-keadaan penuangan seperti temperatur penuangan dan laju penuangan. Karena kualitas coran tergantung pada saluran turun, penambah, keadaan penuangan, maka penentuannya memerlukan pertimbangan yang teliti.

Sistem saluran adalah jalan masuk bagi cairan logam yang dituangkan ke dalam rongga cetakan.

Tiap bagian diberi nama, dari mulai cawan tuang dimana logam cair dituangkan dari ladle, sampai saluran masuk ke dalam rongga cetakan. Bagian-bagian tersebut terdiri dari: cawan tuang, saluran turun, pengalir,

dan saluran masuk.

2.4 Aluminium


(39)

Paduan aluminium merupakan material utama yang saat ini digunakan dibanyak industri. Aluminium dipilih karena memiliki sifat ringan dan kekuatannya dapat dibentuk dengan cara dipadu dengan unsur lain. Permasalahan yang dihadapi adalah pemilihan jenis unsur apa yang akan dipadu dengan aluminium untuk mendapatkan karakteristik material yang dibutuhkan. Paduan logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi terhadap korosi. Dan merupakan konduktor listrik yang sangat baik. Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian yaitu:

1. Berdasarkan pembuatan,klasifikasi paduan cor dan paduan tempa. 2. Berdasarkan perlakuan panas

3. Berdasarkan unsur-unsur paduan.

Aluminium murni mempunyai sifat lunak dan kurang kuat terhadap gesekan. Berat Jenis Alumunium murni 2643 kg/m3 sedangkan titik cair aluminium 660oC. Kekerasan permukaan aluminium murni 17 BHN sedangkan kekuatan tarik maksimum adalah 4,9 kg/m2. Untuk memperbaiki sifat mekanis aluminium dilakukan dengan memadukan dengan unsur-unsur lain seperti tembaga, silisium, magnesium, mangan, dan nikel. Padauan aluminium ini memiliki beberapa keunggulan misainya Al-Si, Al-Cu-Si digunakan untuk bagian mesin, Al-Cu-Ni-Mg dan Al-Si-Cu-Ni-Mg digunakan untuk bagian mesin yang tahan panas, sedangkan Al-Mg untuk bagian yang tahan korosi.

Secara historis, pengembangan praktek pengecoran untuk Aluminium dan paduannya merupakan prestasi yang relatif baru. Paduan Aluminium tidak tersedia dalam jumlah yang substansial untuk pengecoran tujuan hingga lama. Setelah penemuan pada tahun 1886 dari proses elektrolitik pengurangan Aluminium oksida oleh Charles Martin Hall di Amerika Serikat dan Paul Heroult di Perancis. Meskipun penemuan Hall disediakan Aluminium dengan biaya sangat


(40)

kecil, nilai penuh dariAluminium sebagai bahan pengecoran tidak didirikan sampai paduan cocok untuk proses pengecoran yang sedang berkembang. Sejak sekitar 1915, kombinasi keadaan-secara bertahap mengurangi biaya, perluasan transportasi udara, pengembangan pengecoran paduan spesifik, sifat yang lebih baik, dan dorongan yang diberikan oleh dua perang dunia telah mengakibatkan penggunaan terus meningkat dari Aluminium coran. Aluminium dan Magnesium paduan coran, logam ringan, yang membuat langkah-langkah cepat ke arah penggunaan teknik yang lebih luas.

Pada paduan Aluminium-Silisium dengan kandungan silisium 2 % mempunyai sifat mampu cor baik, tetapi mempunyai sifat mekanis buruk hal ini disebabkan karena memiliki struktur butiran silisium yang besar, untuk memperbaiki sifat mekanik bahan dilakukan dengan menambahkan Mg, Cu atau Mn dan dilakukan proses perlakuan panas. Paduan Aluminium dengan kandungan Si (7 - 9) % dan Mg (0,3 - 1,7) % dikeraskan dengan presipitasi, dimana akan terjadi presipitasi Mg2Si dan memiliki sifat mekanis yang sangat baik. Paduan Aluminium yang mengandung magnesium sekitar (4 - 10) % mempunyai sifat yang baik terhadap korosi, memiliki tegangan tarik 30 kg/mm2 dan sifat mulur diatas 12 %. Paduan Aluminium-Tembaga dan Aluminium-Magnesium merupakan paduan aluminium yang sangat baik jika diberikan proses perlakuan panas.

2.4.2 Paduan Aluminium-Magnesium

Aluminium lebih banyak dipakai sebagai paduan daripada logam paduan sebab tidak kehilangan sifat ringan dan sifat-sifat mekanisnya serta mampu cornya diperbaiki dengan menambah unsur-unsur lain. Unsur-unsur paduan yang tidak ditambahkan pada Aluminium murni selain dapat menambah kekuatan mekaniknya juga dapat memberikan sifat-sifat baik lainnya seperti ketahanan korosi dan ketahanan aus.


(41)

Keberadaan Magnesium hingga 15,35% dapat menurunkan titik lebur logam paduan yang cukup drastis, dari 660oC hingga 450oC. Namun, hal ini tidak menjadikan Aluminium paduan dapat ditempa menggunakan panas dengan mudah karena korosi akan terjadi pada suhu di atas 60oC. Keberadaan Magnesium juga menjadikan logam paduan dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang sangat rendah, di mana kebanyakan logam akan mengalami failure pada temperatur tersebut. Gambar diagram fasa Aluminium-Magnesium dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5Diagram fasa Paduan Al-Mg, temperatur vs persentase Mg 2.5. Pengelasan

Pengelasan (welding) adalah salah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan menghasilkan sambungan yang continue.


(42)

Definisi pengelasan menurut DIN (Deutsche Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Dalam proses penyambungan ini adakalanya disertai dengan tekanan dan material tambahan (filler material).

Teknik pengelasan secara sederhana telah diketemukan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Setelah energi listrik dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesatnya sehingga menjadi sesuatu teknik penyambungan yang mutakhir. Hingga saat ini telah dipergunakan lebih dari 40 jenis pengelasan.

Pada tahap-tahap permulaan dari pengembangan teknologi las, biasanya pengelasan hanya digunakan pada sambungan-sambungan dari reparasi yang kurang penting.Tapi setelah melalui pengalaman dan praktek yang banyak dan waktu yang lama, maka sekarang penggunaan proses-proses pengelasan dan penggunaan konstruksi-konsturksi las merupakan hal yang umum di semua negara di dunia.

Terwujudnya standar-standar teknik pengelasan akan membantu memperluas ruang lingkup pemakaian sambungan las dan memperbesar ukuran bangunan konstruksi yang dapat dilas. Dengan kemajuan yang dicapai sampai saat ini, teknologi las memegang peranan penting dalam masyarakat industri modern.

2.5.1 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara


(43)

konvensional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu:

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. 2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan

kemudian ditekan hingga menjadi satu.

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Dalam cara ini logam induk tidak turut mencair.


(44)

Gambar 2.6 Klasifikasi pengelasan.

2.5.2 Las Oxy-Acetylene

Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas

acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses

penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam.

Pengelasan dengan gas dilakukan dengan membakar bahan bakar gas yang dicampur dengan oksigen (O2) sehingga menimbulkan nyala api dengan suhu tinggi(3000oC) yang mampu


(45)

acetylene, propana atau hidrogen, sehingga cara pengelasan ini dinamakan las oxy-acetylene atau dikenal dengan nama las karbit. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada gambar 2.7.

Gambar 2.7 Tabung oksigen dan acetylene.

Nyala acetylene diperoleh dari nyala gas campuran oksigen dan acetylene yang digunakan untuk memanaskan logam sampai mencapai titik cair logam induk. Pengelasan dapat dilakukan dengan atau tanpa logam pengisi. Oksigen diperoleh dari proses elektrolisa atau proses pencairan udara. Oksigen komersil umumnya berasal dari proses pencairan udara dimana oksigen dipisahkan dari nitrogen. Oksigen ini disimpan dalam silinder baja pada tekanan 14 MPa.Gas asetilen (C2H2) dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan

air.Gelembung-gelembung gas naik dan endapan yang terjadi adalah kapur tohor. Reaksi yang terjadi dalam tabung asetilen adalah:


(46)

Karbida kalsium keras, mirip batu, berwarna kelabu dan terbentuk sebagai hasil reaksi antara kalsium dan batu bara dalam dapur listrik. Hasil reaksi ini kemudian digerus, dipilih dan disimpan dalam drum baja yang tertutup rapat. Gas acetylene dapat diperoleh dari generator

acetylene yang menghasilkan gas acetylene dengan mencampurkan karbid dengan air atau kini

dapat dibeli dalam tabung-tabung gas siap pakai.Agar aman tekanan gas asetilen dalam tabung tidak boleh melebihi 100 KPa, dan disimpan tercampur dengan aseton.Tabung acetylene diisi dengan bahan pengisi berpori yang jenuh dengan aseton, kemudian diisi dengan gas acetylene. Tabung jenis ini mampu menampung gas acetylene bertekanan sampai 1,7 MPa.

Nyala hasil pembakaran dalam las oxy-acetylene dapat berubah bergantung pada perbandingan antara gas oksigen dan gas acetylene nya. Ada tiga macam nyala api dalam las

oxy-acetylene seperti ditunjukkan pada gambar di bawah:

1. Nyala acetylene lebih (Nyala karburasi)

Bila terlalu banyak perbandingan gas acetylene yang digunakan maka di antara kerucut dalam dan kerucut luar akan timbul kerucut nyala baru berwarna biru. Di antara kerucut yang menyala dan selubung luar akan terdapat kerucut antara yang berwarna keputih-putihan, yang panjangnya ditentukan oleh jumlah kelebihan

acetylene. Hal ini akan menyebabkan terjadinya karburisasi pada logam cair. Nyala ini

banyak digunakan dalam pengelasan logam monel, nikel, berbagai jenis baja dan bermacam-macam bahan pengerasan permukaan non-ferous. Gambar 2.8 merupakan gambar nyala karburasi.


(47)

Gambar 2.8 Nyala karburasi.

2. Nyala oksigen lebih (Nyala oksidasi)

Bila gas oksigen lebih daripada yang dibutuhkan untuk menghasilkan nyala netral maka nyala api menjadi pendek dan warna kerucut dalam berubah menjadi ungu. Nyala ini akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi atau dekarburisasi pada logam cair. Nyala yang bersifat oksidasi ini harus digunakan dalam pengelasan fusion dari kuningan dan perunggu namun tidak dianjurkan untuk pengelasan lainnya.Gambar 2.9 merupakan gambar nyala oksidasi.

Gambar 2.9 Nyala oksidasi.


(48)

Nyala ini terjadi bila perbandingan antara oksigen dan acetylene sekitar satu.Nyala terdiri atas kerucut dalam yang berwarna putih bersinar dan kerucut luar yang berwarna biru bening.Oksigen yang diperlukan nyala ini berasal dari udara.Suhu maksimum setinggi 3300 sampai 3500o C tercapai pada ujung nyala kerucut.Gambar 2.10 merupakan gambar nyala netral.

Gambar 2.10 Nyala netral.

Karena sifatnya yang dapat merubah komposisi logam cair maka nyala acetylene berlebih dan nyala oksigen berlebih tidak dapat digunakan untuk mengelas baja.Suhu Pada ujung kerucut dalam kira-kira 3000o C dan di tengah kerucut luar kira-kira 2500o C.

Pada posisi pengelasan dengan oxy-acetylene arah gerak pengelasan dan posisi kemiringan pembakar dapat mempengaruhi kecepatan dan kualitas las. Dalam teknik pengelasan dikenal beberapa cara yaitu:

1. Pengelasan di bawah tangan

Pengelasan di bawah tangan adalah proses pengelasan yang dilakukan di bawah tangan dan benda kerja terletak di atas bidang datar. Sudut ujung pembakar (brander) terletak diantara 60° dan kawat pengisi (filler rod) dimiringkan dengan sudut antara 30°-40° dengan benda kerja. Kedudukan ujung pembakar ke sudut sambungan dengan


(49)

jarak 2–3 mm agar terjadi panas maksimal pada sambungan.Pada sambungan sudut luar, nyala diarahkan ke tengah sambungan dan gerakannya adalah lurus.

2. Pengelasan mendatar (horizontal)

Pada posisi ini benda kerja berdiri tegak sedangkan pengelasan dilakukan dengan arah mendatar sehingga cairan las cenderung mengalir ke bawah, untuk itu ayunan brander sebaiknya sekecil mungkin. Kedudukan brander terhadap benda kerja menyudut 70° dan miring kira-kira 10° di bawah garis mendatar, sedangkan kawat pengisi dimiringkan pada sudut 10° di atas garis mendatar.

3. Pengelasan tegak (vertikal)

Pada pengelasan dengan posisi tegak, arah pengelasan berlangsung ke atas atau ke bawah. Kawat pengisi ditempatkan antara nyala api dan tempat sambungan yang bersudut 45°-60° dan sudut brander sebesar 80°.

4. Pengelasan di atas kepala (over head)

Pengelasan dengan posisi ini adalah yang paling sulit dibandingkan dengan posisi lainnya dimana benda kerja berada di atas kepala dan pengelasan dilakukan dari bawahnya. Pada pengelasan posisi ini sudut brander dimiringkan 10° dari garis vertikal sedangkan kawat pengisi berada di belakangnya bersudut 45°-60°.

5. Pengelasan dengan arah ke kiri (maju)

Cara pengelasan ini paling banyak digunakan dimana nyala api diarahkan ke kiri dengan membentuk sudut 60° dan kawat las 30° terhadap benda kerja sedangkan sudut melintangnya tegak lurus terhadap arah pengelasan. Cara ini banyak digunakan karena cara pengelasannya mudah dan tidak membutuhkan posisi yang sulit saat mengelas.


(50)

6. Pengelasan dengan arah ke kanan (mundur)

Cara pengelasan ini adalah arahnya kebalikan daripada arah pengelasan ke kiri. Pengelasan dengan cara ini diperlukan untuk pengelasan baja yang tebalnya 4,5 mm ke atas.

Keuntungan dan kegunaan pengelasan oxy-acetylene sangat banyak, antara lain:

1. Peralatan relatif murah dan memerlukan pemeliharaan minimal/sedikit.

2. Cara penggunaannya sangat mudah, tidak memerlukan teknik-teknik pengelasan yang tinggi sehingga mudah untuk dipelajari.

3. Mudah dibawa dan dapat digunakan di lapangan maupun di pabrik atau di bengkel-bengkel karena peralatannya kecil dan sederhana.

4. Dengan teknik pengelasan yang tepat hampir semua jenis logam dapat dilas dan alat ini dapat digunakan untuk pemotongan maupun penyambungan.

2.6.Pengelasan Pada Aluminium 2.6.1 Aluminium dan Paduannya

Aluminium dan paduan aluminium termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi, tahan terhadap karat dan merupakan konduktor listrik yang cukup baik.Logam ini dipakai secara luas dalam bidang kimia, listrik, bangunan, transportasi dan alat-alat penyimpanan.Kemajuan akhir-akhir ini dalam teknik pengelasan busur listrik dengan gas mulia menyebabkan pengelasan aluminium dan paduannya menjadi sederhana dan dapat


(51)

dipercaya.Karena hal ini maka penggunaan aluminium dan paduannya di dalam banyak bidang telah berkembang.

Paduan aluminium dapat diklasifikasikan dalam tiga cara, yaitu berdasarkan pembuatan, dengan klasifikasi paduan cor dan paduan tempa, berdasarkan perlakuan panas dengan klasifikasi, dapat dan tidak dapat diperlaku-panaskan dan cara yang ketiga yaitu berdasarkan unsur-unsur paduan. Berdasarkan klasifikasi ketiga ini aluminium dibagi dalam tujuh jenis yaitu jenis Al murni, Al-Cu, Al-Mn, Al-Si, Al-Mg, Al-Mg-Si, Al-Zn.

2.6.2 Sifat Umum Dari Paduan Aluminium-Magnesium

Jenis paduan ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu-lasnya.Paduan Al-Mg banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair dan oksigen cair.

2.6.3 Ketangguhan Logam Las

Logam las adalah logam yang dalam proses pengelasan mencair kemudian membeku, sehingga logam las ini banyak sekali mengandung oksigen da gas-gas lain. Dalam menganalisa ketangguhan logam las harus diperhatikan pengaruh unsur lain yang diserap selama proses pengelasan, terutama oksigen, dan pengaruh dari struktur logam itu sendiri. Struktur logam daerah pengaruh panas atau HAZ berubah secara berangsur dari struktur logam induk ke struktur logam las, pada daerah HAZ dekat dengan daerah lebur, kristal tumbuh dengan cepat dan membentuk butir-butir kasar daerah ini dinamakan batas las.


(52)

Didalam daerah pegaruh panas besar butir dan struktur berubah sesuai dengan siklus termal yang terjadi pada waktu pengelasan, karena siklus termal yang terjadi sangat kompleks sehingga ketangguhannyapun semakin komplek.

2.6.4 Sifat Mampu Las

Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik tersebut adalah:

1. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan mencairkan sebagian kecil saja.

2. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida aluminium AlO3 yang

mempunyai titik cair yang tinggi. Karena sifat ini maka peleburan antara logam dasar dan logam las menjadi terhalang.

3. Karena mempunyai koefisien muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas.

4. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hidrogen dalam logam cair logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hidrogen.

5. Paduan aluminium mempunyai berat jenis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam. Keadaan ini memudahkan terkandungnya zat-zat yang tidak dikehendaki ke dalamnya.

6. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes.


(53)

Akhir-akhir ini sifat yang kurang baik ini telah dapat diatasi dengan alat dan teknik las yang lebih maju dan dengan menggunakan gas mulia sebagai pelindung selama pengelasan. Dengan kemajuan ini maka sifat mampu las dari paduan aluminium menjadi lebih baik lagi.

2.7 Cacat Pada Las

Cacat las (defect weld) adalah suatu keadaan hasil pengelasan dimana terjadi penurunan kualitas dari hasil lasan. Kualitas hasil lasan yang dimaksud adalah berupa turunnya kekuatan dibandingkan dengan kekuatan bahan dasar base metal, tidak baiknya performa / tampilan dari suatu hasil las atau dapat juga berupa terlalu tingginya kekuatan hasil lasan sehingga tidak sesuai dengan tuntutan kekuatan suatu konstruksi. Terjadinya cacat las ini akan mengakibatkan banyak hal yang tidak diinginkan dan mengarah pada turunnya tingkat keselamatan kerja, baik keselamatan alat, pekerja, lingkungan dan perusahaan.

Di samping itu juga secara ekonomi akan mengakibatkan melonjaknya biaya produksi dan akan mengakibatkan kerugian. Menurut American Socety Mechanical Engineers ( ASME ), penyebab cacat lasan dapat dibagi menjadi beberapa faktor antara lain : · 1. Kurang mendukungnya lokasi pengerjaan

· 2. Kesalahan operator

· 3. Kesalahan teknik pengelasan · 4. Kesalahan material.

Jenis Cacat Permukaan Las:


(54)

Sebab: Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan.

Akibat: Kemungkinan bocor di lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli.Cacat lubang jarum ditunjukkan pada gambar 2.11.

Gambar 2.11 Lubang jarum.

2. Percikan Las (Spatter)

Sebab: Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi.

Akibat: Tampak jelek, mengalami karat permukaan.

Penanggulangan: Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk.Cacat percikan las ditunjukkan pada gambar 2.12.


(55)

Gambar 2.12 Percikan las.

3. Retak (Crack)

Sebab: Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar.

Akibat: Fatal.

Penanggulangan: Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti.Cacat retak ditunjukkan pada gambar 2.13.


(56)

Gambar 2.13 Retak.

4. Keropos (Porosity)

Sebab: Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar.

Akibat: Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan.

Penanggulangan: Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS.Cacat keropos ditunjukkan pada gambar 2.14.

Gambar 2.14 Keropos.

5. Muka Cekung (Concavity)

Sebab: Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las

capping terlalu tinggi, elektroda terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu


(57)

Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

Penanggulangan: Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat

(reinforcement). Cacat muka cekung ditunjukkan pada gambar

2.15.

Gambar 2.15 Muka cekung.

6. Longsor Pinggir (Undercut)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi.

Akibat: Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan.

Penanggulangan: Cukup diisi dengan stringer saja.Undercut yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan keretakan notch.Cacat longsor pinggir ditunjukkan pada gambar 2.16.


(58)

Gambar 2.16 Longsor Pinggir.

7. Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

Sebab: Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin.

Akibat: Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji ultrasonik proba sudut (angle

probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir.

Penanggulangan: Gounging 100% dan dilas ulang sesuai WPS. Welder diperingatkan.Cacat penguat berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.17.


(59)

8. Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)

Sebab: Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las.

Akibat: Jika terbukti, seluruh material diapkir.Cacat jalur terlalu lebar ditunjukkan pada gambar 2.18.

Gambar 2.18 Jalur terlalu lebar.

9. Tinggi Rendah (High Low) Sebab: Penyetelan tidak benar.

Akibat: Sambungan diapkir.

Penanggulangan: Gouging 100%, disetel dan dilas ulang sesuai WPS. Welder diperingatkan.Cacat tinggi rendah ditunjukkan pada gambar 2.19.


(60)

Gambar 2.19 Tinggi rendah.

10. Lapis Dingin (Cold Lap)

Sebab: Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan (sway) tidak tetap (consistent).

Akibat: Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan.

Penanggulangan: Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat lapis dingin ditunjukkan pada gambar 2.20.


(61)

11. Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)

Sebab: Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam (sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar.

Akibat: Di bagian cacat berpotensi retak.

Penanggulangan: Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat penetrasi tidak sempurna ditunjukkan pada gambar 2.21.

Gambar 2.21 Penetrasi tidak sempurna.

12. Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).


(62)

Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat penetrasi berlebihan ditunjukkan pada gambar 2.22.

Gambar 2.22 Penetrasi berlebihan.

13. Retak Akar (Root Crack)

Sebab: Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam.

Akibat: Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa).

Penanggulangan: Bongkar total, setel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.Cacat retak akar ditunjukkan pada gambar 2.23.


(63)

Gambar 2.23 Retak akar.

14. Terbakar Tembus (Blow Hole)

Sebab: Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun.

Akibat: Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat.

Penanggulangan: Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS.Cacat terbakar tembus ditunjukkan pada gambar 2.24.

Gambar 2.24 Terbakar tembus.


(64)

Sebab: Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar.

Akibat: Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch).

Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat longsor pinggir akar ditunjukkan pada gambar 2.25.

Gambar 2.25 Longsor pinggir akar.

16. Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)

Sebab: Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW), kecepatan las akar terlalu tinggi.

Akibat: Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan.

Penanggulangan: Lokasi cacat di gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.Cacat akar cekung ditunjukkan pada gambar 2.26.


(65)

Gambar 2.26 Akar cekung.

17. Stop Start A

Sebab: Penggantian elektrode terlalu mundur.

Akibat: Tampak buruk.

Penanggulangan: Cukup disesuaikan dengan sekitarnya.Cacat stop start A ditunjukkan pada gambar 2.27.

Gambar 2.27 Stop start A.

18. Stop start B


(66)

Akibat: Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak.

Penanggulangan: Bersihkan bagian yang underfill.Cacat stop start B ditunjukkan pada gambar 2.28.

Gambar 2.28 Stop start B. Cacat las dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni:

1. Kelompok cacat visual

Yakni cacat yang tampak di permukaan las, seperti : spatters (percikan las),pin hole (lubang jarum), porosity (gelembung gas/keropos), convacity (cekung), crack (retak) memanjang atau melintang, cold lap (lapis dingin), undercut (longsor pinggir) baik yang bertegangan rendah maupun tinggi (notch),excessive reinforcement (terlalu menonjol), wide bead (terlalu lebar), high low (tinggi rendah/salah penyetelan), stop start (salah sewaktu mengganti elektrode).

2. Kelompok cacat non visual

Yakni cacat yang terdapat di permukaan namun tidak tampak karena berada pada akar las, seperti :porosity, convacity, undercut, crack, excessive penetration (tembusan berlebihan), incomplete penetration (tidak ada tembusan), blow hole (terbakar tembus).


(67)

3. Kelompok cacat internal

Yakni cacat yang terdapat di dalam bahan las yang baru dapat dideteksi dengan menggunakan teknik uji tanpa merusak seperti : radiografi, ultrasonik maupun magnetik partikel, seperti : slag inclusion (inklusi terak), porosity, slag lines (jajaran terak) atau wagon track (jejak gerobak), crack, worm metal (inklusi tungsten/ logam berat), incomplete fussion (fusi tidak sempurna), cold lap.

2.8. Kampuh Las

Untuk menghasilkan kualitas sambungan las yang baik, salah satu faktor yang harus diperhatikan yaitu kampuh las. Kampuh las ini berguna untuk menampung bahan pengisi agar lebih banyak yang merekat pada benda kerja, dengan demikian kekuatan las akan terjamin.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan jenis kampuh adalah: 1. Ketebalan benda kerja.

2. Jenis benda kerja.

3. Kekuatan yang diinginkan. 4. Posisi pengelasan.

Sebelum memulai proses pengelasan terlebih dahulu ditentukan jenis sambungan las yang akan dipilih. Hal-hal yang harus diperhatikan bahwa sambungan yang dibuat akan mampu menerima beban (beban statis, beban dinamis, atau keduanya).

Dengan adanya beberapa kemungkinan pemberian beban sambungan las, maka terdapat beberapa jenis sambungan las, yaitu sebagai berikut:

1. Kampuh V Tunggal

Sambungan V tunggal juga dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini juga lebih kuat dari pada sambungan persegi, dan dapat dipakai untuk menerima gaya tekan


(68)

yang besar, serta lebih tahan terhadap kondisi beban statis dan dinamis. Pada pelat dengan tebal 5 mm–20 mm penetrasi dapat dicapai 100%.

2. Kampuh Persegi

Sambungan ini dapat dibuat menjadi 2 kemungkinan, yaitu sambungan tertutup dan sambungan terbuka. Sambungan ini kuat untuk beban statis tapi tidak kuat untuk beban tekuk.

3. Kampuh V Ganda

Sambungan ini lebih kuat dari pada V tunggal, sangat baik untuk kondisi beban statis dan dinamis serta dapat menjaga perubahan bentuk kelengkungan sekecil mungkin. dipakai pada ketebalan 18 mm-30 mm.

4. Kampuh Tirus Tunggal

Sambungan ini digunakan untuk beban tekan yang besar. Sambungan ini lebih baik dari sambungan persegi, tetapi tidak lebih baik dari pada sambungan V. Letaknya disarankan terbuka dan dipakai pada ketebalan pelat 6 mm-20 mm.

5. Kampuh U Tunggal

Kampuh U tunggal dapat dibuat tertutup dan terbuka. Sambungan ini lebih kuat menerima beban statis dan diperlukan untuk sambungan berkualitas tinggi. Dipakai pada ketebalan 12 mm-25 mm.

6. Kampuh U Ganda

Sambungan U ganda dapat jg dibuat secara tertutup dan terbuka, sambungan ini lebih kuat menerima beban statis maupun dinamis dengan ketebalan pelat 12 mm-25 mm dapat dicapai penetrasi 100%.


(69)

Sambungan J ganda digunakan untuk keperluan yang sama dengan sambungan V ganda, tetapi tidak lebih baik untuk menerima

beban tekan. Sambungan ini dapat dibuat secara tertutup ataupun terbuka. Jenis-jenis sambungan las diperlihatkan pada gambar 2.29.

Gambar 2.29. Jenis sambungan las 2.9.Uji Impak

Menurut Dieter, George E (1988) uji impak digunakan dalam menentukan kecenderungan material untuk rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya. Uji ini akan mendeteksi perbedaan yang tidak diperoleh dari pengujian tegangan regangan. Hasil uji impak juga tidak dapat membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada batang uji. Hasil yang


(70)

diperoleh dari pengujian impak ini, juga tidak ada persetujuan secara umum mengenai interpretasi atau pemanfaatannya.

Sejumlah uji impak batang uji bertakik dengan berbagai desain telah dilakukan dalam menentukanperpatahan rapuh pada logam.Metode yang telah menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode Charpy dan metode Izod.Metode charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, sedangkan metode Izod lebih sering digunakan di sebagian besar dataran Eropa. Batang uji metode charpy memiliki spesifikasi, luas penampang 10 mm x 10 mm, takik berbentuk V. Proses pembebanan uji impak pada metode Charpy dan metode Izod dengan sudut 45°, kedalaman takik 2 mm dengan radius pusat 0.25 mm.

Batang uji Charpy kemudian diletakkan horizontal pada batang penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang sisi takik oleh pendulum berat berayun (kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji Izod, lebih banyak dipergunakan saat ini, memiliki luas penampang berbeda dan takik berbentuk v yang lebih dekat pada ujung batang. Dua metode ini juga memiliki perbedaan pada proses pembebanan. (Dieter, George E., 1988).Metode pembebanan impak ditunjukkan pada gambar 2.30.


(71)

2.9.1 Pengujian Impak Metode Charphy

Pengujian impak Charpy (juga dikenal sebagai tes Charpy v-notch) merupakan standar pengujian laju regangan tinggi yang menentukan jumlah energi yang diserap oleh bahan selama terjadi patahan. Energi yang diserap adalah ukuran ketangguhan bahan tertentu dan bertindak sebagai alat untuk belajar bergantung pada suhu transisi ulet getas.Metode ini banyak digunakan pada industri dengan keselamatan yang kritis, karena mudah untuk dipersiapkan dan dilakukan.Tes ini dikembangkan pada 1905 oleh ilmuwan Perancis Georges Charpy. Pengujian ini penting dilakukan dalam memahamimasalah patahan kapal selama Perang Dunia II. Metode pengujian material ini sekarang digunakan di banyak industri untuk menguji material yang digunakan dalam pembangunan kapal, jembatan, dan untuk menentukan bagaimana keadaan alam (badai, gempa bumi, dan lainnya) akan mempengaruhi bahan yang digunakan dalam berbagai macam aplikasi industri. Tujuan uji impact charpy adalah untuk mengetahui kegetasan atau keuletan suatu bahan (spesimen) yang akan diuji dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda yang akan diuji secara statik.

Dimana benda uji dibuat takikan terlebih dahulu sesuai dengan standar ASTM E23 05 dan hasil pengujian pada benda uji tersebut akan terjadi perubahan bentuk seperti bengkokan atau patahan sesuai dengan keuletan atau kegetasan terhadap benda uji tersebut. Percobaan uji impact charpy dilakukan dengan cara pembebanan secara tiba-tiba terhadap benda uji yang akan diuji secara statik, dimana pada benda uji dibuat terlebih dahulu sesuai dengan ukuran standar ASTM E23 05.


(72)

2.9.2. Mesin Uji Impak

Mesin uji bentur (impact) yang digunakan untuk mengetahui harga impak suatu bahan yang diakibatkan oleh gaya kejut pada bahan uji tesebut. Tipe dan bentuk konstruksi mesin uji bentur beranekaragam mulai dari jenis konvensional sampai dengan sistem digital yang lebih maju. Dalam pembebanan statis dapat juga terjadi laju deformasi yang tinggi kalau bahan diberi takikan, maka tajam takikan makin besar deformasi yang terkonsentrasikan pada takikan, yang memungkinkan meningkatkan laju regangan beberapa kali lipat. Patah getas menjadi permasalahan penting pada baja dan besi.

Pengujian impact charpy banyak dipergunakan untuk menentukan kualitas bahan. Benda uji takikan berbentuk V yang mempunyai keadaan takikan 2 mm banyak dipakai. Permukaan benda uji pada impact charpy dikerjakan halus pada semua permukaan.Mesin uji impak charpy ditunjukkan pada gambar 2.31.


(73)

Takikan dibuat dengan mesin freis atau alat notch khusus takik.Semua dikerjakan menurut standar yang ditetapkan.Pada pengujian adalah suatu bahan uji yang ditakikan, dipukul oleh pendulum (bandul) yang mengayun. Dengan pengujian ini dapat diketahui sifat kegetasan suatu bahan. Berikut ini merupakan salah satu mesin uji impak.

Cara ini dapat dilakukan dengan cara charpy. Pada pengujian kegetasan bahan dengan cara impact charpy, pendulum diarahkan pada bagian belakang takik dari batang uji. Sedangkan pada pengujian impact cara izod adalah pukulan pukulan pendulum diarahkan pada jarak 22 mm dari penjepit dan takikannya menghadap pendulum.Standar ASTM untuk pengujian impak ditunjukkan pada Gambar 2.32.


(74)

Perbedaan Charpy dengan Izod adalah peletakan spesimen.Pengujian dengan menggunkan Charpy lebih akurat karena pada Izod, pemegang spesimen juga turut menyerap energi, sehingga energi yang terukur bukanlah energi yang mampu di serap material seutuhnya.

Faktor yang mempengaruhi kegagalan material pada pengujian impak adalah:

1. Notch

Notch pada material akan menyebabkan terjadinya konsentrasi tegangan pada daerah yang lancip sehingga material lebih mudah patah. Selain itu notch juga akan menimbulkan triaxial stress.

Triaxial stress ini sangat berbahaya karena tidak akanterjadi deformasi plastis dan menyebabkan

material menjadi getas. Sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa material akan mengalami kegagalan.

2. Temperatur

Pada temperatur tinggi material akan getas karena pengaruh vibrasi elektronnya yang semakin rendah, begitupun sebaliknya.

3. Strainrate

Jika pembebanan diberikan pada strain rate yang biasa-biasa saja, maka material akan sempat mengalami deformasi plastis, karena pergerakan atomnya (dislokasi). Dislokasi akan bergerak menuju ke batas butir lalu kemudian patah. Namun pada uji impak, strain rate yang diberikan sangat tinggi sehingga dislokasi tidak sempat bergerak, apalagi terjadi deformasi plastis, sehingga material akan mengalami patah transgranular, patahnya ditengah-tengah atom, bulan di batas butir.

Pada baja dan aluminium terdapat perbedaan harga impak.Harga impak baja lebih tinggi daripada aluminium menunjukkan bahwa ketangguhan baja lebih tinggi jika dibandingkan


(75)

dengan aluminium.Ketangguhan adalah kemampuan material untuk menyerap energi dan berdeformasi plastis hingga patah.

Selain suhu, hal lain yang mempengaruhi harga impak suatu material adalah kadar karbonnya. Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi akan lebih getas. Hal ini akan mempengaruhi harga impaknya dan temperature transisi. Material yang memiliki kadar karbon tinggi akan memiliki temperature transisi yang lebih panjang jika dibandingkan dengan material yang memiliki kadar karbon rendah. Temperatur transisi yang berbeda-beda ini akan mempengaruhi ketahanan material terhadap perubahan suhu. Material yang memiliki temperature transisi rendah maka material tersebut tidak akan tehan terhadap perubahan suhu.Pada pembebanan impak ini, terjadi proses penyerapan energy yang besar.Usahayangdilakukan pendulum waktumemukulbendauji atau energi yangdiserap bendauji sampai patah didapat rumusyaitu:

E = Ep1–Ep2...(2.1)

= m. g. h1– m. g. h2

= m .g(h1– h2)

= m .g (λ (1-cosα)-λ (cosβ– cosα)

= m. g.λ (cosβ– cosα)

E = m.g. λ(cosβ – cosα)………(2.2)

Keterangan: Ep = Energi Potensial


(76)

m = Berat Pendulum (Kg)

g = Gravitasi 9,81 m/s2

h1 = Jarak awal antara pendulum dengan benda uji (m)

h2 = Jarak akhir antara pendulum dengan benda uji (m)

λ =Jarak lengan pengayun (m) cos α = Sudut posisi awal pendulum cos β = Sudutposisi akhir pendulum

Dari persamaan rumus diatas didapatkan besarnya harga impak yaitu: I = E/A

Dimana: I = Nilai Ketangguhan Impak (Joule/mm2) E = Energi Yang Diserap (Joule)

A= Luas Penampang Dibawah Takikan (mm2)

Takik (notch) dalam benda uji standar ditujukan sebagai suatu konsentrasi tegangan sehingga perpatahan diharapkan akan terjadi dibagian tersebut. Selain berbentuk Vdengan sudut45o,takik dapat pula dibuat dengan bentuk lubang kunci(key hole). Pengukuran lain yang biasa dilakukan dalam pengujian impak Charpy adalah penelaahan permukaan perpatahan untuk menentukan jenis perpatahan yang terjadi.

2.10Jenis Patahan


(77)

patahan yang dihasilkan. Adapun jenis-jenis patahan tersebut antara lain: 1. Patahan Getas

Ciri-ciri patahan getas adalah memiliki permukaan rata dan mengkilap, apabila potongan ini disambung kembali maka kedua potongan ini akan menyambung dengan baik dan rapat. Hal ini disebabkan pada saat proses patahnya,spesimen tidak mengalami deformasi. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang rendah.

2. Patahan Liat

Ciri-ciri permukaan patahan jenis ini tidak rata dan tampak seperti beludru, buram dan berserat. Jika potongan disambungkan kembali maka sambungan tidak akan rapat. Bahan yang memiliki jenis patahan ini mempunyai kekuatan impak yang tinggi, karena sebelum patah bahan mengalami deformasi terlebih dahulu.

3. Patahan Campuran

Ciri-cirinya patahan jenis ini adalah permukaan patahan sebagian terdiri dari patahan getas dan sebagian yang lain adalah patahan liat. Jenis-jenis patahan ditunjukkan pada gambar 2.33.

(a) (b) (c)

Gambar 2.33 Jenis-jenis Patahan (a) Patahan getas,(b) Patahan liat,dan (c) Patahan campuran.


(78)

2.11. Uji Cacat Las

2.11.1 Metode Non Destructive Test

Adapun Metode utama Non Destructive Testing meliputi:

1. Visual Inspection

Sering kali metode ini merupakan langkah yang pertama kali diambil dalam NDT.Metode ini bertujuan menemukan cacat atau retak permukaan dan korosi.Dalam hal ini tentu saja adalah retak yang dapat terlihat oleh mata telanjang atau dengan bantuan lensa pembesar ataupun boroskop.

2. Liquid Penetrant Test

Metode Liquid Penetrant Test merupakan metode NDT yang paling sederhana.Metode ini digunakan untuk menemukan cacat di permukaan terbuka dari komponen solid, baik logam maupun non logam, seperti keramik dan plastik fiber. Melalui metode ini, cacat pada material akan terlihat lebih jelas. Caranya adalah dengan memberikan cairan berwarna terang pada permukaan yang diinspeksi.Cairan ini harus memiliki daya penetrasi yang baik dan viskositas yang rendah agar dapat masuk pada cacat dipermukaan material. Selanjutnya, penetrant yang tersisa di permukaan material


(79)

disingkirkan. Cacat akan nampak jelas jika perbedaan warna penetrant dengan latar belakang cukup kontras. Seusai inspeksi, penetrant yang tertinggal dibersihkan dengan penerapan developer.Semua ketidaksempurnaan yang terdapat pada permukaan bahan dapt dideteksi dengan cara ini, tidak terpengaruh oleh orientasi cacatnya. Sedangkan cacat-cacat yang terletak dibawah permukaan tidak dapat dideteksi dengan pengujian ini.

Gambar 2.34 Uji Penetran.

Kelemahan dari metode ini antara lain adalah bahwa metode ini hanya bisa diterapkan pada permukaan terbuka. Metode ini tidak dapat diterapkan pada komponen dengan permukaan kasar, berpelapis, atau berpori.

3. Magnetic Particle Inspection

Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan (surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari bahan ferromagnetik dapat diketahui. Prinsipnya adalah dengan memagnetisasi bahan yang akan diuji. Adanya cacat yang tegak lurus arah


(80)

medan magnet akan menyebabkan kebocoran medan magnet. Kebocoran medan magnet ini mengindikasikan adanya cacat pada material. Cara yang digunakan untuk memdeteksi adanya kebocoran medan magnet adalah dengan menaburkan partikel magnetik dipermukaan. Partikel-partikel tersebuat akan berkumpul pada daerah kebocoran medan magnet.

Kelemahannya, metode ini hanya bisa diterapkan untuk material ferromagnetik. Selain itu, medan magnet yang dibangkitkan harus tegak lurus atau memotong daerah retak serta diperlukan demagnetisasi di akhir inspeksi.

4. Eddy Current Test

Inspeksi ini memanfaatkan prinsip elektromagnet. Prinsipnya, arus listrik dialirkan pada kumparan untuk membangkitkan medan magnet didalamnya. Jika medan magnet ini dikenakan pada benda logam yang akan diinspeksi, maka akan terbangkit arus Eddy. Arus Eddy kemudian menginduksi adanya medan magnet. Medan magnet pada benda akan berinteraksi dengan medan magnet pada kumparan dan mengubah impedansi bila ada cacat.

Keterbatasan dari metode ini yaitu hanya dapat diterapkan pada permukaan yang dapat dijangkau.Selain itu metode ini juga hanya diterapkan pada bahan logam saja.


(81)

Prinsip yang digunakan adalah prinsip gelombang suara.Gelombang suara yang dirambatkan pada spesimen uji dan sinyal yang ditransmisi atau dipantulkan diamati dan interpretasikan.Gelombang ultrasonic yang digunakan memiliki frekuensi 0.5 – 20 MHz. Gelombang suara akan terpengaruh jika ada void, retak, atau delaminasi pada material. Gelombang ultrasinic ini dibnagkitkan oleh tranducer dari bahan piezoelektri yang dapat mengubah energi listrik menjadi energi getaran mekanik kemudian menjadi energi listrik lagi.

6. Radiographic Inspection

Metode NDT ini dapat untuk menemukan cacat pada material dengan menggunakan sinar X dan sinar gamma.Prinsipnya, sinar X dipancarkan menembus material yang diperiksa. Saat menembus objek, sebagian sinar akan diserap sehingga intensitasnya berkurang. Intensitas akhir kemudaian direkam pada film yang sensitif. Jika ada cacat pada material maka intensitas yang terekam pada film tentu akan bervariasi. Hasil rekaman pada film ini lah yang akan memeperlihatkan bagian material yang mengalami cacat.


(82)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Logam Fisik Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2013 sampai dengan bulan Maret 2014.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

3.2.1. Bahan

Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Aluminium-magnesium dari body pesawat tanpa awak.

Spesimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Al-mg dari body pesawat tanpa awak dengan pertimbangan :

a. Aluminium-magnesium banyak digunakan di industry, seperti pembuatan kapal.

b. Proses pengelasan Aluminium-magnesium memerlukan keterampilan khusus dalam proses lasan.

c. Proses pembuatan Spesimen dilakukan dengan pengecoran tradisional. Ukuran spesimen pada pengujian ini adalah :

1. Panjang = 55 mm 2. Lebar = 10 mm


(83)

3. Tinggi = 10 mm

Gambar 3.1 Spesimen Uji impak

3.2.2. Alat Penelitian

Adapun peralatan yang dipergunakan selama penelitian ini adalah :

1. Gergaji (saw)

Mesin gergaji yang digunakan Merk Viebahn 220 V dengan kecepatan potong 10 mm. Gergaji ini digunakan sebagai alat pemotong benda uji, yaitu untuk mengurangi ukuran benda supaya mendapatkan ukuran yang diinginkan. Gambar 3.3 menunjukkan gergaji besi.

Gambar 3.2 Gergaji Besi


(84)

Dalam penelitian ini mesin las yang digunakan adalah mesin las oxy-acetylene . Pengelasan dengan oxy-acetylene adalah proses pengelasan secara manaual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas acetylene melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi. Proses

penyambungan dapat dilakukan dengan tekanan sangat tinggi sehingga dapat mencairkan logam. Gambar tabung oksigen dan acetylene dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Tabung Oksigen dan Acetylene

3. Mesin sekrap

Mesin sekrap yang digunakan adalah type L-450, mesin sekrap digunakan sebagai proses pembentukan benda uji pada uji tarik dan uji impak. Mesin ini menggunakan mata pahat sebagai media pemakanan.Bentuk mata pahat dapat disesuaikan dengan bentuk benda yang diinginkan.Mesin ini juga memiliki ketelitian dimensi serut (pemakanan) sangat akurat yang bertujuan untuk mendapatkan hasil ukuran yang direncanakan.Mesin skrap dapat dilihat pada Gambar 3.4.


(85)

Gambar 3.4 Mesin Skrap

4. Alat uji ketangguhan (impact charpy).

Dalam penelitian ini, alat uji ketangguhan yang digunakan adalah Torsee charpy Testing Machine di laboratorium departemen Teknik Mesin, USU. Pengujian impak adalah sebuah metode untuk mengevaluasi ketangguhan relative dari bahan-bahan teknik. Pengujian Impact Charpy secara kontinyu degunakan pada saat ini sebagai metode kontrol kualitas yang ekonomis untuk memperkirakan sensitifitas takikan dan ketangguhan impak dari bahan-bahan teknik.Hal ini biasanya digunakan untuk menguji ketangguhan logam-logam.Gambar 3.5 menunjukkan alat uji ketangguhan.

4 3 2 1 5


(86)

Gambar 3.5. Alat Uji Ketangguhan

Keterangan :

1. Trigger 2. Scale

3. Tool pemutar bandul 4. Handbrake

5. Bandul

Spesifikasi mesin :

a. Merk : Torsee Charpy Impact

b. TYPE : CI-30

c. CAP : 30 kg-m

d. MFG NO : EK9246

e. DATE : Oct.1992

f. Made in japan


(87)

5. Gerinda tangan

Mesin gerinda yang digunakan adalah gerinda tangan bermerek Hitachi. Mesin gerinda berfungsi untuk menghaluskan permukaan body pesawatyang dilas dan untuk mendapatkan dimensi yang diinginkan. Mata gerinda yang digunakan berbentuk kertas pasir dengan ukuran kekasaran 400 dan 800.

Gambar 3.7 gerinda tangan

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Prosedur Pengujian Impak

1. Spesimen diuji Impak dengan menggunakan alat uji impak charpy yang berada pada Laboratorium Ilmu Logam Fisik Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(88)

3. Sudut bandul diatur sesuai dengan standar prosedur pengujian yang sesuai dengan alat uji yaitu 147o, dengan menggunakan salah satu tool yang ada di alat uji impak tersebut. Tool tersebut dapat dapat dilihat pada Gambar 3.8.

Gambar 3.8. Tool Untuk Mengatur Sudut Bandul.

4. Spesimen diletakkan pada tumpuan, posisi takik diatur membelakangi posisi pemukulan seperti pada gambar 3.9.


(89)

5. Trigger ditarik, lalu bandul akan terlepas dan akan menghantam spesimen, trigger dapat dilihat pada Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Trigger

6. Lalu dihitung sudut dari saat bandul memukul spesimen hingga bandul mencapai sudut maksimal, dengan melihat pada scale seperti pada Gambar 3.11.


(1)

Dari perhitungan solidworks gambar diatas didapat : Massa jenis ( ρ ) : 2,62 gr/cm3

Massa ( m ) : 7164 ,66 gram Volume ( V ) : 2734,60 cm3 Luas body pesawat(A): 10395,87 cm2 W = m.g

Maka didapat Wbody pesawat = 7,16466 kg x 9,81 m/s2

= 70,28 kg m/s2


(2)

Ketebalan Lasan = t/√2 Area Minimum Lasan = t.l/√2 Dimana :

L = Panjang Lasan

P = Kekuatan Tarik Sambungan Las t = Ketebalan Plat atau Ukuran Lasan

Didapat kekuatan tarik untuk sambungan las body pesawat adalah sebagai berikut :

Ft = Kekuatan tarik ijin untuk bahan las ( 600 Mpa) 4.4. Proses Finishing

Setelah body pesawat dilas, tahap selanjutnya yang dilakukan adalah tahap finishing yaitu

t

f

l

t

P

.

2

.

=


(3)

tangan. Batu gerinda merupakan komposisi Aluminium oksida dengan putaran 11.000 – 15.000 rpm.

Gambar 4.11 Proses penggerindaan body pesawat tanpa awak.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan hasil dari pengujian pada spesimen aluminium-magnesium pada body pesawat tanpa awak setelah dilakukan proses pengelasan adalah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan cacat las dengan metode NDT (Non Destructive Test) menggunakan cairan penetrant pada 3 spesimen aluminium-magnesium yang telah mengalami pengelasan menunjukan tidak adanya cacat las yang ditemukan.

2. Pada pengujian impak menghasilkan nilai ketangguhan yang berbeda dari masing-masing spesimen. Nilai ketangguhan tertinggi dihasilkan oleh spesimen I yaitu sebesar 0,3501 Joule/mm2sedangkan nilai ketangguhan terendah terdapat pada spesimen III sebesar 0,2616 Joule/mm2, dan dapat disimpulkan bahwa pada pengujian impak semakin kecil hasil pemukulan akhir (β) maka nilai ketangguhan impak semakin besar.

3. Setelah dilakukan pengujian Impak dari spesimen dan pengelasan pada body pesawat tanpa awak dapat kita simpulkan bahwa pengelasan OAW ( Oxy Acetylene Welding )cocok dipakai untuk pengelasan body pesawat paduan Aluminium (96%) – Magnesium (4%).


(5)

1. Diharapkan pada peneliti selanjutnya untuk mengembangkan penelitian tentang pengelasan ini agar dapat mendapatkan hasil lasan yang lebih baik lagi seiring dengan perkembangan teknologi.

2. Pada proses pengelasan, diharapkan pada pelaksana proses pengelasan agar lebih memperhatikan faktor keamanan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. ASM Handbook. 1988. Metals HandbookNinth Edition Volume 15 Casting.

TheUniversity of Alabama.

2. ASM Handbook. 2000. Volume 9Metallography and Microstructures. International ASM 3. Harsono Wiryosumatro & Thosie Okumura, Teknologi Pengelasan Logam. Pradnya

Paramita, Jakarta Cetakan ke IX 4 hhtp://WWW.ilmuterbang.com/

5.. hhtp://WWWmesin-teknik.blogspot.com.

6. Pasaribu, Hisar M. Pedoman Perancangan Awal Pesawat Terbang,ITB1993. 7. S, Widharto, 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia, cetakan pertama, Jakarta, Pradnya Pramita

8. Sindo kou. WELDING METALLURGY. University of Wiconsin

9. Surdia, Tata. & Chijiiwa Kenji. 1991. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PradnyaParamita


Dokumen yang terkait

Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las dan Foto Mikro dari Material Aluminium-Magnesium pada Sayap Pesawat Tanpa Awak

3 47 107

Pengaruh Ketangguhan Sambungan Las Pada Material Aluminium-Magnesium Terhadap Beban Impak Dengan Variasi Sudut Kampuh V 60 Derajat dan 90 Derajat

2 35 88

Analisa Data Dan Titik Berat Sayap Pada Pesawat Tanpa Awak Dan Pengujian Impak Dengan Material Aluminium – Magnesium (96%-4%)

2 65 84

ANALISA PENGARUH FILLER METAL ZINC TERHADAP SIFAT MEKANIK SAMBUNGAN BEDA MATERIAL PADA LAS TITIK ANTARA Analisa Pengaruh Filler Metal Zinc Terhadap Sifat Mekanik Sambungan Beda Material Pada Las Titik Antara Baja Tahan Karat Dan Aluminium.

0 3 19

PENGARUH DESAIN SAMBUNGAN LAS SPOT WELDING TERHADAP KEKUATAN SAMBUNGAN PADA Pengaruh Desain Sambungan Las Spot Welding Terhadap Kekuatan Sambungan Pada Material Mild Steel.

0 1 20

NASKAH PUBLIKASI Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 2 26

TUGAS AKHIR Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 3 15

PENDAHULUAN Studi Karakteristik Pengaruh Kekasaran Permukaan Terhadap Hasil Sambungan Las Spot Welding Pada Material Aluminium Paduan.

0 5 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Ketangguhan Tegangan Tarik Sambungan Las dan Foto Mikro dari Material Aluminium-Magnesium pada Sayap Pesawat Tanpa Awak

0 0 45

PENGARUH KETANGGUHAN SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL ALUMINIUM-MAGNESIUM TERHADAP BEBAN IMPAK DENGAN VARIASI SUDUT KAMPUH V 60

0 0 12