INFLUENCE PERCEPTION OF LEADERSHIP STYLE, SUPERVISION AND MOTIVATION OF JOB SATISFACTION EMPLOYEES EDUCATION OFFICE BANDAR LAMPUNG CITY

(1)

INFLUENCE PERCEPTION OF LEADERSHIP STYLE, SUPERVISION AND MOTIVATION OF JOB SATISFACTION EMPLOYEES

EDUCATION OFFICE BANDAR LAMPUNG CITY by

MUHAMMAD KAMAL ARIFIN

The purpose of this study to determine and analyze the degree of influence of leadership styles, supervision and motivation of employees in both job satisfaction and partially together. Any problems related to employee job satisfaction, leadership style is different, the lack of oversight of the leadership, and motivation of diverse employees, so it needs to be studied its effect on employee job satisfaction.

The research method used was a quantitative study with correlation techniques to determine the relationship and the relationship between two or more variables, using the questionnaire method of data collection (questionnaires) and documentation. Data collection techniques using a questionnaire with a scale of five response options. The study population were employees of Bandar Lampung City Department of Education totaling 120 people and as many as 92 people made the study sample. Data analysis techniques using simple regression analysis and multiple regression analysis.

The results showed there were significant effects between leadership styles, supervision, motivation, job satisfaction of employees, of these three variables on leadership style contributed most greatly to employee job satisfaction.

Keywords: Leadership style, supervision, motivation and satisfaction employees working.


(2)

PENGARUH PERSEPSI GAYA KEPEMIMPINAN, PENGAWASAN DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA PEGAWAI

DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh

MUHAMMAD KAMAL ARIFIN

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis mengenai tingkat pengaruh gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai baik secara parsial dan secara bersama-sama. Adanya permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja pegawai, gaya kepemimpinan yang berbeda-beda, kurangnya pengawasan dari pimpinan, serta motivasi kerja pegawai yang beraneka ragam, sehingga perlu dikaji pengaruhnya terhadap kepuasan kerja pegawai.

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan teknik korelasi untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih, Metode pengumpulan data menggunakan angket (kuesioner) dan dokumentasi. Teknik pengumpulan data menggunakan angket dengan skala lima pilihan jawaban. Populasi penelitian adalah pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung berjumlah 120 orang dan sebanyak 92 orang dijadikan sampel penelitian. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi sederhana dan analisis regresi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya kepemimpinan, pengawasan, motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai, dari ketiga variabel tersebut di atas gaya kepemimpinan memberikan sumbangan paling besar terhadap kepuasan kerja pegawai.

Kata Kunci : Gaya kepemimpinan, pengawasan, motivasi dan kepuasan kerja pegawai.


(3)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Seorang pegawai jika tidak mendapatkan kepuasan dalam bekerja, akan berdampak terhadap kegagalan perwujudan visi dan misi organisasi. Kepuasan kerja pegawai merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas kerja yang diberikan oleh pegawai tersebut. Kepuasan kerja pegawai akan menimbulkan dampak yang positif. Kepuasan kerja akan meningkatkan kinerja pegawai.

Teori kepuasan kerja menurut Wesley dan Yulk dapat diterangkan menurut tiga macam teori, yaitu : pertama, discrepancy theory mengemukakan bahwa untuk mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja tergantung pada discrepancy antara should he (expectation needs atau values) dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperolah atau dicapai melalui pekerjaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wanous dan Lawler (dalam As’ad, 2003) mengemukakan bahwa sikap karyawan terhadap pekerjaannya tergantung pada bagaimana ketidaksesuaian (discrepancy) yang dirasakan. Dengan demikian pegawai akan merasa puas bila tidak ada perbedaan antara yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan yang didapatkan.


(4)

Kedua, equity theory yang dikembangkan oleh Adam (1963) teori ini mengemukakan bahwa orang kan merasa puas sepanjang mereka merasa ada keadilan (equity). Perasaan equty dan inequity atas suatu situasi diperoleh orang dengan ncara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekantor maupun di tempat lain.

Ketiga, two factor theory yang dikemukanan oleh Herzberg (1966) prinsip-prinsip teori ini adalah bahwa kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan variabel yang kontinyu (dalam As’ad, 2003). Berdasarkan hasil penelitian Herzberg membagi situasi yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap pekerjaannya menjadi dua kelompok yaitu: (a) statisfers atau motivasi, faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya sebagai sumber kepuasan terdiri dari: achievement, recognition, work it self, responsibility dan advancement, dan (b) dissatifiers atau hygiene factors, yaitu faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, seperti : company policy and administration, supervision tehnical, salary, interpersonal relations, working condition, job securitydan status. Dessler (1982) mengemukakan karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran yang lebih baik, tetapi kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan dan kadang-kadang berprestasi lebih baik yang tidak memperoleh kepuasan kerja (dalam Handoko, 2001). Organisasi yang mempunyai pegawai yang lebih puas cenderung lebih efektif apabila dibandingkan dengan organisasi yang mempunyai pegawai yang kurang puas (Robbins, 2007).

Pelayanan yang tidak memuaskan yang diberikan menjadi tidak seperti yang diharapkan, berada dibawah standard dan menjadi sumber keluhan


(5)

pelanggan. Manusia merupakan motor penggerak sumber daya yang ada dalam rangka aktifitas dan rutinitas dari sebuah organisasi atau perusahaan. Sebagaimana diketahui sebuah organisasi atau perusahaan, didalamnya terdiri dari berbagai macam individu yang tergolong dari berbagai status yang mana status tersebut berupa pendidikan, jabatan dan golongan, pengalaman, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pengeluaran, serta tingkat usia dari masing-masing individu tersebut (Hasibuan, 2001:147).

Pimpinan secara individual maupun sebagai kelompok, tidak mungkin dapat bekerja sendirian. Pimpinan membutuhkan sekelompok orang lain, yang dengan istilah populer dikenal sebagai bawahan, yang digerakkan sedemikian rupa sehingga para bawahan itu memberikan pengabdian dan sumbangsihnya kepada organisasi, terutama dalam cara bekerja yang efisien, efektif, ekonomis dan produktif.

Gaya kepemimpinan adalah salah satu faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja karyawan. Seorang karyawan dituntut untuk mengetahui tingkat kepedulian dan tingkat ketertarikan seorang pemimpin untuk memberikan bantuan dalam konteks pekerjaan kepada karyawannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan kerja karyawan (Luthans, 2006). Dari pendapat tersebut jelas bahwa gaya kepemimpinan akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.

Pengawasan merupakan salah satu sumber penting dari kepuasan kerja. Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17). Pengawasan yang rutin dilakukan oleh seorang pimpinan akan


(6)

menimbulkan bawahan bekerja dengan baik dan dapat mempengaruhi dalam pekerjaan mereka.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan adalah motivasi. Motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Dengan pemberian motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya “ (Manullang : 1990).Kondisi tersebut mewujudkan bahwa, pemberian motivasi merupakan faktor penting, karena penyelesaian pekerjaan adalah pada para staf, dengan kata adalah lain keberhasilan organisasi amat ditentukan oleh hasil kerja yang dilakukan orang lain (bawahan). Untuk melaksanakan tugas sebagai seorang manajer ia harus membagi-bagi tugas dan pekerjaan tersebut kepada seluruh pegawai yang ada dalam unit kerjanya sesuai hierarkhi. Seorang pimpinan harus mampu menciptakan suasana yang kondusif, memberikan cukup perhatian, memberikan penghargaan terhadap prestasi kerja, menjalin komunikasi yang baik dengan seluruh pegawai. Untuk menciptakan kondisi demikian, diperlukan adanya usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas dan kepuasan kerja bagi setiap pegawai.

Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, dalam memberikan pelayanannya selalu berorientasi kepada kepuasan konsumen. Kepuasan konsumen merupakan tujuan utama dari setiap pelayanan. Pelayanan yang diterima hanya akan dapat diberikan oleh karyawan yang mempunyai tingkat kepuasan yang cukup. Sehingga kita patut menjaga hal-hal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja pegawai sebagai pelaksana pemberi pelayan tersebut.


(7)

Sesuai dengan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 05 Tahun 2008, Dinas Pendidikan mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang Pendidikan berdasarkan azas otonomi dan tugas perbantuan. Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung merupakan salah satu instansi pada pemerintah Kota Bandar Lampung memiliki pegawai sebanyak 120 orang. dengan sebaran sebagai berikut ;

Tabel.1.1 DATA PEGAWAI

DINAS PENDIDIKAN KOTA BANDAR LAMPUNG

No. Jabatan PNS Non. PNS Jumlah

1 ESELON II 1 0 1

2 ESELON III 5 0 5

3 ESELON IV 15 0 15

4 STAF 89 10 99

JUMLAH 110 10 120

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Tahun 2011

Seperti terlihat pada tabel 1.1 di atas, pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung berjumlah 120 orang yang terdiri dari pejabat/pimpinan yang memiliki eselon berjumlah 21 orang atau 17,5% dan staf yang berjumlah 99 orang atau 82,5 %.

Kepuasan kerja merupakan dampak atau hasil dari keefektifan performance dan kesuksesan dalam bekerja. Kepuasan kerja yang rendah pada organisasi adalah rangkaian dari 1) menurunnya pelaksanaan tugas, 2) meningkatnya absensi, dan 3) penurunan moral organisasi. (Yukl,1998).


(8)

Tabel 1.2

Rekapitulasi Kehadiran Apel Pagi Pukul. 7.30 WIB

Pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung yang berjumlah 120 orang Keadaan Bulan September 2011 (20 hari kerja)

No PRESENSI Tanggal

3 4 5 6 7 10 11 12 13 14 17 18 19 20 21 24 25 26 27 28 1 Hadir 86 82 81 81 80 85 81 82 80 79 85 82 81 80 80 84 82 81 82 80 2 Alpa 24 26 29 28 28 29 31 30 33 30 27 29 31 32 32 31 28 30 27 29

3 Izin 5 7 8 8 9 4 6 6 5 7 4 5 6 6 6 3 8 7 8 8

4 Sakit 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

5 Dinas Luar 3 3 1 1 2 2 2 1 1

Sumber : Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung Tahun 2011

Dari tabel 1.2 di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai yang tidak hadir/alpa (tanpa keterangan) cukup tinggi yaitu 29,2% pada apel pagi selama bulan september 2011.

Tabel 1.3

Rekapitulasi Kehadiran Apel Sore Pukul. 15.30 WIB

Pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung yang berjumlah 120 orang Keadaan Bulan September 2011 (20 hari kerja)

No PRESENSI Tanggal

3 4 5 6 7 10 11 12 13 14 17 18 19 20 21 24 25 26 27 28 1 Hadir 78 75 75 77 72 80 77 73 73 76 79 74 77 76 72 78 75 76 75 71 2 Alpa 29 30 35 31 33 30 32 35 36 32 32 35 34 34 36 34 35 33 33 32

3 Izin 8 10 8 9 12 8 9 10 9 8 5 7 7 8 10 6 8 9 9 14

4 Sakit 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

5 Dinas

Luar 3 3 1 1 2 2 2 1 1

Dari tabel 1.3 di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah pegawai yang tidak hadir/alpa (tanpa keterangan) cukup tinggi yaitu 33,05% pada apel sore hari selama bulan september 2011, ketidakhadiran pada apel sore cenderung meningkat dari apel pagi ini menandakan pegawai pulang lebih awal dari waktu yang semestinya yaitu pukul 15.30 WIB.


(9)

Berdasarkan informasi yang diperoleh peneliti, ada keluhan dari para pegawai yang disampaikan, misalnya kurangnya motivasi dan semangat para pegawai untuk masuk kerja tepat pada waktunya yaitu pukul 07.30 WIB dengan berbagai macam alasan, terutama bagi pegawai yang rajin dan disiplin mendapatkan perlakuan yang sama dengan mereka yang tidak disiplin bahkan jarang masuk kerja tidak mendapatkan ganjaran atau sanksi.

Ketidakpuasan lainnya juga tampak dalam beberapa hal. Seperti peluang pendidikan yang masih kurang sehingga ketrampilan pegawai kurang mendukung penyelesaian berbagai tupoksi, komunikasi dengan atasan kurang baik, dan bimbingan yang dirasakan masih kurang.

Pengawasan pimpinan kepada bawahan memberikan kontribusi besar dalam kepuasan kerja pegawai. Hal tersebut tampak dengan adanya keluhan atasan yang sulit dalam hal pengawasan yang dilakukan, komunikasi yang dirasakan kurang baik oleh atasan, dukungan atasannya dalam mengerjakan tugas yang dirasakan tidak ada bimbingan.

Bimbingan yang semestinya dapat diberikan oleh atasan, menjadi keluhan karena perlakuan atasan yang dirasakan mencari-cari alasan kesalahan staf dan tidak menunjukkan bagaimana cara menyelesaikan permasalahan yang ditemui stafnya. Para pimpinan selayaknya mengetahui kepuasan kerja pegawainya. Masalah kepuasan kerja pegawai tersebut jika tidak diselesaikan akan berdampak lebih besar terhadap kinerja kantor .

Kepuasan kerja yang baik akan dapat memberikan pengaruh kepada pelayanan yang diberikan kepada pelanggan. Kepuasan kerja pegawai tersebut diidentifikasi untuk dikelola untuk dapat mengambil langkah-langkah yang


(10)

diperlukan. Ketidakpuasan kerja pegawai juga dapat diketahui lebih awal sehingga dapat dilakukan intervensi terhadap faktor tersebut.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1.2.1 Gaya kepemimpinan yang berbeda menyebabkan para staf merasakan kepuasan yang tidak sama dalam bekerja.

1.2.2 Adanya perbedaan persepsi terhadap gaya kepemimpinan atasan langsung pada jenjang level eselon IV (kasi/kasubag).

1.2.3 Pengawasan pimpinan kurang rutin dilaksanakan sehingga para staf bekerja baik apabila diawasi oleh pimpinan saja.

1.2.4 Lemahnya disiplin kerja pengawai karena kurangnya pengawasan dari pimpinan, berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi pegawai yaitu pegawai datang ke kantor terlambat dan meninggalkan kantor lebih cepat dari waktu pulang yang telah ditentukan.

1.2.5 Motivasi kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung tidak sama antara satu dengan lainnya sehingga tingkat kepuasan pegawai juga berbeda.

1.2.6 Pimpinan kurang atau sedikit yang memberikan penghargaan (reward) kepada pegawai yang disiplin dan berprestasi.

1.2.7 Pimpinan belum melakukan pembagian tugas dan wewenang kepada para staf secara merata, sehingga menimbulkan kecemburuan.


(11)

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini permasalahan yang ada dibatasi pada pengaruh gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi kerja terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

1.4 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut penulis merumuskan masalah “kurangnya kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung “, dengan permasalahan yaitu:

1.4.1 Apakah terdapat pengaruh signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung?

1.4.2 Apakah terdapat pengaruh signifikan antara pengawasan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung?

1.4.3 Apakah terdapat pengaruh signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung?

1.4.4 Apakah terdapat pengaruh signifikan antara gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung?

Berdasarkan uraian tersebut, penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh gaya pemimpinan, pengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung”.

1.5 Tujuan penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1.5.1 Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja pegawai di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung


(12)

1.5.2 Untuk menganalisis pengaruh pengawasan terhadap kepuasan kerja pegawai di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

1.5.3 Untuk menganalisis pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

1.5.4 Untuk menganalisis pengaruh gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi secara bersama-sama terhadap kepuasan kerja pegawai di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

1.6 Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian dapat di kategorikan menjadi dua, yaitu teoritis dan praktis.

1.6.1 Secara teoritis penelitian ini dapat berguna bagi :

1.6.1.1 Dapat menambah ilmu pengetahuan sebagai bahan kajian empiris tentang gaya kepeminpinan, pengawasan, motivasi dan kepuasan kerja.

1.6.1.2 Hasil penelitian ini diharapkan dapat di pakai sebagai pendalaman tentang masalah-masalah yang berhubungan dengan sumber daya manusia serta upaya identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.

1.6.1.3 Sebagai bahan referensi serta menambah wawasan bagi rekan-rekan mahasiswa dalam penyusunan tesis yang berkaitan dengan gaya kepeminpinan, pengawasan, motivasi dan kepuasan kerja. 1.6.1.4 Berguna bagi peneliti berikutnya sebagai bahan untuk mencari

faktor lain yang mempengaruhi kepuasan kerja. 1.6.2 Secara praktis peneltian ini dapat berguna bagi :


(13)

1.6.2.1 Bagi institusi diharapkan dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk meninjau kembali terhadap kebijakan yang telah dilakukan dalam kaitannya mengenai gaya kepeminpinan, pengawasan, motivasi dan kepuasan kerja.

1.6.2.2 Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, memberikan informasi tentang tingkat kepuasan kerja pegawai untuk mengambil langkah yang diperlukan dan dapat memberikan acuan pengambilan keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya manusia, melalui upaya yang bertujuan meningkatkan kepuasan kerja.

1.6.2.3 Peneliti, untuk menambah wawasan dan pengetahuan mengenai pengaruh gaya kepeminpinan, pengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai sehingga dapat berguna sebagai bekal agar dapat menerapkan teori yang didapat di perkuliahan dengan keadaan yang sebenarnya.

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari terjadinya salah penafsiran dalam penelitian ini, maka penulis membatasi ruang lingkup penelitian yang berjudul “Pengaruh gaya pemimpinan, kepengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung” sebagai berikut:

1.7.1 Penelitian ini dilakukan pada Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung pada Bulan Maret sampai Juni tahun 2011 dan yang menjadi subjek penelitian adalah pegawai


(14)

1.7.2 Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi kerja sebagai variabel bebas serta kepuasan kerja sebagai variabel terikat.

1.7.3 Gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam mempengaruhi kelompoknya menuju suatu visi atau tujuan yang telah ditetapkan.

1.7.4 Pengawasan ialah suatu proses mengevaluasi hasil kerja dan untuk memperoleh keyakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

1.7.5 Motivasi kerja adalah dorongan atau menggerakkan. Secara konkrit motivasi dapat diberikan kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi. 1.7.6 Kepuasan kerja adalah keadaan perasaan seseorang yang menyenangkan


(15)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

Bagian ini memaparkan teori-teori serta pustaka yang dipakai pada waktu penelitian. Teori-teori ini diambil dari buku literatur, koran, dan dari internet. Teori yang dibahas meliputi teori kepuasan kerja, gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi.

2.1 Kepuasan Kerja

Pengertian tentang kepuasan kerja telah banyak diungkapkan oleh para ahli dan pada intinya tidak terlalu jauh dalam pengertiannya. Kepuasan kerja adalah keadaan perasaan yang menyenangkan terhadap pekerjaan dimana karyawan tersebut bekerja. Hal tersebut akan mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Hal tersebut akan tampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya. (Handoko, 1997).

Menurut Loche (dalam Organ 1996) kepuasan kerja sebagai suatu keadaan yang menyenangkan atau keadaan emosi yang positif yang berasal dari penilaian kognitif, efektif dan evaluatif dari pengalaman kerjanya selama ini. Kepuasan kerja merupakan sikap yang ditunjukkan dalam menilai pekerjaannya terhadap apa yang diterimanya selama ini. Sikap yang ditunjukkannya akan terlihat dri evaluasi latar belakang sikap yang menguntungkan pekerjaan atau tidak menguntungkan pekerjaannya (Robbins, 2007).


(16)

Kepuasan kerja merupakan perasaan seorang terhadap pekerjaannya yang tampak dalam hal sikap positif pekerja terhadap pekerjaannya di lingkungan kerjanya. Jika terjadi ketidaksesuaian dengan perasaannya maka dapat berakibat kepada hal negatif terhadap apa yang dilakukannya di lingkungannya masing-masing. Ketidakpuasan kerja yang akan dapat menimbulkan suatu tindakan untuk meninggalkan perusahaannya bekerja (As’ad, 2001).

Kepuasan kerja akan dapat memberikan kepuasan pelanggan dalam memberikan pelayanannya. Dalam organisasi yang menjual jasa pelayanan, utamanya dalam hubungan dengan pelanggan sebaiknya dapat mempertahankan kepuasan kerja karyawannya. Karyawan yang puas akan dapat memberikan pelayanan yang lebih ramah, ceria dan responsif yang sangat dihargai oleh pelanggannya, dalam hal ini pasien. Karena karyawan tidak mudah berpindah maka jika pasien tersebut kembali akan kembali dilayani oleh karyawan tersebut, yang wajahnya sangat familier dan sudah ada pengalaman sebelumnya dalam memberikan pelayanannya dahulu. Pelanggan yang tidak puas akan dapat menimbulkan ketidakpuasan terhadap karyawan bersangkutan. Ini disebabkan oleh keluhan yang disampaikan kepada karyawan tersebut (Robbins, 2007)

Penelitian yang meneliti tentang hubungan kepuasan kerja telah dilakukan, oleh Wilkinson dan Alvin (1993) meneliti tentang hubungan gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja dan produktivitas kerja, pada petugas konseling dengan atasan langsungnya di Viginia. Perbedaan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel independennya adalah gaya kepemimpinan dan motivasi kerja sedangkan pada penelitian Wilkinson dan Alvin hanya variabel gaya kepemimpinan dan juga melihat pengaruh kepuasan kerja terhadap produktifitas kerja pegawai.


(17)

2.1.1 Teori Kepuasan Kerja.

Teori kepuasan kerja telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Teori kepuasan erat kaitannya dengan motivasi seseorang dalam melakukan tindakan, dan tindakannya tersebut akan dinilai oleh dirinya sendiri yang akan menimbulkan perasaan kepuasan ataupun ketidakpuasan dalam dirinya (Luthans, 2006)

Teori motivasi kontemporer yang ada saat ini dirasakan lebih dapat menjelaskan dan memberikan gambaran tentang kondisi pemikiran saat ini, namun agar disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Mc.Clelland (dalam Usman, 2009) dengan Teori Kebutuhan Mc.Clelland menjelaskan bahwa terdapat tiga hal yang di butuhkan sehingga dapat mencapai kepuasan antara lain kebutuhan akan pencapaian kerja, kebutuhan kekuatan dan kebutuhan akan afiliasi dengan lingkungannya. Teori evaluasi kognitif dimana menyatakan bahwa pemberian penghargaan perilaku sebelumnya secara ekstrinsik akan dapat memberikan kepuasan intrinsic cendrung akan mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan (Robbins, 2007).

Teori The Porter-Lawler Model (dalam Steer, 1996) menyatakan bahwa ada penghargaan dari dalam dan penghargaan dari luar karyawan tersebut yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dimana persepsi yang diterimanya akan menjadi suatu sikap kepuasan kerja. Penilaian kepuasan yang telah dirasakannya tersebut akan kembali dinilai sebagai nilai bagi dirinya. Dan ditambah lagi dengan adanya asumsi bahwa usaha yang akan dilakukan tersebut kemungkinannya akan dihargai oleh perusahaan atau tidak. Usaha yang akan dilakukan tersebut akan menghasilkan suatu kinerja, tetapi karyawan akan melakukan pekerjaannya tersebut akan menyesuaikan dengan kemampuan dan pemahamannya terhadap


(18)

kebijakan yang akan diterimanya. Kinerja yang akan dihasilkan tersebut merupakan penghargaan bagi dirinya, kemungkinan mendapat penghargaan dari pihak luar, dan penerimaan terhadap penghargaan interaksi tersebut akan menghasilkan suatu keadaan kepuasan kerja.

Perceived

VALUE Ability and eguitable

REWARD Traits reward

Intrinsik

Effort Performance REWARD Satisfaction

(accomplishment)

Ekstrinsik

Perceived effort Role REWARD

reword

probablility perception

Gambar 2.1 Teori The Porter- Lawler Model

Sumber Lyman W Porter and Edward E. Lawler lll, dikutip dari Motivation and leadership at Work, Sixth Edition, 1996

Teori Porter-Lawler Model (dalam Steer, 1996) merupakan model pendekatan terhadap penghargaan instrinsik dan ekstrinsik akan sangat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dimana pada model ini dapat diterangkan bahwa adanya faktor instrinsik dan ekstrinsik yang ada dalam setiap pekerjaan yang dilakukan oleh seorang karyawan yang kemudian diikuti dengan penilaiannya terhadap penghargaan tersebut akan dapat menimbulkan kepuasan yang dirasakan oleh karyawan tersebut.

Teori Dua Faktor dikamukakan oleh Frederick Herzberg yang menghubungkan faktor higiene dan motivator, dimana dengan rasa nyaman dalam hal ini berhubungan dengan kepuasan kerja dikaitkan dengan faktor motivator


(19)

sedangkan faktor higiene berkaitan dengan faktor ketidakpuasan kerja. Menurut Herzberg faktor yang menghasilkan kepuasan kerja berbeda dengan faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Faktor higiene menurut Herzberg merupakan faktor yang dapat membuat karyawan menjadi tidak tidak puas seperti kebijakan perusahaan dan administrasi, pengawasan, hubungan antar pribadi dan atasan, kondisi kerja, gaji. Dan faktor lainnya adalah faktor motivator yang merupakan faktor yang dapat memberikan kepuasan kerja antara lain adalah pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, penghargaan, kemajuan, pencapaian prestasi (Luthans, 2006).

2.1.2 Faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja.

Kepuasan kerja dominan dipengaruhi pekerjaan itu sendiri, pembayaran, supervisi, kesempatan untuk promosi, pengawasan dan rekan kerja yang mendukungnya (Robbins, 2007). Pekerjaan yang menarik hampir selalu merupakan hal yang paling memberikan kepuasan kerja secara keseluruhan. Dimana setiap karyawan akan lebih merasa puas terhadap pekerjaan yang dirasakannya menantang dan dapat membangkitkan semangat daripada pekerjaan yang rutin. Supervise yang dimaksudkan adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan masing-masing ditempat kerja. Pembayaran menyangkut sikap karyawan terhadap uang atau kompensasi yang diterimanya selama ini. Promosi merupakan kesempatan karyawan untuk dapat menduduki posisi tertentu, mengikuti pendidikan, kesempatan dan tanggungjawab kepada perusahaan. Rekan kerja yang mendukung akan menjadi faktor pendukung kepuasan kerja yang diberikan ditempat kerja masing-masing.


(20)

Beberapa penelitian tentang kepuasan kerja melakukan pengukuran kepada faktor penyebab kepuasan kerja. Gaya kepemimpinan merupakan sumber penting yang mengakibatkan kepuasan kerja karyawan. Gaya kepemimpinan tampak dalam pengawasan yang mereka lakukan terhadap karyawannya. Seorang karyawan dituntut untuk mengetahui tingkat kepedulian dan tingkat ketertarikan seorang pemimpin untuk memberikan bantuan dalam konteks pekerjaan kepada karyawannya sehingga dapat menimbulkan kepuasan kerja karyawan (Luthans, 2006).

Jadi kepuasan kerja dipengaruhi oleh pengalaman kerja yang menyenangkan dan sikap positif terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya.

Dengan demikian kepuasan kerja adalah suatu keadaan perasaan yang menyenangkan atau keadaan emosi pada diri seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, dengan indikator : (1) pekerjaan itu sendiri, (2) pembayaran/gaji, (3) kesempatan untuk promosi, (4) hubungan antar rekan sekerja, (5) pengawasan dari pimpinan.

2.2. Teori-teori Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi kelompok menuju suatu visi atau serangkaian tujuan yang ditetapkan kelompok tersebut. Sumber pengaruh tersebut dapat berasal dari dalam struktur yang formal maupun di luar struktur yang formal (Robbins, 2007). Studi tentang kepemimpinan bisa dikelompokkan menjadi 4 (empat) pendekatan. Fiedler (dalam Nawawi, 2003), menyatakan keempat teori kepemimpinan tersebut , yaitu :


(21)

1. Teori Great Man dan Teori Big Bang.

Teori ini megemukakan kepemimpinan merupakan bakat atau bawaan sejak seseorang lahir dari kedua orang tuanya. Bennis dan Nanus (dalam Nawawi, 2003), menyatakan pemimpin dilahirkan bukan diciptakan. Teori ini melihat kekuasaan berada pada sejumlah orang tertentu, yang melalui proses pewarisan memiliki kemampuan memimpin atau karena keberuntungan memiliki bakat untuk menempati posisi sebagai pemimpin. Teori Big-Bag mengintegrasikan antara situasi dan pengikut anggota organisasi sebagai jalan yang dapat mengantarkan seseorang menjadi pemimpin. Situasi yang dimaksud adalah peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian besar seperti revolusi, kekacauan/kerusuhan, pemberontakan, reformasi dan lain-lain.

2. Teori Sifat atau Krakteristik Keperibadian.

Teori ini mengemukakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apa bila memiliki sifat-sifat atau krakteristik kepribadian yang dibutuhkan oleh seorang pemimpin, meskipun orang tuanya khususnya ayah bukan seorang pemimpin. Teori ini ini bertolak dari pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat/krakteristik keperibadian yang dimiliki.

3. Teori Perilaku.

Teori ini bertolak dari pemikiran bahwa kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi, tergantung pada perilaku atau gaya bersikap dan/atau gaya bertindak seorang pemimpin. Dengan demikian berarti juga teori uni juga memusatkan perhatiaannya pada fungsi-fungsi kepemimpinan. Dengan kata lain keberhasilan seorang pemimpin dalam mengefektifkan organisasi, sangat


(22)

tergantung dari perilakunya dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan di dalam strategi kepemimpinannya.

4. Teori Kontingensi atau Teori Situasional.

Teori situasioanal dapat disimpulkan bahwa seseorang pemimpin yang efektif harus memperhatikan faktor-faktor situasional yang terdapat di dalam organisasi. Karena faktor-faktor situasi tersebut tidak selalu tetap, maka diperlukan kemampuan dari pemimpin untuk mengadaptasi kepemimpinan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi.

2.2.1 Persepsi Gaya Kepemimpinan 2.2.1.1 Persepsi

Setiap individu memiliki pemikiran tersendiri mengenai apa yang ditankapnya melalui indera masng-masing, sehingga setiap individu memiliki perbedaan persepsi dalam memaknai sebuah abjek atau gejala yang ia tangkap.

“Persepsi adalah suatu proses yang ditempuh oleh individu untuk mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka agar memberikan makna bagi lingkungan mereka” (Robbins dalam Barokah, 2005)

Berdasarkan pengertian tersebut, persepsi dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera agar memberikan makna kepada lingkungan mereka. Bagaimanapun seperti telah kita catat, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda-beda dari kesempatan yang obyektif.


(23)

1. Pelaku persepsi (bila seoarang individu memandang pada suatu obyek dan mencoba menafsirkan apa yang dilihatnya, penafsiran ini sangat dipengaruhi oleh karakteristik pribadi dari perilaku persepsi itu)

2. Target/obyek (karakteristik-karateristik dari target yang kan diamati dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan)

3. Situasi (unsur-unsur lingkungan sekitar kita, mempengaruhi persepsi kita, seperti waktu, keadaan, tempat kerja dan keadaan sosial)

Robbins (dalam Barokah, 2005)

Pada dasarnya bila kita mengamati perilaku seorang individu, kita berusaha menentukan apakah perilaku itu karena penyebab, internal atau eksternal. Perilaku yang disebabkan faktor internal adalah perilaku yang diyakini berada di bawah kendali pribadi dari individu itu, sedangkan yang disebabkan faktor eksternal dilihat sbagai hasil dari sebab-sebab luar yaitu orang itu dilihat sebagai terpaksa berperilaku demikian oleh situasi.

2.2.1.2 Gaya Kepemimpinan Situasional

Gaya kepemimpinan adalah cara yang dipergunakan oleh pemimpin dalam memberikan pengaruh kepada pengikutnya. Gaya kepemimpinan tersebut lebih menekankan kepada perilaku yang ditunjukan pimpinan dengan bawahannya saja, baik yang sifatnya bantuan personal maupun dalam konteks pekerjaan. Pengaruh yang diberikan lebih menekankan kepada partisipasi dan perhatian kepada aktifitas keterlibatan karyawan. Hal tersebut akan tampak pada petunjuk dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan, dukungan social emosional yang


(24)

diberikan, dan tingkat kesiapan dan kematangan para pengikut yang ditunjukan dalam melaksanakan tugas tertentu dan pengawasan kerja (Thoha, 2007).

Paul Hersey dan Ken Blanchard (dalam Robbins, 2007) mengembangkan sebuah model kepemimpinan yang disebut dengan teori kepemimpinan situasional (SLT) yang telah banyak dimasukkan dalam program pelatihan kepemimpinan. Kepemimpinan situasional merupakan teori kemungkinan yang berfokus kepada kesiapan para pengikutnya. Kepemimpinan yang berhasil dicapai dengan memilih gaya kepemimpinan yang besar yang bergantung dari tingkat kesiapan pengikutnya. Dimana efektifitas pemimpin akan sangat bergantung kepada apa yang dilakukan pengikutnya. Kesiapan pengikutnya meliputi kemampuan dan kemauan untuk menyelesaikan tugas tertentu yang diberikan oleh pemimpinnya. Prilaku pemimpin yang paling efektif adalah tergantung kemampuan dan motivasi pengikutnya.

Kepemimpinan situasional menurut Hersey dan Blanchard adalah berdasarkan pada saling ketergantungan antara tiga hal yaitu prilaku mendukung dan perilaku mengarahkan yang diberikan oleh pimpinan, dan tingkat kesiapan atau kematangan para pengikutnya yang ditujukan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi dan tujuan tertentu (Luthans, 2006)

Menurut Hersey dan Blanchard 1998 (dalam Thoha, 2007) terdapat empat gaya kepemimpinan

1. Gaya 1 (gaya intruksi), dimana seorang pemimpin menunjukkan perilaku yang banyak memberi pengarahan dan sedikit dukungan. Pemimpin ini memberikan instruksi yang spesifik dan tujuan untuk pengikutnya dan secara ketat mengawasi pelaksanaan tugas mereka. Ciri gaya kepemimpinan ini adalah komunikasi yang terjadi adalah satu arah, pemimpin memberikan batasan peran pengikutnya, memberitahu tentang apa, bagaimana, bilamana dan dimana melaksanakan berbagai tugas. Inisiatif pemecahan masalah dan


(25)

pembuatan keputusan semata-mata dilakukan pemimpin, pemecahan masalah dan keputusan diumumkan dan pelaksanaan tugasnya diawasi secara ketat oleh pimpinan.

2. Gaya 2 (gaya konsultasi), seorang pimpinan menunjukan perilaku yang banyak memberikan arahan dan banyak memberikan dukungan. Pemimpin dalm gaya ini mau menjelaskan keputusan dan kebijakan yang diambil dan mau menerima pendapat dari pengikutnya, tetapi masih tetap memberikan pengawasan dan pengarahan dalam penyelesaian tugas pengikutnya. Ciri yang membedakan dengan gaya instruksi adalah komunikasi yang sudah dua arah dan peran serta pengikut tentang keputusan dengan berusaha mendengar perasaan pengikut tentang keputusan yang mereka buat, ide, saran, dan pengawasan terhadap pengambilan keputusan tetap pada pimpinan.

3. Gaya 3 (gaya partisipasi), seorang pemimpin menekankan pada banyak memberikan dukungan dan sedikit dalam pengarahan. Dalam gaya seperti ini pemimpin menyusun bersama keputusan dengan para pengikutnya, mendukung usaha mereka dalam menyelesaikan tugas. Ciri kepemimpinan ini adalah pemecahan masalah dan pembuatan keputusan dilakukan secara bergantian, dimana pengikut dan pemimpin saling bertukar ide dan pemecahan masalah, komunikasi dua arah ditingkatkan dan pemimpin secara aktif mendengarkan, tanggung jawab pemecahan masalah dan pembuatan keputusan sebagian besar berada pada pihak pengikut, karena pengikut memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas.

4. Gaya 4 (gaya delegasi), seorang pemimpin memberikan sedikit dukungan dan sedikit pengarahan. Dalam gaya ini pemimpin mendelegasikan keputusan dan tanggung jawab pelaksanaan tugas kepada pengikutnya. Ciri kepemimpinan ini adalah mendiskusikan masalah bersama-sama dengan bawahan yang kemudian diproses pembuatan keputusan bersama dengan bawahan sehingga tercapai kesepakatan tentang masalahnya dan kemudian diproses pembuatan keputusan didelegasikan secara kaseluruhan kepada bawahan. Sehingga bawahan yang memegang memiliki control untuk memutuskan tentang bagaimana cara plaksanaan tugasnya, dan memikul tanggungjawab dalam pengarahan perilaku mereka.

Kesiapan atau kematangan para pengikut dalam kepemimpinan situasional dapat dirumuskan sebagai suatu kemampuan dan kemauan pengikut untuk melaksanakan tugasnya. Kematangan tersebut dalam hubungannya dengan tugas yang spesifik dan tujuan akan dicapai oleh usaha-usaha pemimpinnya (Robbins, 2007).


(26)

Kemampuan pengikut dalam hal ini berkaitan dengan pendidikan, latihan, pengalaman, dan kesiapan ini berkaitan dengan kesediaan untuk bertanggung jawab dan memotifasi kerja pengikut. Dengan demikian kepemimpinan situasional berfokus kepada perkembangan yang relevan dari para pengikutnya (Luthans, 2006).

Dalam bukunya, Management of Organizational Behavior, Hersey dan Blanchard (1988), mengemukakan Model Kepemimpinan Situasional. terdapat 4 (empat) kategori gaya kepemimpinan:

1. GayaTelling/Instructing- dimana pemimpin memberitahukan apa yang harus dilakukan bawahan serinci mungkin (tingkat kematangan rendah)

2. Gaya Selling/Coordinating - dimana pemimpin menjajakan atau mengkoordinasi tugas-tugas yang harus dilakukan bawahan (tingkat kematangan rendah-sedang)

3. Gaya Participating - dimana pemimpin mengikutsertakan bawahan (tingkat kematangan sedang-tinggi)

4. Gaya Delegating - dimana pemimpin mendelegasikan tugas-tugas kepada bawahan (tingkat kematangan tinggi)

Ada empat tingkat kematangan menurut Hersey dan Blanchard (dalam Thoha, 2007), yang dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.1`

Empat Tingkat Kematangan Tingkat Kematangan

Tinggi (pengikut mampu

dan mau)

Tingkat Kematangan Sedang dan Tinggi

(pengikut mampu tetapi tidak mau atau

kurang yakin)

Tingkat Kematangan Sedang (pengikut tidak mampu tetapi mau)

Tingkat Kematangan Rendah (pengikut tidak mampu dan tidak

mau atau tidak yakin)

M4 M3 M2 M1

Sumberr : Thoha (2007)

Tingkat kematangan yang dimaksud tersebut dibagi dalam empat tingkat yaitu tingkat rendah (M1), tingkat sedang (M2), sedang dan tinggi (M3) dan tinggi (M4). Pada tingkat kematangan rendah (M1) ciri yang tampak adalah pengikut belum mampu dan belum mau bertanggungjawab melakukan sesuatu, serta belum


(27)

memiliki penguasaan keterampilan serta kepercayaan diri. Pada tingkat kematangan sedang (M2) ciri yang tampak adalah pengikut yang belum mempunyai kemampuan tetapi mempunyai kemauan dalam bekerja. Mereka memiliki motivasi tapi kurang dalam penguasaan tugasnya. Pada tingkat kematangan sedang dan tinggi (M3) yang terlihat adalah pengikut memiliki kemampuan dalam keterampilan kerjanya tetapi tidak mempunyai kemauan dan motivasi kerjanya. Sedangkan pada tingkat kematangan tinggi (M4) tampak bahwa penngikut mempunyai kemampuan dan kemauan dalam melakukan pekerjaanya (Thoha, 2007).

Hubungan antara tingkat kematangan pengikut dengan gaya kepemimpinan yang sesuai untuk diterapkan ketika para pengikut bergerak dari kematangan yang sedang ke matangan yang telah berkembang, dapat digambarkan seperti berikut. Gaya kepemimpinan intruksi adalah untuk pengikut yang rendah kematanganya, pada tingkat M1. gaya kepemimpinan konsultasi adalah untuk tingkat kematangan rendah ke sedang, pada tingkat M2. gaya kepemimpinan partisipasi adalah untuk tingkat kematangan dari sedang ketinggi, pada tingkat M3. gaya kepemimpinan delegasi adalah untuk tingkat kematangan yang sudah mampu dan mau, pada tingkat M4 (Thoha, 2007).

Teori kepemimpinan situasional ini menjelaskan bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia maka seorang pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik. Bila pengikut tidak mampu namun bersedia maka pemimpin harus memberikan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikutnya dan orientasi tugas agar mau menuruti keinginan pemimpinnya. Bila para pengikut mampu namun tidak


(28)

bersedia maka pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif, sementara bila karyawan mampu dan bersedia pemimpin tidak perlu berbuat banyak, hanya mendelegasikan tugasnya. Dengan demikian gaya kepemimpinan cendrung berubah sesuai dengan situasi kesiapan pengikut (Thoha, 2007).

Penerapan gaya kepemimpinan tersebut bergantung kepada kesiapan pengikutnya. Kesiapan pengikut dapat diketahui dari kemampuan dan kemauan pengikut. Kemauan pengikut dapat diketahui dari motivasi kerja dan kesediaan bertanggungjawab dalam pekerjaannya sedangkan kemampuan pengikut diketahui dari ketrampilan, pengetahuan yang dimiliki dari pendidikan sebelumnya maupun pelatihan sebelumnya. Gaya kepemimpinan yang penulis gunakan pada penelitian ini ada gaya kepemimpinan situasional.

Berdasarkan pemaparan para ahli di atas maka yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan situasional pada penelitian ini adalah cara pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya. dengan indikator : (1) mengarahkan, (2) membimbing, (3) mendukung, (4) mendelegasikan.

2.3 Pengawasan.

Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Pengawasan berarti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting karena Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti pengawasan Pendahuluan


(29)

(preliminary control), Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), Pengawasan Feed Back (feed back control).

Suatu Organisasi juga memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang keberhasilan dari suatu tujuan organisasi.

2.3.1 Pengertian Pengawasan

Pengawasan bisa didefinisikan sebagai suatu usaha sistematis oleh manajemen bisnis untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dan untuk mengambil tindakan penyembuhan yang diperlukan untuk melihat bahwa sumber daya manusia digunakan dengan seefektif dan seefisien mungkin didalam mencapai tujuan.

Pengawasan sebagai mendeterminasi apa yang telah dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu, menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Tery, 2006). Pengawasan itu merupakan suatu proses aktivitas yang


(30)

sangat mendasar, sehingga membutuhkan seorang manajer untuk menjalankan tugas dan pekerjaan organisasi. Robbin (dalam Sugandha, 1999 : 150). Pengawasan itu adalah proses melaui manajer berusaha memperoleh keyakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaannya. Kertonegoro (1998 : 163). Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang telah dicapai, mengadakan evaluasi atasannya, dan mengambil tindakan-tidakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Terry (dalam Sujamto, 1986 : 17). Pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Dale (dalam Winardi, 2000:224) Pengawasan pada pokoknya pengawasan adalah keseluruhan daripada kegiatan yang membandingkan atau mengukur apa yang sedang atau sudah dilaksanakan dengan kriteria, norma-norma, standar atau rencana-rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Admosudirdjo (dalam Febriani, 2005:11). Pengawasan adalah proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Siagian (1990:107). Pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pekerjaan yang dilakukan oleh bawahan sesuai dengan rencana, perintah , tujuan atau kebijaksanaan yang telah diberikan. Jelasnya pengawasan harus berpedoman kepada rencana yang telah diputuskan, tujuan dan kebijakan yang telah ditentukan sebelumnya. Handayaningrat (1985 : 143). Pengawasan kerja merupakan salah satu sumber penting dari kepuasan kerja. Terdapat dua dimensi yang berpengaruh


(31)

terhadap kepuasan kerja yaitu yang berpusat kepada karyawan dan partisipasi karyawan. Berpusat kepada karyawan akan tampak pada penekanan kepada perilaku yang ditunjukan oleh pimpinan dengan bawahannya. Hal tersebut secara umum akan ditunjukan dalam meneliti seberapa pengambilan keputusan dalam pekerjaan mereka yang akan mempengaruhi dalam pekerjaan mereka (Luthans, 2006).

2.3.2 Tipe-tipe Pengawasan

Donnelly (1996), mengelompokkan pengawasan menjadi 3 Tipe pengawasan, yaitu :

(1 ) Pengawasan Pendahuluan (preliminary control).

Pengawasan yang terjadi sebelum kerja dilakukan. Pengawasan Pendahuluan menghilangkan penyimpangan penting pada kerja yang diinginkan yang dihasilkan sebelum penyimpangan tersebut terjadi. Pengawasan Pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. Memusatkan perhatian pada masalah mencegah timbulnya deviasi-deviasi pada kualitas serta kuantitas sumber-sumber daya yang digunakan pada organisasi-organisasi. Sumber-sumber daya ini harus memenuhi syarat-syarat pekerjaan yang ditetapkan oleh struktur organisasi yang bersangkutan. Dengan ini, manajemen menciptakan kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur dan aturan-aturan yang ditujukan pada hilangnya perilaku yang menyebabkan hasil kerja yang tidak diinginkan di masa depan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka


(32)

kebijaksanaan-kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman yang baik untuk tindakan masa mendatang. Pengawasan pendahuluan meliputi; Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia, Pengawasan pendahuluan bahan-bahan, Pengawasan pendahuluan modal dan Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya financial.

(2) Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)

Pengawasan yang terjadi ketika pekerjaan dilaksanakan. Memonitor pekerjaan yang berlangsung guna memastikan bahwa sasaran-sasaran telah dicapai. Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode-metode serta prosedur-prsedur yang tepat dan mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

(3) Pengawasan Feed Back (feed back control)

Pengawasan Feed Back yaitu mengukur hasil suatu kegiatan yang telah dilaksakan, guna mengukur penyimpangan yang mungkin terjadi atau tidak sesuai dengan standar. Pengawasan yang dipusatkan pada kinerja organisasional dimasa lalu. Tindakan korektif ditujukan ke arah proses pembelian sumber daya atau operasi-operasi aktual. Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi


(33)

tindakan-tindakan masa mendatang. Adapun sejumlah metode pengawasan feed backyang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:

a) Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis) b) Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis)

c) Pengawasan Kualitas (Quality Control)

d) Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation) Donnelly, et al. (dalam Zuhad, 1996:302)

2.3.3 Macam-macam Pengawasan.

Pengawasan memiliki beberapa macam makna, sebagai berikut :

(1) Pengawasan dari dalam, adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan yang dibentuk oleh organisasi yang bersangkutan. Aparat yang bersangkutan dalam organisasinya selalu mengatasnamakan pimpinan organisasi dan bertugas mengumpulkan berbagai data informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi. Data-data serta informasi yang berhasil dikumpulkan tersebut digunakan oleh pimpinan untuk menilai/mengethui sampai sejauh mana keberhasilan yang dicapai dan kemunduran yang dialami oleh suatu organisasi.

(2) Pengawasan dari luar, adalah pengawasan ini dilakukan oleh aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit pengawasan dari luar organisasi adalah aparat yang bertindak atas nama atasan dari pimpinan organisasi itu atau bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena pimpinan organisasi meminta.


(34)

(3) Pengawasan preventif, ialah pengawasan ini dilakukan sebelum rencana itu diputuskan dengan maksud untuk mencegah jangan sampai terjadi kesalahan dan penyimpangahn dalam pelaksanaan pekerjaan yang akan dilakukan oleh aparat organisasi yang bersangkutan.

(4) Pengawasan refresif, ialah pengawasan yang dilakukan setelah adanya pelaksanaan pekerjaan. Maksud pengawasan ini yaitu untuk menjamin kelangsungan pelaksanaan pekerjaan agar hasilnya sesuai denga rencana yang telah ditetapkan (Handayaningrat, 1985).

Dari rumusan tersebut dapat di pahami bahwa pengawasan tidak hanya satu makna tetapi bervariasi sesuai dengan kontek dan situasinya. Dengan bervariasi maka suatu pengawasan mudah dilakukan.

2.3.4 Metode Pengawasan

Metode pengawasan merupakan suatu cara seseorang atau pemimpin dalam menciptakan suatu kegiatan supaya sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.

Agar pengawasan dapat berjalan dengan lancar dan baik maka dalam pelaksanaannya perlu ditunjang dengan metode pengawasan, sebagai berikut : (1) Pengawasan langsung, apabila aparat pengawasan/pimpinan organisasi

melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjan baik dengan sistem inspektif, verifikatif maupun dengan sistem investigatif, metode ini dimaksudkan agar segera dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnan dalam pelaksanaan pekerjaan.


(35)

(2) Pengawasan tidak langsung, apabila aparat pengawas/pemimpin melakukan pemeriksaan pelaksanan pekerjaan hanya melalui laporan-laporan yang masuk kepadanya. Laporan tersebut bisa berupa uraian kata-kata, deretan angka-angka atau statistik yang berisi gambaran atas hasil kemajuan yang telah dicapai sesuai dengan pengeluaran biaya/anggaran yang telah di rencanakan.

(3) Pengawasan formal, pengawasan yang secara formal dilakukan oleh unit/aparat, pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan organisasinya atau atasan dari pada pemimpin organisasi itu. Dalam pengawasan itu biasanya telah ditentukan presedur hubungan dan tata kerjanya.

(4) Pengawasan informal, pengawasan yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentukan, pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribadi). (5) Pengawasan administratif, menyangkut Keuangan tentang pos-pos anggaran

(rencana anggaran), pelaksanaan anggaran meliputi pengurusan administratif dan pengurusan bendaharaan.

(6) Pengawasan teknis, pengawasan terhadap hal-hal yang bersifat fisik misalnya pemeriksaan terhadap sarana prasarana, kesehatan pegawai dan sebagainya. (Handayaningrat, 1985)

2.3.5 Tujuan dan fungsi pengawasan

Setiap pengawasan yang dilaksanakan pasti memiliki tujuan, adapun tujuan dari pengawasan sebagai berikut :

(1) Untuk mengetahui apakah suatu kegiatan itu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.


(36)

(2) Untuk mengetahui dengan intruksi-intruksi dalam azas-azas yang telah diperintahkan.

(3) Untuk mengetahui kesulitan-kesulitan dan kelemahan-kelemahan dalam pekerjaan atau bekerja.

(4) Untuk mengetahui segala sesuatu apakah berjalan efektip atau efesien. (5) Untuk mencari jalan menuju kearah perbaikan (Sukarno, 1982 : 165).

Dari uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa tujuan pengawasan yaitu harus mengetahui suatu kegiatan, intruksi, kesulitan-kesulitan dan untuk mencari kearah perbaikan berdasarkan rencana yang telah ditetapkan. Sedangkan fungsi pengawasan yaitu : dalam setiap usaha pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan intruksi-intruksi yang telah dikeluarkan, pengawasan bertujuan menunjukan atau merumuskan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah agar tidak terulang lagi kelemahan-kelemahan, kekurangan-kekurangan serta kesalahan pengawasan berpariasi terhadap segala hal baik terhadap benda, manusia dan lainnya” (Lubis, 1992).

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, penulis menyimpulkan pengawasan adalah suatu usaha sistematis oleh manajer untuk membandingkan kinerja standar, rencana, atau tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan apakah kinerja sejalan dengan standar tersebut dengan indikator : (1) presensi pegawai, (2) aktivitas/kegiatan, (3) hubungan kerjasama, (4) evaluasi/pelaporan.

2.4 Teori Motivasi

Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Secara konkrit motivasi dapat diberi batasan sebagai “ Proses pemberian motif (penggerak) bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa


(37)

sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi secara efisien“ (Sarwoto, 1979). “Motivasi adalah pemberian kegairahan bekerja kepada pegawai. Dengan pemberian motivasi dimaksudkan pemberian daya perangsang kepada pegawai yang bersangkutan agar pegawai tersebut bekerja dengan segala daya dan upayanya “ (Manullang, 1990). Penggerakkan (Motivating) dapat didefinisikan : Keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada para bawahan sedemikian rupa sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan organisasi denganefisien dan ekonomis “ (Siagian, 1983 ).

Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan antusias mencapai hasil yang optimal. Motivasi semakin penting karena manajer/pimpinan membagikan pekerjaan kepada bawahannya untuk dikerjakan dengan baik dan terintegrasi kepada tujuan yang diinginkan.

Pengelompokkan/klasifikasi teori-teori motivasi ada tiga kelompok yaitu :

1. Teori Kepuasan Proses (Process Theory) yang memfokuskan pada apanya motivasi. Dalam teori ini mencoba menjawab pertanyaan kebutuhan apa yang memuaskan dan mendorong semangat bekerja seseorang. Hal yang memotivasi semangat kerja seseorang adalah untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan materiil maupun non materiil dari apa yang diperoleh dari pekerjaannya. Termasuk dalam teori motivasi kepuasan yaitu:

a. Maslow’s Need Hierarchy Theory

Gambaran teori Hierarkhi Kebutuhan Maslow, atas dasar sebagai berikut : 1) Manusia adalah mahluk sosial yang berkeinginan. Ia selalu

menginginkan lebih banyak. Keinginan ini terus-menerus dan hanya akan berhenti bila akhir hayatnya tiba.


(38)

2) Suatu kebutuhan yang telah dipuaskan tidak menjadi alat motivator bagi pelakunya, hanya kebutuhan yang belum terpenuhi yang akan menjadi motivator.

3) Kebutuhan manusia tersusun dalam suatu jenjang/hierarkhi, yakni dimulai dari tingkat kebutuhan yang terendah physiological, safety and security, affiliation or acceptance, esteem or status dan terakhir self actualization. (Hasibuan, 2001 ).

Menurut Maslow, manusia mempunyai sejumlah kebutuhan yang klasifikasinya pada lima tingkatan atau hirarki, yaitu ;

1) Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan yang meliputi; rasa lapar, rasa haus, kebutuhan akan perlindungan, kebutuhan seks dan kebutuhan fisiologis lainnya.

2) Kebutuhan akan rasa aman, yaitu kebutuhan yang meliputi kebutuhan akan keamanan dan proteksi dari gangguan fisik dan emosi.

3) Kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan yang meliputi; kasih sayang, rasa memiliki dan dimiliki, penerimaan dan persahabatan.

4) Kebutuhan harga diri, yaitu kebutuhan yang meliputi ; harga diri internal seperti menghormati diri sendiri, otonomi dan usaha mencapai hasil. Harga diri eksternal seperti status, pengakuan dan perhatian. 5) Kebutuhan aktualisasi/perwujudan diri, yaitu kebutuhan yang

digambarkan dengan dorongan untuk menjadi apa yang diinginkan seseorang meliputi; pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang dan pemenuhan seseorang

b. Herzberg’s Two factors Motivation Theory

Teori ini dikembangkan oleh Frederick Herzberg yang terkenal dengan “Teori Motivasi Kerja Dua Faktor”. Menurut teori ini ada 2 faktor yang dapat mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu :

1) Faktor-faktor yang akan mencegah ketidakpuasan (faktor higine), yang terdiri dari gaji, kondisi kerja, kebijakan perusahaan, penyeliaan kelompok kerja.


(39)

2) Faktor-faktor yang memberikan kepuasan (motivator factor) yang terdiri dari kemajuan, perkembangan, tanggung jawab, penghargaan, prestasi, pekerjaan itu sendiri.

Menurut Herzberg, mencegah atau mengurangi ketidakpuasan dalam keadaan pekerjaan tidak sama dengan memberikan kepuasan positif. Keduanya itu segi-segi motivasi kerja yang berbeda secara kualitatif. Motivasi bisa diberikan jika digunakan motivator yang berfungsi.

Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam memotivasi bawahan menurut Herzberg :

1) Hal-hal yang mendorong pegawai adalah pekerjaan yang menantang yang mencakup; perasaan berprestasi, bertanggung jawab, kemajuan, dapat menikmati pekerjaan itu sendiri dan adanya pengakuan atas semuanya.

2) Hal-hal yang mengecewakan pegawai adalah terutama faktor yang bersifat embel-embel saja pada pekerjaan, peraturan kerja, penerangan, istirahat, sebutan jabatan, hak, gaji, tunjangan dan lain-lain.

3) Pegawai akan kecewa bila peluang bagi mereka untuk berprestasi terbatas atau dibatasi, kemungkinan mereka cenderung akan mencari kesalahan-kesalahan.

Ada sembilan jenis kebutuhan yang sifatnya non material yang oleh para anggota organisasi dipandang sebagai hal yang turut mempengaruhi perilakunya dan yang menjadi faktor motivasi yang perlu dipuaskan dan


(40)

oleh karenanya perlu selalu mendapat perhatian setiap pimpinan dalam organisasi yaitu :

1) Kondisi kerja yang baik, terutama yang menyangkut segi fisik dari lingkungan kerja.

2) Perasaan diikutsertakan

3) Cara pendisiplinan yang manusiawi

4) Pemberian penghargaan atas pelaksanaan tugas dengan baik 5) Kesetiaan pimpinan kepada para pegawai

6) Promosi dan perkembangan bersama organisasi

7) Pengertian yang simpatik terhadap masalah-masalah pribadi bawahan 8) Keamanan pekerjaan

9) Tugas pekerjaan yang sifatnya menarik. (Siagian, 1983).

c. Aldefer’s Existaence, Relatedness and Growth ( ERG ) Theory

Teori motivasi ERG dari Clayton Alderfer, juga merupakan kelanjutan dari teori Maslow yang dimaksud untuk memperbaiki beberapa kelemahannya. Teori ini membagi tingkat kebutuhan manusia ke dalam 3 tingkatan yaitu :

1) Keberadaan (Existence), yang tergolong dalam kebutuhan ini adalah sama dengan tingkatan 1 dan 2 dari teori Maslow. Dalam perspektif organisasi, kebutuhan-kebutuhan yang dikategorikan kedalam kelompok ini adalah : gaji, insentif, kondisi kerja, keselamatan kerja, keamanan, jabatan.

2) Tidak ada hubungan (Relitedness), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan pada tingkatan 2, 3 dan 4 dari teori Maslow, hubungan dengan atasan, hubungan dengan kolega, hubungan dengan bawahan, hubungan dengan teman, hubungan dengan orang luar organisasi. 3) Pertumbuhan (Growth), adalah meliputi kebutuhan-kebutuhan pada

tingkat 4 dan 5 dari teori Maslow, bekerja kreatif, inovatif, bekerja keras, kompeten, pengembangan pribadi. (Gauzaly, 2000).


(41)

Alderfer berpendapat bahwa pemenuhan atas ketiga kebutuhan tersebut dapat dilakukan secara simultan, artinya bahwa hubungan dari teori ERG ini tidak bersifat hierarkhi.

d. Mc. Clelland’s Achievement Motivation Theory

teori motivasi kebutuhan yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1978) dengan Teori Motivasi Prestasi (Achievement Motivation Theory), berpendapat bahwa pegawai mempunyai cadangan energi potensial (Hasibuan, 2001 : 162). Bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Energi akan dimanfaatkan oleh pegawai karena didorong oleh : 1) Kekuatan motif dan kebutuhan dasar yang terlibat. 2) Harapan keberhasilannya, dan 3) Nilai insentif yang melekat pada tujuan. Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah :

1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement= n Ach)

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, karena itu kebutuhan akan berprestasi ini akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi yang optimal.

Karyawan akan antusias dan memiliki semangat kerja yang tinggi untuk berprestasi lebih baik lagi asalkan kemungkinan untuk hal ini ada. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi yang tinggi akan memperoleh pendapatan yang besar. Dengan pendapatan yang besar akhirnya ia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.


(42)

2) Kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation= n Af),

Kebutuhan akan afiliasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang. Karena kebutuhan akan afiliasi ini yang akan merangsang gairah kerja seorang karyawan dan menyebabkan seseorang memiliki semangat kerja yang tinggi.

Setiap orang ingin mendapat perhatian untuk dipuaskan karena predikat manusia sebagai makhluk sosial, keinginan desenangi, dicintai, kesediaan bekerja sama, iklim besahabat dan saling mendukung dalam organisasi merupakan bentuk-bentuk pemuasan kebutuhan ini. Melalui kebutuhan afiliasi ini seseorang akan termotivasi dan mengembangkan dirinya serta memanfaatkan semua energinya untuk denan senang hati menyelesaikan tugas-tugasnya. b. Kebutuhan akan kekuatan (need for power= n Pow).

Kebutuhan akan kekuasaan merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang, karena kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

Ego manusia yang ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya sehingga menimbulkan persaingan. Persaingan yang ditumbuhkan secara sehat akan membuat pegawai termotivasi untuk bekerja giat. Oleh karena itu untuk mendapatkan kedudukan yang baik dalam organisasi, maka seseorang akan berusahan dan termotivasi untuk menyenangi setiap pekerjaan yang diberikan dan berupaya semaksimal mungkin untuk menyelesaikan pekerjaan itu dengan baik.


(43)

Kebutuhan akan prestasi (n Ach) merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu n Ach akan mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengerahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Pegawai akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberikan kesempatan Mc Clelland (1978).

Kebutuhan akan afiliasi (n Af) menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja pegawai karena setiap orang menginginkan hal-hal berikut :

1) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain dilingkungan ia tinggal; dan bekerja (sense of belonging)

2) Kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance). Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement)

3.) Kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of participation).

Kebutuhan akan kekuasaan (n Pow) akan merangsang dan memotivasi gairah kerja pegawai serta mengerahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik.

e. Teori Motivasi Claude S George

Teori ini menyatakan bahwa seseorang mempunyai kebutuhan yang berhubungan dengan tempat dan suasana di lingkungan dia bekerja, yaitu : 1) Upah yang layak

2) Kesempatan untuk maju 3) Pengakuan sebagai individu 4) Kemanan kerja

5) Tempat yang lebih baik 6) Penerimaan oleh kelompok 7) Perlakuan yang wajar 8) Pengakuan atas prestasi


(44)

Teori motivasi kepuasan menyimpulkan bahwa orang akan bersemangat dalam bekerja karena adanya dorongan kebutuhan, baik materiil maupun immateriil.

2. Teori Motivasi Proses (Motivation Theory) yang memusatkan pada bagaimananya motivasi. Teori motivasi proses berusaha menjawab pertanyaan “bagaimana menguatkan, mengarahkan, memelihara dan menghentikan perilaku individu ” agar setiap individu bekerja giat sesuai keinginan pimpinan.

Bila diperhatikan secara mendalam, teori ini merupakan proses sebab akibat. Bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik untuk hari esok. Jadi hasil yang dicapai tercermin dari bagaimana proses kegiatan yang dilakukanseseorang. Hasil hari ini akan merupakan kegiatan hari kemarin. Proses motivasi berkaitan dengan usaha untuk menjabarkan dan menterjemahkan motivasi kearah suatu perilaku tertentu yang diharapkan. Dalam kaitan dengan teori Motivasi Proses dikenal ada tiga teori, yaitu ; a. Teori Harapan ( Expectancy Theory )

Dikemukakan oleh victor Vroom. Teori ini menyatakan bahwa apa yang memotivasi seseorang untuk bekerja giat adalah tergantung dari hubungan timbal balik antara apa yang diinginkan dan dibutuhkan dari hasil pekerjaan itu. Berapa besar ia yakin perusahaan akan memberikan pemuasan bagi keinginannya sebagai imbalan atas usaha yang dilakukannya itu. Bila keyakinan yang diharapkan cukup besar untuk memperoleh kepuasannya, maka ia akan bekerja keras, begitu pun sebaliknya. Teori ini didasarkan atas :

1) Harapan ( Expectancy ) Harapan adalah suatu kesempatan yang diberikan akan terjadi karena perilaku.

2) Nilai ( Valence ) Nilai adalah akibat dari perilaku tertentu yang mempunyai nilai martabat tertentu ( daya atau nilai motivasi ) bagi setiap individu yang bersangkutan


(45)

3) Pertautan ( Instrumentality ) Pertautan adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengan hasil tingkat kedua.

b. Teori Penguatan ( Reinforcement Theory )

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab akibat dari perilaku dengan pemberian kompensasi Ada empat metode pembentukan yang dapat digunakan untuk membentuk perilaku karyawan, yaitu penguatan yang bersifat positif, negatif, penegakan hukuman, dan pemadaman.

1) Penguatan yang bersifat positif, yaitu teknik yang berakibat suatu nikmat sebagai respon atas stimulan tertentu, sehingga timbul perilaku dalam bentuk keinginan untuk mengulangi perbuatan serupa, misalnya pemberian pujian..

2) Penguatan yang bersifat negatif, yaitu teknik yang bersifat pada sesuatu yang tidak enak sebagai respon atas stimulus tertentu, sehingga timbul keinginan untuk tidak mengulangi perbuatan serupa, misalnya pemberian teguran.

3) Pengenaan hukuman adalah bentuk yang lebih berat dari penguatan negatif, misalnya seorang karyawan dikenakan hukuman penundaan kenaikan gaji karena suatu pelanggaran yang cukup berat.

4) Pemadaman, yaitu tindakan atasan untuk menghilangkan keinginan seorang bawahannya berbuat sesuatu yang dipandanf sebagai perwujudan perilaku tertentu yang tidak diinginkan oleh atasan yang bersangkutan.

c. Teori Keadilan

Teori ini menyatakan bahwa suatu hal yang manusiawi apabila dalam kehidupannya termasuk dalam pekerjaan, seseorang mengharapkan perlakuan yang adil akan tetapi wajar dan normal pula jika seorang melihat keadilan dengan sisi yang subyektif. Para karyawan biasanya melakukan perbandingan antara diri sendiri dan orang lain didalam dan diluar organisasi. Kesemuanya itu mempunyai dampak terhadap perilaku karyawan yang bersangkutan. Dengan kata lain, berdasarkan teori ini apabila karyawan merasa diperlakukan tidak adil maka sangatlah


(46)

mungkin mereka tidak akan berusaha maksimal menampilkan kinerja terbaiknya dan menurunkan mutu hasil pekerjaannya dan barangkali memutuskan berhenti dari pekerjaan tersebut.

Teori motivasi proses menyimpulkan bahwa perilaku individu dapat diarahkan agar dapat bekerja dengan giat sesuai keinginan pimpinan. Hasil yang dicapai tercermin dari bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang. Hal ini sejalan dengan perilaku manusia yang selalu memerlukan arahan dan bantuan dalam melakukan kegiatannya.

3. Teori Pengukuhan (Reinforcement Theory) yang menitik beratkan pada cara dimana perilaku dipelajari (Hasibuan, 2001).

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan pemberian konpensasi, misalnya promosi seorang karyawan tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut.

Teori Pengukuhan ini terdiri dari dua jenis, yaitu :

1) Pengukuhan Positif (Positive Reinforcemet ), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan positif diterapkan secara bersyarat.

2) Pengukuhan Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku, terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat. Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (Response) itu diikuti oleh rangsangan yang bersyarat.


(47)

2.4.1 Jenis-jenis Motivasi Ada 2 (dua) jenis motivasi, yaitu :

1) Motivasi positif (incentive positive), adalah suatu dorongan yang bersifat positif, yaitu jika pegawai dapat menghasilkan prestasi diatas prestasi standar, maka pegawai diberikan insentif berupa hadiah.

2) Motivasi negatif (incentive negative), adalah mendorong pegawai dengan ancaman hukuman, artinya jika prestasinya kurang dari prestasi standar akan dikenakan hukuman. Sedangkan jika prestasi diatas standar tidak diberikan hadiah. (Hasibuan, 1984)

Motivasi kerja adalah dorongan yang dimulai dengan defisiensi fisiologis ataupun Psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau insentif sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja. Motivasi kerja mencakup motif intrinsik dan motif ekstrinsik (Luthans, 2006).

Berdasarkan uraian para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah keseluruhan proses pemberian motif bekerja kepada bawahan sehingga mereka mau bekerja dengan ikhlas demi tercapainya tujuan. Motivasi kerja adalah dorongan yang dimulai dengan difesiensi fisiologis ataupun psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau insentif sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja yang lebih baik, dengan indikator : (1) rasa aman, (2) kesempatan untuk maju, (3) hubungan dengan teman sekerja, (4) gaji, (5) jam kerja, (6) kondisi kerja, (7) manfaat kerja, (8) hubungan dengan atasan, (9) pekerjaan itu sendiri.


(48)

2.5 Kerangka Pikir

Kepuasan kerja adalah adalah suatu keadaan yang menyenangkan atau keadaan emosi pada diri seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya, dengan indikasi pengalaman kerja yang menyenangkan dan sikap positif terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi dalam lingkungan kerjanya, jadi kepuasan kerja dipengaruhi oleh pekerjaan itu sendiri, pembayaran, supervise, kesempatan untuk promosi, pengawasan, rekan kerja, hubungan antar personal, kebijakan perusahaan, kejelasan aturan dalam organisasi, dan gaya kepemimpinan.

Gaya kepemimpinan adalah cara pemimpin dalam mempengaruhi bawahannya dengan indikator dua elemen yaitu pengarahan dan dukungan yang diberikan pemimpinnya. Dan dalam menerapkan gaya kepemimpinan tersebut bergantung kepada kesiapan pengikutnya. Kesiapan pengikut dapat diketahui dari kemampuan dan kemauan pengikut. Kemauan pengikut dapat diketahui dari motivasi kerja dan kesediaan bertanggungjawab dalam pekerjaannya sedangkan kemampuan pengikut diketahui dari ketrampilan, pengetahuan yang dimiliki dari pendidikan sebelumnya maupun pelatihan sebelumnya. Gaya kepemimpinan situasional menjelaskan bila seorang pengikut tidak mampu dan tidak bersedia maka seorang pemimpin harus memberikan pengarahan secara jelas dan spesifik. Bila pengikut tidak mampu namun bersedia maka pemimpin harus memberikan orientasi tugas yang tinggi untuk mengimbangi kurangnya kemampuan para pengikutnya dan orientasi tugas agar mau menuruti keinginan pemimpinnya. Bila para pengikut mampu namun tidak bersedia maka pemimpin harus menggunakan gaya yang suportif dan partisipatif.


(49)

George R Tery menyatakan bahwa pengawasan adalah suatu usaha sistematis untuk mengevaluasi prestasi kerja, pengawasan dapat di artikan sebagai proses aktivitas yang sangat mendasar melalui manajer yang berusaha memperoleh keyakinan bahwa kegiatan yang dilakukan sesuai dengan perencanaannya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila diperlukan untuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana. Pengawasan berfungsi untuk meneliti apakah segala tindakan tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan intruksi-intruksi yang telah dikeluarkan, pengawasan bertujuan menunjukan atau merumuskan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah agar tidak terulang lagi kesalahan-kesalahan.

Motivasi kerja adalah dorongan yang dimulai dengan difesiensi fisiologis ataupun psikologis yang menggerakan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk mencapai tujuan atau insentif sehingga seseorang termotivasi dalam bekerja. Motivasi kerja adalah semangat atau dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan aktivitas kerja guna mencapai suatu tujuan yang dapat berpengaruh positif dalam mencapai kinerja yang lebih baik. Motivasi kerja yang tampak dalam dua faktor yaitu faktor motivator, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja dan faktor higeine, yang merupakan aspek yang dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diduga jika tingkat gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi kerja pegawai tinggi maka kepuasan kerja akan tinggi.


(50)

Pengaruh antara variabel variabel bebas (gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi kerja) terhadap variabel terikat (kepuasan kerja) disajikan pada kerangka berpikir di bawah ini.

Gambar 2.1: Model teoritis pengaruh gaya kepemimpinan (X1), pengawasan (X2) dan motivasi (X3) terhadap kepuasan kerja (Y).

2.6 Hipotesis

Berdasarkan uraian yang telah di jelaskan dalam latar belakang dan tinjauan pustaka di atas peneliti mengajukan hipotesis secara umum adalah “ada pengaruh yang positif dari gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung”. Bertitik tolak dari hipotesis umum di atas, maka peneliti mengajukan hipotesis kerja sebagai berikut :

Gaya Kepemimpinan ( X1)

Kepuasan Kerja ( Y ) Pengawasan

(X2)

Motivasi (X3)


(51)

1. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

2. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara Pengawasan dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung

3. Terdapat pengaruh positif dan signifikan antara motivasi kerja dengan kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.

4. Terdapat pengaruh positif dan signifikan secara bersama-sama antara gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi terhadap kepuasan kerja pegawai Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.


(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam penulisan sebuah tesis. Pada bagian ini akan di uraikan tentang jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi, sampel penelitian, variabel penelitian, Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian serta teknik analisis data dan pengujian hipotesis.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian kuantitatif dengan teknik korelasional, yaitu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel (Sukardi, 2004: 166). Dalam penelitian ini digunakan adalah metode survai, penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi yang menggunakan kuesioner (angket) sebagai alat pengumpul data pokok (Singarimbun, 1995: 3). Penelitian ini menggunakan angket, artinya data dikumpulkan dengan memberikan daftar pertanyaan dan isian yang digunakan untuk menggali data penelitian. Dengan angket diharapkan dapat mengungkap data dari variabel yang hendak diteliti secara obyektif. Selanjutnya, hasilnya dicari sebab-sebabnya yang saling berhubungan. Tujuannya untuk membuat deskripsi mengenai fakta dan sifat-sifat populasi, dalam penelitian metode angket


(53)

digunakan untuk mendapatkan data tentang persepsi pegawai terhadap gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi kerja.

Melalui penelitian ini akan diketahui hubungan dan tingkat hubungan antara masing-masing variabel bebas (gaya kepemimpinan, pengawasan dan motivasi) dengan variabel terikatnya (kepuasan kerja). Selain itu melalui penelitian ini juga akan diketahui hubungan dan tingkat hubungan antara ketiga variabel bebas di atas secara bersama-sama dengan variabel terikatnya.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan terhadap pegawai pada kantor Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung, uji coba instumen, pengambilan data, analisis data dan penyusunan laporan penelitian dilaksanakan dari bulan September sampai dengan Desember 2011.

3.3 Populasi

Populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin, baik hasil menghitung maupun mengukur, kualitatif maupun kuantitatif, dari karakteristik tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas. ( Sudjana, 1992:161). Sedangkan menurut Arikunto (1998:115), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Jadi populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang berupa data kuantitatif maupun kualitatif dari hasil mengukur dan menghitung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung yang berjumlah 120 orang.


(54)

Tabel 3.1 Data jumlah pegawai pada Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung berdasarkan jenis kelamin dan Golongan.

No Bagian/Bidang Jumlah Jenis Kelamin Golongan

L P II III IV

1 Sekretariat 37 17 20 12 21 4

2 Pendidikan Dasar 24 9 15 3 17 4

3 Pendidikan

Menengah 20 10 10 3 16 1

4 Pendidikan Non

Formal & Informal 19 9 10 3 13 3

5 Gedung &

Perlengkapan 20 16 4 1 18 1

JUMLAH 120 61 59 22 85 13

Sumber data: Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung tahun 2011.

Tabel 3.2 Data jumlah pegawai pada Kantor Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung berdasarkan latar belakang pendidikan.

No Bagian/Bidang Jumlah Pendidikan

SLTP SLTA Diploma S.1 S.2

1 Sekretariat 37 - 23 3 8 3

2 Pendidikan Dasar 24 - 8 1 14 1

3 Pendidikan

Menengah 20 - 7 - 11 2

4 Pendidikan Non

Formal & Informal 19 1 6 1 9 2

5 Gedung &

Perlengkapan 20 - 15 - 5

-JUMLAH 120 1 59 5 47 8

Sumber data: Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung tahun 2011.

3.4 Sampel

Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:56). Sedangkan menurut Sutrisno Hadi


(55)

(1989:221) yang dimaksud sampel adalah sebagian dari populasi / sejumlah penduduk yang jumlahnya kurang dari jumlah populasi / sebagian individu yang diselidiki. Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik Random Sampling (teknik sampel acak) dan dalam menentukan anggota sampel dilakukan dengan cara diundi. Teknik Random Samplingadalah cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi yang dilakukan secara acak dalam setiap bagian yang ada tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota populsi tersebut (Sugiyono, 2003:59).

Dalam menentukan jumlah sampel penelitian pada Dinas pendidikan Kota Bandar Lampung yang terdapat 120 orang pegawai, dengan tingkat kesalahan pengambilan sampel 5%, penulis menggunakan rumus :

N n=

1+Nd²

n: Banyak Sampel N : Jumlah Populasi

d : Persentasi kelonggaran ketidak telitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat di tolerir.

Untuk menentukan jumlah sampel di tiap-tiap sekretariat/bidang digunakan teknik proportional stratified random sampling, karena populasi mempunyai anggota yang tidak homogen dan berstrata secara proposional, menggunakan rumus:


(1)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadirat Allah SWT dan dengan segala ketulusan serta kerendahan hati, tesis ini kupersembahkan kepada :

1. Ayahanda tercinta Hi. Razi Arifin, SH. (Alm) dan Ibunda tercinta Hj. Rostina, S.Pd. yang selalu memberikan dukungan demi kelancaran studiku.

2. Istri Marfiroh, S.Ag. dan Anak-anakku Taufiqurrahman Arifin, Dini Darayani Kamal, Ahmad Alkautsar Arifin dan Rahma Azkia kamal tersayang yang selalu berdoa untuk kesehatan dan keselamatanku.

3. Para Dosen yang telah banyak membagikan ilmu pengetahuannya. 4. Almamater tercinta Universitas Lampung.

5. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Lampung angkatan 2009 dan 2010.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 29 April 1972, sebagai anak kedua dari enam bersaudara, dari Bapak Hi. Razi Arifin, SH. dan Ibu Hj. Rostina, S.Pd.

Pendidikan Formal yang pernah ditempuh penulis antara lain :

1. Sekolah Taman Kanak-Kanak Trisula II Tanjungkarang Tahun 1977. 2. Sekolah Dasar Negeri 1 Gotongroyong Tahun 1978-1984

3. Sekolah Menengah Pertama negeri 5 Tanjungkarang Tahun 1984-1987. 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Tanjungkarang Tahun 1987-1990. 5. Sarjana Agama IAIN Raden Intan Lampung Tahun 1990-1997.

Pengalamamn kerja yang pernah dilalui penulis antara lain : tahun 1992 sampai dengan tahun 2001 penulis menjadi staf pada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung dan pada tahun 2001 sampai dengan sekarang menjadi staf di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.


(3)

MOTTO

• “Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Depag RI, 1989 : 421) • Kita berdoa kalau kesusahan dan membutuhkan sesuatu, mestinya kita juga berdoa dalam kegembiraan besar dan saat rezeki melimpah. (Kahlil Gibran)

• Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik. (Evelyn Underhill)

• Satu dari sekian banyak hal yang menyumbang kebahagiaan seseorang adalah silaturahmi yang menghasilkan ilmu dan semangat baru.


(4)

PERSEMBAHAN

Puji Syukur kehadirat Allah SWT dan dengan segala ketulusan serta kerendahan hati, tesis ini kupersembahkan kepada :

1. Ayahanda tercinta Hi. Razi Arifin, SH. (Alm) dan Ibunda tercinta Hj. Rostina, S.Pd. yang selalu memberikan dukungan demi kelancaran studiku.

2. Istri Marfiroh, S.Ag. dan Anak-anakku Taufiqurrahman Arifin, Dini Darayani Kamal, Ahmad Alkautsar Arifin dan Rahma Azkia kamal tersayang yang selalu berdoa untuk kesehatan dan keselamatanku.

3. Para Dosen yang telah banyak membagikan ilmu pengetahuannya. 4. Almamater tercinta Universitas Lampung.

5. Rekan-rekan mahasiswa/i Program Studi Magister Manajemen Pendidikan Universitas Lampung angkatan 2009 dan 2010.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjungkarang pada tanggal 29 April 1972, sebagai anak kedua dari enam bersaudara, dari Bapak Hi. Razi Arifin, SH. dan Ibu Hj. Rostina, S.Pd.

Pendidikan Formal yang pernah ditempuh penulis antara lain :

1. Sekolah Taman Kanak-Kanak Trisula II Tanjungkarang Tahun 1977. 2. Sekolah Dasar Negeri 1 Gotongroyong Tahun 1978-1984

3. Sekolah Menengah Pertama negeri 5 Tanjungkarang Tahun 1984-1987. 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Tanjungkarang Tahun 1987-1990. 5. Sarjana Agama IAIN Raden Intan Lampung Tahun 1990-1997.

Pengalamamn kerja yang pernah dilalui penulis antara lain : tahun 1992 sampai dengan tahun 2001 penulis menjadi staf pada Kantor Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kecamatan Tanjungkarang Pusat Bandar Lampung dan pada tahun 2001 sampai dengan sekarang menjadi staf di Dinas Pendidikan Kota Bandar Lampung.


(6)

Dokumen yang terkait

ABSTRACT RELATIONSHIP ACHIEVEMENT MOTIVATION, ACADEMIC SUPERVISION, MASTERY OF INFORMATION AND COMMUNICATION TECHNOLOGY WITH TEACHERS’ JOB SATISFACTION OF SMK NEGERI OF RSBI IN BANDAR LAMPUNG

0 16 157

EFFECT OF LEADERSHIP AND MOTIVATION ON THE PERFORMANCE OF EMPLOYEES AT VISTA GRAIN BANDAR lAMPUNG

0 5 20

Influence of motivation and job satisfaction of STIE Kesatuan Bogor Lecturer

0 4 73

Pengaruh Kepuasan Kerja dan Motivasi terhadap Kinerja Karyawan

2 7 141

Pengaruh Disiplin Kerja, Motivasi Kerja, Gaya Kepemimpinan dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai ( Studi Kasus pada Pegawai Sekretariat Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Republik Indonesia)

0 2 147

EXAMINING THE JOB CHARACTERISTICS: THE INFLUENCE OF EMPLOYEES MOTIVATION AND LEADERSHIP Examining The Job Characteristics: The Influence Of Employees Motivation And Leadership To Job Satisfaction.

0 1 19

INTRODUCTION Examining The Job Characteristics: The Influence Of Employees Motivation And Leadership To Job Satisfaction.

0 2 6

TEXT PUBLICATION Examining The Job Characteristics: The Influence Of Employees Motivation And Leadership To Job Satisfaction.

0 1 12

The Influence of Organizational Culture, Individual Characteristics, and Transformational Leadership Style on the Job Satisfaction and Performance of Employees in Indonesia

0 0 11

The Influence of Organizational Culture, Individual Characteristics, and Transformational Leadership Style on the Job Satisfaction and Performance of Employees in Indonesia

0 1 49