EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/201

(1)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

(Skripsi)

Oleh

RESIA MARDIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh Resia Mardika

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Penelitian ini akan difokuskan pada efektivitas pembelajaran matematika siswa ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 dan sampel penelitian adalah siswa kelas VIIIB dan VIIIC yang diambil secara acak. Berdasarkan analisis data dengan menggunakan uji-t, diperoleh simpulan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif di-bandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.

Kata kunci : model pembelajaran koopertif tipe TPS, aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.


(3)

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE

DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Oleh Resia Mardika

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2012


(4)

Judul Skripsi : EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VIII SMP

Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester

Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

Nama Mahasiswa : Resia Mardika Nomor Pokok Mahasiswa : 0743021043

Program Studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Fakultas : Keguruan dan Ilmu Pendidikan

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Dra. Rini Asnawati, M.Pd. Dra. Nurhanurawati, M.Pd. NIP 19620210 198503 2 003 NIP 19670808 199103 2 001

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

Dr. Caswita, M.Si.


(5)

MENGESAHKAN 1. Tim Penguji

Ketua : Dra. Rini Asnawati, M.Pd. __________

Sekretaris : Dra. Nurhanurawati, M.Pd. __________

Penguji

Bukan Pembimbing : Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd. __________

2. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Dr. H. Bujang Rahman, M.Si. NIP 19600315 198503 1 003


(6)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Resia Mardika

NPM : 0743021043

Program studi : Pendidikan Matematika

Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandarlampung, November 2012 Yang Menyatakan

Resia Mardika NPM. 0743021043


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pasuruhan, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung, pada 17 Agustus 1988. Penulis adalah anak ke dua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Suharman dan Ibu Yusnir.

Pendidikan yang ditempuh penulis berawal dari Taman Kanak-kanak (TK) di TK Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 1994, Sekolah Dasar (SD) di SD Bhakti Ibu Bakauheni lulus tahun 2000, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 1 Bakauheni lulus tahun 2003 serta Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 2 Kalianda Lampung Selatan hingga tahun 2006.

Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur seleksi Non SPMB. Pada tahun 2011, penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung.


(8)

Motto

“ALLAH tidak membebani seseorang

melainkan sesuai dengan kesanggupannya”


(9)

PERSEMBAHAN

Puji syukur kehadirat Allah SWT,

dengan segala cinta dan kasih sayang kupersembahkan karya sederhana ini sebagai tanda bakti dan cinta kasihku kepada :

Mamah dan Papah tersayang

yang telah membesarkan, mendidik, dan tiada henti memberikan kasih sayang, doa serta motivasi dengan rasa tulus ikhlas demi kebahagiaan dan keberhasilanku. Terimakasih untuk cinta dan pengorbanan hingga aku dapat merasakan kehidupan nyata yang

sesungguhnya.

Kakak “Riry Mardika”, Bang “Rosidi”, Dek “Resa Pikrila Meilani”, Dek “Fachim Syakib Al Hanif”

yang selalu memberikan semangat dalam hidupku, berbagi cerita, mendukung setiap langkah ku untuk tetap maju.

Para pendidik yang dengan tulus dan sabar dalam mendidikku. Almamater Universitas Lampung Tercinta


(10)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat me-nyelesaikan skripsi ini.

Skripsi dengan judul “Efektivitas Pembelajaran Matematika Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair Share Ditinjau Dari Aktivitas Dan Hasil Belajar Matematika Siswa” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung beserta staf dan jajarannya;

2. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Pentatito Gunowibowo, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

4. Ibu Dra. Rini Asnawati, M.Pd., selaku Pembimbing Utama dan Pembimbing

Akademik atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;


(11)

5. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Pembimbing Kedua atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Dr. Sugeng Sutiarso, M.Pd., selaku Penguji Utama pada ujian skripsi

untuk masukan dan saran kepada penulis;

7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah mendidik dan membimbing penulis selama menyelesaikan studi;

8. Bapak Wahdiyana, ST., selaku Kepala SMP Muhammadiyah 3

Bandar-lampung;

9. Bapak Drs. Dauf Lani, selaku guru mitra yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian;

10.Siswa/siswi kelas VIII-A, VIII-B, dan VIII-C SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung tahun pelajaran 2011/2012 atas perhatian dan kerjasama yang telah terjalin;

11.Yang terhormat, tersayang dan tercinta Mamah, Papah, Kak Yeye, Bang Di,

Dek Cha, Dek Hanif dan Aa Qoe yang selalu memberikan cinta, kasih, sayang serta dukungan baik moril maupun materil dengan ikhlas dan tulus juga tak lupa doa yang tidak henti-hentinya selama ini demi keberhasilan dan kesuksesan ku;

12.Little Family++-Ku (Nesha Aprilia Puspa, Ratnasari, Reni Puspita Ningsih, Sevia Gusmita, Komang Wihatyane, Iim Abdul Karim) banyak cerita yang tidak dapat ku lupakan dan tidak dapat ku lukiskan dengan kata-kata, serta taburan hikmah yang ku dapat dari kebersamaan kita;


(12)

13.Sahabat-sahabatku tercinta seluruh angkatan 2007 Pendidikan Matematika NR (Ayank Nana, Nesha, Endel, Sevia, Aak bli Komang, Indah, Yayank “Iyut”, Dina N, Cwie, Devi, Sri, Fitri, Berta, Vera, Vina, Lia, mb’Leni, Fiska, Yulva, Vivi, Marista, Yesi, Dwi, Tanti, Uya, Robert, Indri, Bily, Bang Lihin, Haris, Tina, Ana, Nana, Rita, Mb’Eva, Mira, Mb’Yemi, Dina A, Monmon, Ali, Ifan, Dani, Mb’Endah, Heru, Bang Ken, Adi, Munif), kerjasama yang telah terjalin ini semoga akan bertahan selamanya, tidak ada kata menyerah dan putus asa yang ada hanya keinginan untuk terus belajar dan belajar dalam menggapai asa dan hal inilah yang ku dapat dari pertemuan kita. Semoga Allah selalu memberikan berkah di setiap langkah kita;

14.Teman-teman seperjuangan PPL di SMA Muhammadiyah 2 Bandarlampung

(Aria Aditia J, Eliska N, Isnawati, Janati, Mutiara S R Kenamon, Suliyah, Nopi S, Noprisyah H, Lamudin, Eka Ruri F, Weni Mulia S, Herdizal Rianda) atas kebersamaan selama tiga bulan yang luar biasa;

15.Semua kakak-kakakku angkatan 2004 sampai 2006 dan adik-adikku angkatan

2008 sampai 2011 terima kasih atas kebersamaannya;

16.Almamater yang telah mendewasakan ku.

Semoga Allah SWT senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan dengan pahala yang penuh berkah, dan semoga skripsi ini bermanfaat. Amin.

Bandarlampung, November 2012 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teori ... 8

B. Penelitian Yang Relevan ... 22

C. Kerangka Pikir ... 22

D. Hipotesis Penelitian ... 24

III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel ... 26

B. Desain Penelitian ... 26

C. Langkah Penelitian ... 27 Halaman


(14)

D. Data Penelitian ... 28

E. Teknik Pengumpulan Data ... 28

F. Instrumen Penelitian ... 29

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 33

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 38

B. Pembahasan ... 44

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 47

B. Saran ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ... 26

3.2 Interprestasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 31

3.3 Interprestasi Nilai Daya Pembeda ... 32

3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa ... 33

4.1 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa ... 38

4.2 Rekapitulasi Persentase Siswa Aktif ... 38

4.3 Statistik Deskriptif Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41

4.4 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 41

4.5 Hasil Uji Homogenitas Variansi Data Hasil Belajar Matematika Siswa ... 42


(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam UU Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 disebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, sehat jasmani dan rohani, cakap, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Selain itu juga diperkuat oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa:

“Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya men-cerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

Tujuan pendidikan dapat dicapai bila didukung oleh sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Sekolah sebagai sarana pendidikan formal merupakan

sarana yang tepat untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Selain itu untuk pencapaian

tujuan pendidikan tersebut terdapat sejumlah mata pelajaran pokok dan pendukung yang perlu diberikan.


(17)

2 Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Pasal 1 Ayat 1 menyebutkan bahwa salah satu diantara mata pelajaran pokok yang diajarkan kepada siswa adalah pelajaran matematika. Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempunyai peranan yang sangat besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Mata pelajaran matematika diajarkan di sekolah bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan: (1) memahami konsep matematika; (2) menggunakan penalaran pada pola dan sifat; (3) memecahkan masalah; (4) mengkomunikasikan gagasan; dan (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.

Pembelajaran merupakan suatu proses interaksi antara guru, siswa, sumber dan media pembelajaran. Dalam pembelajaran seorang guru dituntut untuk dapat me-miliki kemampuan untuk menciptakan kondisi kelas yang aktif, kreatif, dan menyenangkan sehingga dapat memotivasi siswa untuk belajar yang pada akhirnya siswa mendapatkan hasil yang memuaskan. Banyak model pem-belajaran yang telah dikembangkan untuk memudahkan guru memaksimalkan proses pembelajaran. Namun sebagian besar guru matematika masih meng-gunakan pembelajaran konvensional, hal tesebut menyebabkan hanya terjadi komunikasi satu arah. Proses pembelajarannya dimulai dari guru menjelaskan materi pelajaran di depan kelas, memberikan contoh soal, diskusi, latihan soal, dan diakhiri dengan pemberian pekerjaan rumah (PR). Dalam pembelajaran konvensional kegiatan pembelajaran di kelas lebih didominasi oleh guru sedangkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran sehingga siswa akan merasa kesulitan ketika guru memberikan soal yang berbeda dengan contoh yang


(18)

3 telah diajarkan sebelumnya. Pada saat guru mengulas kembali materi yang telah disampaikan, siswa lebih memilih untuk diam yang mengakibatkan tidak adanya timbal balik antara guru dan siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Aktivitas yang dilakukan oleh sebagian siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatat apa yang ditulis oleh guru di papan tulis, sedangkan aktivitas lain yang terlihat saat proses pembelajaran adalah aktivitas yang tidak berhubungan dengan proses pembelajaran. Sedangkan menurut Sardiman (2004:95), belajar berarti melakukan kegiatan. Tidak ada belajar jika tidak ada aktivitas. Rendahnya aktivitas belajar siswa tersebut menandakan kurangnya minat belajar siswa. Siswa kurang tertarik untuk belajar matematika sehingga mengalami kesulitan dalam menyerap dan memahami materi pelajaran. Hal tersebut dapat me-nyebabkan rendahnya kemampuan matematika siswa dan berdampak pada hasil belajar matematika siswa. Rendahnya hasil belajar siswa tersebut dapat me-nimbulkan anggapan bahwa guru kurang berhasil menyalurkan ilmu yang dimilikinya. Untuk itu diperlukan model pembelajaran yang lebih banyak dan bervariasi untuk diterapkan oleh guru di kelas sehingga siswa dapat berperan lebih aktif dalam proses pembelajaran dan mengembangkan potensinya. Salah satu alternatif model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang menuntut siswa untuk berperan aktif menyelesaikan masalah yang ada dikelompoknya secara bersama-sama. Siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen dari segi akademiknya, sehingga siswa yang kurang jelas dalam memahami pelajaran dapat memperoleh jawaban dengan berdiskusi/bertanya kepada anggota kelompoknya.


(19)

4 Dalam hal ini, sebagian besar aktivitas pembelajaran berpusat pada siswa, yaitu mempelajari materi pelajaran serta berdiskusi untuk memecahkan masalah. Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah Think Pair Share (TPS). Dalam pembelajaran TPS, mula-mula siswa diberikan pertanyaan atau suatu permasalahan yang berhubungan dengan materi pelajaran, kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau permasalahan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat. Setelah itu, siswa diminta berpasangan untuk mendiskusikan hasil pemikiran atau gagasannya. Kemudian, beberapa pasangan diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas dan siswa lain menanggapi. Dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ini, siswa menjadi lebih siap untuk belajar karena siswa telah diberikan waktu untuk berpikir mandiri sebelum berpasangan.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang keefektifan pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS jika ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah pembelajaran matematika dengan model pem-belajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional?”


(20)

5 Dari rumusan masalah, yang menjadi pertanyaan dalam penelitian ini adalah 1. Apakah aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika

dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

2. Apakah hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mate-matika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi guru, praktisi pendidikan dan peneliti lain.

1. Bagi Guru dan Praktisi Pendidikan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran yang efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang diharapkan.

2. Bagi Peneliti lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan terkait dengan penelitian menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan sebagai


(21)

6 acuan ataupun referensi pada penelitian yang sejenis.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Efektivitas yang di-maksud dalam penelitian ini adalah keefektifan pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS. Dikatakan efektif apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Model pembelajaran kooperatif tipe TPS pada penelitian ini merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerjasama antara siswa yang berpasangan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa diberikan waktu untuk berpikir secara mandiri (Thinking) atas pertanyaan atau masalah yang diberikan oleh guru berupa LKS, berpasangan (Pairing) dengan teman sebangku untuk berdiskusi, setelah itu beberapa pasangan akan ditunjuk secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas (Sharing).

3. Pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran yang biasa digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Dalam hal ini, pembelajaran dimulai dengan menerangkan materi pada awal pembelajaran, memberikan contoh latihan soal pada waktu tertentu, kemudian pemberian tugas berupa latihan soal


(22)

7 untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya.

4. Aktivitas belajar adalah semua kegiatan yang relevan dengan pembelajaran dan dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Aktivitas belajar yang diamati dalam penelitian ini adalah memperhatikan penjelasan guru, mengerjakan LKS/soal latihan, berdiskusi antar siswa dalam kelompok, mempresentasikan hasil diskusi atau memperhatikan presentasi hasil diskusi, bertanya atau menanggapi pada saat presentasi, dan membuat kesimpulan. 5. Hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah

dari perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran sesuai tujuan pem-belajaran yang ingin dicapai, dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur dengan tes.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Belajar Matematika

a. Belajar

Belajar pada hakikatnya merupakan aktivitas yang utama dalam serangkaian proses pendidikan di sekolah. Hal ini dapat dipahami karena berhasil atau tidaknya tujuan pendidikan adalah dominan bergantung pada bagaimana proses belajar mengajar itu berlangsung. Oleh karena itu proses belajar selalu menjadi sorotan utama khususnya bagi para ahli pendidikan.

Inisiatif belajar merupakan keinginan yang timbul dari dalam diri seorang siswa untuk mengadakan atau berpartisipasi aktif dalam proses belajar mengajar seperti mencetuskan ide-ide belajar, mengajukan pertanyaan, mengemukakan pendapat/ gagasan, dan mengemukan saran/usul tentang pelajaran. Dengan demikian, siswa merupakan sentral dalam proses belajar, maka aktivitas siswa merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya interaksi belajar mengajar.

Dalam kamus besar bahasa indonesia, belajar adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang di-sebabkan oleh pengalaman. Menurut Slameto (2003: 2) “Belajar adalah suatu


(24)

9 proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri di dalam interaksi dengan lingkungannya”. Sedangkan menurut Hamalik (2004: 27)

“Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Yaitu belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan me-lainkan pengubahan kelakuan”.

Dimyati dan Mudjiono (2002: 10) mengutip dari R. Gagne menjelaskan tentang pengertian belajar sebagai berikut.

“Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar merupakan kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar. Dengan demikian, belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru.”

Selain itu George J.Mouly (dalam Trianto, 2009: 9) menyatakan: “Belajar pada dasarnya adalah proses perubahan tingkah laku seseorang berkat adanya pengalaman”. Skinner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2002: 9) berpandangan bahwa ”Belajar adalah suatu prilaku. Pada saat orang belajar maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun”. Berdasarkan pendapat para ahli dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku seseorang sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya.


(25)

10

b. Matematika

Matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, sehingga matematika menjadi ilmu yang wajib dipelajari disetiap jenjang pendidikan.

Soedjadi (2000: 11) menyatakan definisi matematika sebagai berikut.

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak yang terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.

c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik. f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.

Soedjadi (2000: 13) juga mengemukakan beberapa karakteristik matematika sebagai berikut.

a. Memiliki objek kajian yang abstrak. b. Bertumpu pada kesepakatan.

c. Berpola fikir deduktif.

d. Memiliki simbol yang kosong dari arti.

e. Memperhatikan semesta pembicaraan.

f. Konsisten dalam sistemnya.

Russel (dalam Uno, 2009: 129) mendefinisikan bahwa matematika sebagai studi yang pengkajiannya dimulai dari bagian-bagian yang tersusun baik (konstruktif) secara bertahap menuju arah yang rumit (kompleks) sehingga belajar matematika memiliki keunikan yang membuatnya berbeda dengan belajar secara umum. Belajar matematika melibatkan struktur hirarki yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar pengalaman yang sudah ada sehingga belajar matematika tidak dapat dilakukan secara terputus-putus karena dapat mengganggu


(26)

11 pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat Hudoyo (1999: 63) yang menyatakan bahwa:

“Belajar matematika melibatkan struktur hirarki atau urutan konsep-konsep yang mempunyai tingkatan lebih tinggi dan dibentuk atas dasar konsep atau pengalaman yang sudah ada, sehingga belajar matematika harus terus-menerus dan berurutan karena belajar matematika yang terputus-putus akan menggang-gu pemahaman dan mempengaruhi hasil belajar”.

Berdasarkan pendapat tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa belajar mate-matika adalah proses yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan penge-tahuan, sikap, dan keterampilan untuk menerapkan konsep-konsep, struktur, dan pola dalam matematika sehingga menjadikan siswa berfikir logis, dan sistematis dalam kehidupan sehari-hari.

2. Efektivitas Pembelajaran

Dalam kamus bahasa indonesia efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efek, pengaruh atau akibat, selain itu efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Keefektifan pembelajaran menurut Trianto (2009: 20) adalah hasil guna yang diperoleh setelah pelaksanaan proses belajar mengajar. Dengan demikian, pem-belajaran dikatakan efektif apabila tujuan dari pempem-belajaran tersebut tercapai. Tujuan dalam pembelajaran matematika mencakup tujuan kognitif dan afektif. Tujuan kognitif dapat dilihat dari nilai hasil tes yang diberikan, sedangkan aspek afektif dilihat dari aktivitas siswa saat pembelajaran berlangsung.


(27)

12 Hamalik (2008: 171) menyatakan bahwa pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas seluas-luasnya kepada siswa untuk belajar karena aktivitas yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran akan memberikan pengalaman baru bagi siswa untuk mendapatkan pengetahuan baru pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2009: 12) yang menerangkan bahwa belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Penyediaan kesempatan belajar sendiri dan beraktivitas seluas-luasnya diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Untuk mengetahui keefektifan meng-ajar menurut Trianto (2009: 20) dapat dilakukan dengan memberikan tes, sebab hasil tes dapat dipakai untuk mengevaluasi berbagai aspek proses pembelajaran. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas pembelajaran adalah tingkat keberhasilan proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pem-belajaran yang diharapkan. Dalam penelitian ini, efektivitas pempem-belajaran dapat dilihat dari aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan hasil belajar matematika siswa yang terukur dari nilai tes. Dikatakan efektif apabila aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan model kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar dan hasil belajar siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaran Kooperatif

Trianto (2009: 58), mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Stahl (dalam Solihatin,


(28)

13 2007: 5) model pembelajaran kooperatif menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Ismail (2003: 18) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif adalah

1. belajar dengan teman, 2. tatap muka antar teman,

3. mendengarkan diantara anggota,

4. belajar dari teman sendiri didalam kelompok, 5. belajar dalam kelompok kecil,

6. produktif berbicara atau mengeluarkan pendapat,

7. siswa membuat keputusan,

8. siswa aktif.

Hal ini diperkuat oleh Lie (2004: 31), yang menyatakan bahwa ada lima unsur yang membedakan model pembelajaran kooperatif dengan model pembelajaran kelompok biasa, yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab per-seorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. 1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada setiap usaha anggotanya. Un-tuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, guru perlu menyusun tugas se-demikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas-nya sendiri. Penilaian yang dilakukan adalah penilaian individu dan penilaian kelompok. Dengan demikian siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk memberikan sumbangan nilai. Dengan kondisi yang demikian tidak ada siswa yang dirugikan.


(29)

14

2. Tanggung jawab perseorangan

Unsur ini merupakan akibat langsung dari ketergantungan positif. Jika tugas dan penilaian dibuat menurut prosedur pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang terbaik.

3. Tatap muka

Setiap kelompok harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Hasil pemikiran beberapa kepala akan lebih kaya daripada hasil pe-mikiran satu kepala saja. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan, dan mengisi kekurangan masing-masing.

4. Komunikasi antar anggota

Keberhasilan suatu kelompok dipengaruhi oleh keterampilan intelektual, kete-rampilan berkomunikasi setiap anggota dalam kelompoknya.

5. Evaluasi proses kelompok

Evaluasi proses kelompok bertujuan untuk mengevaluasi proses kerja kelom-pok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.

Solihatin (2007:5) mengatakan Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Selanjutnya Trianto (2009 : 56) menyatakan bahwa di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.


(30)

15 Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang menuntut siswa untuk melakukan aktivitas belajar dan bekerja dalam kelompok kecil, saling membantu dalam mempelajari materi yang diberikan guru untuk mencapai hasil yang optimal.

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe TPS

TPS dikembangkan oleh Frank Lyman dan kawan-kawan dari Universitas Maryland pada tahun 1981. Model ini memberi waktu kepada para siswa untuk berpikir dan merespon serta saling membantu satu sama lain. Menurut Nurhadi (2004: 23), TPS merupakan struktur pembelajaran yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa agar tercipta suatu pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa. TPS memiliki prosedur yang ditetapkan untuk memberi waktu yang lebih banyak kepada siswa dalam berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Trianto (2009: 82) mengungkapkan bahwa pada pembelajaran kooperatif tipe TPS guru menggunakan langkah-langkah (fase) berikut:

a. Langkah 1: Berpikir (Thinking)

Guru mengajukan suatu pertanyaan atau masalah yang dikaitkan dengan pelajaran, dan meminta siswa menggunakan waktu beberapa menit untuk berpikir sendiri jawaban atau masalah.

b. Langkah 2: Berpasangan (Pairing)

Guru meminta siswa untuk berpasangan dan mendiskusikan apa yang telah mereka peroleh. Interaksi pada langkah ini diharapkan dapat berbagi jawaban jika telah diajukan suatu pertanyaan atau berbagi ide jika suatu persoalan khusus telah diidentifikasi. Secara normal guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.

c. Langkah 3: Berbagi (Sharing)

Pada langkah akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Hal ini efektif untuk berkeliling ruangan dari pasangan ke pasangan dan melanjutkan sampai sekitar sebagian pasangan mendapat kesempatan untuk melaporkan.


(31)

16 Lie (2004: 45) mengemukakan bahwa teknik belajar mengajar berpikir-berpasangan-berbagi sebagai struktur kegiatan pembelajaran gotong-royong yang memiliki manfaat:

a. Memberi kesempatan siswa untuk berpikir sendiri serta bekerjasama dengan orang lain dalam pasangan.

b. Kelompok secara berpasangan memiliki beberapa keunggulan, memberikan

lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, interaksi lebih mudah, dan cepat membentuknya serta cocok untuk tugas sederhana.

Di pihak lain, Nurhadi (2004: 23) menyatakan bahwa:

Think-pair-share merupakan struktur yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa yang dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa.”

Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TPS memiliki beberapa manfaat yaitu:

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara mandiri sebelum berdiskusi sehingga siswa lebih siap dengan hal yang akan didiskusikan. b. Mudah diterapkan, interaksi lebih mudah, dan tidak memerlukan banyak waktu untuk membentuk kelompok.

c. Dapat memotivasi siswa yang kurang tertarik pada pelajaran.

d. Membuat siswa untuk dapat menghargai pendapat teman dengan cara

memperhatikan pada saat presentasi.

e. Dapat meningkatkan penguasaan akademik dan keterampilan siswa

Dari uraian tersebut, model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama antar siswa yang berpasangan untuk mencapai tujuan pembelajaran.


(32)

17

5. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional yang dimaksud secara umum adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru yaitu menerangkan materi melalui ceramah pada awal pembelajaran, memberikan contoh-contoh latihan soal pada waktu tertentu, kemudian pemberian tugas berupa latihan soal untuk dikerjakan oleh siswa secara individu ataupun berkelompok dengan teman sekelasnya. Di dalam pembelajaran konvensional terdapat beberapa metode, yaitu metode ceramah, diskusi, dan tanya-jawab (Sumarno, 2011).

Dalam proses pembelajaran konvensional guru lebih sering menggunakan metode ceramah, yaitu penyampaian materi secara lisan di depan siswa. Metode ceramah merupakan cara yang digunakan untuk mengimplementasikan strategi pem-belajaran ekspositori (Sumarno, 2011). Menurut Suherman dkk (2003: 203) metode ekspositori sama dengan metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada guru sebagai pemberi informasi. Guru pada awal pembelajaran me-nerangkan materi dengan ceramah, kemudian memberikan contoh-contoh soal pada waktu tertentu.

Sumarno (2011) menerangkan kelebihan-kelebihan dari metode ceramah sebagai berikut.

1. Metode yang murah dan mudah untuk dilakukan.

2. Dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi pelajaran yang banyak dapat dirangkum atau dijelaskan pokok-pokoknya oleh guru dalam waktu yang singkat.


(33)

18 4. Guru dapat mengontrol keadaan kelas, oleh karena sepenuhnya kelas

me-rupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.

5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih sederhana.

Disamping memiliki kelebihan, metode ceramah memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut.

1. Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas pada apa yang dikuasai guru.

2. Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan terjadinya verbalisme.

3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan.

4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah mengerti apa yang dijelaskan atau belum.

6. Aktivitas Belajar

Nasution (2003: 85) menyatakan bahwa “aktivitas adalah segala sesuatu tingkah laku atau usaha manusia atau apa saja yang dikerjakan, diamati seseorang mencakup kerja pikiran dan badan”. Dalam proses pembelajaran, aktivitas memegang peranan yang sangat penting. J. Piaget (dalam Rohani, 2004: 7) mengungkapkan bahwa “Seorang anak berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat anak tak berpikir. Agar ia berpikir sendiri (aktif) ia harus diberi ke-sempatan untuk berbuat sendiri”. Untuk itu, agar siswa mau berpikir, hal terbaik


(34)

19 yang perlu dilakukan oleh guru adalah dengan membuat mereka aktif dengan kegiatan berkualitas dalam pembelajaran.

Hamalik (2008: 91) menyatakan bahwa penggunaan aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu:

“ 1. Siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa.

3. Memupuk kerjasama yang harmonis di kalangan para siswa yang pada

gilirannya dapat memperlancar kerja kelompok.

4. Siswa belajar dan bekerja berdasarkan minat dan kemampuan sendiri. sehingga sangat bermanfaat dalam rangka pelayanan perbedaan individual. 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis dan

kekeluargaan, musyawarah, dan mufakat.

6. Membina dan memupuk kerjasama antara sekolah dan masyarakat, dan

hubungan antara guru dan orang tua siswa, yang bermanfaat dalam pen-didikan siswa.

7. Pembelajaran dan belajar dilaksanakan secara realistik dan konkrit, sehingga mengembangkan pemahaman dan berfikir kritis serta menghindarkan

terjadinya verbalisme.

8. Pembelajaran dan kegiatan belajar menjadi hidup sebagaimana halnya kehidupan dalam masyarakat yang penuh dinamika.”

Banyak jenis-jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa pada poses belajar mengajar. Paul B. Diedrich (dalam Rohani, 2004: 8) membuat suatu daftar kegiatan siswa yang digolongkan sebagai berikut :

1. ”Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain. 2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi

saran,mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi. 3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan : uraian, percakapan,

diskusi,musik, pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

5. Drawing activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram. 6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, beternak. 7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan masalah, menganalisis, mengambil keputusan.

8. Emotional activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.”


(35)

20 Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar adalah semua kegiatan siswa yang relevan dengan pembelajaran dan dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar yang sedang berlangsung. Dengan melakukan berbagai aktivitas belajar, siswa dapat membangun pemahamannya tentang konsep-konsep matematika, dengan guru bertindak sebagai fasilitator.

7. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan hasil yang menggambarkan kemampuan yang diperoleh anak setelah melakukan kegiatan belajar. Hasil ini akan menjadi ukuran ke-berhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mujiono (2002: 3), hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif.

Gagne (dalam Dimyati dan Mujiono, 2002: 10) menyatakan bahwa kelima hasil belajar tersebut sebagai berikut:

”Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa:

1. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilihan informasi ver-bal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.

2. Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk

berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiri dari diskriminasi jamak, konsep konkret dan definisi, dan prinsip.

3. Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

4. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.


(36)

21 Penilaian terhadap obyek tersebut.”

Bukti dari usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar dan proses belajar adalah hasil belajar yang biasa diukur melalui tes. Hamalik (2001: 146) menyatakan pengertian hasil belajar (achievement) itu sendiri dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan murid dalam mempelajari materi pelajaran di pondok pesantren atau sekolah, yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah materi pelajaran tertentu.

Setiap kegiatan belajar akan berakhir dengan hasil belajar. Bagi guru, hasil belajar siswa di kelasnya berguna untuk melakukan perbaikan tindak mengajar atau evaluasi. Bagi siswa, hasil belajar tersebut berguna untuk memperbaiki cara-cara belajar lebih lanjut. Perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar memiliki ciri-ciri tertentu. Menurut Slameto (2003: 3) ciri-ciri tersebut adalah:

“ 1. Perubahan terjadi secara sadar

Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadinya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pe-ngetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah, kebiasaannya ber-tambah.

2. Perubahan dalam belajar bersifat kontinu dan fungsional

Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang ber-langsung secara berkesinambungan, tidak statis. Satu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.

3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif

Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.

4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau per-manen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat menetap.


(37)

22 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau berarah

Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perbuatan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.

6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.”

Dari pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam aspek kognitif yang terarah dari perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran sesuai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dinyatakan dalam bentuk nilai dan dapat diukur dengan tes.

B. Penelitian yang relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Oktarini pada siswa kelas VIII SMP YP Pahlawan Bandarlampung semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010 dengan materi pokok faktorisasi bentuk aljabar menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Atika Catur Rini pada siswa kelas XI IPA SMA N 8 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2010/2011 dengan materi fungsi komposisi & invers fungsi dan limit fungsi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe TPS efektif diterapkan ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa.

C. Kerangka Pikir

TPS merupakan model pembelajaran kooperatif yang mempunyai tiga tahap kegiatan, yaitu thinking, pairing, dan sharing. Pada tahap thinking (berpikir) siswa diberikan kesempatan untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara


(38)

23 mandiri, hal itu akan membuat siswa aktif mencari pengetahuannya sendiri sehingga dapat memahami materi yang dipelajari sebagai bekal untuk diskusi selanjutnya, selain itu aktivitas belajar siswa menjadi lebih terlihat karena siswa diberikan tanggung jawab secara individu dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan kepada mereka dan hasil belajar mereka pun akan menjadi lebih baik. Pada tahap pairing (berpasangan) siswa bekerja sama dengan pasangannya untuk mendiskusikan hasil pemikiran mereka sehingga dapat memecahkan permasalahan yang diberikan. Tahap ini diharapkan dapat meminimalisir sikap siswa yang cenderung mengandalkan siswa lain sehingga aktivitas belajar siswa menjadi lebih optimal selain itu dengan berdiskusi dengan pasangan mereka bisa saling bertukar informasi yang pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil belajar mereka. Pada tahap sharing (berbagi) siswa diberi kesempatan untuk mem-presentasikan hasil diskusi yang telah mereka lakukan di depan kelas, sedangkan siswa yang lain dapat melakukan aktivitas belajar lainnya seperti mengajukan pertanyaan ataupun mengungkapkan pendapat mereka, selain itu dengan adanya diskusi atau tanya jawab tersebut siswa bisa saling memperkaya ilmu mereka sehingga pada saat penilaian mereka dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik.

Pada pembelajaran konvensional, proses pembelajaran dimulai dengan pemberian materi oleh guru melalui ceramah, memberikan contoh latihan soal pada waktu tertentu kemudian pemberian tugas atau latihan soal untuk dikerjakan secara individu maupun berkelompok. Pada pembelajaran ini guru berperan aktif sebagai pemberi informasi sehingga aktivitas yang dilakukan siswa hanya sekedar mendengar penjelasan guru dan mencatat apa yang dicatat oleh guru di papan


(39)

24 tulis, keadaan seperti ini membuat siswa merasa jenuh dan siswa kurang berminat terhadap pelajaran matematika, hal tersebut dapat mengakibatkan siswa banyak melakukan aktivitas yang kurang relevan dalam pembelajaran. Pada saat berdiskusi kelompok siswa cenderung mengandalkan siswa lain untuk me-ngerjakan atau mempresentasikan hasil diskusi mereka. Kurangnya aktivitas belajar mereka tersebut menyebabkan mereka tidak memahami apa yang mereka kerjakan sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar mereka pada saat mereka diberikan tes.

Berdasarkan uraian di atas diharapkan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif digunakan sehingga guru dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan siswa dapat mengoptimalkan aktivitas belajar mereka sehingga hasil belajarnya akan lebih baik.

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Umum

Hipotesis dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa jika dibandingkan dengan pem-belajaran konvensional.


(40)

25

2. Hipotesis Kerja

Hipotesis kerja yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut

1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.


(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 yang terdiri dari 4 rombongan belajar yaitu kelas VIII-A, VIII-B, VIII-C, VIII-D. Pengambilan sampel penelitian di-tentukan dengan memilih secara acak 2 kelas dari 4 kelas yang ada. Kelas yang terpilih adalah kelas VIII-B sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII-C sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (quasi experiment) mengguna-kan desain post-test only dengan kelompok pengendali yang tidak diacak sebagai-mana dikemukakan Furchan (1982: 368) pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Perlakuan Post-test

E X O1

K C O2

Keterangan:

E = Kelas eksperimen

K = Kelas pengendali atau kontrol


(42)

27 C = Perlakuan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional O1 = Skor posttest pada kelas ekperimen

O2 = Skor posttest pada kelas kontrol

C. Langkah Penelitian

Langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut: 1. Melakukan Penelitian Pendahuluan

Penelitian pendahuluan untuk melihat kondisi sekolah, seperti berapa kelas yang ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika.

2. Menentukan sampel penelitian.

3. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dan untuk kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

4. Mempersiapkan Lembar Kerja Siswa (LKS).

5. Mempersiapkan lembar observasi aktivitas belajar siswa baik pada kelas yang mengikuti pembelajaran TPS maupun kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.

6. Membagi siswa ke dalam kelompok heterogen yang terdiri 2 orang ber-dasarkan nilai hasil tes ulangan akhir pada kelas yang mengikuti pem-belajaran TPS dan membagi siswa ke dalam kelompok yang terdiri dari 6 orang pada kelas yang mengikuti pembelajaran konvensional.

7. Menyiapkan instrumen penelitian dengan terlebih dahulu membuat kisi-kisi

posttest sesuai dengan indikator pembelajaran kemudian membuat soal esai beserta penyelesaian dan aturan penskorannya.


(43)

28 9. Melakukan uji coba instrumen penelitian untuk menentukan reliabilitas, daya

pembeda dan tingkat kesukaran.

10. Melaksanakan penelitian / perlakuan pada kelas eksperimen. 11. Mengadakan postest pada kelas eksperimen dan kontrol. 12. Menganalisis hasil penelitian.

13. Membuat kesimpulan.

D. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Data aktivitas belajar siswa yang diamati selama proses pembelajaran TPS berlangsung, berupa data kualitatif.

2. Data hasil belajar matematika siswa yang diperoleh melalui tes, berupa data kuantitatif.

E. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu observasi dan tes.

1. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengamati aktivitas belajar siswa selama pem-belajaran berlangsung. Data aktivitas belajar ini diperoleh dengan melakukan pengamatan menggunakan lembar observasi pada setiap pertemuan.

Adapun aktivitas yang diamati adalah

1. Memperhatikan penjelasan/demonstrasi guru 2. Mengerjakan LKS/latihan soal


(44)

29 3. Berdiskusi atau bertanya antar siswa dalam kelompok

4. Mempresentasikan hasil diskusi/memperhatikan presentasi hasil diskusi 5. Bertanya atau menanggapi pada saat presentasi

6. Membuat kesimpulan

Ketentuan teknis pengisian lembar observasi aktivitas siswa ini adalah sebagai berikut.

1) Siswa mendapat tanda check list (skor 1) jika melakukan aktivitas yang relevan terhadap pembelajaran.

2) Siswa tidak mendapat tanda check list (skor 0) jika tidak melakukan aktivitas yang relevan terhadap pembelajaran.

2. Tes

Pengumpulan data hasil belajar matematika siswa dilakukan dengan tes. Pem-berian tes ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa setelah mengikuti pembelajaran Think Pair Share dan konvensional.

F. Instrumen Penelitian

Tes adalah instrumen yang disusun secara khusus untuk mengukur sesuatu yang sifatnya penting dan pasti. Dalam upaya mendapatkan data yang akurat maka instrumen tes yang digunakan dalam penelitian ini harus baik, diantaranya harus memenuhi validitas, reliabilitas, daya beda, dan tingkat kesukaran instrumen tes yang semestinya.


(45)

30

a. Validitas

Sebuah instrumen tes dikatakan valid apabila instrumen tes tersebut dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur. Validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi, yakni ditinjau dari kesesuaian isi instrumen tes dengan isi kurikulum yang hendak diukur. Penyusunan soal instrumen tes diawali dengan kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang ingin dicapai. Dalam penelitian ini soal tes dikonsultasikan kepada guru mata pelajaran matematika kelas VIII. Hasil penilaian guru terdapat di lampiran. Setelah tes dinyatakan valid, tes tersebut diuji coba di luar sampel tetapi masih dalam populasi, uji coba tes ini dimaksudkan untuk mengukur tingkat reliabilitas tes, daya pembeda butir tes, dan tingkat kesukaran tes.

b. Reliabilitas Soal

Reliabilitas adalah ketetapan suatu instrumen tes apabila diteskan kepada subyek yang sama. Suatu instrumen tes dikatakan reliabel jika ia dapat memberikan hasil yang tetap apabila diteskan berkali-kali terhadap subjek yang sama, atau dengan kata lain instrumen tes dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan ketetapan atau keajegan.

Instrumen tes yang digunakan diuji cobakan di luar sampel tetapi masih di dalam populasi. Pada penelitian ini instrumen tes tersebut diuji cobakan pada kelas VIII-A. Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen tes digunakan rumus Alpha dalam Sudijono (2008:208) sebagai berikut:


(46)

31 Dengan

= Koefisien reliabilitas instrumen tes.

= Banyaknya item instrumen tes yang dikeluarkan dalam tes. ∑ = Jumlah varian skor dari tiap-tiap item instrumen tes.

= Varian total.

Menurut Sudijono, suatu instrumen tes dikatakan baik apabila koefisien reliabilitasnya sama dengan atau lebih besar dari 0,70 ( ≥ 0,70) sehingga dalam penelitian ini kriteria reliabilitas tes yang digunakan adalah lebih dari 0,70.

c. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir soal. Suatu instrumen tes dikatakan baik jika memiliki derajat kesukaran sedang, yaitu tidak terlalu sukar, dan tidak terlalu mudah. Untuk mengetahui tingkat kesukaran butir tes digunakan rumus berikut:

Keterangan:

TKi : tingkat kesukaran butir tes ke-i

i

S : rataan skor siswa pada butir ke-i Smaks: skor maksimum butir ke-i

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria indeks kesukaran menurut Sudijono (2008: 372) pada tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Besarnya TKi Interpretasi

Kurang dari 0,30 Sangat Sukar 0,30-0,70 Cukup (Sedang) Lebih dari 0,70 Terlalu Mudah


(47)

32

d. Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Untuk menghitung daya pembeda data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang memperoleh nilai ter-tinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah. Setelah itu, 27% siswa yang mendapatkan nilai tertinggi diambil sebagai kelompok atas dan 27% siswa yang mendapatkan nilai terendah diambil sebagai kelompok bawah.

Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan rumus dalam Noer (2010: 23):

Keterangan :

DP = indeks daya pembeda satu butir soal tertentu

JA = jumlah skor kelompok atas pada butir soal yang diolah JB = jumlah skor kelompok bawah pada butir soal yang diolah IA = Skor maksimum butir soal yang diolah

Menurut Sudjiono (2008: 388) hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang tertera dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif < DP ≤ 0,20 Lemah Sekali(Jelek) 0,20 < DP ≤ 0,40 Cukup(Sedang) 0,40 < DP ≤ 0,70 Baik 0,70 < DP ≤ 1,00 Baik Sekali

Untuk keperluan pengambilan data dalam penelitian ini digunakan butir soal dengan daya pembeda lebih dari atau sama dengan 0,30.


(48)

33 Dari perhitungan tes uji coba yang telah dilakukan, diperoleh data yang tertera pada Tabel 3.4 berikut

Tabel 3.4 Data Uji Tes Hasil Belajar Matematika Siswa

Test

No.

Soal Reliabilitas Pembeda Daya Kesukaran Tingkat 1

0,74

0,30 (Sedang) 0,56 (Sedang) 2 0,41 (Baik) 0,54 (Sedang) 3 0,42 (Baik) 0,54 (Sedang) 4 0,43 (Baik) 0,57 (Sedang) 5 0,48 (Baik) 0,43 (Sedang)

Berdasarkan tabel data uji tes di atas, diperoleh bahwa seluruh butir soal telah memenuhi kriteria yang ditentukan sehingga dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar matematika siswa.

G. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Data Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas belajar siswa diamati oleh observer dengan menggunakan lembar observasi. Dari data hasil observasi, selanjutnya dihitung rata-rata persentase aktivitas belajar siswa. Rata-rata persentase aktivitas belajarsiswa dihitung setiap pertemuan dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

A : persentase siswa yang aktif

Ai : jumlah siswa yang aktif

n : jumlah seluruh siswa


(49)

34

= ( − )

Siswa dikatakan aktif apabila persentase skor yang diperoleh ≥ 65%. Dalam penelitian ini, untuk pengujian hipotesis pada data aktivitas belajar siswa digunakan metode deskriptif.

2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa

Hasil belajar siswa dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa setelah diadakan tes. Sebelum melakukan pengujian hipotesis 2 maka perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut :

1) Hipotesis uji:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

2) Taraf Signifikansi : α = 5% 3) Statistik Uji:

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya kelas interval


(50)

35 4) Keputusan uji :

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian.

Dalam hal lainnya H0 diterima.

b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)

Untuk menguji homogenitas digunakan uji Bartlett. Uji Bartlett menurut Sudjana (2005: 261-264) adalah sebagai berikut.

1) Hipotesis Uji :

∶ = (variansi homogen) ∶ ≠ (variansi tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi : α = 5%

3) Statistik Uji :

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut 1. Menghitung S2 dari masing-masing kelas.

= ∑ − (∑ )

( − 1)

2. Menghitung semua varians gabungan dari semua kelas dengan rumus: = ∑( − 1)∑( − 1)

3. Menghitung Harga Satuan B dengan rumus:

= (log ) ( − 1)

4. Uji Barlet dengan menggunakan statistik chi kuadrat dengan rumus:


(51)

36 4) Keputusan uji

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dan terima H0 jika < ( )( ),

dimana ( )( ) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1 – ) dan = ( − 1).

Setelah data tersebut normal dan homogen selanjutnya dilakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji-t, uji satu pihak yaitu uji pihak kanan.

Adapun uji-t menurut Sudjana (2005: 242) sebagai berikut : 1) Hipotesis uji:

∶ =

∶ >

μ : skor posttest dalam kelompok eksperimen. μ : skor posttest dalam kelompok kontrol. 2) Taraf signifikansi :  = 5 %

3) Statistik uji

dengan : 1

x = rata-rata sampel ke-1 2

x = rata-rata sampel ke-2

2 1

s = variansi sampel ke-1

2 2

s = variansi sampel ke-2

1

n = ukuran sampel ke-1

2

n = ukuran sampel ke-2

= ̅ − ̅

1 + 1 ; =

( − 1) + ( − 1)


(52)

37 4) Keputusan uji

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika < dan tolak Ho jika t mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t ialah dengan ( + − 2) dan peluang (1 − ).


(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari

aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3

Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Hal ini dapat ditunjukkan dengan:

1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think

Pair Share lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang

mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan saran sebagai berikut.


(54)

48

1. Kepada guru matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran

koopertif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya mengembangkan aktivitas belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, untuk

dapat mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam pem-belajaran matematika di kelas agar diperoleh hasil yang maksimal.


(1)

= ( − )

penelitian ini, untuk pengujian hipotesis pada data aktivitas belajar siswa digunakan metode deskriptif.

2. Data Hasil Belajar Matematika Siswa

Hasil belajar siswa dilihat dari nilai hasil belajar matematika siswa setelah diadakan tes. Sebelum melakukan pengujian hipotesis 2 maka perlu dilakukan uji prasyarat, yaitu uji normalitas dan homogenitas.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk melihat apakah populasi berdistribusi normal atau sebaliknya. Untuk uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat. Uji Chi-Kuadrat menurut Sudjana (2005: 273) sebagai berikut :

1) Hipotesis uji:

H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal 2) Taraf Signifikansi : α = 5%

3) Statistik Uji:

Keterangan:

= frekuensi harapan

= frekuensi yang diharapkan = banyaknya kelas interval


(2)

35 4) Keputusan uji :

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dengan taraf  = taraf nyata untuk pengujian. Dalam hal lainnya H0 diterima.

b. Uji Kesamaan Dua Varians (Homogenitas)

Untuk menguji homogenitas digunakan uji Bartlett. Uji Bartlett menurut Sudjana (2005: 261-264) adalah sebagai berikut.

1) Hipotesis Uji :

∶ = (variansi homogen) ∶ ≠ (variansi tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi : α = 5%

3) Statistik Uji :

Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut 1. Menghitung S2 dari masing-masing kelas.

= ∑ − (∑ ) ( − 1)

2. Menghitung semua varians gabungan dari semua kelas dengan rumus: = ∑( − 1)∑( − 1)

3. Menghitung Harga Satuan B dengan rumus: = (log ) ( − 1)

4. Uji Barlet dengan menggunakan statistik chi kuadrat dengan rumus: = (ln 10) − ( − 1) log


(3)

Tolak H0 jika ≥ ( )( ) dan terima H0 jika < ( )( ), dimana ( )( ) didapat dari daftar distribusi chi-kuadrat dengan peluang (1 – ) dan = ( − 1).

Setelah data tersebut normal dan homogen selanjutnya dilakukan uji kesamaan rata-rata dengan menggunakan uji-t, uji satu pihak yaitu uji pihak kanan.

Adapun uji-t menurut Sudjana (2005: 242) sebagai berikut : 1) Hipotesis uji:

∶ = ∶ >

μ : skor posttest dalam kelompok eksperimen. μ : skor posttest dalam kelompok kontrol. 2) Taraf signifikansi :  = 5 %

3) Statistik uji

dengan : 1

x = rata-rata sampel ke-1 2

x = rata-rata sampel ke-2

2 1

s = variansi sampel ke-1

2 2

s = variansi sampel ke-2 1

n = ukuran sampel ke-1 2

n = ukuran sampel ke-2 = ̅ − ̅

1 + 1 ; =

( − 1) + ( − 1) + − 2


(4)

37 4) Keputusan uji

Kriteria pengujian adalah terima Ho jika < dan tolak Ho jika t mempunyai harga-harga lain. Derajat kebebasan untuk daftar distribusi t ialah dengan ( + − 2) dan peluang (1 − ).


(5)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe TPS lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, ditinjau dari aktivitas dan hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung semester genap Tahun Pelajaran 2011/ 2012. Hal ini dapat ditunjukkan dengan:

1. Aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe Think Pair Share lebih baik daripada aktivitas belajar siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe

Think Pair Share lebih baik daripada hasil belajar matematika siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan dari penelitian yang dilakukan di SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2011/2012 dapat dikemukakan saran sebagai berikut.


(6)

48 1. Kepada guru matematika agar dapat menerapkan model pembelajaran koopertif tipe TPS dalam pembelajaran matematika di kelas, dalam upaya mengembangkan aktivitas belajar siswa dan meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

2. Kepada para peneliti yang akan melakukan jenis penelitian yang sama, untuk dapat mempertimbangkan lama waktu pelaksanaan penelitian dalam pem-belajaran matematika di kelas agar diperoleh hasil yang maksimal.


Dokumen yang terkait

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA (Studi pada siswa kelas VII SMP Negeri 1 Seputih Agung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 2 49

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII MTs-PSA Nurul Qodiri Way Pengubuan Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 5 49

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII SMP Muhammadiyah 3 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

1 20 55

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/201

0 4 54

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Talangpadang Kabupaten Tanggamus Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 5 33

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP N 1 Ambarawa Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 3 31

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DITINJAU DARI AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 28 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2011/2012)

0 4 66

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA (Studi pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 12 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 6 60

PEGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Muhammadiyah 3 Bandarlampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 20 203

EFEKTIVITAS PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DITINJAU DARI HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA (Studi pada Pada Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

0 5 130